Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Rumah sakit merupakan tempat pelayanan pasien dengan berbagai macam penyakit
diantaranya penyakit karena infeksi, dari mulai yang ringan sampai yang terberat, dengan begitu
hal ini dapat menyebabkan risiko penyebaran infeksi dari satu pasien ke pasien lainnya. Mutu
pelayanan di rumah sakit dapat dinilai melalui berbagai indicator. Salah satunya adalah penilaian
terhadap upaya pengendalian infeksi nosocomial menjadi tolak ukur mutu pelayanan suatu
rumah sakit dan menjadi standar penilaian akreditasi (Handiyani H, 2004) blm tau pengarang
sesungguhnya (Atmadja, 2012). Rumah sakit adalah tempat untuk mencari kesembuhan tetapi
bisa juga merupakan sumber dari berbagai penyakit, yang berasal dari penderita maupun dari
pengunjung yang berstatus karir. Kuman penyakit ini dapat hidup dan berkembang di lingkungan
rumah sakit, seperti udara, air, lantai, makanan, perabotan rumah sakit dan peralatan medis
maupun non medis (Tombokan, Waworuntu and Buntuan, 2016). Rumah sakit merupakan
tempat yang memudahkan penularan berbagai penyakit infeksi (Nugraheni, Suhartono and
Winarni, 2012)

Infeksi nosocomial (Hospital Acquired Infection/Nosocomial Infection) adalah infeksi yang


didapat dari rumah sakit atau ketika penderita itu dirawat di rumah sakit. Nosocomial berasal
dari kata Yunani nosocomium yang berarti rumah sakit. Jadi kata nosocomial artinya “yang
berasal dari rumah sakit”, sementara kata infeksi artinya terkena hama penyakit. Infeksi ini baru
timbul sekurang-kurangnya dalam waktu 3 x 24 jam sejak mulai dirawat dan bukan infeksi
kelanjutan perawatan sebelumnya (Nugraheni, Suhartono and Winarni, 2012). Infeksi
nosocomial merupakan salah satu penyebab meningkatnya angka kesakitan (morbidity) dan
angka kematian (mortility) di rumah sakit. Infeksi nosocomial dapat menjadi masalah kesehatan
baru, baik di negara berkembang maupun negara maju. Oleh karena itu rumah sakit dituntut
untuk dapat memberikan pelayanan yang bermutu sesuai dengan standar yang sudah ditentukan
dan harus diterapkan oleh semua kalangan petugas kesehatan (Salawati, 2012)

Infeksi nosocomial dapat terjadi karena beberapa factor, salah satunya adalah karena adanya
agen penyakit berupa bakteri. Bakteri penyebab infeksi nosocomial didapat dari dalam tubuh
penderita sendiri (endogen) maupun dari luar penderita (eksogen). Pada umumnya, bakteri
eksogen didapatkan dari lingkungan rumah sakit, yaitu pada peralatan kesehatan, bahan cairan,
tangan tenaga medis, udara di ruang perawatan, perabotan ruang perawatan, dan ruang perawatan
inap pasien itu sendiri (Japanto, Soeliongan and Rares, 2016). Penularan dapat terjadi melalui
cara silang (cross infection) dari satu pasien kepada pasien yang lainnya atau infeksi diri sendiri
di mana kuman sudah ada pada pasien kemudian melalui suatu migrasi (gesekan) pindah tempat
dan di tempat yang baru menyebabkan infeksi (self infection atau auto infection). Tidak hanya
pasien rawat yang dapat tertular, tapi juga seluruh personil rumah sakit yang berhubungan
dengan pasien, juga penunggu dan pengunjung pasien. Infeksi ini dapat terbawa ke tengah
keluarganya masing – masing. Sebagai sumber penularan dan cara penularan terutama melalui
tangan, jarum suntik, kateter intravena, kateter urin, kain kasa atau verban, cara keliru dalam
menangani luka, peralatan operasi yang terkontaminasi, dan lain – lain (Zulkarnain,2009).
Infeksi nosocomial banyak terjadi di seluruh dunia dengan kejadian terbanyak di negara miskin
dan negara yang sedang berkembang karena penyakit – penyakit infeksi masih menjadi penyebab
utamanya (Nugraheni, Suhartono and Winarni, 2012). Kejadian infeksi nosocomial lebih tinggi
di rumah sakit pendidikan oleh karena lebih banyak dilakukan tindakan pemeriksaan (diagnostik)
dan pengobatan yang bersifat invasive (Zulkarnain,2009). Organisme yang menyebabkan infeksi
nosocomial dalam NICU paling sering dibawa oleh tangan dari dokter, perawat, fisioterapis, dan
personil lain (Barbara C.C.Lam, 2004) blm tau pengarang. Efek dari infeksi nosocomial sangat
bervariasi mulai dari ketidaknyamanan yang berkepanjangan atau disabilitas permanen, dan
sebagian kecil kasus berakibat pada kematian pasien (Burke, 2003) blm tau
pengarangnya(Setiawati, 2009). Berbagai prosedur penanganan pasien memungkinkan petugas
terpajan dengan kuman yang berasal dari pasien. Hal ini didukung oleh penelitian Eaton (2005)
yang menyatakan bahwa modus terbesar terjadinya infeksi nosocomial adalah penularan antar
pasien melalui tangan tenaga kesehatan. Beberapa factor yang turut berperan terhadap terjadinya
infeksi nosocomial pada masa neonatus adalah ibu yang kurang mengindahkan kebersihan pada
waktu merawat bayinya, bayi yang mendapat pengganti air susu ibu (PASI), perlengkapan bayi
seperti kain, popok, pakaian, tempat tidur, selimut dan lain – lain yang tidak bersih/steril, debu
yang mengandung mikroorganisme pathogen ditempat bayi yang dirawat, infeksi silang yang
terjadi diantara sesame bayi yang dirawat, terutama di tempat perawatan bayi yang jumlahnya
dalam satu ruangan melebihi kapasitas yang tersedia, para petugas di bangsal bayi baru lahir, alat
yang dipakai untuk pemeriksaan tambahan (Lubis, 2003) blm tau pengarangnya (Setiawati,
2009). Kuman penyebab infeksi nosocomial yang tersering adalah Proteus, E.coli, S.aureus, dan
Pseudo-monas. Selain itu terdapat juga peningkatan infeksi nosocomial oleh kuman
Enterococcocus faecalis (Streptococcus faecalis) (Zulkarnain,2009) belum tau pengarangnya.

Ruang NICU (Neonatal Intensive Care Unit) dan PICU (Pediatric Intensive Care Unit)
adalah ruang perawatan intensif untuk bayi (sampai usia 28 hari) dan anak – anak yang
memerlukan pengobatan dan perawatan khusus, guna mencegah dan mengobati terjadinya
kegagalan organ – organ vital, misalnya berat badan rendah, fungsi pernafasan kurang sempurna,
premature, mengalami kesulitan dalam persalinan, menunjukkan tanda – tanda mengkuatirkan
dalam beberapa hari pertama kehidupan. Unit perawatan untuk bayi yang beresiko tinggi dengan
gangguan dan komplikasi berat lainnya. Pelayanan NICU memiliki tim transport NICU yang
terdiri dari para perawat NICU dan doker. Ruangan PICU adalah pelayanan intensif untuk anak –
anak yang membutuhkan perawatan khusus. Unit perawatan yang merawat pasien anak (29 hari
– 14 tahun) dengan keadaan gawat atau berat yang sewaktu – waktu dapat meninggal, dan
mempunyai harapan untuk sembuh apabila dirawat secara intensif. Tujuan perawatan di ruang
NICU dan PICU adalah untuk memberikan pelayanan perawatan yang optimal untuk bayi baru
lahir - bayi, dimana keadaanya sewaktu – waktu dapat meninggal.

Survei prevalensi yang dilakukan oleh World Health Organization (WHO) di 55 rumah sakit
dari 14 negara yang mewakili 4 wilayah kerja WHO (Eropa, Mediterania, Asia Tenggara dan
Pasifik Barat) menunjukkan rata – rata 8,7% dari pasien yang dirawat di rumah sakit mengalami
infeksi nosocomial dan frekuensi tertinggi infeksi nosocomial dilaporkan dari rumah sakit di
Asia Tenggara dengan prevalensi 11% (Tombokan, Waworuntu and Buntuan, 2016). Data dari
Centers for Disease Control and Prevention (CDC), National Nosocomial Infection Surveillance
(NNIS) antara tahun 1992 – 1997 infeksi ini menempati posisi keempat penyebab kematian di
Amerika Serikat dan terdapat 20.000 kematian tiap tahunnya akibat infeksi nosocomial ini. Dari
40 juta penderita yang dirawat di rumah sakit pertahun, didapatkan angka Infeksi Nosokomial
anatar 5 – 10 % (18% diantaranya dengan lebih dari 1 macam Infeksi Nosokomial) dengan angka
kematian 1% (Baharutan, Rares and Soeliongan, 2015). Penelitian dari berbagai universitas di
Amerika Serikat menyebutkan bahwa pasien ICU mempunyai kekerapan infeksi nosocomial 5 –
8 kali lebih tinggi. Systemtic review of the literature conducted by WHO menyatakan bahwa
prevalensi tertinggi infeksi nosocomial adalah ICU sebesar 28,2%, surgery sebesar 26,4%,
mixed population sebesar 23,6%, pediatric sebesar 18,2%, dan other high risk patient sebesar
3,6%. Angka infeksi nosocomial pada bangsal anak terjadi paling tinggi pada umur <1 tahun.
Angka infeksi tertinggi (terutama infeksi sistemik) terjadi di NICU (Neonatal Intensive Care)
oleh karena risiko infeksi bertambah tinggi (misal pada bayi berat badan lahir rendah). Bayi
premature 500 – 1000 gram jika mereka hidup mempunyai risiko tinggi untuk infeksi (Soedarmo
dkk, 2008) blm tau pengarang

Di Indonesia infeksi nosocomial mencapai 15,74% jauh diatas negara maju yang berkisar 4,8
– 15,5% (Firmansyah, 2007). Di 10 RSU pendidikan di Indonesia, infeksi nosocomial cukup
tinggi yaitu 6 – 16% dengan rata rata 9,8% pada tahun 2010. Infeksi nosocomial paling umum
terjadi adalah infeksi luka operasi (ILO). Hasil penelitian terdahulu menunjukkan bahwa angka
kejadian ILO pada rumah sakit di Indonesia bervariasi anatar 2 – 18% dari keselurahan prosedur
pembedahan (Nugraheni, Suhartono and Winarni, 2012). Di ruang intensif, infeksi nosocomial
lebih sering terjadi dibandingkan dengan bangsal rawat biasa. Secara universal di seluruh dunia,
5 – 10% pasien memperoleh infeksi nosocomial, 20 – 30% bagi pasien yang menjalani
perawatan intensif (ICU) (Erasmus et al., 2010). blm tau Kelompok yang juga sangat rentan
terhadap infeksi nosocomial adalah anak – anak, terutama anak yang masih sangat muda yang
baru lahir dan berada di ruangan neonatal intensive care unit (NICU). Jumlah insiden di NICU
sebanyak 14,2% atau 11,7% per 1000 per hari. Factor resiko yang mendukung terjadinya infeksi
nosocomial pada neonatus ini adalah berat lahir, usia getasi kurang dan pemasangan infus
(Lachassinne, Letamendia-Richard & Gaudelus, 2005) blm tau pengarangnya (Setiawati, 2009).
Menurut Depkes RI (2011), angka kejadian infeksi di rumah sakit sekitar 3 – 21% (rata – rata
9%) atau lebih 1,4 juta pasien rawat inap di rumah sakit seluruh dunia. Berdasarkan latar
belakang masalah diatas, peneliti tertarik untuk mengetahui perbandingan penyebab infeksi
nosocomial pada ruang NICU dan PICU.
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas dapat dirumuskan masalah “apakah ada perbandingan
penyebab infeksi nosocomial pada ruang NICU dan PICU ?”

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui perbandingan penyebab infeksi nosocomial pada ruang NICU dan
PICU
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui penyebab infeksi nosocomial pada ruang NICU
b. Untuk mengetahui penyebab infeksi nosocomial pada ruang PICU
D. Manfaat
Manfaat yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah :
a. Bagi Akademisi
Bagi kalangan akademisi hasil penelitian diharapkan dapat menjadi dokumen
akademik dalam pelaksanaan penelitian di bidang bakteriologi dimasa yang akan
datang.
b. Bagi Institusi
Sebagai masukan bagi para klinisi untuk mengoptimalkan pengelolaan dan
pencegahan infeksi nosocomial.
c. Bagi Peneliti
Sebagai pemahanan dan pengetahuan tentang penyebab penyakit infeksi nosokomial
d. Bagi Masyarakat
Sebagai himbauan bagi masyarakat untuk berhati – hati saat berada di kawasan rumah
sakit.

Anda mungkin juga menyukai