Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH AKHLAK TASAWUF

TASAWUF DI INDONESIA

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah “Akhlak Tasawuf”

Dosen Pengampu : Muhammad Chairian Afhara, M.Pd.I

Disusun Oleh :

Kelompok 9

Fisika 3

SHATI SUCI RAMADHANI ( 0705192034 )

NOVALDO GUCHI ( 0705192038 )

PROGRAM STUDI FISIKA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA

MEDAN

2020
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT, Yang Maha Pengasih lagi Maha penyayang,
kami ucapkan puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Akhlak Tasawuf
tentang Tasawuf di Indonesia. Dan kami sangat berterima kasih kepada Bapak Muhammad
Chairian Afthara,M.Pd.I selaku dosen mata kuliah Akhlak Tasawuf yang telah memberikan
tugas ini kepada kami. Sehingga makalah ini bisa menambah pengetahuan kepada teman-
teman semua.

Terlepas dari upaya kami untuk menyusun makalah ini dengan sebaik baiknya, kami
menyadari bahwa tentunya selalu ada kekurangan, baik dalam segi kosa kata, tata bahasa
maupun kekurangan lainnya. Oleh karena itu, kami dengan lapang dada menerima segala
kritik dan saran kepada kami agar kami dapat memperbaikinya.

Demikian yang dapat kami sampaikan, kami berharap semoga makalah ini bermanfaat
dan dapat diterapkan dalam sehari-hari. Akhir kata kami ucapkan terima kasih.

Medan, 3 Januari 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................... i
DAFTAR ISI.......................................................................................... ii
BAB I : PENDAHULUAN.................................................................... 1
A. Latar Belakang............................................................................ 1
B. Rumusan Masalah....................................................................... 1
C. Tujuan Pembahasan..................................................................... 2
BAB II : PEMBAHASAN..................................................................... 3
A. Sejarah Perkembangan Tasawuf di Indonesia............................. 3
B. Tasawuf Salafi............................................................................. 6
C. Tasawuf Syi’I.............................................................................. 7
D. Tasawuf Falsafi........................................................................... 9
E. Tasawuf Akhlaki......................................................................... 11
BAB III : PENUTUP............................................................................. 16
A. Kesimpulan.................................................................................. 16
DAFTAR PUSTAKA............................................................................

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kajian Tasawuf Nusantara merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kajian
Islam di Indonesia. Sejak masuknya Islam di Indonesia telah tampak unsur tasawuf
mewarnai kehidupan keagamaan masyarakat, bahkan hingga saat ini nuansa tasawuf masih
terlihat menjadi bagian yang tak terpisahkan dari pengamalan keagamaan sebagian kaum
muslim Indonesia, terbukti dengan semakin maraknya kajian Islam di bidang ini dan juga
melalui gerakan tarekat muktabarah yang masih berpengaruh di masyarakat. Dan terdapat
pula tokoh-tokoh yang membuat perkembangan tasawuf di Indonesia begitu pesat.

Dari penjelasan di atas, pemakalah akan memaparkan tentang Sejarah Perkembangan


Tasawuf dan tokoh-tokoh tasawuf di Indonesia.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana sejarah perkembangan tasawuf di Indonesia?

2. Siapakah tokoh-tokoh tasawuf di Indonesia?

C. Tujuan Pembahasan

1. Untuk mengetahui sejarah tasawuf di Indonesia.

2. Untuk mengetahui tokoh-tokoh tasawuf di Indonesia.

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Perkembangan Tasawuf di Indonesia
Penyebaran Islam di negara-negara Asia Tenggara tidak lepas dari peran dan kontribusi
tokoh-tokoh tasawuf. Dari sekian banyak naskah lama yang berasal dari Sumatera, baik yang
ditulis dalam bahasa Arab maupun bahasa Melayu, berorientasi sufisme. Hal ini
menunjukkan bahwa pengikut tasawuf merupakan unsur yang cukup dominan dalam
masyarakat pada masa itu. Kenyataan lainnya kita bisa melihat pengaruh yang sangat besar
dari para sufi ini dalam mempengaruhi kepemimpinan Raja baik yang ada di tanah Aceh
maupun yang ada di tanah Jawa di kawasan Sumatera bagian utara ada 4 Sufi terkemuka
antara lain:
1. Hamzah Fansuri (abad 17 M) yang terkenal dengan karya tulisnya Asrar Al-Asyikin, serta
beberapa syair sufistiknya.
2. Syamsuddin Pasai penulis kitab Jauhar Al-Haqoriq dan Mirat Al-Qulub. Dia adalah murid
dan pengikut dari Hamzah Fansuri yang mengembangkan doktrin Wahdat Al-Wujud Ibnu
Arabi
3. Abd Rauf Singkel (w. 1639 M) merupakan penganut Tarekat Syattariyah, karyanya
berjudul Mira'at Ath-Thullab.
4. Nurrudin Ar-Raniri (w. 1644 M) penulis Bustan As-Salitin, dari kitab ini, kita bisa
mengetahui bahwa ia adalah pengikut tasawuf Sunni dan penentang tasawuf Hamzah
Fansuri. Ia juga penasihat Sultan Iskandar Tsani. Semua sufi besar ini merupakan
penasihat sultan pada masanya.

Sejak berdirinya Kerajaan Islam Pasai, Kawasan Pasai menjadi titik sentr penyiaran
agama islam ke berbagai daerah di Sumatra dan pesisir utara Pulau Jawa. Di ranah
Minangkabau atas upaya syekh Burhanudin Ulakan (w. 1693 M), murid Abd Rauf Singkel,
yang terkenal sebagai syekh tarekat Syattariyah. Sampai sekarang kebesaran nama Syekh dari
Ulakan sebagai Sufi besar, tetapi diabadikan masyarakat pesisir Minangkabau melalui
upacara "basapa" di Ulakan pada setiap bulan Safar.

Perkembangan Islam di Jawa selanjutnya digerakkan oleh Walisongo atau wali


sembilan sebutan itu telah cukup menunjukkan bahwa mereka adalah penghayat tasawuf
yang sudah sampai pada derajat "Wali". Mereka juga ikut berperan kuat pada pusat
kekuasaan kesultanan. Karena posisi itu, mereka mendapat gelar susuhanan yang biasa

3
disebut sunan. Dari sebutan itu mereka dapat menyebarkan dan memantapkan penghayatan
islam sesuai dengan keyakinan sufisme yg mereka anut.

Dalam dunia Pesantren generasi awal, warna sufisme yang kental juga terlihat dari nilai
anutan mereka yang didominasi sufisme aliran Al-Ghazali, sufisme yang sangat kuat
mewarnai kesantrian Pada masa itu. semenjak penyiaran Islam di Jawa diambil alih oleh
kerabat Keraton secara perlahan-lahan terjadi proses akulturasi sufisme dengan kepercayaan
lama dan tradisi lokal yang berakibat bergesernya nilai keislaman sufisme karena tergantikan
oleh model spritualitas non-religius situasi yang bersama juga menimpa dunia pesantren yang
disebabkan oleh infeksi sistem pendidikan sekuler yang berasal dari Eropa melalui kolonial
Belanda.

Karena faktor inilah kehidupan sufisme di Indonesia secara perlahan-lahan bergeser


dari garis lurus yang diletakkan para sufi terdahulu sehingga warna kejawen lebih tampil
kedepan dari pada sufismenya. Walaupun demikian, sufisme sendiri adalah semacam "sebuah
pohon" yang berakar kuat dan dalam pada islam, seirama dengan semangat gerakan
pembaruan dalam islam, dunia sufisme juga mengalami gagasan pembaruan.

kesepakatan dikalangan sejarawan dan peniliti, orientalis dan cendekiawan Indonesia


bahwa tasawuf adalah faktor terpenting bagi tersebarnya Islam secara luas. Berikut beberapa
pandangan yang berpendapat bahwa tasawuf adalah faktor terpenting tersebarnya Islam
secara luas:

1.    Hasil-hasil muktamar tasawuf yang diadakan di Pekalongan 1960 yang dihadiri


sejumlah Ulama dan pejabat yang menegaskan bahwa tarekat masuk ke Indonesia
untuk pertama kali pada abad ke-1H /7 M.
2.    Orientalis Snouck Hurgronje menyatakan bahwa meski tasawuf berperan nyata dalam
proses Islamisasi di Indonesia, ajaran-ajaranya tidak lebih dari sekadar bid’ah dan
dongeng-dongeng yang tidak ada kaitannya sama sekali dengan syari’at. Tasawuf
menurutnya dihormati umat Islam di Indonesia karena kepercayaan sisa-sisa
Hinduisme masih melekat sehingga menjadi faktor penentu bagi keberhasilan kaum
sufi dalam proses Islamisasi di Indonesia.
3.    Menurut penelitian-penelitian yang dilakukan terhadap Hamzah Fansuri dan
Syamsuddin al-Sumatrani serta pemikir-pemikir Indonesia pada abad ke-7 M.
Metodologi kaum sufi dalam proses Islamisasi Indonesia, yang menggabungkan

4
ajaran-ajaran Islam dengan kepercayaan-kepercayaan yang sudah ada sebelum
datangnya Islam. Masuknya Islam di Indonesia tidak luput dari peran tasawuf yang
di bawa oleh para sufi karena seperti halnya ajaran-ajaran agama terdahulu yang
menggunakan simbol-simbol.

B. Tokoh-Tokoh Tasawuf di Indonesia

Perkembangan Tasawuf sendiri di Indonesia tidak terlepas dari tokoh-tokoh tasawuf


yang membantu berkembangnya ajaran tasawuf. Dan diantara tokoh-tokoh itu adalah:

1. Hamzah Fansuri
Hamzah Fansuri berasal dari Barus yaitu kota kecil di Pantai Barat Sumatera
Utara, yang terletak diantara Sibolga dan Singkel. Ia dikenal pada masa kekuasaan Sultan
Alauddin Ri’ayat Syah di Aceh pada abad XVI (1588-1604). Ia adalah ahli tasawuf yang
suka mengembara, dalam pengembaraannya itulah Hamzah Fansuri mempelajari dan
mengajarkan paham-paham tasawufnya. Hamzah Fansuri juga seorang ahli bahasa,
bahasa yang dikuasainya meliputi bahasa Arab, Persi dan bahasa Melayu.

Dalam sejarah kaum ahli sufi Indonesia, Hamzah Al-Fansuri diakui sebagai
salah seorang pujangga islam yang sangat populer pada zamannya sehingga namanya
menghiasi lembaran-lembaran sejarah kesusastraan Melayu dan Indonesia. namanya
tercatat sebagai seorang kaliber besar dalam perkembangan Islam di nusantara dari
abadnya hingga ke abad kini. Hamzah Al-Fansuri juga sebagai ahli sufi pertama di
Indonesia yang menuliskan buku-buku tentang tasawuf Islam. Dia juga pemimpin yang
membawa kita mengenal tasawuf falsafi di Indonesia.

Hamzah Fansuri sangat giat mengajarkan ilmu tasawuf menurut keyakinannya.


Ada riwayat yang mengatakan bahwa ia pernah sampai ke seluruh semenanjung dan
mengembangkan tasawuf di Perlak, Perlis, Kelantan, dan lain-lain. Dari keterangan-
keterangan yang ada mangisyaratkan ia wafat tahun 1607 M.

Ajaran tasawuf Hamzah Fansuri sebagai berikut:

5
1. Wujud, menurutnya wujud itu hanyalah satu walaupun kelihatan banyak. Dari wujud
yang satu itu, ada yang merupakan kulit (kenyataan lahir) ada yang berupa isi
(kenyataan batin). Wujud yang hakiki itulah yang disebut Allah.
2. Allah, menurutnya Allah adalah dzat yang mutlak dan qodim, sebab Allah yang
pertama dan yang menciptakan alam semesta.

3. Penciptaan, menurutnya hakikat dari dzat Allah itu adalah mutlak dan la ta’ayyun. Dzat
yang mutlak itu mencipta dengan cara menyatakan diri-Nya dalam suatu proses
penjelmaan.

4. Manusia, walaupun manusia sebagai tingkat terakhir dari penjelmaan, akan tetapi
manusia adalah tingkat yang paling penting dan merupakan penjelmaan yang paling
sempurna, ia adalah pancaran langsung dari dzat yang mutlak, hal ini menunjukkan
adanya semacam kesatuan antara Allah dan manusia.

5. Kelepasan, manusia sebagai makhluk penjelmaan yang sempurna dan berpotensi untuk
menjadi insan kamil, namun karena lalainya maka pandangannya kabur dan tidak sadar
bahwa seluruh alam semesta ini adalah palsu dan bayangan.

Adapun karya-karya Hamzah Fansuri yang dapat kita temui diantaranya: kitab
Asrarul ‘Arifin, Syarabul ‘Asyiqin, dan Al-Muntaha. Semua bukunya berbicara tentang
tauhid, ma’rifat, dan suluk. Unsur-unsur penting dalam buku Fansuri adalah pendapatnya
yang diambil dari perkataan kaum sufi klasik yang bersih dari penyimpangan, tidak
ditambah-tambah, atau dihilangkan agar sesuai dengan lingkungan dan tempat pada masa
itu.

2. Nuruddin al-Raniri

Nama lengkap beliau ialah Nuruddin Muhammad bin Ali bin Hasan bin
Hamid al-Raniri al-Quraisyi al-Syafi’i. Beliau lahir di Ranir yang terletak tidak jauh
dari Gujarat, India yang dimana di tempat itu ia mulai belajar ilmu agama. Setelah itu
beliau melanjutkan belajar di kota Tarim, Hadhramaut. Sepulang dari Hadhramaut,
1621 M, beliau singgah di Al- Haramain untuk menunaikan ibadah haji dan berziarah
ke makam Rasulullah saw. Beliau adalah salah satu dari murid Sayyid ‘Abd al-Qadir
al-Idrus. Dan beliau wafat di Ranir pada 21 September 1658 M.

6
Ajaran tasawuf Nuruddin al- Raniri diantaranya adalah:[15]

a. Tuhan, dalam masalah ketuhanan beliau berupaya menyatukan paham Mutakallimin


dengan paham para sufi yang diwakili Ibnu ‘Arabi. Beliau berpendapat bahwa ungkapan
“wujud Allah dan Alam Esa” berarti alam ini merupakan sisi lahiriah dari hakikatnya yang
batin yaitu Allah SWT., sebagaimana yang dimaksud Ibnu ‘Arabi. Akan tetapi ungkapan itu
pada hakikatnya adalah bahwa alam ini tidak ada, yang ada hanyalah wujud Allah yang Esa.

b. Alam, al-Raniri berpandangan bahwa alam ini diciptakan Allah malalui (tajalli).

c. Manusia, menurut al-Raniri manusia merupakan makhluk Allah yang paling sempurna
di dunia ini. Kerena manusia merupakan kholifah di bumi.

d. Wujudiyyah, inti ajaran menurut al-Raniri berpusat pada wahdad al-wujud. Beliau
bahwa jika benar Tuhan dan makhluk hakikatnya satu, dapat dikatakan bahwa manusia
adalah Tuhan dan Tuhan adalah manusia dan jadilah seluruh makhluk itu adalah Tuhan. Jika
demikian halnya, manusia mempunyai sifat-sifat Tuhannya.

e. Hubungan Syariat dan Hakikat, menurut al-Raniri pemisahan antara hakikat dan syariat
merupakan sesuatu yang tidak benar. Ia berpedoman pada pendapat Syekh Abdullah al-
Aidarusi yang mengatakan bahwa tidak ada jalan menuju Allah kecuali melalui syariat yang
merupakan pokok dan cabang Islam.

Adapun karya-karya dari al-Raniri diantaranya adalah Al- Shirath Al- mustaqim, Durrah Al-
Faraidh fi Syarh Al- Aqa’id, hidayah Al- habib fi A- targhib wa Al- Tarhibfi Al- hadits,
Syifa’ Al-Quluub, Latha’if Al- Asrar, dan Hill Al- Dzill yang berisi tasawuf dan hadits.[16]

3. Abdul Rauf as-Sinkili

Nama lengkap beliau adalah Abdur Rauf ‘Ali al-Fansuri. Hingga saat ini tidak ada data pasti
mengenai tanggal dan tahun kelahirannya.

Beliau adalah seorang Melayu dari Fansur, Sinkil di wilayah pantai barat Laut Aceh.[17]
Pendidikannya dimulai dari ayahnya di Simpang Kanan (Sinkil). Kepada ayahnya ia belajar
ilmu-ilmu agama, sejarah, bahasa arab, mantiq, filsafat, sastra arab, dan bahasa persia.

7
Kemudian pendidikannya dilanjutkan ke Samudra Pasai dan belajar di Dayah Tinggi pada
Syekh Syamsudin as-Sumatrani. Setelah itu ia melanjutkan perjalanan ke Arabiyah.[18] Di
tanah Arab, selama 19 tahun Abdurrauf belajar agama kepada kurang lebih 15 guru, 27
ulama terkenal dan 15 tokoh mistik terkenal di Jeddah, Makkah, Madinah, Mokha, Bait al-
Faqih, dan tempat-tempat lain.[19]

Ajaran Abdurrauf As-Sinkili antara lain:

a. Ajarannya sama dengan ajaran Syamsuddin dan Nuruddin yang menganut paham satu-
satunya wujud hakiki yaitu Allah, sedangkan alam ciptaan-Nya bukan merupakan wujud
hakiki melainkan bayangan dari yang hakiki.

b. Dzikir, alam pandangan as-Sinkili merupakan usaha untuk melepaskan diri dari sifat
lalai dan lupa. Tujuan dzikir adalah mencapai fana (tidak ada wujud selain wujud Allah).

c. Martabat perwujudan Tuhan, menurutnya ada tiga perwujudan Tuhan. Pertama,


martabat ahadiyyah atau la ta’ayyun, yaitu alam pada waktu itu masih merupakan hakikat
gaib yang masih berada di dalam ilmu Tuhan. Kedua, martabat wahdah atau ta’ayyun awwal
yaitu sudah tercipta hakikat muhammad yang potensial bagi terciptanya alam. Ketiga,
martabat wahdiyyah atau ta’ayyun Tsani, disebut juga dengan ‘ayan tsabitah, dan dari sinilah
alam tercipta.[20]

Adapun karya-karyanya adalah Mir’at Ath-Thullab (fiqh Syafi’I di bidang muamalah),


Hidayat Al-Balighah (fiqh tentang sumpah, kesaksian, peradilan, pembuktian, dan lain-lain),
‘Umdat Al-Muhtajin (tasawuf), Syam Al-Ma’rifah (tasawuf ma’rifat), dan Kifarat Al-
Muhtajin (tasawuf).[21]

4. Yusuf al-Makasary

Lahir di Sulawesi pada tanggal 8 Syawal 1036 H/ 3 Juli 2629 M. Beliau sejak kecil telah
menampakkan kecitaannya terhadap pengetahuan Islam. Iapun belajar berbagai ilmu
termasuk ilmu tasawuf.

Syekh Yusuf pernah melakukan perjalanan ke Yaman. Disana dia belajar tarekat
Naqsabandiyah dari Syekh Abi Abdillah Muhammad Baqi Billah. Dan kemudian beliau

8
mempelajari tarekat ketika berada di Madinah kepada Syakh Ibrahim al-Qurani. Beliau
meninggal di Tanjung Harapan Afrika Selatan pada tanggal 22 Dzulqo’dah 1111 H/ 22 Mei
1699 M, di kubur di Faure di perbukitan pasir Falsebay. Salah satu murid beliau adalah Abd
al-Basyir al-Dhorir al-Rapani. Pengetahuan tarekat yang di pelajarinya cukup banyak, bahkan
sukar ditemukan ulama yang mempelajari demikian banyak beserta mengamalkanya hingga
kini. Secara ringkas, tarekat-tarekat yang telah di pelajarinya di cantumkan sebagai berikut:

a. Tarekat Qodiriyah diterima dari Syeh Nuruddin al-Raniri di Aceh.

b. Tarekat Naqsyabandiyah di terima dari Syeh Abi Abdillah Abdul Baqi Billah.

c. Tarekat as-sadah al-balawiyah dari Syayid Ali di Zubaid atau Yaman.

d. Tarekat Syathariyah dari Ibrahim al-Quroni di Madinah.

e. Tarekat Khalwatiyah dari Abdul Barakat Ayub bin Ahmad bin Ayub al-Khalwati al-
Quroisiy di Damaskus. Syekh ini adalah imam di masjid Muhyidin Ibnu ‘Arabi.

Ajaran-ajaran Yusuf al-Makasari:

a. Trensedensi tuhan yang mirip dengan wahdatul wujud dalam filsafat mistik Ibnu ‘Arabi
yaitu, Tuhan melingkupi segala sesuatu dan selalu dekat dengan sesuatu.

b. Menurut beliau insan kamil dibagi dalam tiga tingkatan: pertama, tingkatan akhyar
(orang-orang terbaik). Kedua, cara mujahadat asyaqa’ (orang-orang yang berjuang mekawan
kesulitan).

Ketiga, cara ahl adz-dzikr yaitu jalan bagi orang yang telah kasaf untuk berhubungan dengan
tuhan.[22]

Adapun karya-karya beliau antara lain: Safinah al-Najah, Bidayat al-Mubtadi, dan Sirr al-
Asrar.[23]

9
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Masuknya tasawuf di Indonesia bersamaan dengan masuknya Islam di Indonesia,


karena sejarah Islam di Indonesia tidak bisa lepas dari pengaruh ajaran tasawuf yang
digunakan oleh para penyebarnya. Kefleksibelan tasawuf yang mewarnai penyebaran
tersebut menjadikan Islam berhasil masuk dan kemudian mengakar dalam diri
masyarakat Indonesia, hampir tanpa catatan sejarah pertumpahan darah.

Tokoh sufi yang mempengaruhi perkembangan tasawuf di Indonesia diantaranya adalah;


Hamzah Fansuri, Nuruddin al-Raniri, Abdur Rauf al-sinkili, dan Yusuf al-Makasari.

Diantara tokoh-tokoh sufi tersebut terdapat pemikiran-pemikiran tasawuf yang beragam,


seperti pemikiran al-Fansuri tentang tasawuf yang banyak dipengaruhi Ibnu ‘Arabi
dalam paham wahdad al wujud-nya. Sedangkan al-Raniri dalam masalah ke-Tuhan-an

10
pada umumnya bersifat kompromis. Ia berupaya menyatukan paham Mutakallimin
dengan paham para sufi yang diwakili Ibnu ‘Arabi.

11
DAFTAR PUSTAKA

Alwi Shihab. 2009. Akar Tasawuf di Indonesia. Depok: Pustaka Iman

Hamka. 1983. Tasawuf, Perkembangan dan Pemurniannya. Jakarta: Pustaka Panjimas

Rosihon Anwar. 2010. Akhlaq Tasawuf. Bandung: Pustaka Setia

Sri Mulyati. 2006. Tasawuf Nusantara. Jakarta: Kencana

Amin, Samsul Munir. 2012. Ilmu Tasawuf. Jakarta : Amzah

Anwar Rosihon.2010. Akhlak Tasawuf.Bandung : CV Pustaka Setia

Irham, M Iqbal. 2012. Membangun Moral Bangsa Melalui Akhlak Tasawuf. Ciputat : Pustaka
Al-Ihsan

Lecturen Nisa’s. 2015. “Makalah Akhlak Tasawuf”.


http://mifrohatunnisa.blogspot.com/2015/06/makalah-akhlaktasawuf tasawuf-
syii.html?m=I (diakses pada 20 desember 2020)

Pakar, Ibnu Suteja. 2013. Tokoh-Tokoh Tasawuf dan Ajarannya. Cirebon : Cv Budi Utama

Ryandi. 2015. Epistimologi Irfani dalam Tasawuf. (Analytica Islamica, Vol. 4, No. 1)

Rusliana, Iu. 2016. Spiritualitas Dalam Muhammadiyah. Syifa al-Qulub, 1 (1), 49-68.

Yaya. 2013. “Sejarah Perkembangan Tasawuf”.


https://www.academia.edu/978776/SEJARAH_PERKEMBANGAN_TASAWUF_Tasa
wuf_Sunni_Falsafi_dan_Syi’i (diakses pada 26 desember 2020)

17

Anda mungkin juga menyukai