Paper Kelompok 6 - Pembukuan
Paper Kelompok 6 - Pembukuan
CHAPTER VI
(ANALISIS PERLAKUAN PERPAJAKAN & PERLAKUAN AKUTANSI PEMBUKUAN)
Diajukan oleh:
Taftani Aprilito (123011901070)
Camelia Mayang Susanti (12311911013)
Johanna Della (12311911033)
Berikut beberapa syarat yang perlu dilengkapi oleh penanam modal asing saat
ingin mendirikan perseroan terbatas di Indonesia:
Seperti yang sudah disebutkan di atas, PMA mendapatkan modal dari warga
negara asing, badan usaha asing, dan/atau pemerintah asing yang melakukan
penanaman modal di wilayah Indonesia. Penanaman modalnya bisa berupa investasi
langsung atau skema lainnya. Sedangkan untuk PMDN, modal didapat dari WNI,
badan usaha Indonesia, negara Indonesia, atau daerah lain yang melakukan
penanaman modal di wilayah Indonesia.
1. Pengurangan penghasilan neto paling tinggi 30% dari jumlah penanaman yang
dilakukan.
2. Penyusutan dan amortisasi yang dipercepat.
3. Kompensasi kerugian yang lebih lama, tapi tidak lebih dari 10 tahun.
4. Pengenaan Pajak Penghasilan atas dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26
sebesar 10%, kecuali apabila tarif menurut perjanjian perpajakan yang berlaku
menetapkan lebih rendah.
PASAL 15
A. Pembebasan dari:
1. Pajak perseroan atas keuntungan untuk jangka waktu tertentu yang tidak melebihi
jangka waktu 5 (lima) tahun terhitung dari saat usaha tersebut mulai berproduksi;
2. Pajak dividen atas bagian laba yang dibayarkan kepada pemegang saham, sejauh
laba tersebut diperoleh dalam jangka waktu yang tidak melebihi waktu 5 (lima)
tahun dari saat usaha tersebut dimulai berproduksi.
3. Pajak perseroan atas keuntungan termaksud dalam pasal 19 sub a, yang ditanam
kembali dalam perusahaan bersangkutan di Indonesia, untuk jangka waktu
tertentu yang tidak melebihi jangka waktu 5 (lima) tahun terhitung dari saat
penanaman kembali;
4. Bea masuk pada waktu pemasukan barang-barang perlengkapan tetap ke dalam
wilayah Indonesia seperti mesin-mesin, alat-alat kerja atau pesawat-pesawat yang
diperlukan untuk menjalankan perusahaan itu;
5. Bea Meterai Modal atas penempatan modal yang berasal dari penanaman modal
asing.
B. Keringanan:
1. Atas pengenaan pajak perseroan dengan suatu tarip yang proporsionil setinggi-
tingginya lima puluh perseratus untuk jangka waktu yang tidak melebihi 5 (lima)
tahun sesudah jangka waktu pembebasan sebagai yang dimaksud dalam ad a,
angka 1 tersebut di atas;
2. Dengan cara memperhitungkan kerugian yang diderita selama jangka waktu
pembebasan yang dimaksud pada huruf a angka 1, dengan keuntungan yang harus
dikenakan pajak setelah jangka waktu tersebut di atas;
3. Dengan mengizinkan penyusutan yang dipercepat atas alat-alat perlengkapan
tetap.
Fasilitas ini sifatnya mengurangi penghasilan neto (dalam hal mendapat keuntungan
usaha) atau menambah kerugian fiskal (dalam hal mendapat kerugian usaha).
Contoh:
Investor dari negara X, memperoleh dividen dari Wajib Pajak badan dalam negeri
yang telah ditetapkan memperoleh fasilitas berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.
Apabila investor X tersebut bertempat kedudukan di negara yang belum memiliki
Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) dengan Pemerintah Republik Indonesia,
atau bertempat kedudukan di negara yang telah memiliki P3B dengan Pemerintah
Republik Indonesia dengan tarif pajak dividen untuk Wajib Pajak Luar Negeri 10%
(sepuluh persen) atau lebih, maka atas dividen tersebut hanya dikenakan Pajak
Penghasilan di Indonesia sebesar 10% (sepuluh persen).
Sesuai dengan ketentuan Pasal 6 ayat (2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008
tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan, kerugian fiskal pada suatu tahun pajak, dapat dikompensasikan dengan
keuntungan yang diperoleh dalam 5 (lima) tahun pajak berikutnya.
Yang dimaksud dengan "menambah paling sedikit 300 (tiga ratus) atau 600 (enam
ratus) orang tenaga kerja Indonesia" merupakan penambahan tenaga kerja baru paling
sedikit 300 (tiga ratus) atau 600 (enam ratus) orang tenaga kerja terhitung sejak
keputusan persetujuan pemberian fasilitas Pajak Penghasilan, yang dapat dipenuhi secara
bertahap dan jumlah minimal tenaga kerja dimaksud harus dipertahankan dalam jangka
waktu 4 (empat) tahun berturut-turut.
1. Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan
Wajib Pajak badan di Indonesia wajib menyelenggarakan pembukuan
Tujuan Pembukuan
• Untuk menghitung pajak yang terutang pada setiap tahun pajak berakhir
• Untuk mengetahui posisi keuanagan dan hasil yang diperoleh selama satu periode
kegiatan usaha WP
PENYELENGGARAAN PEMBUKUAN DENGAN MENGGUNAKAN BAHASA
ASING DAN SATUAN MATA UANG SELAIN RUPIAH
Pembukuan dalam Bahasa Asing dan Mata Uang Selain Rupiah dapat
diselenggarakan oleh Wajib Pajak dengan persetujuan Menteri Keuangan dalam rangka:
2. Dalam rangka kontrak karya yang beroperasi berdasarkan kontrak dengan Pemerintah
Republik Indonesia, selain pertambangan, minyak dan gas bumi
6. Kontrak Investasi Kolektif (KIK) yang menerbitkan reksa dana dalam denominasi
satuan mata uang dolar
7. Wajib Pajak yang berafiliasi langsung dengan perusahaan induk di luar negeri
Persyaratan/Ketentuan Pembukuan
c) Diselenggarakan dengan prinsip taat asas dan dengan stelsel akrual atau stelsel kas.
d) Pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan mata uang selain rupiah dapat
diselenggarakan oleh WP setelah mendapat izin Menteri Keuangan.
e) Perubahan terhadap metode pembukuan dan atau tahun buku, harus mendapat
persetujuan dari Direktur Jenderal Pajak.
3. Hubungan Istimewa
Stake holder yang perlu mendapat informasi yang transparan dari transaksi di
atas antara lain, investor, kreditor, pemegang saham (share holder). Jika menyangkut
kewajiban perpajakan, keterbukaan juga diperlukan untuk otoritas perpajakan, dan
dalam hal perusahaan adalah suatu perusahaan terbuka (go public), keterbukaan juga
diperlukan bagi masyarakat luas. Dengan keterbukaan atas transaksi ini maka
pengambilan keputusan yang dilakukan oleh Stake Holder akan didasarkan pada
informasi yang benar. Demikian juga bagi otoritas perpajakan, adanya keterbukaan
dalam pengungkapan transaksi pihak-pihak dalam pengaruh hubungan istimewa,
dapat menjadi dasar penetapan pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
1. Pasal 18 ayat (4) UU Nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagai
telah diubah terakhir dengan Undang-undang nomor 28 Tahun 2007 sebagai
berikut:
2. Pasal 2 ayat (2) UU Nomor 8 tahun 1984 tentang Pajak Pertambahan Nilai
dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir
dengan Undang-undang Nomor 42 Tahun 2010, sebagai berikut:
(a) suatu perusahaan dari suatu Negara Pihak pada Persetujuan turut
berpartisipasi secara langsung maupun tidak langsung dalam manajemen,
pengawasan atau modal suatu perusahaan dari Negara Pihak lainnya pada
Persetujuan, atau
(b) Terdapat orang/badan yang sama yang turut berpartisipasi secara langsung
maupun tidak langsung dalam manajemen, pengawasan, atau modal suatu
perusahaan dari Negara Pihak pada Persetujuan dan suatu perusahaan dari
Negara Pihak lainnya pada Persetujuan, dan dalam tiap kasus di atas, terdapat
kondisi-kondisi yang dibuat atau diberlakukan diantara kedua perusahaan
dimaksud dalam hubungan dagang atau hubungan keuangannya yang berbeda
dengan kondisi-kondisi yang dibuat oleh perusahaan-perusahaan yang
mempunyai kedudukan bebas, maka atas laba yang karena kondisi- kondisi
tadi, tidak diakui, dapat ditambahkan pada laba perusahaan tersebut dan
dikenakan pajak.
Batasan rentang wajar memang tidak diberikan batasan yang pasti, tapi kalau
merujuk pada ketentuan umum seperti yang di tetapkan dalam PSAK, batasan wajar
dapat diartikan dalam batasan yang tidak material (immaterial items). Batasan ini
dapat juga diartikan sebagai jumlah yang tidak signifikan terhadap keseluruhan
transaksi. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER - 43/PJ/2010 tanggal 6
November 2010 menetapkan batasan material adalah transaksi yang tidak melebihi
Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) tidak perlu dilakukan penerapan prinsip
penerapan kewajaran dan kelaziman usaha, tapi cukup dengan membukuan seperti
cara biasa.
Analisis kesebandingan adalah analisis yang dilakukan oleh Wajib Pajak atau
Direktorat Jenderal Pajak atas kondisi dalam transaksi yang dilakukan antara Wajib
Pajak dengan pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa untuk diperbandingkan
dengan kondisi dalam transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang tidak
mempunyai Hubungan Istimewa, dan melakukan identifikasi atas perbedaan kondisi
dalam kedua jenis transaksi dimaksud. Dalam langkah ini juga ditentukan data
pembanding yang berupa data pembanding internal dan eksternal. Data pembanding
internal didapatkan dari data perusahaan sendiri atas transaksi yang tidak dipengaruhi
hubungan istimewa, dan data eksternal adalah data perusahaan lain atas transaksi
sejenis yang tidak dipengaruhi hubungan istimewa. Penetapan Transaksi sejenis
dilakukan dengan memperhatikan kondisi materialitas dan signifikan. Data
pembanding internal lebih diprioritaskan penggunaannya dibandingkan data
pembanding eksternal.
a. barang atau jasa yang ditransaksikan memiliki karakteristik yang identik dalam
kondisi yang sebanding; atau
b. kondisi transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang mempunyai Hubungan
Istimewa dengan pihak-pihak yang tidak memiliki Hubungan Istimewa identik atau
memiliki tingkat kesebandingan yang tinggi atau dapat dilakukan penyesuaian yang
akurat untuk menghilangkan pengaruh dari perbedaan kondisi yang timbul.
a. tingkat kesebandingan yang tinggi antara transaksi antara Wajib Pajak yang
mempunyai Hubungan Istimewa dengan transaksi antara Wajib Pajak yang tidak
mempunyai Hubungan Istimewa.
b. pihak penjual kembali (reseller) tidak memberikan nilai tambah yang signifikan
atas barang atau jasa yang diperjualbelikan.
Dalam hal kondisi-kondisi diatas tidak terpenuhi maka metode laba bersih
transaksional (transactional net margin method/TNMM) dapat diterapkan.
a. Negara yang mengenakan tarif pajak rendah atau negara yang tidak
mengenakan PPh; Negara yang mengenakan tarif rendah adalah negara yang
mengenakan tarif pajak atas penghasilan lebih rendah 50% dari tarif badan di
Indonesia. (untuk tahun 2009 lebih rendah dari 14% dan untuk tahun 2010
lebih rendah dari 12,5%). Atau
b. Negara yang menerapkan kebijakan kerahasiaan bank dan tidak melakukan
pertukaran informasi. Negara yang menerapkan kebijakan kerahasiaan bank
dan tidak melakukan pertukaran informasi adalah negara atau jurisdiksi yang
berdasarkan perundang-undangannya melarang pemberian informasi
nasabahnya, termasuk untuk keperluan informasi yang berkaitan dengan
perpajakan.
Metode Penetapan Harga adalah metode yang diplih untuk digunakan dalam
menentukan harga transfer wajar dalam transaksi dengan pihak yang
mempunyai hubungan istimewa. Metode yang diperkenankan
adalah Comparable Uncontrolled Price, Cost Plus Method, Resale Price
Method,Transactional Net Margin Method,dan Profit Split Method serta
alasan penggunaan metode tersebut.
Wajib Pajak tidak menerapkan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman usaha sesuai
ketentuan yang berlaku
Wajib Pajak tidak dapat memberikan penjelasan yang memadai dan/atau
menunjukkan dokumen pendukung penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman
Usaha.
Penetapan Harga Wajar atau Laba Wajar berdasarkan data atau dokumen lain
dan metode penentuan Harga Wajar atau Laba Wajar yang dinilai tepat oleh
Direktorat Jenderal Pajak sesuai dengan kewenangan berdasarkan Pasal 13 ayat (1)
Undang-Undang KUP melalui Pemeriksaan Pajak. Kewenangan ini tidak dilakukan
apabila Wajib Pajak telah memenuhi Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha dalam
transaksi yang dilakukan dengan pihak-pihak yang memiliki Hubungan Istimewa.
Demikian juga dalam hal terdapat indikasi sebagai tindak pidana di bidang
perpajakan atas transaksi hubungan istimewa maka Direktur Jenderal Pajak
berwenang melakukan penyidikan sebagaimana diatur dalam Pasal 44 Undang-
Undang KUP.
Dalam hal terjadi koreksi atas suatu harga atau laba transaksi hubungan
istimewa terhadap wajib pajak, maka koreksi tersebut akan mempengaruhi harga
perolehan atau harga transfer lawan transaksinya. Jika terjadi suatu koreksi atas
wajib pajak maka Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan
penyesuaian (correlative adjustment)terhadap penghitungan Penghasilan Kena Pajak
Wajib Pajak sebagai tindak lanjut atas suatu penyesuaian (primary adjustment) yang
dilakukan oleh Direktur Jenderal Pajak atas penghitungan penghasilan dan
pengurangan yang dilakukan oleh Wajib Pajak dalam negeri lainnya yang menjadi
lawan transaksi Wajib Pajak. Demikian juga jika koreksi dilakukan oleh otoritas
pajak negara lain atas penghitungan penghasilan dan pengurangan yang dilakukan
oleh Wajib Pajak negara tersebut yang menjadi lawan transaksi Wajib Pajak dalam
negeri Indonesia. Khusus dalam hal penyesuaian yang dilakukan oleh otoritas pajak
negara lain, Wajib Pajak tidak diperkenankan untuk melakukan sendiri penyesuaian
penghitungan pajaknya.
3.6. Hak-hak Wajib Pajak sehubungan dengan Penentuan harga transfer yang
dipengaruhi hubungan istimewa.
4. Transfer Pricing
4.1. Dasar Hukum
a. Pasal 18 ayat 4 Undang Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang pajak
penghasilan
b. Per-Dirjen Pajak No. PER- 32/PJ/2011 tentang Perubahan atas Per-Dirjen Pajak
No. PER-43/PJ/2010 tentang Penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha
dalam Transaksi antara Wajib Pajak dengan Pihak yang Mempunyai Hubungan
Istimewa
4.2. Pengertian Transfer Pricing
Transfer pricing adalah suatu kebijakan yang diatur oleh perusahaan untuk
menentukan harga transfer atas suatu transaksi, baik harga atas barang, jasa, harta
tak berwujud, ataupun transaksi finansial yang dilakukan oleh perusahaan.
Transfer pricing bisa juga diartikan sebagai besaran harga yang dibebankan
satuan usaha individu pada perseroan multi satuan atas transaksi yang terjadi di
antara mereka.
4.3. Tujuan Transfer Pricing
Apa sih sebenarnya tujuan dari penerapan transfer pricing? Ada 7 hal
yang menjadi tujuan dari transaksi ini, di antaranya:
a. Pengoptimalan atas penghasilan global setelah dipotong pajak.
b. Evaluasi kinerja cabang perusahaan mancanegara.
c. Mengupayakan keamanan posisi kompetitif.
Upaya keamanan ini bertujuan untuk memaksimalkan penghasilan global,
mengamankan posisi kompetitif cabang perusahaan, mengevaluasi kinerja cabang
perusahaan mancanegara, menghindari pengendalian devisa, mengurangi risiko
moneter, mengatur arus kas cabang perusahaan, membina hubungan baik dengan
administrasi setempat, mengurangi risiko pengambilalihan oleh pemerintah,
mengurangi beban pengenaan pajak dan bea masuk.
d. Mengurangi risiko keuangan.
e. Mengatur arus kas pada cabang perusahaan.
f. Mengurangi risiko pengambilalihan pemerintah.
g. Mengurangi beban tanggungan pajak dan bea masuk