INDAH LESTARI
NIM 143110170
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN PADANG
TAHUN 2017
`
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG
Oleh :
INDAH LESTARI
NIM: 143110170
Puji syukur atas kehadiran ALLAH SWT yang telah melimpahkan rahmad dan
karunia-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini dengan
judul “Asuhan Keperawatan Keluarga pada Lansia dengan Gangguan Sistem
Pernapasan: TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Andalas Kota Padang Tahun
2017”. Peneliti menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan ibu Ns. Lola
Felnanda Amri, M.kep. selaku pembimbing I dan ibu Hj. Hasni Mastian,
M.Biomed selaku pembimbing II yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan
pikiran untuk mengarahkan peneliti dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini.
Tidak lupa juga peneliti mengucapkan terima kasih kepada :
Peneliti
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
NIM : 143110170
Tanda Tangan:
HALAMAN JUDUL……………………………………………………. i
LEMBAR PENGESAHAN…………………………………………….. ii
KATA PENGANTAR............................................................................. iii
LEMBAR ORISINALITAS……………………………………………. v
LEMBAR PERSTUJUAN..................................................................... vi
ABSTRAK……………………………………………………………… vii
DAFTAR ISI........................................................................................... viii
DAFTAR BAGAN.................................................................................. x
DAFTAR TABEL................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN........................................................................... xii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP………………………………………….. xiii
BAB I PENDAHULUAN...................................................................... 1
A. Latar Belakang............................................................................ 1
B. Rumusan Masalah....................................................................... 6
C. Tujuan Penulisan......................................................................... 6
D. Manfaat Penulisan....................................................................... 7
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR BAGAN
Riwayat Pendidikan
No Jenis Pendidikan Tempat Pendidikan Tahun
1 TK TK Bhayangkari Tanjung Pati 2001-2002
2 SD SDN 13 Nankodok 2002-2008
3 SMP SMPN 01 Payakumbuh 2008-2011
4 SMA SMAN 3 Payakumbuh 2011-2014
5 DIII Keperawatan Poltekkes Kemenkes RI Padang 2014-2017
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam kehidupan
manusia. Menurut Constantinides dalam Aspiani (2014), menua (menjadi tua)
adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan
untuk memperbaiki diri/ mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya
sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan
yang diderita. Menurut UU No. 13 tahun 1998 tentang kesehatan dikatakan
bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60
tahun (Nugroho, 2008).
Menjadi tua merupakan fase kehidupan yang akan dialami oleh setiap manusia.
Makin panjang usia seseorang, tubuh akan kehilangan kemampuan fisik
maupun psikologis secara perlahan lahan dan terus menerus. Memasuki usia
tua berarti mengalami kemuduran, misalnya kemunduran fisik yang ditandai
dengan kulit yang mengendur, rambut memutih, gigi mulai ompong,
pendengaran kurang jelas, penglihatan semakin buruk, gerakan lambat, dan
figure tubuh yang tidak proporsional (Nugroho, 2008). Kemunduran fungsi
organ tubuh khususnya pada lansia menyebabkan kelompok ini rawan terhadap
serangan berbagai penyakit kronis, seperti TB Paru, diabetes melitus, stroke,
gagal ginjal, kanker, hipertensi, dan jantung. Penyakit-penyakit tersebut
kemungkinan telah lama diderita oleh lansia. Akan tetapi karena kurangnya
perhatian terhadap keluhan kesehatan yang dialami, penyakit tersebut tidak
dapat dideteksi dan diatasi secara dini. Jenis-jenis keluhan kesehatan dapat
mengindikasikan gejala awal dari penyakit kronis yang sebenarnya tengah
diderita oleh lansia (Badan Pusat Stastistik, 2015).
Statistik penduduk lanjut usia Indonesia tahun 2014, melaporkan bahwa seiring
dengan pertambahan umur seseorang, semakin tinggi pula persentase lansia
yang memiliki keluhan kesehatan. Dilaporkan bahwa sebanyak 37,11 persen
penduduk pra lansia (45-59 tahun) pernah mengalami keluhan kesehatan dalam
sebulan terakhir, sementara lansia muda (60-69 tahun) sebesar 48,39 persen,
lansia madya (70-79 tahun) sebesar 57,65 persen, dan lansia tua (80-89 tahun)
sebesar 64,01 persen yang mengeluhkan kondisi kesehatannya. Keluhan
kesehatan yang sering dialami oleh lansia umur 60-69 tahun adalah batuk, pilek
dan keluhan lainnya yaitu 14,94%, 10,75% dan 30,83% untuk masing-masing
keluhan tersebut dan terus mengalami peningkatan persentase seiring
bertambahnya tingkatan umur (Badan Pusat Statistik, 2015).
Bertambahnya tingkatan umur lansia menjadikan batuk dan pilek sebagai salah
satu keluhan yang sering dialami lansia sebagai manifestasi dari perubahan
fisiologis pada sistem pernpasan lansia. Menurut Sudoyo (2007), perubahan
status fungsional pada sistem pernapasan lansia meliputi meningkatnya volume
residual, berkurangnya efektivitas batuk, penurunan massa jaringan paru,
berkurangnya kekuatan otot-otot pernapasan, kekakuan dinding dada, dan
berkurangnya respon ventilasi akibat hiperkapnia. Perubahan-perubahan ini
membuat individu lansia lebih rentan terhadap penyakit yang berhubungan
dengan sistem pernapasan seperti penyakit paru obstruksi kronis (PPOK),
kanker paru, emboli paru, pneumonia dan tuberkulosis paru (TB Paru).
Tuberkulosis (TB) paru sebagai salah satu penyakit yang sering dialami lansia
adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang parenkim paru.
Tuberkulosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya, termasuk
meningens, ginjal, tulang, dan nodus limfe. Agens infeksius utama,
Mycobacterium tuberculosis, adalah batang aerobik tahan asam yang tumbuh
dengan lambat dan sensitive terhadap panas dan sinar ultraviolet (Smeltzer &
Bare, 2015). Gejala utama dari Tuberculosis paru pada lansia berdasarkan hasil
penelitian Tohwidi M, et al (2008 dalam Yuda, 2013), 57.5% lansia mengalami
gejala demam, 80% mengalami kehilangan berat badan, 22.5% lansia keluar
keringat saat malam, 92.5% mengalami batuk dan 15% lansia terjadi batuk
darah.
Sampai saat ini TB paru masih menjadi masalah kesehatan yang utama di
berbagai negara di dunia. Berdasarkan Global Tuberculosis Report tahun 2015,
TB sekarang berada pada peringkat yang sama dengan penyakit akibat Human
Immunodeficiency Virus (HIV) sebagai penyakit infeksi paling mematikan di
dunia. TB berdampak luas terhadap kualitas hidup dan ekonomi bahkan
mengancam keselamatan jiwa manusia. TB dapat menyerang siapa saja, orang
dewasa, lansia bahkan anak-anak dan dapat mengenai seluruh organ tubuh kita,
walaupun yang paling banyak diserang adalah organ paru (WHO, 2016).
Berdasarkan data dari profil kesehatan Indonesia tahun 2015, jumlah kasus
baru tuberkulosis paru BTA positif menurut kelompok umur, jenis kelamin dan
provinsi tahun 2015 adalah 330.910 dengan penyumbang kasus tertinggi pada
kategori umur 25-34 tahun yaitu 18,65% dan yang terendah umur ≥ 65 tahun
dengan 8,54% dari keseluruhan kasus baru TB di Indonesia. Untuk Sumatra
Barat terdapat 6988 kasus baru TB paru BTA positif dengan 753 kasus berasal
dari umur ≥ 65 tahun (DepKes, 2016). Pada penderita usia lanjut tanpa
penyakit paru saja sudah mengalami penurunan fungsi paru, apalagi dengan TB
paru, maka akan menambah beratnya fungsi paru (Aspiani, 2014).
Kota Padang sebagai ibu kota provinsi Sumatera Barat merupakan salah satu
kota/kabupaten dengan angka kejadian TB paru yang cukup tinggi. Jumlah
kasus baru TB paru di kota Padang tahun 2013 adalah sebanyak 927 kasus
dengan jumlah seluruh kasus TB paru adalah 1.288 kasus. Pada tahun 2014
BTA (+) diobati sebanyak 988 pasien, pasien sembuh 850 orang dan pasien
yang melakukan pengobatan lengkap sebanyak 72 orang. Angka keberhasilan
pengobatan adalah 93,3%, sementara jumlah kematian selama pengobatan jauh
menurun dari 11 orang di tahun 2013 menjadi 17 orang di tahun 2014
(Riskesdas, 2013 dan Dinas Kesehatan Kota Padang, 2015).
Pada saat dilakukan survey awal di Puskesmas Andalas tanggal 23 Maret 2017,
didapatkan 6 orang penderita TB paru yang melakukan kunjungan rutin ke
Puskesmas Andalas, 2 orang diantaranya adalah penderita TB paru dengan
usia ≥ 60 tahun. Setelah dilakukan wawancara singkat dengan 2 orang lansia
penderita TB Paru, didapatkan bahwa kedua lansia tersebut menganggap gejala
TB paru hanya berupa gejala batuk pilek akibat cuaca dan proses penuaan,
sehingga kedua lansia tersebut terlambat menyadari gejala dari penyakitnya.
Hal ini sesuai dengan pendapat Stanley (2007), bahwa tampilan klinis TB paru
pada lansia tidak khas oleh karena itu mungkin tidak diketahui atau salah
diagnosis. Gejala batuk kronis, keletihan, dan kehilangan berat badan
dihubungkan dengan penuaan dan penyakit yang menyertai. Sedangkan
menurut petugas TB Paru di Puskesmas Andalas bahwa semua penderita TB
Paru di wilayah kerja Puskesmas Andalas memiliki PMO di rumah masing-
masing. Pada kedua lansia yang melakukan kunjungan ke Puskesmas Andalas,
mereka memilik anak yang tinggal serumah sebagai PMO. Petugas program
TB Paru di puskesmas Andalas juga mengatakan bahwa keluarga berperan
penting dalam mengawasi penderita TB Paru di lingkungan rumah dan
masyarakat, sehingga pengobatan TB Paru dapat berjalan semestinya. Tugas
PMO menurut DepKes RI (2007 dalam Hadifah, 2015) adalah mengawasi pasien
TB agar menelan obat secara teratur sampai selesai pengobatan, memberi
dorongan kepada pasien agar mau berobat teratur, mengingatkan pasien untuk
periksa ulang dahak pada waktu yang telah ditentukan, menemukan dan mengenali
gejala-gejala efek samping obat dan mengisi kartu kontrol. Sejalan dengan
penelitian yang dilakukan Nuha Muniroh, dkk (2013) bahwa peran dari PMO yang
berpengaruh pada meningkatnya kepatuhan penderita TB untuk mengkonsumsi
obat dengan rutin dan motivasi/dorongan orang lain dibutuhkan oleh penderita TB
untuk sembuh. Berdasarkan latar belakang dan fenomena diatas penulis tertarik
untuk mengangkat kasus TB Paru pada lansia dalam judul “Asuhan
Keperawatan Keluarga pada Lansia dengan Gangguan Sistem Pernapasan: TB
Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Andalas Kota Padang tahun 2017”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah peneliti uraikan diatas, maka rumusan
masalah penelitian ini adalah bagaimana penerapan asuhan keperawatan
keluarga pada lansia dengan gangguan sistem pernapasan: TB paru di wilayah
kerja Puskesmas Andalas Kota Padang.
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mampu mendeskripsikan asuhan keperawatan keluarga pada lansia dengan
gangguan sistem pernapasan: TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Andalas
Kota Padang tahun 2017.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu mendeskripsikan hasil pengkajian keperawatan keluarga pada
lansia dengan gangguan sistem pernapasan: TB Paru di wilayah kerja
puskesmas Andalas Kota Padang tahun 2017.
b. Mampu mendeskripsikan rumusan diagnosa keperawatan keluarga pada
lansia dengan gangguan sistem pernapasan: TB Paru di wilayah kerja
puskesmas Andalas Kota Padang tahun 2017.
c. Mampu mendeskripsikan rencana keperawatan keluarga pada lansia
dengan gangguan sistem pernapasan: TB Paru di wilayah kerja puskesmas
Andalas Kota Padang tahun 2017.
d. Mampu mendeskripsikan tindakan keperawatan keluarga pada lansia
dengan gangguan sistem pernapasan: TB Paru di wilayah kerja puskesmas
Andalas Kota Padang tahun 2017.
e. Mampu mendeskripsikan evaluasi keperawatan keluarga pada lansia
dengan gangguan sistem pernapasan:TB Paru di wilayah kerja puskesmas
Andalas Kota Padang tahun 2017.
D. Manfaat Penulisan
1. Bagi Penulis
Laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi peneliti untuk menambah
wawasan, pengetahuan dan pengalaman dalam menerapkan asuhan
keperawatan pada lansia dengan gangguan sistem pernafasan: TB Paru serta
dalam menulis karya tulis ilmiah.
3. Bagi Institusi
Hasil penelitian dapat dijadikan sebagai bahan dan sumber pembelajaran di
jurusan Keperawatan Padang khususnya mengenai penerapan asuhan
keperawatan pada lansia dengan gangguan sistem pernafasan: TB Paru.
4. Bagi Mahasiswa
Hasil penelitian dapat menjadi referensi dan rujukan dalam pembuatan
ataupun pengaplikasian asuhan keperawatan pada lansia dengan gangguan
sistem pernafsan: TB Paru.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Lansia
1. Pengertian Lansia
Lansia menurut WHO (2016), adalah pria dan wanita yang telah mencapai
usia 60-74 tahun. Sedangkan Lanjut usia menurut UU no 13 Tahun 1998,
lansia adalah seseorang yang mencapai umur 60 tahun ke atas. Lansia
adalah individu yang berusia diatas 60 tahun, pada umumnya memiliki
tanda-tanda terjadinya penurunan fungsi-fungsi biologis, psikologis, sosial
dan ekonomi (BKKBN, 1995 dalam Muhith, 2016). Menurut Keliat (1999
dalam Maryam dkk, 2010) usia lanjut merupakan tahapan akhir dari
perkembangan pada daur kehidupan manusia. Secara biologis penduduk
lansia adalah penduduk yang mengalami proses penuaan secara terus
menerus, yang ditandai dengan menurunnya daya tahan fisik yaitu semakin
rentannya terhadap serangan penyakit yang dapat menyebabkan kematian.
Hal ini disebabkan terjadinya perubahan dalam struktur dan fungsi sel,
jaringan, serta sistem organ (Nugroho, 2008).
b. Menurut Prof. DR. Ny. Sumiati Amad Mohammad (Alm), guru besar
Universitas Gajah Mada Fakultas Kedokteran, periodesasi biologi
perkembangan manusia dibagi menjadi:
1) Masa bayi antara usia 0 sampai 1 tahun
2) Masa prasekolah antara usia 1 sampai 6 tahun
3) Masa sekolah antara usia 6 sampai 10 tahun
4) Masa pubertas antara usia 10 sampai 20 tahun
5) Masa seyengah umur (prasenium) antara usia 40 sampai 65 tahun
6) Masa usia lanjut yaitu usia 65 tahun keatas.
c. Menurut Setyonegoro (dalam Artinawati, 2014)
1) Usia dewasa muda (elderly adulthood) yaitu usia 18/20-25 tahun
2) Usia dewasa penuh (middle years ) atau maturitas usia yaitu 25-
60/65 tahun
3) Lanjut usia (geriatric age ) yaitu usia > 65/70 tahun, terbagi atas :
a) Young old (usia 70-75 tahun)
b) Old (usia 75-80 tahun)
c) Very old (usia diatas 80 tahun).
d. Menurut UU No. 13 tahun 1998
Batasan mengenai lanjut usia adalah 60 tahun ke atas baik pria maupun
wanita (Kushariyadi, 2009). Sedangkan menurut Depkes RI yang
dikutip dari Aspiani (2014) lebih lanjut membuat penggolongan lansia
menjadi 3 (tiga) kelompok yaitu:
1) Kelompok lansia dini (55-64 tahun), yakni kelompok yang baru
memasuki lansia.
2) Kelompok lansia (65 tahun ke atas).
3) Kelompok lansia risiko tinggi, yakni lansia yang berusia lebih dari
70 tahun.
b. Teori Psikososiologis
Perubahan sikap dan prilaku yang menyertai peningkatan usia, sebagai
lawan dari implikasi biologi pada kerusakan anatomis seperti :
1) Kepribadian
Aspek-aspek pertumbuhan psikologis tanpa menggambarkan
harapan atau luas spesifik lansia.
2) Tugas Perkembangan
Aktivitas dan tantangan yag harus dipenuhi seseorang pada tahap-
tahap spesifik dalam hidupnya. Mampu melihat kehidupan
seseorang sebagai kehidupan yang dijalani sebagai integritas.
3) Disengagement
Teori ini menggambarkan tentang proses penarikan diri oleh lansia
dari peran bermasyarakat dantanggung jawabnya.
4) Aktivitas
Teori ini berbicara tentang pentingnya tetap aktif secara sosial
sebagai alat untuk penyesuaian diri yang sehat pada lansia.
5) Kontinuitas
Teori ini bericara tentang penekanan koping kepribadian pada
individu lansia.
4. Proses menua
Proses menua merupakan proses yang terus-menerus (berlanjut) secara
alamiah. Dimulai sejak lahir dan umumnya dialami pada semua makhluk
hidup. Menurut Constantinides dalam Aspiani (2014), menua (menjadi tua)
adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan
jaringan untuk memperbaiki diri/ mengganti dan mempertahankan fungsi
normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki
kerusakan yang diderita.
Menua bukanlah suatu penyakit tetapi merupakan daya tahan tubuh dalam
menghadapi rangsangan dari dalam maupun luar tubuh. Proses menua
sudah berlangsung sejak seseorang mencapai usia dewasa (Aspiani, 2014).
Tahap dewasa merupakan tahap tubuh mencapai titik perkembangan yang
maksimal. Setelah itu tubuh mulai menyusut dikarenakan berkurangnya
jumlah sel-sel yang ada di dalam tubuh. Sebagai akibatnya, tubuh juga akan
mengalami penurunan fungsi secara perlahan-lahan. Itulah yang dikatakan
proses penuaan (Maryam dkk, 2010).
Proses penuaan dipengaruhi oleh dua faktor. Pertama, faktor genetik, yang
melibatkan perbaikan DNA, respons terhadap stres, dan pertahanan
terhadap antioksidan. Kedua, faktor lingkungan, yang meliputi pemasukan
kalori, berbagai macam penyakit, dan stres dari luar, misalnya radiasi atau
bahan-bahan kimia. Faktor tersebut akan mempengaruhi aktivitas
metabolisme sel yang akan menyebabkan terjadinya stres oksidasi sehigga
terjadi kerusakan pada sel yang menyebabkan terjadinya proses penuaan
(Sunaryo dkk, 2016).
2) Kardiovaskuler
Katup jantung menebal dan kaku, kemampuan memompa darah
menurun (menurunnya kontraksi dan volume), elastisitas pembuluh
darah menurun, serta meningkatnya resistensi pembuluh darah
perifer sehingga tekanan darah meningkat. Irama jantung yang
tidak sesuai dan koordinasi aktivitas listrik menjadi distritmik dan
tidak terkoordinasi dengan bertaambahnya usia. Sinus distritmia
dan sinus bradikardia adalah hal yang sering terjadi dan dapat
menimbulkan rasa pusing, jatuh, palpitasi atau perubahan status
mental.
3) Respirasi
Otot-otot pernapasan kekuatannya menurun dan kaku, elastisitas
paru menurun, kapasitas residu meningkat sehingga menarik napas
lebih berat, alveoli melebar dan jumlahnya menurun, kemampuan
batuk menurun, serta terjadi penyempitan pada bronkus. Perubahan
struktural, perubahan fungsi pulmonal dan perubahan sistem imun
mengakibatkan suatu kerentanan untuk mengalami kegagalan
respirasi akibat infeksi, kanker paru, emboli pulmonal, dan
penyakit kronis seperti asma dan penyakit paru obstruksi kronis
(PPOK).
4) Persarafan
Saraf panca indra mengecil sehingga fungsinya menurun serta
lambat dalam merespon dan waktu bereaksi khususnya yang
berhubungan dengan stress. Berkurang atau hilangnya lapisan
myelin akson, sehingga menyebabkan berkurangnya respon
motorik dan reflek.
5) Muskuloskletal
Cairan tulang menurun sehingga mudah rapuh (osteoporosis),
bungkuk (kifosis), persendian membesar dan menjadi kaku (atrofi
otot), kram, tremor, tendon mengerut, dan mengalami sklerosis.
Perubahan pada tulang, otot dan sendi mengakibatkan terjadinya
perubahan penampilan, kelemahan, dan lambatnya pergerakan yang
menyertai penuaan.
6) Genitourinaria
Ginjal mengecil, aliran darah keginjal menurun, penyaringan di
glomerulus menurun, fungsi tubulus menurun sehingga
kemampuan mengonsentrasikan urine ikut menurun. Otot-otot
melemah vesikaurinaria melemah, kapasitasnya menurun, dan
retensi urin. Prostat: hipertrofi pada 75% lansia.
7) Pendengaran
Membran timpani atrofi sehingga terjadi gangguan pendengaran.
Tulang-tulang pendengaran mengalami kekakuan. Perubahan pada
fungsi pendengaran yaitu kehilangan kemampuan pendengaran
secara bertahap.
8) Penglihatan
Respon terhadap sinar menurun, adaptasi terhadap gelap menurun,
akomodasi menurun, lapang pandang menurun dan katarak.
Perubahan penglihatan dan fungsi mata yang dianggap normal
dalam proses penuaan termasuk kesukaran melihat huruf-huruf
kecil, penglihatan kabur, penyempitan lapang pandang dan
sensitivitas terhadap cahay menurun.
9) Kulit
Kulit keriput serta kulit kepala dan rambut menipis. Rambut dalam
hidung dan telinga menebal. Elastisitas menurun, vaskularisasi
menurun, rambut memutih (uban), kelenjar keringat menurun, kuku
keras dan rapuh, serta kuku kaki tumbuh berlebihan seperti tanduk.
10) Endokrin
Produksi hormone menurun, menurunnya aktivitas tiroid,
peningkatan kadar gula darah akibat menurunnya produksi insulin
oleh pangkreas, sehingga lansia cenderung mengalami
hiperglikemia.
b. Perubahan psikologis
Perubahan psikologis pada lansia lansia meliputi short term memory,
frustasi, kesepian, takut kehilangan kebebasan, takut menghadapi
kematian, perubahan keinginan, depresi, dan kecemasan (Maryam dkk,
2010).
6. Masalah Yang Sering Terjadi Pada Lansia
Masalah fisik sehari-hari yang sering ditemukan pada lansia menurut
Aspiani (2014), diantaranya adalah :
a. Mudah jatuh
Jatuh seringkali dialami oleh para lanjut usia dan penyebabnya bisa
banyak faktor yang berperan di dalamnya, baik faktor instrinsik
misalnya gangguan gaya berjalan, kelemahan otot ektermitas bawah,
kekakuan sendi, lantai yang licin dan tidak rata, tersandung oleh
benda-benda, penglihatan kurang karena pencahayaan yang kurang.
b. Mudah lelah
Disebabkan oleh perasaan bosan keletihan, atau perasaan depresi,
anemia, kekurangan vitamin, perubahan pada tulang, gangguan
pencernaan, kelainan metabolisme, dan pengaruh obat-obatan.
c. Ketakutan mental akut
Disebabkan oleh keracunan, penyakit infeksi dengan demam tinggi,
alkohol, penyakit metabolisme, dehidrasi, gangguan fungsi otak,
gangguan fungsi hati, dan radang selaput otak.
d. Sukar menahan BAB dan BAK
Disebabkan oleh pengaruh obat-obatan, radang kandung kemih,
radang saluran kemih, kelainan pada usus rektum, diare, serta faktor
psikologis.
e. Sesak nafas saat aktifitas
Disebabkan oleh kelemahan jantung, gangguan sistem saluran nafas,
kelebihan berat badan.
f. Nyeri pinggang/ punggung, nyeri sendi
Disebabkan oleh gangguan pada sendi misalnya radang sendi(artritis),
tulang yang keropos (osteoporosis).
g. Ganggauan penglihatan
Disebabkan oleh presbiopi, kelainan lensa mata, kekeruhan pada lensa
(katarak), tekanan dalam mata yang meninggi (glaukoma).
h. Gangguan tidur
Disebabkan oleh lingkungan yang kurang tenang, nyeri, gatal-gatal,
depresi kecemasan.
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa keluarga adalah dua atau
lebih individu yang tergabung karena ikatan tertentu atau persekutuan
hidup yang terdiri atas kepala keluarga serta beberapa orang yang tinggal
dalam sebuah rumah tangga serta memiliki peran dan fungsinya masing-
masing.
2. Bentuk Keluarga
Beberapa bentuk keluarga menurut Friedman (2010) dan Sudiharto (2012),
adalah sebagai berikut :
a) Keluarga Inti adalah keluarga yang dibentuk karena ikatan perkawinan
yang direncanakan yang terdiri dari suami dan istri dengan atau tanpa
anak.
b) Keluarga Asuh merupakan suatu unit keluarga dengan anak yang
terpisah dari salah satu atau kedua orang tua kandung untuk menjamin
keamanan dan kesejahteraan fisik serta emosional mereka.
c) Keluarga Besar (Extended family) adalah keluarga dengan pasangan
yang berbagi pengaturan rumah tangga dan pengeluaran keuangan
dengan orang tua, kakak/adik, dan keluarga dekat lainnya. Anak-anak
kemudian dibesarkan oleh beberapa generasi dan memiliki pilihan
model pola perilaku yang akan membentuk pola perilaku mereka.
d) Keluarga orang tua tunggal adalah keluarga dengan ibu atau ayah
sebagai kepala keluarga. Keluarga orang tua tunggal tradisional adalah
keluarga dengan kepala rumah tangga duda/janda yang bercerai,
ditelantarkan, atau berpisah. Keluarga orang tua tungga nontradisional
adalah keluarga yang kepala keluarganya tidak menikah.
e) Keluarga orang tua tiri adalah keluarga yang menikah lagi yang
terbentuk dengan atau tanpa anak dan keluarga yang terbentuk
kembali baik melalui proses perceraian atau kehilangan (kematian
salah satu pasangan).
f) Keluarga Berantai (social family) adalah keluarga yang terdiri dari
wanita dan pria yang menikah lebih dari satu kali dan merupakan
suatu keluarga inti.
g) Keluarga komposit (composite family) adalah keluarga dari
perkawinan poligami dan hidup bersama.
h) Keluarga kohabitasi (cohabitation) adalah dua orang menjadi satu
keluarga tanpa pernikahan, bisa memiliki anak atau tidak, Di
Indonesia bentuk keluarga ini tidak lazim dan bertentangan dengan
budaya timur. Namun, lambat laun keluarga kohabitasi ini mulai dapat
diterima.
i) Keluarga Inses (inses family) adalah seiring dengan masuknya nilai-
nilai global dan pengaruh informasi yang sangat dahsyat dijumpai
bentuk keluarga yang tidak lazim, misalnya anak perempuan menikah
dengan ayah kandungnya, ibu menikah dengan anak kandung laki-
laki, paman menikah dengan keponakanya, kakak menikah dengan
adik dari satu ayah da satu ibu. Walaupun tidak lazim dan melanggar
nilai-nilai budaya, jumlah keluarga inses semakin hari semakin besar.
Hal tersebut dapat kita cermati melalui pemberitaan dari berbagai
media cetak dan elektronik.
3. Tahap perkembangan keluarga
Menurut Friedman (2010), terdapat 8 tahap perkembangan keluarga, yaitu:
a. Tahap I ( Keluarga dengan pasangan baru )
Pembentukan pasangan menandakan permulaan suatu keluarga baru
dengan pergerakan dari membentuk keluarga asli sampai kehubungan
intim yang baru.Tahap ini juga disebut sebagai tahap pernikahan. Tugas
perkembangan keluarga tahap I adalah membentuk pernikahan yang
memuaskan bagi satu sama lain, berhubungan secara harmonis dengan
jaringan kekerabatan, perencanaan keluarga (Friedman, 2010).
1) Fungsi Afektif
Fungsi afektif merupakan dasar utama baik untuk pembentukan
maupun keberlanjutan unit keluarga itu sendiri, sehingga fungsi afektif
merupakan salah satu fungsi keluarga yang paling penting. Fungsi
afektif berfokus pada pemenuhan kebutuhan anggota keluarga akan
kasih sayang dan pengertian. Keluarga harus memenuhi kebutuhan
kasih sayang anggota keluarganya karena respon kasih sayang satu
anggota keluarga ke keluarga lainnya memberikan dasar penghargaan
pada kehidupan keuarga (Friedman, 2010). Fungsi afektif keluarga
dengan TB Paru adalah dalam bentuk perhatian anggota keluarga
sebagai PMO (Pengawas menelan Obat). Perhatian dan kasih sayang
yang diberikan keluarga akan membantu penderita TB Paru tuntas
menjalani pengobatan serta menghindari penularan kepada anggota
keluarga lain. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Firdaus
(2012), bahwa semakin baik peran PMO maka semakin tinggi
keberhasilan pengobatan TB paru.
3) Fungsi Reproduksi
Salah satu fungsi dasar keluarga menurut Leslie dan Korman (1989
dalam Friedman 2010), adalah untuk menjamin kontinuitas antar
generasi keluarga dan masyarakat yaitu menyediakan anggota baru
untuk masyarakat. Keluarga berfungsi untuk meneruskan kelangsungan
keturunan dan menambah sumber daya manusia. Dengan adanya
program keluarga berencana, maka fungsi ini sedikit terkontrol. Di sisi
lain banyak kelahiran yang tidak diharapkan atau di luar ikatan
perkawinan, sehingga lahirlah keluarga baru dengan satu orang tua
(Friedman, 2010). Fungsi reproduksi pada keluarga dengan TB Paru
tidak terganggu, kerena TB Paru bukanlah penyakit keturunan ataupun
penyakit yang menyebabkan gangguan pada sistem reproduksi.
4) Fungsi Ekonomi
Fungsi ekonomi melibatkan penyediaan keluarga akan sumber daya
yang cukup meliputi, finansial, ruang dan materi serta alokasinya yang
sesuai melalui proses pengambilan keputusan. Untuk memenuhi
kebutuhan keluarga seperti: makanan, pakaian, dan perumahan, maka
keluarga memerlukan sumber keuangan. Fungsi ini sulit dipenuhi oleh
keluarga yang berada di bawah garis kemiakinan, perawat bertanggung-
jawab untuk mencari sumber-sumber di masyarakat yang dapat
digunakan oleh keluarga dalam meningkatkan status kesehatan
(Friedman, 2010). Faktor ekonomi juga akan mempengaruhi
kemampuan keluarga dalam menjalani pengobatan TB Paru, keluarga
dengan ekonomi menengah kebawah dan tidak memiliki asuransi
kesehatan akan merasa terbebani dengan pengobatan rutin yang harus
dijalani penderita TB Paru.
f. Sebagi fasilitator
Perawat dapat menjadi tempat bertanya individu, keluarga dan
masyarakat untuk memecahkan masalah kesehatan di keperawatan
yang mereka hadapi sehari-hari serta dapat membantu memberikan
jalan keluar dalam mengatasi masalah.
g. Sebagai peneliti
Perawat keluarga melatih keluarga untuk dapat memahami masalah-
masalah kesehatan yang dialami oleh anggota keluarga. Peran sebagai
peneliti difokuskan kepada kemampuan keluarga untuk
mengidentifikasi penyebab, menanggulangi, dan melakukan promosi
kepada anggota keluarganya. Perawat dapat meneliti hubungan peran
keluarga dengan tingkat kesembuhan penderita TB Paru dan lain-lain.
2. Etiologi
Menurut Smeltzer (2013), penyebab penyakit TB paru adalah infeksi yang
disebabkan bakteri Mycobacterium tuberculosis. Tubekulosis ditularkan
dari orang keorang oleh transmisi melalui udara. Individu terinfeksi melalui
berbicara, batuk, bersin,tertawa atau bernyanyi, dan melepaskan droplet
(Smeltzer & Bare, 2015).
3. Patofisiologi
Tempat masuk kuman Tuberculosis adalah saluran pernafasan, saluran
pencernaan dan luka terbuka pada kulit, namun kebanyakan infeksi
tuberculosis melalui udara (air borne) yaitu melalui inhalasi droplet yang
mengandung kuman basil tuberkel yang berasal dari orang terinfeksi.
Saluran pencernaan merupakan tempat utama bagi jenis bovin yang
penyebarannya melalui susu yang terkontaminasi. Tuberculosis adalah
penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas perantara sel. Sel
efektornya adalah makrofag (reaksi hipersentifitas lambat) Tuberkel yang
mencapai permukaan alvaelus diinfasi sebagai suatu unit yang terdiri dari
satu samapai basil. Kumpulan basil yang cenderung bertahan di saluran
hidung dan cabang besar bronkus dan tidak menyebabkan penyakit (Price
& Wilson, 2012).
Setelah berada dalam ruang alveolus biasanya dibagian bawah bronkus atas
paru-paru atau lobus bawah hasil tuberkel ini membangkitkan reaksi
peradangan, lekosit polimorfonuklear tampak pada tempat tersebut
memfagosit bakteri namun tidak membunuh organisme tersebut sesudah
hari pertama maka lekosit diganti makrofag. Alveoli yang terserang akan
mengalami konsilidasi dan timbul gejala pneumonia akut, Makrofag yang
mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu
membentuk tuberkel epitel yang dikelilingi oleh limfosit. Reaksi ini
biasanya membutuhkan waktu 10 sampai 20 hari, nekrosis bagian sentral
lesi digambarkan yang relatif padat dan seperti keju, lesi nekrosis ini
disebut kaseosa. Daerah yang mengalami nekrosis kaseosa dan jaringan
granulosis disekitarnya yang terdiri dari sel epitel dan fibrobalas
menimbulkan respon berbeda. Jaringan granulasi terjadi lebih fibrosa
membentuk jaringan pasut dan membentuk suatu kapsul yang dikelilingi
tuberkel, lesi primer paru dinamakan fokus ghon dan gabungan
terserangnya kelenjar getah bening regional dan lesi primer dinamakan
kompleks ghon, respon lainnya adalah pencairan ke dalam bronkus dan
menimbulkan kavitas materi bronkus yang dilepaskan dari dinding kautas
akan masuk ke dalam percabangan trakeobronkial dan bisa terjadi berulang
atau masuk organ lain sampai laring, telinga tengah atau usus(Price &
Wilson, 2012).
Inhalasi droplet
4. WOC TB Paru
Perkijuan di Caverna
Frek. Nafas
Paru MK:
Sel/jar. Diperkijuan Ketidakefektifan
MK: Gangguan
O2 sel bersihan jalan
Pertukaran gas Pertukaran Gas
Terganggu Kekuatan otot perut dan nafas
Metabolisme Hipoksia diafragma untuk
PO2 Menurun mengeluarkan sekret
Energi Pucat
Kemoreseptor Darah Dilatasi pembuluh darah paru
MK: Ketidakefektifan
MK: Intoleransi perfusi jar. Perifer
Ggn pusat Jar. pernapasan Aneurisma Pembuluh darah pecah
Aktivitas
MK: Ketidakefektifan Perfusi
Sumber: NANDA NIC-NOC 2015-2017
jar. serebral O2 ke otak Hipovolume Darah Hemaptoe
Catatan: - - - - = Tidak dilakukan intervensi di keluarga
5. Manifestasi Klinis
Pasien tuberkulosis paru biasanya menunjukkan gejala demam tingkat
rendah, keletihan, anoreksia, penurunan berat badan, berkeringat malam,
nyeri dada, dan batuk menetap. Batuk pada awalnya mungkin nonproduktif,
tetapi dapat berkembang ke arah pembentukan sputum mukopurulen
dengan hemoptisis (Smeltzer & Bare, 2015).
Tanda dan gejala TB paru menurut Manurung (2013), terbagi menjadi dua
golongan yaitu:
a. Gejala sistemik
1) Demam
Demam merupakan gejala pertama dari tuberkulosis paru, biasanya
timbul pada sore dan malam hari disertai dengan keringat mirip
influenza yang segera mereda. Demam seperti influenza ini hilang
timbul dan semakin lama makin panjang masa serangannya,
sedangkan masa bebas serangan akan makin pendek. Demam dapat
mencapai suhu tinggi yaitu 40o-41oC.
2) Malaise
Penyakit tuberkulosis bersifat radang yang menahun. Gejala malaise
sering ditemukan berupa anoreksia (tidak ada nafsu makan), badan
makin kurus (berat badan turun), sakit kepala, meriang, nyeri otot,
dan keringat pada malam hari tanpa aktivitas. Gejala malaise ini
makin lama makin berat dan terjadi hilang timbul secara tidak
teratur.
b. Gejala respiratorik
1) Batuk
Batuk baru timbul apabila proses penyakit telah melibatkan
bronkhus. Batuk mula-mula terjadi karena iritasi bronkhus,
selanjutnya akibat adanya peradangan pada bronkhus, batuk akan
menjadi semakin prosuktif. Batuk produktif ini berguna untuk
membuang produk-produk eksresi peradangan. Dahak dapat bersifat
mukoid atau purulen.
2) Batuk darah
Batuk darah terjadi akibat pecahnya pembuluh darah. Kebanyakan
batuk darah pada tuberkulosis terjadi pada dinding kavitas, juga
dapat terjadi karena ulserasi pada mukoso bronkhus.
3) Sesak Napas
Pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak
napas. Sesak napas akan ditemukan pada penyakit yang sudah
lanjut, yang infiltrasinya sudah meliputi setengah bagian paru-paru.
4) Nyeri Dada
Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi
radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis.
Terjadi gesekan kedua pleura sewaktu pasien menarik/melepaskan
napasnya.
6. Komplikasi TB Paru
Menurut Smeltzer dan Bare (2015), potensial komplikasi pada pasien
tuberkulosis paru dapat mencakup :
a. Malnutrisi.
b. Efek samping terapi obat-obatan seperti : hepatitis, perubahan
neurologis (ketulian dan neuritis), ruam kulit, gangguan gastrointestinal
c. Retensi obat-obatan.
d. Penyebaran infeksi TB (TB miliaris).
Menurut Djojodibroto (2015), komplikasi berikut sering terjadi pada
penderita TB paru stadium lanjut :
a. Hemoptosis berat (perdarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat
mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya
jalan nafas.
b. Kolaps dari lobus akibat retraksi bronchial.
c. Pneumothoraks (adanya udara di dalam rongga pleura) spontan :
kolaps spontan karena kerusakan jaringan paru.
d. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti : otak, tulang persendian,
ginjal dan sebagainya.
e. Insuisiensi kardio pulmoner (Cardio Pulmonary Insufficiency).
7. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan medis
Tuberkulosis paru diobati terutama dengan agens kemoterapi (agens
antituberkulosis) selama periode 6 sampai 12 bulan. Lima medikasi
garis depan digunakan: isoniasid (INH), rifampin (RIF), streptomisin
(SM), etambutol (EMB), dan pirasinamid (PZA). Kampreomisin,
kanamisin, etionamid, natrium para-aminosalisilat, amikasin, dan
siklisin merupakan obat-obatan baris kedua (Smeltzer & Bare, 2015).
b. Penatalaksanaan keperawatan
Menurut Smeltzer (2015), tujuan utama tindakan untuk pasien adalah
pemeliharaan jalan napas yang paten, pengetahuan tentang penykit dan
regimen pengobatan, kepatuhan terhadp regimen medikasi,
meningkatkan toleransi aktivitas, dan tidak terdapat komplikasi.
Intervervensi keperawatan yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:
1) Peningkatan bersihan jalan napas.
Meningkatkn masukan cairan dapat memberikan hidrasi sistemik
dan berfungsi sebagai ekspektoran yang efektif. Pasien dijelaskan
tentang posisi terbaik yang dapat diambil untuk memudahkan
drainase. Humidifier dengan kelembapan tinggi dapat mebantu
dalam mengencerkan sekresi. Pada penderita TB Paru di
lingkungan masyarakat bisa dilakukan teknik nafas, batuk efektif
serta fisioterapi dada untuk peningkatan bersihan jalan nafas.
i. Pengkajian lingkungan
1) Karakteristik rumah
Data ini menjelaskan mengenai luas rumah, tipe, jumlah ruangan,
jumlah jendela, pemanfaatan ruangan, penempatan perabot rumah
tangga, jenis WC, serta jarak WC ke sumber air. Data karakteristik
rumah disajikan dalam bentuk denah (Widyanto, 2014). Biasanya
pada keluarga dengan penderita TB paru tinggal dilingkungan rumah
dengan kepadatan tinggi yang tidak memungkinkan cahaya matahari
masuk ke dalam rumah (Somantri, 2012).
2) Karakteristik tetangga dan komunitas setempat
Data ini menjelaskan mengenai lingkungan fisik setempat,
kebiasaan, budaya yang mempengaruhi kesehatan. Lingkungan fisik
disekitar tempat tinggal penderita TB Paru cenderung padat dengan
sanitasi yang kurang memadai, sehingga mempermudah penularan
penyakit.
3) Mobilitas geografis keluarga
Data ini menjelaskan mengenai kebiasaan keluarga berpindah
tempat. Kebiasaan berpindah ini juga akan memungkinkan keluarga
terserang penyakit TB Paru yang berasal dari daerah tempat ia
tinggal sebelumnya.
4) Perkumpulan keluarga dan interaksi dengan masyarakat
Data ini menjelaskan mengenai kebiasaan keluarga berkumpul,
sejauh mana keterlibatan keluarga dalam pertemuan dengan
masyarakat. Keluarga yang aktif ikut perkumpulan dengan
masyarakat, memungkinkan menyebabkan penularan kepada
masyarakat tempat ia tinggal, ataupun ditularkan dari masyarakat
tersebut.
5) Sistem pendukung keluarga
Data ini menjelaskan mengenai jumlah anggota keluarga yang sehat,
fasilitas keluarga, dukungan keluarga dan masyarakat sekitar terkait
dengan kesehatan, dan lain sebagainya.
6) Sruktur komunikasi keluarga
a) Pola komunikasi keluarga
Data ini menjelaskan mengenai cara komunikasi dengan
anggota keluarga lain serta frekuensinya. Biasanya penderita
TB Paru cenderung mengurangi frekuensi komunikasi dengan
anggota keluarga, karena takut bisa menularkan penyakitnya ke
keluarganya.
b) Struktur kekuatan keluarga
Data ini menjelaskan mengenai kemampuan keluarga untuk
merubah perilaku antara anggota keluarga.
c) Struktur peran
Data ini menjelaskan mengenai peran anggota keluarga dalam
keluarga dan masyarakat yang terbagi menjadi peran formal
dan peran informal.
d) Nilai/norma keluarga
Data ini menjelaskan mengenai nilai atau norma yang dianut
keluarga terkait dengan kesehatan.
j. Fungsi keluarga
Fungsi Afektif
Fungsi afektif keluarga dengan TB Paru adalah dalam bentuk perhatian
anggota keluarga sebagai PMO (Pengawas menelan Obat). Perhatian
dan kasih sayang yang diberikan keluarga akan membantu penderita TB
Paru tuntas menjalani pengobatan serta menghindari penularan kepada
anggota keluarga lain. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan
Firdaus (2012), bahwa semakin baik peran PMO maka semakin tinggi
keberhasilan pengobatan TB paru.
Fungsi Reproduksi
Fungsi reproduksi pada keluarga dengan TB Paru tidak terganggu,
kerena TB Paru bukanlah penyakit keturunan ataupun penyakit yang
menyebabkan gangguan pada sistem reproduksi.
Fungsi Ekonomi
Faktor ekonomi juga akan mempengaruhi kemampuan keluarga dalam
menjalani pengobatan TB Paru, keluarga dengan ekonomi menengah
kebawah dan tidak memiliki asuransi kesehatan akan merasa terbebani
dengan pengobatan rutin yang harus dijalani penderita TB Paru.
Fungsi Perawatan Keluarga
a) Mengenal masalah kesehatan
Untuk mengetahui kemampuan keluarga mengenal masalah
kesehatan, sejauh mana keluarga mengetahui fakta-fakta dari
masalah kesehatan yang meliputi pengertian, faktor penyebab,
tanda dan gejala serta yang mempengaruhi keluarga terhadap
masalah, kemampuan keluarga dapat mengenal masalah, tindakan
yang dilakukan oleh keluarga akan sesuai dengan tindakan
keperawatan, karena TB Paru memerlukan perawatan khusus yaitu
cara mencegah penularan pada anggota keluarga lain. Jadi disini
keluarga perlu tahu tentang penyakit TB Paru dan mencegah
penularan pada anggota keluarga lain.
b) Mengambil keputusan tindakan kesehatan yang tepat bagi keluarga.
Untuk mengetahui kemampuan keluarga mengambil keputusan
mengenai tindakan kesehatan yang tepat. Keluarga dengan TB Paru
harus bijak dalam mengambil keputusan yang tepat sehubungan
dengan kesehatan seluruh anggota keluarga, yaitu dengan
membantu upaya pencegahan penularan dan segera mengambil
tindakan jika ada anggota keluarga lain yang juga menunjukkan
gejala TB Paru. Kemampuan keluarga mengambil keputusan yang
tepat akan mendukung kesembuhan.
c) Merawat anggota keluarga yang sakit
Untuk mengetahui sejauh mana keluarga merawat anggota keluarga
yang sakit. Yang perlu dikaji sejauh mana keluarga mengetahui
keadaan penyakitnya dan cara merawat anggota yang sakit TB
Paru. Perawatan yang dilakukan keluarga dengan TB Paru adalah
berupa perwatan pencegahan penularan dan pengawasan dalam
mengonsumsi obat.
d) Memodifikasi lingkungan untuk menjamin kesehatan keluarga
Untuk mengetahui sejauh mana kemampuan keluarga memelihara
lingkungan rumah yang sehat. Yang perlu dikaji bagaimana
keluarga mengetahui keuntungan atau manfaat pemeliharaan
lingkungan, kemampuan keluarga untuk memodifikasi lingkungan
akan dapat mencegahan penularan penyakit TB Paru pada anggota
keluarga lain, seperti dengan cara pemisahan alat-alat makan,
membuka jendela/ventilasi udara, membiarkan sinar matahari
memasuki rumah, dan-lain-lain.
e) Menggunakan fasilitas kesehatan yang ada di masyarakat.
Tugas ini merupakan bentuk upaya keluarga untuk mengatasi
masalah kesehatan anggota keluarganya dengan memanfaatkan
fasilitas pelayanan kesehatan yang ada. Keluarga dengan masalah
TB Paru harus rutin menjalani pemeriksaan dahak dan pengambilan
obat ke puskesmas terdekat dalam kurun waktu 6 bulan masa
pengobatan, sehingga keluarga sangat berperan dalam pemanfaatan
pelayanan kesehatan.
l. Pemeriksaan fisik
Semua anggota keluarga diperiksa secara lengkap seperti prosedur
pemeriksaan fisik di tempat pelayanan kesehatan. Pemeriksaan yang
dilakukan meliputi inspeksi, palpasi, perkusi, maupun auskultasi dari
ujung kepala sampai ujung kaki (head to toe) (Widyanto, 2014).
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan keluarga merupakan perpanjangan diagnosis ke
sistem keluarga dan subsistemnya serta merupakan hasil pengkajian
keperawatan. Diagnosis keperawatan keluarga termasuk masalah kesehatan
aktual dan potensial dengan perawat keluarga yang memiliki kemampuan
dan mendapatkan lisensi untuk menanganinya berdasarkan pendidikan dan
pengalaman ( Friedman, 2010). Tipologi dari diagnosa keperawatan adalah:
1) Diagnosa keperawatan keluarga aktual (terjadi defisit/gangguan
kesehatan).
2) Diagnosa keperwatan keluarga resiko (ancaman) dirumuskan apabila
sudah ada data yang menunjang namun belum terjadi gangguan.
3) Diagnosa keperawatan keluarga sejahtera (potensial) merupakan suatu
kedaan dimana keluarga dalam kondisi sejahtera sehingga kesehatan
keluarga dapat ditingkatkan.
Total skore
Keluarga memberi
2. Setelah • Keluarga • Kaji keputusan yang diambil oleh
dilakukan mampu keputusan untuk keluarga
kunjungan 1 x memutuskan merawat keluarga • Diskusikan dengan keluarga
45 menit merawat yang sakit tentang keputusan yang
keluarga keluarga yang telahdibuat
mampu sakit • Evaluasi kembali tentang
mengambil keputusan yang telah dibuat
keputusan • Berikan pujian pada keluarga atas
untuk jawaban yang diberikan.
merawat
anggota
keluarga yang
sakit
• Lingkungan yang
4. Setelah 1 x 45 Keluarga dapat • Kaji pengetahuan keluarga tentang
menit dapat menunjang
menyebutkan 2 ketidakseimbangan nutrisi pada
keluarga kesehatan :
dari 4 lingkungan penderita TB Paru.
1. Lingkungan
mampu
yang mendukung • Diskusikan bersama keluarga
memodifikasi rumah yang
bagaimana lingkungan yang dapat
lingkungan kesehatan nyaman.
menunjang kesehatan.
2. Menyediakan
untuk
makanan dalam • Evaluasi kembali tentang
menunjang bagaimana lingkungan yang dapat
kesehatan keadaan hangat.
3. Menyediakan menunjang kesehatan terhadap
keluarga. semua anggota keluarga.
makanan yang
disukai • Berikan pujian pada keluarga atas
jawaban yang diberikan.
5. Setelah 1 x 45 • Memanfaatkan
Keluarga mampu
fasilitas kesehatan • Kaji pengetahuan keluarga tentang
menit keluarga menyebutkan 2 untuk mencegah manfaat fasilitas kesehatan
mampu
dari 3 keuntungan sedini mungkin • Diskusikan bersama keluarga
memanfaatkan
fasilitas kesehatan. masalah bagaimana memanfaatkan fasilitas
fasilitas
pelayanan kesehatan.
kesehatan ketidakseimbangan • Evaluasi kembali bagaimana
nutrisi pada memanfaatkan fasilitas kesehatan
penderita TB Paru. pada semua anggota keluarga.
• Untuk mengetahui • Berikan pujian pada keluarga atas
dan memeriksa jawaban yang diberikan.
masalah kesehatan.
• Sebagai pelayanan
pengobatan.
4. Implementasi keperawatan keluarga
Implementasi keperawatan keluarga adalah suatu proses aktualisasi rencana
intervensi yang memanfaatkan berbagai sumber didalam keluarga dan
memandirikan keluarga dalam bidang kesehtan. Keluarga dididik untuk dapat
menilai potensi yang dimiliki mereka dan mengembangkannya melalui
implementasi yang bersifat memampukan keluarga untuk : mengenal masalah
kesehatannya, mengambil keputusan berkaitan dengan persoalan kesehatan
yang dihadapi, merawat dan membina anggota keluarga sesuai kondisi
kesehatannya, memodifikasi lingkungan yang sehat bagi setiap anggota
keluarga, serta memanfaatkan sarana pelayanan kesehatan terdekat (
Sugiharto, 2012).
2. Sampel adalah bagian populasi yang akan diteliti atau sebagian jumlah
dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Hidayat, 2013). Sampel
penelitian ini adalah lansia dengan gangguan sistem pernafasan: TB Paru
di wilayah kerja puskesmas Andalas dengan jumlah sampel 2 orang.
b. Data Sekunder
Data yang diperoleh dari dokumen /Medical Record di Puskesmas
Andalas Kecamatan Padang Timur Kota Padang.
F. Hasil Analisis
Berdasarkan kriteria diatas yang dijadikan sampel adalah keluarga Ibu. Y
(Partisipan I) dan keluarga Ibu. A (Partisipan II) dengan lansia gangguan
system pernafasan: TB Paru dengan hasil analisis adalah kualitatif. Menurut
Cresswell 1992 didalam (Raco, 2010), terdapat 5 jenis metode kualitatif, salah
satunya adalah metode studi kasus (case study). Case study merupakan bagian
dari metode kualitatif yang hendak mendalami suatu kasus tertentu secara
lebih mendalam dengan melibatkan pengumpulan beraneka sumber informasi.
Sedangkan menurut Patton dalam (Raco, 2010), proses penyusunan studi
kasus berlangsung dalam tiga tahap.
1. Tahap pertama yaitu pengumpulan data mentah tentang individu
Tahap ini dapat berupa pengkajian secara sistematis yang mengacu kepada
format pengkajian asuhan keperawatan keluarga.
2. Langkah kedua menyusun atau menata kasus yang diperoleh
Setelah semua data diperoleh, maka disusunlah analisa data sehingga dapat
ditegakkan diagnosa keperawatan. Pada tahap inilah peneliti melakukan
intervensi keperawatan hingga evaluasi dan dokumentasi keperawatan.
3. Langkah ketiga penulisan laporan akhir penelitian kasus dalam bentuk
narasi.
Pada tahap ini dilakukan analisa untuk menentukan apakah ada kesesuaian
antara teori yang ada dengan kondisi pasien. Cerita tentang kasus tersebut
dapat disajikan baik secara kronologis atau secara sistematis atau kedua-
duanya. Analisis ini dilakukan dengan membandingkan antara partisipan I
dan partisipan II dengan teori dan hasil penelitian terdahulu.
BAB IV
DESKRIPSI DAN PEMBAHASAN KASUS
A. Deskripsi Kasus
Kunjungan keluarga dilakukan pada keluarga Ibu. Y (Partisipan I) dan Ibu.
A (Partisipan II) dengan TB Paru pada lansia. Kunjungan dimulai pada
tanggal 16 Mei 2017 sampai 22 Mei 2017 dengan kunjungan dilakukan 2
kali dalam sehari selama 7 hari.
Tabel 4.1 Deskripsi Kasus
Asuhan Partisipan 1 (Ibu. Y) Partisipan 2 (Ibu. A)
Keperawatan
Pengkajian Ibu. Y ( 62 tahun) seorang ibu rumah Ibu. A ( 62 tahun) seorang ibu rumah
tangga dan merupakan single parent tangga dan merupakan single parent
family dengan 4 orang anak, 2 family dengan 2 orang anak, 1
diantaranya sudah berkeluarga. diantaranya sudah berkeluarga.
Keluarga Ibu. Y termasuk tidak Keluarga Ibu. A termasuk mampu
mampu dengan penghasilan ± Rp dengan penghasilan ± Rp
1.000.000,-/bulan. Ibu. Y 5.000.000,-/bulan. Ibu. A
menggunakan jaminan kesehatan menggunakan jaminan kesehatan
KIS. BPJS kelas I.
Riwayat keluarga inti adalah adanya Riwayat keluarga inti keluarga Ibu.
riwayat penyakit keturunan yaitu A adalah tidak ditemukan riwayat
DM yang diderita Ibu. Y dan penyakit keturunan seperti
penyakit menular yaitu TBC sejak hipertensi, DM, jantung dan lain-
Januari 2017. Saat ini kondisi lain, hanya Ibu. A yang memiliki
kesehatan keluarga Ibu. Y baik, riwayat hipertensi sejak 16 tahun
hanya Ibu. Y mengeluh masih batuk yang lalu dan Ibu. A menderita
sesekali tiap pagi hari dan kurang penyakit menular yaitu TBC sejak
nafsu makan. Batuk kadang berdahak Februari 2017. Saat ini Ibu. A
kadang tidak. dan Ibu. Y pernah di mengeluh masih batuk sesekali tiap
rawat karena DM dan batu ginjal 1 pagi hari dan kurang nafsu makan.
tahun yang lalu pada Agustus dan Batuk kadang berdahak kadang
Desember 2016. Ibu. Y mulai tidak. Riwayat kesehatan keluarga
mengonsumsi obat OAT sejak yaitu Ibu. A pernah di rawat 2 kali di
Januari 2017 berdasarkan hasil RS karena Stroke dan meninggalkan
rotgen di RST pada awal tahun 2017. gejala sisa dari stroke setahun yang
Saat ini Ibu. Y sudah memasuki lalu. Ibu. A masih kesulitan berbicara
pengobatan bulan kelima. dan anggota gerak sebelah kanan
masih lemah. Ibu. A mulai
mengonsumsi obat OAT sejak
Februari 2017 berdasarkan hasil
pemeriksaan dahak di Puskesmas
Andalas. Saat ini Ibu. A sudah
memasuki pengobatan bulan
keempat.
Interaksi antar keluarga tidak efektif Interaksi antar keluarga berjalan baik
dikarenakan anak-anak Ibu.Y jarang karena anak-anak Ibu. A selalu ada
di rumah menemani Ibu.Y, yang di rumah secara bergantian
selalu memperhatikan kondisi menemani dan merawat Ibu. A
kesehatan Ibu. Y adalah anak sehingga peran serta keluarga
keduanya yang sudah berkeluarga, sebagai PMO dapat tercapai secara
namun tidak tinggal bersama Ibu. Y, maksimal.
sehingga peran serta keluarga
sebagai PMO tidak tercapai secara
maksimal.
Pada fungsi perawatan kesehatan Pada fungsi perawatan kesehatan
keluarga Ibu. Y belum mengerti keluarga Ibu. A sudah mengerti
tentang tanda dan gejala penyakit TB tentang tanda dan gejala penyakit TB
paru dan pencegahannya, hal ini paru yang dideritanya. Keluarga Ibu.
terlihat dari seringnya keluarga A sudah tau bagaimana cara
mengelak mengenai kondisi perawatan TB Paru di rumah dan
kesehatan Ibu. Y. Keluarga pencegahan TB Paru pada anggota
menganggap Ibu. Y hanya sakit keluarga.
paru-paru biasa dan harus minum
obat supaya bisa sembuh. Keluarga
menganggap penyakit Ibu. Y tidak
akan menular kepada anggota
keluarga lain karena Ibu. Y merasa
hanya batuk sesekali, seperti batuk
pilek pada umumnya.
Pada pemeriksaan fisik yang spesifik Pada pemeriksaan fisik yang spesifik
pada Ibu. Y adalah BB: 35 Kg TB: pada Ibu. A adalah BB: 45 Kg TB:
154 cm LILA: 21 cm dengan IMT: 162 cm LILA: 21,5 cm dengan IMT:
14,75. Gula darah sewaktu 123 14,75. TD: 130/60 mmHg, N: 98x/I,
mg/dl, TD: 100/60 mmHg, N: 88x/I, RR: 23x/i, S:36,3oC. Pada
RR: 24x/i, S:36,5oC. Pada pemeriksaan thorax didapatkan
pemeriksaan thorax didapatkan fremitus kiri lebih lemah dari kanan
fremitus kiri lebih lemah dari kanan dan auskultasi paru ditemukan ronchi
dan auskultasi paru ditemukan ronchi (+). Pada pemeriksaan ekstremitas
(+). didapatkan kekuatan otot
111 555
444 555
Saat dilakukan pengkajian Ibu. Y Saat dilakukan pengkajian tampak
mengatakan masih batuk sesekali Ibu. A menggunakan tongkat untuk
kadang berdahak kadang tidak. Ibu. mobilisasi, keluarga mengatakan Ibu.
Y mengatakan walaupun berat A masih merasa batuk sesekali
badannya naik 2 kg dari awal sakit, kadang berdahak kadang tidak. Ibu.
namun nafsu makannya tetap kurang. A tidak nafsu makan, makan sering
Ibu. Y menganggap dirinya tidak tidak habis, kadang hanya habis
sedang sakit TB Paru melainkan seperempat piring. Keluarga
hanya sakit paru-paru biasa, sehingga mengatakan Ibu. A masih kesulitan
Ibu. Y sering mengganti topik beraktivitas karena efek dari stroke
pembicaraan jika sudah membahas setahun yang lalu walaupun Ibu. A
penyakit TB parunya. Ibu. Y juga sudah menggunakan alat bantu jalan.
tidak mengetahui bahwa penyakitnya
dapat menular.
Analisa Data Setelah dilakukan analisa data dari Setelah dilakukan analisa data dari
dan Diagnosa hasil pengkajian tersebut didapatkan hasil pengkajian tersebut didapatkan
Keperawatan masalah keperawatan pada Ibu. Y masalah keperawatan pada Ibu. A
yaitu : yaitu :
TUK 1: TUK 1:
TUK 2: TUK 2:
TUK 3: TUK 3:
Merawat anggota keluarga yang sakit Merawat anggota keluarga yang sakit
dengan demonstrasi dan diskusi cara dengan demonstrasi dan diskusi cara
perawatan di rumah perawatan di rumah
TUK 4: TUK 4:
TUK 5: TUK 5:
S: S:
B. Pembahasan Kasus
Setelah dilakukan penerapan asuhan keperawatan keluarga pada lansia
dengan gangguan sistem pernafasan: TB Paru di wilayah kerja Puskesmas
Andalas Kota Padang yang telah dilakukan sejak tanggal 16 Mei sampai
tanggal 22 Mei 2017 selama 2 kali kunjungan perhari, penelitian ini
dilakukan pada dua partisipan yaitu Ibu. Y (partisipan I) dan Ibu. A
(partisipan II). Pada BAB pembahasan penulis akan menjabarkan adanya
kesesuaian maupun kesenjangan yang terdapat pada pasien antara teori
dengan kasus. Tahapan pembahasan sesuai dengan tahapan asuhan
keperawatan yang dimulai dari pengkajian, merumuskan diagnosa,
merumuskan rencana tindakan, pelaksanaan tindakan dan evaluasi
keperawatan
1. Pengkajian
Pengakajian merupakan satu tahapan dimana perawat mengambil data
yang ditandai dengan pengumpulan informasi terus menerus dan
keputusan professional yang mengandung arti terhadap informasi yang
dikumpulkan. Pengumpulan data keluarga berasal dari berbagai
sumber : wawancara, observasi rumah keluarga dan fasilitasnya,
pengalaman yang dilaporkan anggota keluarga (Padila, 2012). Sesuai
dengan teori yang dijabarkan diatas penulis melakukan pengkajian
pada keluarga Ibu. Y dan Ibu. A dengan menggunakan format
pengkajian keluarga, metode wawancara, observasi dan pemeriksaan
fisik untuk menambah data yang diperlukan.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan hasil yang hampir sama pada kedua
partisipan yaitu terjadinya penurunan berat badan yang signifikan dan
ditemukan ronchi halus pada auskultasi paru. Pada Ibu. Y terjadi
penurunan berat badan dari 45 kg sebelum sakit,menjadi 33 kg,
sedangkan pada Ibu. A penurunan berat badan dari 52 kg menjadi 45
kg setelah sakit. Hal ini didukung oleh pengakuan kedua partisipan
bahwa mereka mengalami penurunan nafsu makan dan batuk berdahak
walaupun tidak sering.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan keluarga merupakan perpanjangan diagnosis ke
sistem keluarga dan subsistemnya serta merupakan hasil pengkajian
keperawatan. Diagnosis keperawatan keluarga termasuk masalah
kesehatan aktual dan potensial dengan perawat keluarga yang memiliki
kemampuan dan mendapatkan lisensi untuk menanganinya
berdasarkan pendidikan dan pengalaman ( Friedman, 2010).
Diagnosa keperawatan yang sering muncul pada keluarga dengan
masalah TB Paru (NANDA NIC NOC, 2016):
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
b. Nyeri akut
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
d. Intoleransi aktivitas
e. Hipertermia
f. Kurang pengetahuan
Sedangkan diagnosa yang dijumpai pada kasus ada sedikit berbeda
dengan yang dikemukan oleh teori dimana kemungkinan diagnosa
yang muncul mengacu pada NANDA yang terdapat 6 diagnosa, dan
yang ditemukan hanya 5 diagnosa. Diagnosa yang ditemukan di pada
kedua partisipan dipilih berdasarkan prioritas masalah. Sehingga
didapatkan perbedaan pada prioritas diagnosa ketiga.
Diagnosa yang dijumpai dalam kasus keluarga Ibu. Y yaitu:
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan
ketidakmampuan keluarga merawat anggota yang sakit
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga merawat anggota
yang sakit
c. Resiko penularan TB Paru berhubungan dengan ketidakmampuan
keluarga mengenal masalah dan memodifikasi lingkungan rumah
3. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan keluarga dibuat berdasarkan pengkajian,
diagnosis keperawatan, pernyataan kekuatan, dan perencanaan
keluarga, dengan merumuskan tujuan, mengidentifikasi strategi
intervensi alternatif dan sumber, serta menentukan prioritas
(Friedman,2010). Rencana keperawatan keluarga terdiri dari penetapan
tujuan, yang meliputi tujuan jangka panjang (tujuan umum), tujuan
jangka pendek (TUK), kriteria dan standar serta intervensi. Kriteria
dan standar merupakan pernyataan spesifik tentang hasil yang
diharapkan setiap tindakan keperawatan berdasarkan TUK atau tujuan
jangka pendek yang ditetapkan. Tujuan jangka panjang mengacu pada
problem, sedangkan tujuan jangka pendek mengacu pada etiologi
(Widyanto, 2014).
4. Implementasi keperawatan
Implementasi keperawatan keluarga adalah suatu proses aktualisasi
rencana intervensi yang memanfaatkan berbagai sumber didalam
keluarga dan memandirikan keluarga dalam bidang kesehtan. Keluarga
dididik untuk dapat menilai potensi yang dimiliki mereka dan
mengembangkannya melalui implementasi yang bersifat memampukan
keluarga untuk : mengenal masalah kesehatannya, mengambil
keputusan berkaitan dengan persoalan kesehatan yang dihadapi,
merawat dan membina anggota keluarga sesuai kondisi kesehatannya,
memodifikasi lingkungan yang sehat bagi setiap anggota keluarga,
serta memanfaatkan sarana pelayanan kesehatan terdekat ( Sugiharto,
2012).
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi berdasarkan pada seberapa efektif intervensi yang dilakukan
keluarga, perawat, dan lainnya. Keberhasilan lebih ditentukan oleh
hasil pada sistem keluarga dan anggota keluarga (bagaimana keluarga
berespons) daripada intervensi yang diimplementasikan. Evaluasi
sekali lagi, merupakan kegiatan bersama antara perawat dan keluarga
(Friedman, 2010).
Evaluasi dilakukan setiap kali implementasi dilakukan, saat evaluasi
pada diagnosa pertama yaitu Evaluasi dilakukan setiap kali
implementasi selesai dilakukan, evaluasi diagnosa pertama
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan
ketidakmampuan keluarga merawat anggota yang sakit didapatkan
evaluasi subjektif Ibu. Y mengatakan sudah tahu tentang penyakit TB
Paru dan manajemen batuk efektif, Ibu. Y mengatakan mengerti cara
melakukan manajemen batuk efektif, Ibu. Y mengatakan bisa
mengatasi batuknya dengan melakukan teknik nafas dalam dan batuk
efektif, serta menciptakan lingkungan yang nyaman dan memodifikasi
dengan menerapkan pola hidup sehat, memanfaatkan pelayanan
fasilitas kesehatan. Sedangkan evaluasi objektif Ibu. Y dapat
menyebutkan pengertian, penyebab, tanda dan gejala TB paru,
pengertian dan cara manajemen batuk efektif serta mampu melakukan
manajemen batuk efektif. Hasil analisa yang didapatkan masalah
teratasi dan untuk tindak lanjutnya keluarga telah mengambil
keputusan untuk melanjutkan intervensi.
A. Kesimpulan.
Berdasarkan hasil penelitian asuhan keperawatan keluarga pada lansia dengan
gangguan sistem pernafasan: TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Andalas
Kecamatan Padang Kota Padang tahun 2017 yang dilakukan pada dua keluarga
yaitu keluarga Ibu. Y (Partisipan I) dan keluarga Ibu. A (Partisipan II), penulis
dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Pengkajian
Hasil pengkajian yang didapatkan hampir sama untuk kedua partisipan dimana
partisipan I dan partisipan II sama-sama mengeluhkan masih batuk sesekali,
kadang berdahak kadang tidak. Dahak kental tidak bewarna dan kesulitan
mengeluarkan dahak. Terjadi penurunan berat badan yang signifikan pada
kedua partisipan akibat penurunan nafsu makan. Perbedan pada hasil
pengkajian dipengaruhi oleh faktor resiko dan penyakit pemberat yang diderita
kedua partisipan.
2. Diagnosa
Diagnosa keperawatan berdasarkan prioritas masalah antara Partisipan I dan
Partisipan II sama untuk dua diagnosa yaitu ketidakefektifan bersihan jalan
nafas berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga merawat anggota yang
sakit dan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakmampuan keluarga merawat anggota yang sakit. Sedangkan
diagnosa ketiga pada Partisipan I adalah resiko penularan TB Paru
berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga mengenal masalah dan
memodifikasi lingkungan rumah dan diagnosa ketiga Partisipan II adalah
hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga
merawat anggota yang sakit.
3. Intervensi
Intervensi yang dilakukan dirumuskan berdasarkan diagnosa yang telah
didapatkan dan berdasarkan 5 tugas khusus keluarga yaitu mengenal masalah,
memutuskan tindakan, merawat anggota keluarga yang sakit, memodifikasi
lingkungan dan pemanfaatan pelayanan kesehatan.
4. Implementasi
Implementasi dilakukan selama 5 hari dari tanggal 18 Mei sampai 22 Mei 2017
dengan 2 kali kunjungan setiap hari. Implementasi dilakukan berdasarkan
intervensi keperawatan yang telah dibuat dengan menggunakan metode
konseling, diskusi, demonstrasi, dan penyuluhan. Dalam pelaksanaan ada
beberapa implementasi yang digabung seperti tugas khusus keluarga pertama
dan kedua yaitu mengenal masalah kesehatan dan mengambil keputusan
tindakan kesehatan yang tepat. Dalam penatalaksanaan implementasi ada
masalah karena Partisipan II sering menolak implementasi yang dilakukan
karena menganggap dirinya tidak sakit.
5. Evaluasi
Pada tahap akhir peneliti melakukan evaluasi berdasarkan catatan
perkembangan dengan metode SOAP setiap selesai melakukan kunjungan pada
kedua partisipan. Peneliti juga melakukan evaluasi keseluruhan untuk semua
implementasi yang dilakukan sebelum terminasi pada tanggal 22 Mei 2017.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, penulis memberikan saran sebagi berikut :
1. Bagi Pimpinan Puskesmas Andalas Kota Padang
Melalui pimpinan puskesmas Andalas Kota Padang hasil studi kasus ini dapat
digunakan sebagai tambahan informasi dalam mengembangkan program
perkesmas di keluarga dengan TB Paru seperti pemantauan berat badan setelah
menjalani pengobatan, konseling kepada keluarga mencegah penularan dan
pemeriksaan dahak untuk seluruh anggota keluarga.
Aspiani, Reny Yuli. 2014. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Gerontik. Jakarta:
Trans Info Media.
Badan Pusat Statistik. 2015. Statistik Penduduk Lanjut Usia tahun 2014. Jakarta
http://www.bappenas.go.id/files/data/Sumber_Daya_Manusia_dan_Kebud
ayaan/StatistikPendudukLanjutUsiaIndonesia2014.pdf (Diakses 09 Januari
2017 Jam: 20.41 WIB).
Dinas Kesehatan Kota Padang. 2014. Profil Kesehatan Kota Padang tahun 2013.
Padang https://dinkeskotapadang1.files.wordpress.com/2014/08/profil-
tahun-2013-edisi-2014.pdf (Diakses 10 Maret 2017 Jam: 00.49 WIB).
Friedman, Marilyn M. 2010. Buku Ajar : Keperawatan Keluarga Riset, Teori &
Praktik. Jakarta : EGC
Kemenkes RI. 2013. Hasil Riset Kesehatan Dasar Tahun 2013. Jakarta
http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil%20Riskesdas%
202013.pdf (Diakses 08 Januari 2017 Jam: 11.38 WIB).
Smeltzer, Suzanne C & Brenda G. Bare. 2015. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Brunner & Suddarth. Jakarta : EGC
Stanley, M dan Beare P.G. 2007. Buku Ajar Keperawatan Gerontik Edisi 2.
Jakarta. EGC
Yuda, Hendri Tamara. 2013. Pengalaman Keluarga Dalam Merawat Lansia yang
Menderita TBC Di Kecamatan Gombong. Yogyakarta: Jurnal Penelitian
STIKES Muhammadiyah Gombong
http://digilib.fkik.umy.ac.id/files/disk1/19/yoptumyfkpp-gdl-endritamar-
933-1-hendrit-a.pdf (Diakses 13 Maret Jam: 11.3
LAMPIRAN 1
LAMPIRAN 2
LAMPIRAN 3
LAMPIRAN 5
LAMPIRAN 6
LAMPIRAN 7
LAMPIRAN 8
LAMPIRAN 9
LAMPIRAN 10
LAMPIRAN 11
LAMPIRAN 12
LAMPIRAN 13