Anda di halaman 1dari 17

A.

Konsep Hipertensi

1. Definisi Hipertensi

Hipertensi adalah kondisi dimana seseorang mempunyai tekanan darah sistol lebih atau

sama dengan 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih atau sama dengan 90 mmHg

sesuai kriteria WHO atau memiliki riwayat hipertensi sebelumnya (Bhadoria et al., 2014).

Hipertensi adalah keadaan seseorang yang mengalami peningkatan tekanan darah diatas

normal sehingga mengakibatkan peningkatan angka morbiditas maupun mortalitas, tekanan

darah fase sistolik 140 mmHg menunjukkan fase darah yang sedang dipompa oleh jantung

dan fase diastolik 90 mmHg menunjukkan fase darah yang kembali ke jantung (Triyanto,

2014). Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik sebesar 130-139 mmHg dan

tekanan diastolik 80-89 mmHg (AHA / ACC, 2017).

2. Etiologi

Penyebab hipertensi menurut (Smeltzer, S.C., BareB.G., Hincle, J.L., Cheever, 2008)

dibagi menjadi dua, yaitu:

a. Hipertensi esensial atau hipertensi primer

Hipertensi yang penyebabnya belum jelas, terjadi pada sekitar 90% penderita hipertensi.

Faktor yang mempengaruhi seperti: genetik, lingkungan hiperaktivitas, susunan saraf

simpatis, sistem renin-angiotensin, keeimbangan antara modulator vasodilatasi dan


10
vasokonstriksi serta faktor-faktor yang meningkatkan risiko (diet dan asupan garam,

stress, obesitas dan merokok).

b. Hipertensi sekunder
Hipertensi yang penyebabnya sudah diketahui, yang terjadi pada 5-10% pada penderita

hipertensi. Penyebabnya adalah penggunaan estrogen, penyakit ginjal, hipertensi

vaskuler renal, hiperaldosteronisme dan sindroma chusing serta hipertensi yang

berhubungan dengan kehamilan.

3. Manifestasi Klinis Hipertensi

Julukan “the silent disease” diberikan kepada penyakit hipertensi ini. Hal ini sesuai dengan

kedatangannya yang tidak terduga dan tanpa menunjukkan adanya gejala tertentu

(Suiraoka, 2012). Gejala hipertensi yang sering muncul adalah sakit kepala, penglihatan

kabur, pusing atau migrain, epistaksis, rasa berat di tengkuk, sukar tidur, suka marah dan

telinga berdengung (Sutanto, 2010).

Manifestasi klinis dari hipertensi menurut (Ardiansyah, 2012)muncul setelah penderita

mengalami hipertensi selama bertahun-tahun, gejalanya antara lain:

a. Terjadi lerusakan susunan saraf pusat yang menyebabkan ayunan langkah tiak mantap.

b. Nyeri kepala oksipital yang terjadi saat bangun dipagi hari karena peningkatan

intrakranial yang disertai mual dan muntah.

c. Epistaksis karena kelainan vaskuler akibat hipertensi yang diderita.

d. Sakit kepala, pusing dan keletihan disebabkan oleh penurunan perfusi darah akibat

vasokonstriksi pembuluh darah.

e. Penglihatan kabur akibat kerusakan pada retina sebagai dampak hipertensi.

f. Nokturia (peningkatan urinasi pada malam hari) akibat dari peningkatan aliran darah ke

ginjal dan peningkatan filtrasi oleh glomerulus.


4. Klasifikasi Hipertensi

Klasifikasi hipertensi berdasarkan peningkatan tekanan darah sistole dan diastole.

Klasifikasi hipertensi menurut Amarican Heart Association (AHA) dan American College

of Cardiology (ACC) sebagai berikut :

Tabel 2.1 Klasifikasi Tekanan Darah menurut (AHA / ACC, 2017)

Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg) Klasifikasi AHA dan ACC


< 120 < 80 Normal
120-129 <80 Elevated
130-139 80-89 Hipertensi derajat I
≥ 140 ≥ 90 Hipertensi derajat II

Tabel 2.2 Klasifikasi Tekanan Darah menurut (ESH/ESC Mancia et al., 2013)

Kategori Tekanan darah Tekanan darah diastolik


sistolik (mmHg) (mmHg)

Optimal < 120 mmHg < 80 mmHg


Normal 120 - 129 mmHg 80 – 84 mmHg
High Normal 130 – 139 mmHg 85 – 89 mmHg
Grade 1 Hypertension 140 – 159 mmHg 90 – 99 mmHg
Grade 2 Hypertension 160 – 179 mmHg 100 – 109 mmHg
Grade 3 Hypertension ≥ 180 mmHg ≥ 110 mmHg

Isolated Systolic Hypertension ≥ 140 mmHg <90 mmHg

5. Faktor-faktor yang mempengaruhi hipertensi

Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi dibedakan menjadi faktor yang

dapat dikontrol dan faktor yang tidak dapat dikontrol (Suiraoka, 2012):

a. Faktor yang dapat dikontrol


Faktor yang dapat dikontrol yang mempengaruhi terjadinya hipertensi, antara lain:

1) Obesitas

Obesitas dapat mempengaruhi terjadinya peningkatan kolesterol dalam tubuh, yang

memicu terjadinya aterosklerosis. Aterosklerosis dapat menyebabkan pembuluh

darah menyempit sehingga meningkatkan tahanan perifer pembuluh darah. Selain itu

penderita hipertensi dengan obesitas akan memiliki curah jantung dan sirkulasi

volume darah lebih tinggi dari pada hipertensi yang tidak obesitas (Sutanto,

2010).Tingginya komposisi lemak tubuh khususnya pada area abdominal erat

kaitannya dengan hipertensi, sehingga penurunan berat badan efektif dalam

menurunkan tekanan darah (Ross, A.C., Caballero., 2014).

2) Aktivitas Fisik

Orang yang kurang aktivitas fisik cenderung memiliki curah jantung yang lebih

tinggi. Semakin tinggi curah jantung maka semakin keras kerja setiap kontraksi

sehingga semakin besar oksigen yang dibutuhkan oleh selsel tubuh (Mannan,

Wahiduddin, & Rismayanti, 2012; Suiraoka, 2012). Aktivitas fisik yang bisa

dilakukan dalan upaya menurunkan tekanan darah salah satunya adalah latihan

isometric handgrip. Salah satu penelitian tentang latihan isometric handgrip ini

dilakukan oleh Mortimer, dimana penelitian ini melihat short-term efek dari latihan

menggunakan handgrip. Hasil dari penelitian ini adalah setelah dilakukan latihan

selama 5 hari berturut-turut diperoleh penurunan tekanan darah sebesar 3 mmHg dan

5 mmHg (Mortimer, 2011).

3) Merokok
Merokok atau mengunyah tembakau mempengaruhi terjadinya kenaikkan tekanan

darah dan bahan kimia yang terkandung dalam tembakau dapat merusak lapisan

dinding arteri yaitu menyebabkan terjadinya penyempitan pembuluh darah arteri

serta memudahkan terjadinya aterosklerosis (Mannan et al., 2012). Nikotin dalam

tembakau merupakan penyebab meningkatnya tekanan darah segera setelah hisapan

pertama. Seperti zat-zat kimia lain dalam asap rokok, nikotin diserap oleh pembuluh-

pembuluh darah amat kecil di dalam paru-paru dan diedarkan ke aliran darah. Hanya

dalam beberapa detik nikotin sudah mencapai otak. Otak bereaksi terhadap nikotin

dengan memberi sinyal pada kelenjar adrenal untuk melepas epinefrin (adrenalin)

(Mannan et al., 2012).

4) Konsumsi Lemak Jenuh.

Asupan lemak jenuh dapat mengakibatkan dislipidemia yang merupakan salah satu

faktor utama risiko arterosklerosis, yang pada gilirannya berpengaruh pada penyakit

kardiovaskuler (Suiraoka, 2012).

5) Konsumsi Garam Berlebihan

Natrium dan klorida adalah ion utama pada cairan ekstraselular. Konsumsi garam

dapur berlebihan dapat menyebabkan peningkatan konsentrasi natrium di dalam

cairan ekstraseluler. Meningkatnya volume cairan pada ekstraseluler dapat

meningkatkan volume darah sehingga berdampak pada kenaikan tekanan darah

(Muliyati, Syam, & Sirajuddin, 2011; Sutanto, 2010).

6) Konsumsi Alkohol

Mengkonsumsi alkohol dapat meningkatkan sintesis katekolamin, yang dapat

memicu kenaikan tekanan darah(Suiraoka, 2012). Penelitian yang dilakukan oleh


(Diyan, N.Oroh., 2013) menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bemakna

antara konsumsi alkohol dengan kejadian hipertensi, dimana responden yang

mengkonsumsi alkohol memiliki peluang 4,378 kali lebih besar menderita penyakit

hipertensi dibandingkan dengan responden yang tidak mengkonsumsi alkohol.

7) Stres

Faktor risiko stres berpengaruh dengan terjadinya hipertensi dikaitkan dengan peran

saraf simpatis yang mempengaruhi hormon epinefrin (adrenalin). Hormon epinefrin

(adrenalin) dapat mempengaruhi peningkatkan tekanan darah (Hamano et al., 2012;

Sutanto, 2010).

b. Faktor yang tidak dapat di kontrol

1) Riwayat keluarga (Keturunan)

Faktor keturunan memang memilki peran yang besar terhadap munculnya hipertensi.

Hasil penelitian telah membuktikan bahwa kejadian hipertensi lebih banyak terjadi

pada kembar homozigot jika dibandingkan dengan heterozigot (Sundari, Aulani’am,

S, & Widodo, 2013; Sutanto, 2010). Adanya faktor genetik pada keluarga tertentu

akan menyebabkan anggota keluarga itu mempunyai faktor risiko menderita

hipertensi. Hal ini berhubungan dengan peningkatan kadar sodium intraseluler dan

rendahnya rasio antara potasiun terhadap sodium. Seseorang dengan orang tua yang

menderita hipertensi berisiko dua kali lebih besar untuk menderita hipertensi. Kasus

hipertensi esensial 70-80% diturunkan dari orang tuanya (Anggraini et al., 2009).

2) Jenis Kelamin
Pada umumnya pria lebih terserang hipertensi dibandingkan dengan wanita. Hal ini

dikarenakan pria banyak mempunyai faktor risiko yang mempengaruhi terjadinya

hipertensi seperti merokok, kurang nyaman terhadap pekerjaan dan makan tidak

terkontrol. (Suiraoka, 2012). Prevalensi terjadinya hipertensi pada pria sama dengan

wanita. Namun wanita terlindung dari penyakit kardiovaskuler sebelum menopause.

Wanita yang belum mengalami menopause dilindungi oleh hormon estrogen yang

berperan dalam meningkatkan kadar High Density Lipoprotein (HDL) (Anggraini et

al., 2009).

3) Umur

Insidensi hipertensi meningkat seiring dengan pertambahan umur. Pasien yang

berumur di atas 60 tahun, 50 – 60 % mempunyai tekanan darah lebih besar atau sama

dengan 140/90 mmHg. Hal ini merupakan pengaruh degenerasi yang terjadi pada

orang yang bertambah usianya (Anggraini et al., 2009). Hilangnya elastisitas

pembuluh darah dan aterosklerosis merupakan faktor penyebab hipertensi usia tua

(Sutanto, 2010)

6. Penatalaksanaan Hipertensi

Menurut (Mancia et al., 2013), penatalaksanaan hipertensi dilakukan secara

berkesinambungan antara terapi nonfarmakologi dan terapi farmakologi. Terapi

nonfarmakologi dimulai ketika terjadi kondisi prehipertensi, sedangkan pemberian terapi

farmakologi dimulai ketika terjadi hipertensi derajat 2 atau pada hipertensi derajat 1 yang

tidak berespon terhadap terapi nonfarmakologi.

a. Terapi nonfarmakologi
1) Penurunan berat badan

Pada penderita dengan berat badan berlebih atau obesitas, penurunan berat badan

sangat membantu untuk mengatasi hipertensi, diabetes, dan gangguan lemak(Mancia

et al., 2013; Weber., 2014).

2) Pengurangan garam

Mekanisme yang berhubungan antara intake garam dan peningkatan tekanan darah

meliputi peningkatan volume intraseluler dan meningkatkan resistensi perifer akibat

aktivasi saraf simpatik (Mancia et al., 2013).

3) Olahraga

Olahraga penting dalam penatalaksanaan hipertensi karena tubuh dapat

meningkatkan respon tubuh terhadap kebutuhan oksigen dan energi yang meningkat

pada sistem tubuh. Penurunan tekanan darah yang bermakna terlihat setelah dua

minggu latihan dan akan menetap selama individu meneruskan kebiasaan latihannya

(Black, J.M., & Hawks, 2009). Dalam hal ini salah satu latihan yang bisa dilakukan

untuk menurunkan tekanan darah adalah dengan latihan isometric handgrip. Salah

satu hasil penelitian mengatakan bahwa terjadi penurunan tekanan darah pada pasien

hipertensi menggunakan latihan isometric handgrip (Souza et al., 2018).

4) Pembatasan konsumsi alkohol

Konsumsi 2 gelas alkohol dalam satu hari membantu dalam perlindungan terhadap

kanker, namun jumlah konsumsi alkohol yang lebih banyak dapat meningkatkan

tekanan darah dan harus diantisipasi. Pada wanita, alkohol harus dibatasi yaitu satu

gelas tiap hari (Weber., 2014).

5) Berhenti merokok
Merokok menyebabkan peningkatan tekanan darah dan nadi akut, dan menetap

selama lebih dari 15 menit setelah mengonsumsi satu rokok, hal ini terjadi akibat

adanya stimulasi saraf simpatis pada tingkat sentral dan ujung saraf (Mancia et al.,

2013).

b. Terapi farmakologis

Terapi dengan obat harus dimulai pada penderita dengan tekanan darah lebih dari

140/90 mmHg apabila modifikasi gaya hidup tidak efektif menurunkan tekanan darah

(Mancia et al., 2013). Pada penderita dengan hipertensi derajat 2, terapi obat harus

dimulai sesegera mungkin setelah diagnosis, biasanya dengan kombinasi 2 obat, tanpa

menunggu efek modifikasi gaya hidup (Mancia et al., 2013).

7. Komplikasi

a. Stroke dapat terjadi akibat hemoragi akibat tekanan darah tinggi di otak.

b. Infark miokard dapat terjadi apabila arteri koroner yang arterosklerotik tidak dapat

menyuplai cukup oksigen ke miokardium.

c. Gagal ginjal dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan darah tinggi pada

kapiler glomerulus ginjal.

d. Ensefalopati (kerusakan otak) dapat terjadi terutama pada hipertensi maligna (hipertensi

yang meningkat cepat dan berbahaya).

e. Kejang dapat terjadi pada wanita preeklampsia.

(Yuli RA, 2017)


B. Konsep Tekanan Darah

1. Definisi Tekanan Darah

Tekanan darah merupakan daya yang dihasilkan oleh darah terhadap setiap satuan luas

dinding pembuluh. Jika seseorang mengatakan bahwa tekanan dalam pembuluh adalah 100

mmHg hal itu berarti bahwa daya yang dihasilkan

Tekanan darah merupakan daya yang dihasilkan oleh darah terhadap setiap satuan luas

dinding pembuluh (Guyton, A.C & Hall, 2008). Tekanan darah adalah aktivitas otot-otot

jantung dan aliran darah secara keseluruhan dimana saat jantung memompa darah, otot-

otot jantung mengerut atau berkontraksi, sebaliknya saat jantung beristirahat darah dari

sekuruh tubuh masuk ke jantung (Ardiansyah, 2012). Tekanan darah adalah tekanan yang

ditimbulkan pada dinding arteri. Tekanan puncak terjadi saat ventrikel berkontraksi dan

disebut tekanan darah sistolik, sedangkan tekanan terendah yang terjadi saat jantung

istirahat disebut tekanan darah diastolik. Tekanan darah biasanya digambarkan sebagai

rasio tekanan darah sistolik terhadap tekanan darah diastolik, dengan nilai dewasa

normalnya berkisar dari 100/60 sampai 140/90 mmHg. Rata-rata tekanan darah normal

biasanya 120/80 mmHg (Smeltzer, 2012).

2. Fisiokogi Tekanan Darah

Tekanan darah hampir selalu dinyatakan dalam millimeter air raksa (mmHg) karena

manometer air raksa telah dipakai sebagai rujukan baku untuk pengukuran tekanan darah

sejak dulu. Tekanan darah merupakan daya yang dihasilkan oleh darah terhadap setiap

satuan luas dinding pembuluh. Bila seseorang mengatakan bahwa tekanan dalam pembuluh
darah 50 mmHg, hal itu berarti bahwa daya yang dihasilkan cukup untuk mendorong

kolom air raksa melawan gravitasi sampai setinggi 50 mmHg (Guyton, A.C & Hall, 2008).

Tekanan harus cukup tinggi untuk menghasilkan daya dorong tetapi tidak boleh terlalu

tinggi agar tidak menimbulkan beban kerja tambahan bagi jantung.

Tekanan darah menggambarkan interelasi dari curah jantung, tahanan vaskuler perifer,

volume darah, viskositas darah dan elastisitas arteri. Curah jantung merupakan volume

darah yang di pompa jantung (volume sekuncup) selama 1 menit (frekuensi jantung).

Tekanan darah (TD) bergantung pada curah jantung dan tahanan perifer. Bila volume

meningkat dalam spasium tertutupsepertipembuluh darah, tekanan dalam spasium tersebut

meningkat (Potter, P. A. & Perry, 2006). Resistensi merupakan ukuran hambatan terhadap

aliran darah melalui suatu pembuluh yang ditimbulkan oleh friksi antara cairan yang

mengalir dan dinding pembuluh darah yang stasioner. Resistensi bergantung pada tiga

faktor yaitu viskositas (kekentalan) darah, panjang pembuluh, dan jari-jari

pembuluh(Sherwood, 2011).

2. Faktor yang Mempengaruhi Tekanan Darah

Tekanan darah dapat berubah dari satu denyut jantung ke denyut jantung lainnya. tidak

terdapat pengukuran tekanan darah yang adekuat menunjukkan tekanan darah

klien.Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi tekanan darah, yakni:

a. Usia

Tingkat normal dari tekanan darah bervariasi sepanjang hidup. Pada anak- anak akan

meningkat dan selama masa remaja tekanan darah tetap bervariasi sesuai ukuran dengan

ukuran tubuh. Tekanan darah dewasa cenderung meningkat seiring dengan

bertambahnya usia. Pada lansia tekanan sistoliknya meningkat sehubungan dengan


penurunan elastisitas pembuluh darah (Potter, P. A. & Perry, 2006). Tekanan sistolik

dan diastolik meningkat secara bertahap sesuai usia hingga dewasa. Pada lansia,

arterinya lebih keras dan kurang fleksibel terhadap tekanan darah. Hal ini

mengakibatkan peningkatan tekanan sistolik. Tekanan diastolik juga meningkat karena

dinding pembuluh darah tidak lagi retraksi secara fleksibel (Berman, 2009).

b. Stres

Stimulasi simpatik diakibatkan oleh ansietas, takut, nyeri, dan stres emosi. Stimulasi

simpatik ini akan meningkatkan frekuensi darah, curah jantung, dan tahanan vaskuler

perifer. Efeknya akan meningkatkan tekanan darah (Potter, P. A. & Perry, 2006).

Stimulasi sistem saraf simpatis meningkatkan curah jantung dan vasokonstriksi arteriol,

sehingga menigkatkan tekanan darah (Berman, 2009).

c. Ras

Frekuensi hipertensi pada orang Afrika Amerika lebih tinggi dibanding pada orang

Eropa Amerika. Kematian yang dihubungkan dengan hipertensi juga lebih banyak pada

orang Afrika Amerika. Kecenderungan populasi ini terhadap hipertensi diyakini

berhubungan dengan genetik dan lingkungan (Potter, P. A. & Perry, 2006). Hipertensi

pada yang berkulit hitam paling sedikit dua kalinya pada yang berkulit putih (Corwin

Elizabeth J, 2009).

d. Medikasi

Banyak medikasi yang secara langsung maupun tidak langsung berhubungan dengan

tekanan darah. Salah satu golongan medikasi yang dapat mempengaruhi tekanan darah

adalah analgesik narkotik, yaitu dapat menurunkan tekanan darah (Potter, P. A. & Perry,

2006).
e. Variasi Diurnal

Tingkat tekanan darah berubah-ubah sepanjang hari. Tekanan darah biasanya rendah

pada pagi-pagi sekali, secara berangsur angsur naik pagi menjelang siang dan sore, dan

mencapai puncaknya pada senja atau malam. Tidak ada orang yang pola dan derajat

variasinya sama (Potter, P. A. & Perry, 2006).

f. Jenis Kelamin

Secara klinis tidak ada perbedaan yang signifikan dari tekanan darah pada laki-laki atau

perempuan. Setelah pubertas, pria cenderung memiliki bacaan tekanan darah yang lebih

tinggi. Setelah menopause, wanita cenderung memiliki tekanan darah yang lebih tinggi

daripada pria pada usia tersebut (Potter, P. A. & Perry, 2006).

C. Slow Deep Breathing Exercise

1. Definisi Slow Deep Breathing

Menurut (Smeltzer, S.C., BareB.G., Hincle, J.L., Cheever, 2008), Slow Deep Breathing

merupakan latihan pernapasan dengan teknik bernapas secara perlahan dan dalam,

menggunakan otot diafragma, sehingga memungkinkan abdomen terangkat secara perlahan

dan dada mengembang penuh.Slow deep breathing merupakan tindakan yang disadari

untuk mengatur pernapasan secara dalam dan lambat yang dapat menimbulkan efek

relaksasi (Tarwoto, 2011). Terapi SDB adalah teknik pernapasan yang lambat, yang

mengurangi frekuensi bernapas dari 16-20 kali per menit menjadi 10 per menit atau

kurang. Pernapasan dalam dan lambat akan memungkinkan tubuh untuk melakukan
pernafasan diafragma dan secara dramatis dapat mengubah fisiologi tubuh dengan

mengaktifkan pusat relaksasi di otak (Black, J. M. & Hawks, 2014).

2. Tujuan latihan slow deep breathing

Tujuan latihan slow deep breathing antara lain untuk memelihara pertukaran gas,

meningkatkan ventilasi alveoli, mencegah terjadinya atelektasis paru, membantu

meningkatkan efisiensi batuk dan mengurangi stress fisik maupun psikologis,stress fisik

maupun psikologis dapat menyebabkan ketidakstabilan emosional serta memicu

rangsangan di area pusat vasomotor yang terletak pada medula otak sehingga berpengaruh

pada kerja sistem syaraf otonom dan sirkulasi hormon, rangsangan yang terjadi akan

mengaktivasi sistem saraf simpatis dan pelepasan berbagai hormon, sehingga

mempengaruhi terjadinya peningkatan tekanan darah (Corwin Elizabeth J, 2009). Latihan

slow deep breathing memiliki pengaruh pada peningkatan volume tidal sehingga

mengaktivasi refleks Hering-Breur yang memiliki efek pada penurunan aktifitas

kemorefleks dan meningkatkan sensitivitas barorefleks, melalui mekanisme inilah yang

dapat menurunkan aktifitas simpatis dan tekanan darah (Sepdianto et al., 2010).

3. Manfaat Terapi

Latihan pernapasan merupakan salah satu alternatif sarana untuk memperoleh kesehatan

yang diharapkan bisa mengefektifkan semua organ dalam tubuh secara optimal dengan

napas dan olahraga secara teratur, sehingga hasil metabolisme tubuh dan energi penggerak

untuk melakukan aktivitas menjadi lebih besar dan berguna untuk menangkal penyakit

(Ignatavicius & Workman, 2006).

4. Langkah-langkah slow deep breathing


Prosedur teknis SDB menurut (Bhavanani, Sanjay, & Madanmohan, 2011; Anderson,

Mcneely, & Windham 2010;dalamE. Anderson, 2015) sebagai berikut:

a. Berikan lingkungan yang tenang dan nyaman, serta posisi klien (duduk atau posisi

semi-fowler) dengan nyaman dan stabil. Agar lebih terkonsentrasi dan lebih santai,

klien disarankan untuk menutup mata dan melonggarkan ototnya.

b. Klien diarahkan untuk menghirup udara melalui kedua hidung perlahan selama sekitar

lima detik sampai paru-paru terisi maksimal.

c. Kemudian klien diarahkan untuk menghembuskan napas perlahan hingga maksimal

melalui kedua lubang hidung sekitar lima detik.

d. Ulangi tindakan pada nomor dua dan tiga. Setiap siklus dalam prosedur pelengkap

pernapasan lambat memakan waktu 10 detik (inspirasi lima detik dan ekspirasi lima

detik) sampai 6x / menit, masing-masing menyelesaikan prosedur 6x / menit SDB diberi

istirahat 10 detik dan melanjutkan prosedur SDB 6x / menit sampai mencapai 15 menit.

e. Dalam penelitian ini, klien dapat melakukan 13 kali SDB 6x / menit dengan istirahat 10

detik selama 15 menit yang diberikan dan prosedur ini dilakukan dua kali sehari selama

empat hari.

f. Alat tulis dan peralatan komputer yang digunakan dalam riset operasional dan

pengolahan data penelitian.

5. Pengaruh Slow Deep Breathing terhadap Tekanan Darah

Teknik SDB meningkatkan kadar oksigen dalam jaringan tubuh. Peningkatan oksigen

mengaktifkan kemoreseptor yang sensitif terhadap perubahan kandungan oksigen di

jaringan tubuh dan kemudian kemoreseptor mentransmisikan sinyal saraf ke pusat

pernafasan tepat di medula oblongata yang juga merupakan pusat medula jantung meduler.
Sinyal yang ditransmisikan ke otak akan menyebabkan aktivitas saraf parasimpatis

meningkat dan menurunkan aktivitas saraf simpatik (Van Diest et al., 2014). Pernyataan ini

dikuatkan oleh (D. E. Anderson, McNeely, & Windham, 2010; E. Anderson, 2015) yang

menyebutkan bahwa teknik SDB akan menghasilkan sinyal yang mengaktifkan refleks

baroreceptor melalui peningkatan tekanan arteri pada pembuluh darah akibat peningkatan

volume stroke. dan jantung curah di jantung kiri. Akibatnya akan terjadi penurunan BP dari

aktivasi refleks baroreceptor yang mengirimkan sinyal ke pusat kardiovaskular meduler di

medula oblongata yang mengarah pada peningkatan kerja saraf parasimpatis dan

penurunan kerja saraf simpatis.

Selanjutnya, (Turankar et al., 2013) menemukan bahwa pernapasan dalam dan latihan

pernapasan yang lambat secara teratur dapat meningkatkan sensitivitas barokeptor dan

aktivitas kemoreseptor untuk menurunkan tekanan darah pada klien hipertensi. Dorongan

aferen dari baroreceptor mencapai pusat jantung yang akan merangsang aktivitas saraf

parasimpatis dan menghambat pusat simpatis (cardio accelerator), menghasilkan

vasodilatasi sistemik, penurunan denyut jantung dan daya (Ignatavicius & Workman,

2006). Hal ini juga sejalan dengan hasil penelitian (Pramanik et al., 2009) yang

menyatakan bahwa setelah bernapas dalam-dalam (frekuensi pernapasan 6x / menit)

selama lima menit, terjadi penurunan darah yang signifikan. Tekanan sistolik dan diastolik,

serta penurunan denyut jantung yang ringan.

Pernapasan lambat meningkatkan aktivitas vagal oleh karena itu dapat menurunkan denyut

jantung dan tekanan darah. Mekanisme ini dikaitkan dengan peningkatan tonus vagal dan

dengan mengurangi pengeluaran simpatik. Peningkatan reaktivitas simpatis dan


parasimpatis merupakan salah satu mekanisme yanf terkait pada orang yang berlatih

latihan pernapasan lambat (Singh & Jain, 2009). Denyut jantung meningkat selama

inspirasi dan menurun selama ekspirasi. Rekaman dari saraf otonom jantung

mengungkapkan bahwa aktivitas saraf meningkat pada serabut simpatis selama inspirasi

dan peningkatan serabut vagal selama ekspirasi (Ahmad, 2013; Berne and Levy, 2009)

Anda mungkin juga menyukai