Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PRAKTIKUM

FARMAKOLOGI NEUROPSIKIATRI

A. Dasar teori anestesi


I. Definisi
Anestesi berasal dari bahasa Yunani, an-, yang berarti “tanpa” dan aisthēsi, yang
berarti sensasi (Holmes, 1864). Fungsi anestesi yaitu penghilang sensasi, oleh karena
itu anestesi umumnya digunakan untuk pasien yang akan menjalani operasi.
Anestesi merupakan hilangnya kepekaan terhadap rasa nyeri melalui pemberian
berbagai jenis obat (abestetik) (Maryunani, 2015). Anestesi terdiri dari 2 kelas yaitu
anestesi yang menghambat sensasi di seluruh tubuh 2 (anestesi umum / general
anestesi) dan anestesi yang menghambat sensasi di sebagian tubuh (lokal, regional,
epidural atau pun spinal) (Brunner & suddarth, 2001).
II. Metode Anastesi
a. Anestetika Inhalan
Anestetika inhalan menurunkan aktivitas metabolik otak. Berkurangnya laju
metabolisme otak (cerebral metabolic rate, CMR) umumnya menurunkan
aliran darah di dalam otak. Namun, anestetik yang mudah menguap juga
menyebabkan vasodilatasi otak, yang dapat meningkatkan aliran darah otak.
Efek akhir pada aliran darah otak (meningkat, menurun, atau tidak berubah)
bergantung pada konsentrasi anestetik yang diberikan.
Contoh Obat : Isofluran, desfluran, sevofluran, halotan, enfloran.
1. Kekurangan :
 Pada pasien yang mengalami peningkatan tekanan
intrakranium akibat tumor otak, perdarahan intrakranium, atau
cedera kepala dapat meningkatkan aliran darah otak.
 Pada penggunaan obat Nitrosa oksida, terjadi penekanan fungsi
miokardium melalui mekanisme dependen-konsentrasi, dapat
menimbulkan depresi sirkulasi.
 Bau menyengat isofluran dan desfluran menyebabkan
keduanya kurang cocok untuk induksi anestesia pada pasien
dengan bronkospasme aktif.
 Menekan fungsi mukosilia di saluran napas. Selama pajanan
berkepanjangan ke obat anestetik inhalan, penimbunan dan
penyumbatan oleh mukus dapat menyebabkan atelektasia dan
terjadinya penyulit pernapasan pascaoperasi, termasuk
hipoksemia dan infeksi pernapasan
2. Kelebihan :
 Jika pasien menjalani hiper-ventilasi sebelum bahan mudah-
menguap diberikan maka peningkatan tekanan intrakranium
akan berkurang.
 Pada penggunaan Isofluran, desfluran, dan sevofluran akan
menyebabkan vasodilatasi dengan efek minimal pada curah
jantung.
 Pada ginjal, secara umum efek obat-obat anestetik ini ringan
dibandingkan dengan stres pembedahan itu sendiri dan
biasanya reversibel setelah penghentian anestetik.
 Meskipun dapat terjadi perubahan sesaat dalam uji-uji fungsi
hati setelah pajanan ke anestetik mudah-menguap, jarang
terjadi peningkatan enzim hati yang terus-menerus kecuali
setelah pajanan berulang ke halotan
b. Anestetika Intravena
Anestetika intravena yang digunakan untuk induksi anestesia umum bersifat
lipofilik dan cenderung terdistribusi ke dalam jaringan lipofilik dengan perfusi
tinggi (otak, korda spinalis), yang menjelaskan awitan kerja mereka yang
cepat. Berapapun tingkat dan kecepatan metabolisme mereka, penghentian
efek dari satu bolus obat ditentukan oleh redistribusi obat.ke jaringan yang
perfusinya kurang dan inaktif misalnya otot rangka dan lemak. Karena itu
semua obat yang digunakan untuk induksi anestesia memiliki lama kerja
setara jika diberikan sebagai bolus tunggal meskipun metabolisme mereka
berbeda secara signifikan.
Contoh Obat : Propofol, Fospropofol, Barbiturat, Benzodiazepin, Ketamin
1. Kelebihan :
 Tidak memperkuat blok neuromuskulus
 Propofol menyebabkan penurunan lebih besar pada refleks saluran
napas atas daripada yang ditimbulkan oleh tiopental, sehingga cocok
untuk instrumentasi saluran napas, misalnya pemasangan jalan napas
masker laring.
 Pada kerja obat golongan benzodiazepin dapat cepat dihentikan
dengan
memberikan antagonis selektif mereka, tlumazenil.
 Pada pemberian obat anestesi golongan benzodiazepin yang sangat
larut
lemak mudah masuk ke SSP yang menjadi penyebab awitan kerja
mereka yang cepat, diikuti oleh redistribusi ke jaringan-jaringan inaktif
dan akhirnya pengakhiran efek obat.
2. Kekurangan :
 Menyebabkan penurunan tekanan darah sistemik paling nyata; ini
disebabkan oleh vasodilatasi sirkulasi arteri dan vena sehingga terjadi
penurunan preload dan afterload.
 Penyuntikan propofol sering menimbulkan nyeri hebat, dan emulsi
lemak memiliki beberapa kelemahan.
 Pada penggunaan barbiturate, efek depresan pada sistem
kardiovaskular
meningkat pada pasien dengan hipovolemia, tamponade jantung,
kardiomiopati, penyakit arteri koronaria, atau penyakit katup jantung
karena para pasien ini kurang mampu mengompensasi efek vasodilatasi
perifer
 Penekanan refleks taring dan retleks batuk mungkin tidak seberat
setelah pemberian propofol dosis anestetik, yang menyebabkan
barbiturat kurang dipilih untuk instrumentasi saluran napas jika tidak
terdapat obat penghambat neuromuskulus.
III. Jenis Anastesia
a. Anestesia Umum
Keadaan neurofisiologik yang ditimbulkan oleh anestesia umum ditandai oleh
lima efek primer: ketidaksadaran, amnesia, analgesia, inhibisi refleks otonom, dan
relaksasi otot rangka. Belum ada satupun obat anestetik yang saat ini tersedia jika
digunakan sendiri dapat mencapai kelima efek yang diinginkan di atas. Selain itu,
suatu obat anestetik yang ideal seyogianya dapat menginduksi kehilangan
kesadaran dengan cepat dan mulus, cepat reversibel setelah dihentikan, dan
memiliki batas keamanan yang lebar.
Contoh obat : Etomidat, Deksmedetomidin, Analgesik Opiod, Isofluran, Halotan
1. Kelebihan :
Keuntungan dari penggunaan anestesi ini adalah dapat
mencegah terjadinya kesadaran intraoperasi; efek relaksasi otot
yang tepat dalam jangka waktu yang lama; memungkinkan untuk
pengontrolan jalan, sistem, dan sirkulasi penapasan; dapat
digunakan pada kasus pasien hipersensitif terhadap zat anestesi
lokal; dapat diberikan tanpa mengubah posisi supinasi pasien; dapat
disesuaikan secara mudah apabila waktu operasi perlu
diperpanjang; dan dapat diberikan secara cepat dan reversibel
2. Kekurangan :
Anestesi umum juga memiliki kerugian, yaitu 6 membutuhkan
perawatan yang lebih rumit; membutuhkan persiapan pasien pra
operasi; dapat menyebabkan fluktuasi fisiologi yang membutuhkan
intervensi aktif; berhubungan dengan beberapa komplikasi seperti
mual muntah, sakit tenggorokan, sakit kepala, menggigil, dan
terlambatnya pengembalian fungsi mental normal; serta
berhubungan dengan hipertermia maligna, kondisi otot yang jarang
dan bersifat keturunan apabila terpapar oleh anestesi umum dapat
menyebabkan peningkatan suhu tubuh akut dan berpotensi letal,
hiperkarbia, asidosis metabolik dan hiperkalemia (Press, 2015)
b. Anestesia Lokal
Anestesia lokal merujuk kepada hilangnya sensasi di suatu bagian terbatas
di tubuh. Hal ini dicapai dengan menghambat lalu lintas saraf aferen melalui
inhibisi pembentukan atau penjalaran impuls. Blokade semacam ini dapat
menimbulkan perubahan-perubahan fisiologik lain misalnya paralisis otot
dan penekanan refleks somatik atau viseral, dan efek ini mungkin
diinginkan atau tidak diinginkan bergantung pada keadaan. Bagaimanapun,
pada sebagian besar kasus, hilangnya sensasilah, atau paling tidak
tercapainya analgesia lokal, yang merupakan tujuan utama.
Contoh Obat : Benzokain, Bupivakain, Lidokain. Kokain. Levobupivakain
1. Kelebihan :
o Menunjukkan efek antitrombotik mempunyai dampak pada
koagulasi, agregasi platelet, dan mikrosirkulasi, serta modulasi
pada peradangan.
o Mengurangi dari respon stres dan perbaikan dalam hasil
perioperative yang mungkin terjadi dengan anestesi epidural
berasal sebagian dari aksi anestetik luar blok saluran natrium
nya.
o Karena anestetik lokal mampu memblok semua saraf maka
kerja mereka tidak terbatas pada hilangnya sensasi dari tempat
rangsangan yang mengganggu (nyeri) seperti yang di inginkan.
2. Kekurangan :
o Pada konsentrasi klinis, anestetik lokal berpotensi berikatan
dengan banyak saluran lain (mis. kalium dan kalsium), enzim
(mis. adenilat siklase, karnitin-asilkarnitin translokase), dan
reseptor (mis. N-metil-D-aspartat [NMDA], yang terhubung ke
protein G, 5- HT3, neurokinin-1 [reseptor substansi P])
o Pada teknik neuraksial sentral (spinal atau epidural), paralisis
motorik dapat mengganggu aktivitas pernapasan, dan blokade
saraf otonom dapat menyebabkan hipotensi.
o Ketika digunakan untuk analgesia pascaoperasi, kelemahan otot
mungkin menghambat kemampuan pasien bangkit/berjalan
tanpa bantuan dan menimbulkan risiko jatuh, sementara
blokade otonom yang tersisa mungkin mengganggu fungsi
kandung kemih, menimbulkan retensi urin dan keharusan
memasang kateter kandung kemih.
c. Anastesia Regional
Anestesi regional memberikan efek mati rasa terhadap saraf yang
menginervasi beberapa bagian tubuh, melalui injeksi anestesi lokal pada
spinal/epidural, pleksus, atau secara Bier block (Mohyeddin, 2013)
1. Kelebihan :
Anestesi regional memiliki keuntungan, diantaranya adalah
menghindari polifarmasi, alternatif yang efektif terhadap anestesi
umum, anesthesia yang dapat diperpanjang, pasient dapat tetap
dalam keadaan sadar, dan dapat dilakukan pemberian makanan atau
minuman yang lebih dini (Mohyeddin, 2013).
2. Kekurangan :
emberian anestesi regional dapat terjadi komplikasi meskipun
jarang sekali terjadi, diantaranya sakit kepala pasca penyuntikan;
sakit punggung; Transient Neurological Symptomps (TNS;,
anastesi spinal total, hematoma spinal atau epidural; abses epidural;
meningitis; arachnoiditis; cardiac arrest; retensi urin; dan keracunan
(Agarwal dan Kishore, 2009)
IV. Tahapan Anestetik
Efek anestetik pada otak menimbulkan empat stadium atau tingkat kedalaman
depresi SSP (tanda Guedel, berasal dari pengamatan efek inhalasi dietil eter):
1. Stadium I-Analgesia:
Pasien awalnya mengalami analgesia tanpa anestesia. Kemudian pada stadium I,
terjadi baik analgesia maupun amnesia.
2. Stadium II-Excitement:
Selama stadium ini, pasien tampak delir, mungkin bersuara tetapi sama sekali
amnesik. Pernapasan cepat, dan kecepatan jantung dan tekanan darah meningkat.
Durasi dan keparahan stadium ringan anestesia ini dipersingkat oleh peningkatan
cepat konsentrasi obat.
3. Stadium III-Anestesia Bedah:
Stadium ini dimulai dengan melambatnya pernapasan dan kecepatan jantung serta
meluas hingga ke penghentian total pernapasan spontan (apnu). Berdasarkan
perubahan pada gerakan mata, refleks mata, dan ukuran pupil terdapat empat
bidang stadium III yang dikenal yang menunjukkan kedalaman anestesia.
4. Stadium IV-Depresi Medula:
Stadium dalam anestesia ini mencerminkan depresi berat SSP, termasuk pusat
vasomotor di medula dan pusat pernapasan di batang otak. Tanpa bantuan
sirkulasi dan pernapasan, pasien cepat meninggal.
1. Alat dan bahan yang digunakan
 Alat
 Bahan (6 obat yaitu : eter, chloroform, ultra short acting barbiturate, lidocain,
lidocain + epinefrin (pehacain), dan ?????)
 Obat anestesi : komponen obat, dosis obat, bentuk sediaan, indikasi, kontraindikasi,
alur pemberian, onset,stadium,kontraindikasi bila ada gejala klinis lain, efek
samping, dan cara mengurangi efek samping
2. Mengerjakan tabel hasil percobaan dengan masing-masing obat di atas serta menjawab
pertanyaan dan tugas sesuai modul yang telah diberikan!

Tugas
1. Perhatikanlah tanda-tanda setiap stadium.
2. Perhatikanlah pemasangan corong sehingga pernafasan tidak terganggu.
3. Amatilah keadaan binatang percobaan selama anestesi berlangsung.
Pertanyaan
1. Apakah setiap stadium atau tanda-tanda setiap stadium terlihat pada percobaan ini?
2. Apakah sebabnya terjadi kelainan paru-paru?
3. Pada saat manakah operasi besar dan operasi kecil dapat dilaksanakan?
4. Apakah bedanya hasil anestesi yang diberikan premedikasi dengan yang tanpa
premedikasi?
5. Apakah gunanya premedikasi dan obat-obat apa sajakah yang digunakan untuk itu?
6. Sebutkan pembagian dari obat-obat general anesthesia dan contohnya masing-masing!
7. Cara pemberian anestesi ini menurut metode apa? Sebutkan pula cara-cara yang lain!
8. Apakah keuntungan dan kerugian eter sebagai general anesthesia?
9. Anestesi manakah yang sebaiknya digunakan pada penderita Koch Pulmonum Duplex yang
aktif?
10. Apa keuntungan dan kerugian anestesi umum yang lain?

CATATAN HASIL PERCOBAAN

Mulai Stadium III Plane


Stadium Stadium
No. Waktu Pemberian
I II 1 2 3 4
Eter
I. Pernafasan
1. Frekuensi 19kali/menit 1’31” 2’ 1’131” 2’ 5’
17 15 12 15 12
kali/menit kali/menit kali/me kali/m kali/m
nit enit enit
2. Jenis Torakoabdo Torakoabd Abdomina Torak abdom abdom
minal onal l abdomi inal inal
nal
3. Dalam Dalam dalam Dalam dalam dalam dalam
4. Teratur teratur teratur Tidak teratur Tidak Tidak
teratur teratur teratur
tidaknya

II. Mata
1. Lebar pupil 10 mm 10mm 7 mm 10 mm 7 mm 4 mm

(mm)
2. Refleks ada ada Kedip ada Kedip Tidak
sedikit sedikit berked
cahaya (+/-)
ip
(mulai
terliaht
menut
up
mata)
3. Refleks Ada Ada Kedip Ada Kedip Tidak
sedikit sedikit berked
kornea (+/-)
ip
(mulai
terliaht
menut
up
mata)

4. Gerakan Normal Normal Lemah NormalLemah Lemah


8’
bola mata
(lakrim
asi dan
dilatasi
pupil)

III. Otot
1. Kaki Ada Ada Melemah Ada Melem Tidak
ah ad
2. Gerakan Ada

IV. Rasa Nyeri


1. Kuping Ada Ada Melemah Ada Melem Tidak
ah ada
2. Kaki Ada Ada Melemah Ada Melem Tidak
ah ada

V. Saliva Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak 10’(sal


iva
menin
gkat)

VI. Auskultasi

Ronchii

VII. Lain-lain Stress Stress Melemah Stress Melem Tidak


keadaan ah ada
Umum respon
seperti
tidur

Inspeksi sebelum di beri Anestesi Ether:

KETERANGAN

PERNAPASAN

 Frekuensi 19 Kali/menit

 Jenis Pernapasan Torakoabdominal

 Teratur atau tidak Tidak teratur

MATA

 Lebar Pupil 10 mm
 Reflex Cahaya Ada
Ada
 Reflex Kornea
 Gerakan Bola Mata Normal

OTOT

 Tonus Ada Tahanan

 Gerakan Ada

RASA NYERI

 Pada Kuping Ada

 Pada Kaki Ada

KEADAAN LAIN Keadaan Stress karena dipegangi

CATATAN WAKTU

Mulai Meneteskan Ether 0

Tercapainya Stadium I 1.00

Tercapainya Stadium II 4.48

Tercapainya Stadium III 7.58 (9 cc Tetes Ether)

Mulai Penetesan STADIUM I SATDIUM II STADIUM III


Ether

PERNAPASAN
•Frekuensi 19 Kali/menit 1’31” 2’ 5’

17 kali/menit 15 12

kali/menit kali/menit
•Jenis Torakoabdominal Torakoabdominal Abdominal Abdominal

• Teratur atau Teratur Teratur Tidak teratur Tidak teratur


tidak teratur

MATA

 Lebar Pupil 10mm 10mm 7mm 4mm

 Reflex Ada Ada Kedip sedikit Tidak


Cahaya berkedip
mulai
terlihat
menutup mata

 Reflex Ada Ada Kedip sedikit Tidak


Kornea berkedip
mulai
terlihat
menutup mata

 Gerakan Normal Normal Lemah Lemah


Bola Mata
8’ 
Lakrimasi
dan Dilatasi
Pupil

OTOT

•Tonus Ada Tahanan Ada Tahanan Tidak Ada 8’


Tahanan
Tidak ada
tahanan
• Gerakan Ada

RASA NYERI
•Kuping Ada Ada 6’20” 8’30”

Melemah Tidak ada


•Kaki Ada Ada Melemah Tidak ada

SALIVA Tidak Tidak Tidak 10’  saliva


meningkat

AUSKULTASI
RONCHI

KEADAAN Stress Stress Melemah Tidak ada


LAIN respon seperti
tidur

Setelah selesai dengan 9 cc sampai pada Stadium III, kelinci kembali bangun dan
bereaksi kembali pada menit ke 3’,30’’.
Daftar Pustaka :
http://repository.poltekkes-tjk.ac.id/793/3/BAB%20I.pdf
http://repository.umy.ac.id/bitstream/handle/123456789/12631/BAB%202.pdf?
sequence=6&isAllowed=y
Katzung, B.G., Masters, S.B. dan Trevor, A.J., 2014, Farmakologi Dasar & Klinik,
Vol.2, Edisi 12, Editor Bahasa Indonesia Ricky Soeharsono et al., Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai