Anda di halaman 1dari 72

MAKALAH

KEPERAWATAN GERONTIK
ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA PADA
GANGGUAN SISTEM MUSKULOSKLETAL DAN GANGGUAN
SISTEM INTEGUMEN DENGAN RHEUMATHOID ARTHRITIS

Disusun Oleh :
Kelompok 7 / Kelas 7B
1. Alvianita Mulya P. (1130017047)
2. Farrah Fatati (1130017076)

Fasilitator :
Iis Noventi S.Kep.,Ns.,M.Kep.

PRODI S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SUARABAYA
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
dengan rahmad- Nya kami dapat menyelesaikan tugas makalah Keperawatan
Gerontik. Tanpa ridho- Nya mungkin kami tidak dapat menyelesaikan tugas ini tepat
pada waktunya. Makalah ini disusun agar pembaca dapat mengetahui asuhan
keperawatan pada lansia dengan gangguan sistem muskuloskletal dan gangguan
sistem integumen. Penyusun mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing
mata kuliah Keperawatan Gerontik dan teman – teman yang telah membantu
penyusunan sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik.

Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada
pembaca. Walaupum makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Penyusun
menyadari bahwa makalah ini tidaklah sempurna. Oleh karena itu, kritik yang dapat
membangun dari para pembaca sangat diharapkan penyusun. Terima kasih.

Surabaya, 28 Oktober 2020

Penyusun

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...........................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN.....................................................................................1
1.1 Latar Belakang....................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...............................................................................2
1.3 Tujuan..................................................................................................2
1.4 Manfaat................................................................................................3
BAB 2 TINJAUAN TEORI..................................................................................4
2.1 Konsep Dasar Lansia...........................................................................4
2.1.1 Definisi Lansia...........................................................................4
2.1.2 Batasan Usia Lansia...................................................................4
2.2 Proses Menua......................................................................................5
2.2.1 Teori Proses Menua....................................................................5
2.2.2 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Proses Ketuaan...............7
2.2.3 Perubahan – Perubahan yang Terjadi pada Lansia.....................7
2.3 Sitem Muskuloskletal..........................................................................11
2.3.1 Anatomi dan Fisiologi................................................................11
2.3.2 Masalah Muskuloskletal pada Lansia.........................................16
2.4 Sistem Integumen................................................................................17
2.4.1 Anatomi dan Fisiologi................................................................17
2.4.2 Masalah Integumen pada Lansia................................................21
2.5 Rheumathiod Arthritis.........................................................................24
2.5.1 Definisi Rheumathiod Arthritis..................................................24
2.5.2 Etiologi dan Faktor Risiko Rheumathiod Arthritis....................24
2.5.3 Patofisiologi Rheumathiod Arthritis..........................................26
2.5.4 WOC...........................................................................................29

iii
2.5.5 Manifestasi Klinis Rheumathiod Arthritis.................................29
2.5.6 Komplikasi Rheumathiod Arthritis............................................30
2.5.7 Pemeriksaan Penunjang Rheumathiod Arthritis.........................31
2.5.8 Penatalaksanaan Rheumathiod Arthritis....................................32
BAB 3 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS.............................35
3.1 Pengkajian...........................................................................................35
3.2 Diagnosa..............................................................................................37
3.3 Implementasi.......................................................................................38
3.4 Intervensi.............................................................................................42
3.5 Evaluasi ..............................................................................................42
BAB 4 PEMBAHASAN........................................................................................43
4.1 Kasus Rheumathiod Arthritis..............................................................43
4.2 Asuhan Keperawatan...........................................................................43
4.3 Jurnal...................................................................................................64
BAB 5 PENUTUP.................................................................................................68
5.1 Simpulan...............................................................................................68
5.2 Saran.....................................................................................................68
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................69

iv
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perubahan-perubahan akan terjadi pada tubuh manusia sejalan dengan makin
meningkatnya usia. Perubahan tubuh terjadi sejak awal kehidupan hingga usia
lanjut pada semua organ dan jaringan tubuh , keadaan demikian itu tampak pula
pada semua system musculoskeletal dan jaringan lainnya yang ada kaitannya
dengan kemungkinan timbulnya beberapa golongan reumatik. Sistem
muskuloskeletal terdiri dari kata muskulo yang berarti otot dan kata skeletal yang
berarti tulang. Muskulo atau muskular adalah jaringan otot-otot tubuh. Ilmu yang
mempelajari tentang muskulo atau jaringan otot-otot tubuh adalah myologi.
Skeletal atau osteo adalah tulang kerangka tubuh, yang terdiri dari tulang dan
sendi. Ilmu yang mempelajari tentang skeletal atau osteo tubuh adalah osteology
(Wahyuningsih, 2017).
Penderita arthritis rheumatoid pada lansia diseluruh dunia telah mencapai
angka 355 juta jiwa, artinya 1 dari 6 lansia didunia inimenderita reumatik.
Diperkirakan angka ini terus meningkat hingga tahun 2025 dengan indikasi lebih
dari 25% akan mengalami kelumpuhan. Diperkirakan jumlah penderita
rheumatoid arthritis di Indonesia 360.000 orang lebih (Tunggal, 2012). Organisasi
kesehatan dunia (WHO) melaporkan bahwa 20% penduduk dunia terserang
penyakit arthritis rheumatoid,dimana 5-10% adalah merekayang berusia 5-20
tahun dan 20% mereka yang berusia 55 tahun (WHO, 2012).
Arthritis rheumatoid adalah penyakit autoimun yang disebabkan karena
adanya peradangan atau inflamasi yang dapat menyebabkan kerusakan sendi dan
nyeri. Nyeri dapat muncul apabila adanya suatu rangsangan yang mengenai
reseptor nyeri. Penyebab arthritis rheumatoid belum diketahui secara pasti,
biasanya hanya kombinasi dari genetic, lingkungan, hormonal, dan faktor system
reproduksi. Namun faktor pencetus terbesar adalah faktor infeksi seperti bakteri,
mikroplasma dan virus (Yuliati, et.a., 2013).

1
2

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut

1. Bagaimana konsep dasar lansia ?


2. Bagaimana proses menua ?
3. Bagaimana sistem muskuloskletal ?
4. Bagaimana sistem integument ?
5. Bagaimana konsep dasar rheumatoid arthrtitis ?
6. Bagaimana asuhan keperawatan teoritis pada pasien rheumatoid arthritis?
7. Bagaimana asuhan keperawatan pada kasus pasien rheumatoid arthritis?

1.3 Tujuan

Adapun tujuan penulis sebagai berikut adalah :

1. Tujuan Umum
Mengetahui tentang asuhan keperawatan pada lansia dengan rheumatoid
arthritis
2. Tujuan Khusus
1. Mengetahui tentang konsep dasar lansia
2. Mengetahui tentangproses menua
3. Mengetahui tentangsistem muskuloskletal
4. Mengetahui tentang sistem integument
5. Mengetahui tentang konsep dasar rheumatoid arthrtitis
6. Mengetahui tentang asuhan keperawatan teoritis pada pasien rheumatoid
arthritis
7. Mengetahui tentang asuhan keperawatan pada kasus pasien rheumatoid
arthritis
3

1.4 Manfaat

1. Bagi Penulis
Memperoleh pengetahuan tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan
rheumatoid arthritis serta meningkatkan keterampilan dan wawasan.
2. Bagi pembaca
Memperoleh dan menambah wawasan mengenai asuhan keperawatan pada
pasien dengan rheumatoid arthritis.
3. Bagi FKK
Bahan masukan bagi calon perawat dalam meningkatkan mutu pelayanan
keperawatan dengan asuhan keperawatan pada pasien dengan rheumatoid
arthritis.
BAB 2

TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Dasar Lansia


2.1.1 Definisi Lansia
Lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas.
Menua bukanlah suatu penyakit, tetapi merupakan proses yang berangsur-
angsur mengakibatkanperubahan kumulatif, merupakan proses menurunnya
daya tahan tubuh dalammenghadapi rangsangan dari dalam dan luar tubuh.
Banyakdiantara lanjut usia yang masih produktif dan mampu berperan aktif
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Upaya
peningkatan kesejahteraan sosial lanjutusia pada hakikatnya merupakan
pelestarian nilai-nilai keagamaan dan budaya bangsa.Menua atau menjadi tua
adalah suatu keadaaan yang terjadi di dalam kehidupanmanusia. Proses menua
merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya dimulai dari suatuwaktu
tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan. Menjadi tua merupakan
prosesalamiah yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap kehidupan,
yaitu anak, dewasa dan tua (Siti Nur Kholifah, 2016).
2.1.2 Batasan Usia Lansia
1) WHO (1999) dalam menjelaskan batasan lansia adalah sebagai berikut :
a. Usia lanjut (elderly) antara usia 60-74 tahun,
b. Usia tua (old) :75-90 tahun, dan
c. Usia sangat tua (very old) adalah usia > 90 tahun.
2) Depkes RI (2005) menjelaskan bahwa batasan lansia dibagi menjadi tiga
katagori, yaitu:
a. Usia lanjut presenilis yaitu antara usia 45-59 tahun,
b. Usia lanjut yaitu usia 60 tahun ke atas,
c. Usia lanjut beresiko yaitu usia 70 tahun ke atas atau usia 60 tahun ke
atasdengan masalah kesehatan.

4
5

2.2 Proses Menua


Proses menua adalah proses alamiah kehidupan yang terjadi mulai dari awal
seseorang hidupdan memiliki beberapa fase yaitu anak, dewasa dan tua
(Lilik,2016).
2.2.1 Teori Proses Menua
Berikut adalah teori – teori proses menua (Siti Nur Kholifah, 2016)
A. Teori – Teori Biologi
1. Teori genetik dan mutasi (somatic mutatie theory).
Menurut teori ini menua telah terprogram secara genetik untuk
spesies – spesiestertentu. Menua terjadi sebagai akibat dari perubahan
biokimia yang deprogram oleh molekul – molekul / DNA dan setiap
sel pada saatnya akan mengalamimutasi. Sebagai contoh yang khas
adalah mutasi dari sel – sel kelamin (terjadipenurunan kemampuan
fungsional sel)
2. Reaksi dari kekebalan sendiri (auto immune theory).
Di dalam proses metabolisme tubuh, suatu saat diproduksi
suatu zat khusus. Adajaringan tubuh tertentu yang tidak tahan terhadap
zat tersebut sehingga jaringantubuh menjadi lemah dan sakit.
3. Teori “immunology slow virus” (immunology slow virus theory).
Sistem immune menjadi efektif dengan bertambahnya usia dan
masuknya viruskedalam tubuh dapat menyebabkan kerusakan organ
tubuh.
4. Teori stress.
Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa digunakan
tubuh. Regenerasijaringan tidak dapat mempertahankan kestabilan
lingkungan internal, kelebihanusaha dan stres menyebabkan sel-sel
tubuh lelah terpakai.
5. Teori radikal bebas.
Radikal bebas dapat terbentuk dialam bebas, tidak stabilnya
radikal bebas(kelompok atom) mengakibatkan osksidasi oksigen
6

bahan-bahan organik sepertikarbohidrat dan protein. Radikal bebas ini


dapat menyebabkan sel-sel tidakdapat regenerasi.
6. Teori rantai silang.
Sel-sel yang tua atau usang , reaksi kimianya menyebabkan
ikatan yang kuat,khususnya jaringan kolagen. Ikatan ini menyebabkan
kurangnya elastis,kekacauan dan hilangnya fungsi.
7. Teori program
Kemampuan organisme untuk menetapkan jumlah sel yang
membelah setelahsel-sel tersebut mati.
B. Teori Kejiwaan Sosial
1. Aktivitas atau kegiatan (activity theory).
Lansia mengalami penurunan jumlah kegiatan yang dapat
dilakukannya. Teori inimenyatakan bahwa lansia yang sukses adalah
mereka yang aktif dan ikut banyakdalam kegiatan sosial.
2. Ukuran optimum (pola hidup) dilanjutkan pada cara hidup dari lansia.
Mempertahankan hubungan antara sistem sosial dan individu
agar tetap stabildari usia pertengahan ke lanjut usia.
3. Kepribadian berlanjut (continuity theory).
Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada lansia.
Teori inimerupakan gabungan dari teori diatas. Pada teori ini
menyatakan bahwaperubahan yang terjadi pada seseorang yang lansia
sangat dipengaruhi oleh tipepersonality yang dimiliki.
4. Teori pembebasan (disengagement theory)
Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia, seseorang
secaraberangsur-angsur mulai melepaskan diri dari kehidupan
sosialnya. Keadaan inimengakibatkan interaksi sosial lanjut usia
menurun, baik secara kualitas maupunkuantitas sehingga sering
terjaadi kehilangan ganda (triple loss), yakni :
a. Kehilangan peran
b. Hambatan kontak sosial
7

c. Berkurangnya kontak komitmen


2.2.2 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Proses Ketuaan
1. Hereditas atau ketuaan genetik.
2. Nutrisi atau makanan
3. Status kesehatan
4. Pengalaman hidup
5. Lingkungan
6. Stress
2.2.3 Perubahan – Perubahan yang terjadi pada Lansia
Perubahan – perubahan yang terjadi pada lansia (Siti Nur Kholifah, 2016)
A. Perubahan Fisik
1. Sistem Indra.
Sistem pendengaran; Prebiakusis (gangguan pada
pendengaran) oleh karenahilangnya kemampuan (daya) pendengaran
pada telinga dalam, terutamaterhadap bunyi suara atau nada-nada yang
tinggi, suara yang tidak jelas, sulitdimengerti kata-kata, 50% terjadi
pada usia diatas 60 tahun.
2. Sistem Intergumen.
Pada lansia kulit mengalami atropi, kendur, tidak elastiskering
dan berkerut. Kulit akan kekurangan cairan sehingga menjadi tipis
danberbercak. Kekeringan kulit disebabkan atropi glandula sebasea
dan glandulasudoritera, timbul pigmen berwarna coklat pada kulit
dikenal dengan liver spot.
3. Sistem Muskuloskeletal.
Perubahan sistem muskuloskeletal pada lansia:
a. Jaringan penghubung (kolagendan elastin), kartilago, tulang, otot
dan sendi. Kolagen sebagai pendukungutama kulit, tendon, tulang,
kartilago dan jaringan pengikat mengalamiperubahan menjadi
bentangan yang tidak teratur. Kartilago: jaringan kartilagopada
persendian menjadi lunak dan mengalami granulasi, sehingga
8

permukaansendi menjadi rata. Kemampuan kartilago untuk


regenerasi berkurang dandegenerasi yang terjadi cenderung kearah
progresif, konsekuensinya kartilagopada persendiaan menjadi
rentan terhadap gesekan.
b. Tulang: berkurangnyakepadatan tulang setelah diamati adalah
bagian dari penuaan fisiologi, sehinggaakan mengakibatkan
osteoporosis dan lebih lanjut akan mengakibatkan nyeri,deformitas
dan fraktur.
c. Otot: perubahan struktur otot pada penuaan sangatbervariasi,
penurunan jumlah dan ukuran serabut otot, peningkatan
jaringanpenghubung dan jaringan lemak pada otot mengakibatkan
efek negatif. Sendi;pada lansia, jaringan ikat sekitar sendi seperti
tendon, ligament dan fasiamengalami penuaan elastisitas.
Penurunan fungsi system musculoskeletal pada lansia dapat
menyebabkan beberapa perubahan seperti asteorhitis, osteoporosis
yang dapat memunculkan keluhan nyeri, kekakuan pada sendi,
hilangnya pergerakan, dan muncul tanda-tanda inflamasi,
pembengkakan serta mengakibatkan gangguan mobilitas (Martono,
2014).
4. Sistem kardiovaskuler.
Perubahan pada sistem kardiovaskuler pada lansia adalah
massa jantungbertambah, ventrikel kiri mengalami hipertropi sehingga
peregangan jantungberkurang, kondisi ini terjadi karena perubahan
jaringan ikat. Perubahan inidisebabkan oleh penumpukan lipofusin,
klasifikasi SA Node dan jaringankonduksi berubah menjadi jaringan
ikat.
5. Sistem respirasi.
Pada proses penuaan terjadi perubahan jaringan ikat paru,
kapasitas total parutetap tetapi volume cadangan paru bertambah untuk
mengkompensasi kenaikanruang paru, udara yang mengalir ke paru
9

berkurang. Perubahan pada otot,kartilago dan sendi torak


mengakibatkan gerakan pernapasan terganggu dankemampuan
peregangan toraks berkurang.
6. Pencernaan dan Metabolisme.
Perubahan yang terjadi pada sistem pencernaan, seperti
penurunan produksisebagai kemunduran fungsi yang nyata karena
kehilangan gigi, indra pengecapmenurun, rasa lapar menurun
(kepekaan rasa lapar menurun), liver (hati) makinmengecil dan
menurunnya tempat penyimpanan, dan berkurangnya aliran darah.
7. Sistem perkemihan.
Pada sistem perkemihan terjadi perubahan yang signifikan.
Banyak fungsi yangmengalami kemunduran, contohnya laju filtrasi,
ekskresi, dan reabsorpsi olehginjal.
8. Sistem saraf.
Sistem susunan saraf mengalami perubahan anatomi dan atropi
yang progresifpada serabut saraf lansia. Lansia mengalami penurunan
koordinasi dankemampuan dalam melakukan aktifitas sehari-hari.
9. Sistem reproduksi.
Perubahan sistem reproduksi lansia ditandai dengan
menciutnya ovary danuterus. Terjadi atropi payudara. Pada laki-laki
testis masih dapat memproduksispermatozoa, meskipun adanya
penurunan secara berangsur-angsur.
B. Perubahan Kognitif
1. Memory (Daya ingat, Ingatan)
2. IQ (Intellegent Quotient)
3. Kemampuan Belajar (Learning)
4. Kemampuan Pemahaman (Comprehension)
5. Pemecahan Masalah (Problem Solving)
6. Pengambilan Keputusan (Decision Making)
7. Kebijaksanaan (Wisdom)
10

8. Kinerja (Performance)
9. Motivasi
C. Perubahan mental
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental :
1. Perubahan fisik, khususnya organ perasa.
2. Kesehatan umum
3. Tingkat pendidikan
4. Keturunan (hereditas)
5. Lingkungan
6. Gangguan syaraf panca indera, timbul kebutaan dan ketulian.
7. Gangguan konsep diri akibat kehilangan kehilangan jabatan.
8. Rangkaian dari kehilangan , yaitu kehilangan hubungan dengan teman
dan famili.
9. Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap
gambaran diri,perubahan konsep diri.
D. Perubahan spiritual.
Agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupannya.
Lansia semakinmatang (mature) dalam kehidupan keagamaan, hal ini
terlihat dalam berfikir danbertindak sehari-hari.
E. Perubahan Psikososial
1. Kesepian.
Terjadi pada saat pasangan hidup atau teman dekat meninggal
terutama jikalansia mengalami penurunan kesehatan, seperti menderita
penyakit fisik berat,gangguan mobilitas atau gangguan sensorik
terutama pendengaran.
2. Duka cita (Bereavement).
Meninggalnya pasangan hidup, teman dekat, atau bahkan
hewan kesayangandapat meruntuhkan pertahanan jiwa yang telah
rapuh pada lansia. Hal tersebutdapat memicu terjadinya gangguan fisik
dan kesehatan.
11

3. Depresi.
Duka cita yang berlanjut akan menimbulkan perasaan kosong,
lalu diikuti dengankeinginan untuk menangis yang berlanjut menjadi
suatu episode depresi. Depresijuga dapat disebabkan karena stres
lingkungan dan menurunnya kemampuanadaptasi.
4. Gangguan cemas.
Dibagi dalam beberapa golongan: fobia, panik, gangguan
cemas umum,gangguan stress setelah trauma dan gangguan obsesif
kompulsif, gangguan-gangguantersebut merupakan kelanjutan dari
dewasa muda dan berhubungandengan sekunder akibat penyakit
medis, depresi, efek samping obat, atau gejalapenghentian mendadak
dari suatu obat.
5. Parafrenia.
Suatu bentuk skizofrenia pada lansia, ditandai dengan waham
(curiga), lansiasering merasa tetangganya mencuri barang-barangnya
atau berniatmembunuhnya. Biasanya terjadi pada lansia yang
terisolasi/diisolasi ataumenarik diri dari kegiatan sosial.
6. Sindroma Diogenes.
Suatu kelainan dimana lansia menunjukkan penampilan
perilaku sangatmengganggu. Rumah atau kamar kotor dan bau karena
lansia bermain-maindengan feses dan urin nya, sering menumpuk
barang dengan tidak teratur.Walaupun telah dibersihkan, keadaan
tersebut dapat terulang kembali.
2.3 Sistem Muskuloskletal
2.3.1 Anatomi dan Fisiologi (Wahyuningsih, 2017)
1. Tulang
Tulang terdiri dari sel-sel yang berada pada bagian intraseluler. Tulang
berasal dari embryonic hyaline cartilage yang mana melalui proses
osteogenesis menjadi tulang. Proses ini dilakukan oleh sel-sel yang disebut
osteoblast. Proses mengerasnya tulang akibat menibunnya garam kalsium.
12

Tulang sebagai alat gerak pasif karena hanya mengikutikendali otot. Akan
tetapi tulang tetap mempunyai peranan penting karena gerak tidak
akanterjaditanpa tulang. Tubuh kita memiliki 206 tulang yang membentuk
rangka. Salah satubagian terpenting dari sistem rangka adalah tulang
belakang.
Sel penyusun tulang adalah sebagai berikut :
Tulang tersusun oleh sel osteobast, osteosit, dan osteoclast.
a. Osteobast, merupakan sel tulang muda yang menghasilkan jaringan
osteosit danmengkresikan fosfatase dalam pengendapan kalsium dan
fosfat ke dalam matrikstulang.
b. Osteosit, yaitu sel- sel tulang dewasa yang bertindak sebagai lintasan
untuk pertukarankimiawi melaui tulang yang padat.
c. Osteoclast, yaitu sel-sel yang dapat mengabsorbsi mineral dan matriks
tulang.
Fungsi tulang adalah sebagai berikut :
a. Penyangga berdirinya tubuh, tempat melekatnya ligamen- ligamen, otot,
jaringan lunakdan organ. Membentuk kerangka yang berfungsi untuk
menyangga tubuh dan otot-ototyang melekat pada tulang.
b. Penyimpanan mineral (kalsium dan fosfat) dan lipid (yellow marrow)
atau hemopoesis.
c. Produksi sel darah (red marrow).
d. Pelindung yaitu membentuk rongga melindungi organ yang halus dan
lunak, sertamemproteksi organ-organ internal dari trauma mekanis.
e. Penggerak yaitu dapat mengubah arah dan kekuatan otot rangka saat
bergerak karenaadanya persendian.

Tulang dapat di klasifikasikan dalam lima kelompok berdasarkan


bentuknya
13

a. Tulang Panjang (femur, humerus) terdiri dari satu batang dan dua
epifisis.Batang dibentuk oleh jaringan tulang yang padat. Epifisis
dibentuk oleh spongi bone.
b. Tulang pendek (carpalas) bentuknya tidak teratur dan spongi dengan
suatu lapisan luar dari tulang yang padat.
c. Tulang pendek datar (tengkorak) terdiri dari dua lapisan tulang padat
dengan lapisan luar adalah tulang spongi.
d. Tulang yang tidak beraturan (vertebra)sama seperti tulang pendek.
e. Tulang sesamoid merupakan tulang kecil yang terletak disekitar tulang
yang berdekatan dengan persendian dan didukung oleh tendon dan
jaringan fasial, missal patella (lutut).
2. Otot dibagi menjadi tiga kelompok dengan fungsi utama untuk kontraksi dan
untuk menghasilkan pergerakan dari bagian tubuh atau seluruh tubuh.
Kelompok otot terdiri dari :
a. Otot rangka (otot lurik) didapatkan pada sistem skeletal dan berfungsi
untuk memberikan pengontrolan pergerakan, mempertahnkan sikap
menghasilkan panas.
b. Otot visceral (otot polos) didapatkan pada saluran pencernaan, saluran
perkemihan dan pembuluh darah. Dipengaruhi oleh sistem saraf
otonom dan kontraksinya tidak dibawah control keinginan.
c. Otot jantung didapatkan hanya pada jantung dan kontraksinya tidak
dibawah control keinginan.
3. Kartilago.
Kartilago terdiri dari serat-serat yang dilakukan pada gelatin yang
kuat. Kartilago sangat kuat tapi fleksibel dan tidak bervascular. Nutisi
mencapai ke sel-sel kartilago dengan proses difusi melalui gelatin dari
kapiler-kapiler yang berada di perichondrium (fibros yang menutupi kartilago)
atau sejumlah serat-serat kolagen didapatkan pada kartilago.
4. Ligament.
14

Ligament adalah sekumpulan dari jaringan fibris yang tebal dimana


merupakan akhir dari suatu otot dan berfungsi mengikat suatu tulang
5. Tendon.
Suatu perpanjangan dari pembungkus fibrous yang membungkus
setiap otot yang berkaitan dengan periosteum jaringan penyambung yang
mengelilingi tendon tertentu, khususnya pada pergelangan tangan dan tumit.
Pembungkus ini dibatasi oleh membrane syofial yang memberikan lumbrikasi
untuk memudahkan pergerakan tendon.
6. Fasia.
Permukaan jaringan penyambung longgar yang didapatkan langsung
dibawah kulit sebagai fasia supervisial atau sebagai pembungkus tebal,
jaringan penyambung yang membungkus fibrous yang menyambung otot,
saraf dedan pembuluh darah. Bagian akhir diketahui sebagai fasia dalam.
7. Bursae.
Suatu kantong kecil dari jaringan penyambung dari suatu tempat
dimana digunakan bagian yang bergerak, misalnya terjadi pada kulit dan
tulang antara tendon dan tulang antara otot. Bursae bertindak sebagai
penampang antara bagian yang bergerak seperti pada olecranon bursae,
terletak antara presesus dan kulit.
8. Persendian
Pergerakan tidak akan mungkin terjadi bila kelenturan dalam rangka
tulang tidak ada. Kelenturan dimungkinkan karena adanya persendian, lalu
letak dimana tulang berada bersama-sama. Bentuk dari persendian akan
ditetapkan berdasarkan jumlah dan tipe pergerakkan yang memungkinkan dan
klasifikasi di dasarkan pada jumlah pergerakkan yang dilakukan.
Berdasarkan klasifikasi terdapat 3 kelas utama persendian yaitu :
a. Sinartrosis (Suture) disebut juga dengan sendi mati, yaitu hubungan antara
dua tulangyang tidak dapat digerakkan sama sekali, strukturnya terdiri atas
fibrosa. Artikulasi initidak memiliki celah sendi dan dihubungkan dengan
15

jaringan serabut. Dijumpai padahubungan tulang pada tulang-tulang


tengkorak yang disebut sutura/suture.
b. Amfiartosis disebut juga dengan sendi kaku, yaitu hubungan antara dua
tulang yangdapat digerakkan secara terbatas. Artikulasi ini dihubungkan
dengan kartilago. Dijumpaipada hubungan ruas-ruas tulang belakang,
tulang rusuk dengan tulang belakang.
c. Diartosis disebut juga dengan sendi hidup, yaitu hubungan antara dua
tulang yang dapatdigerakkan secara leluasa atau tidak terbatas, terdiri dari
struktur synovial. Untukmelindungi bagian ujung-ujung tulang sendi, di
daerah persendian terdapat rongga yangberisi minyak sendi/cairan
synovial yang berfungsi sebagai pelumas sendi. Contohnyayaitu sendi
peluru (tangan dengan bahu), sendi engsel (siku), sendi putar (kepala
danleher), dan sendi pelana (jempol/ibu jari). Diartosis dapat dibedakan
menjadi:
1) Sendi engsel yaitu hubungan antar tulang yang memungkinkan
gerakan hanya satuarah saja. Dijumpai pada hubungan tulang Os.
Humerus dengan Os. Ulna dan Os.Radius/sendi pada siku, hubungan
antar Os. Femur dengan Os. Tibia dan Os.Fibula/sendi pada lutut.
2) Sendi putar hubungan antar tulang yang memungkinkan salah satu
tulang berputarterhadap tulang yang lain sebagai porosnya. Dijumpai
pada hubungan antara Os.Humerus dengan Os. Ulna dan Os. Radius,
hubungan antar Os. Atlas dengan Os.Cranium.
3) Sendi pelana/sendi sellari yaitu hubungan antar tulang yang
memungkinkan gerakanke segala arah/gerakan bebas. Dijumpai pada
hubungan Os. Scapula dengan Os.Humerus, hubungan antara Os.
Femur dengan Os. Pelvis virilis.
4) Sendi kondiloid atau elipsoid yaitu hubungan antar tulang yang
memungkinkangerakan berporos dua, dengan gerak ke kiri dan ke
kanan; gerakan maju danmundur; gerakan muka/depan dan belakang.
Ujung tulang yang satu berbentuk ovaldan masuk ke dalam suatu
16

lekuk yang berbentuk elips. Dijumpai pada hubungan Os.Radius


dengan Os. Carpal.
5) Sendi peluru yaitu hubungan antar tulang yang memungkinkan
gerakan ke segalaarah/gerakan bebas. Dijumpai pada hubungan Os.
Scapula dengan Os. Humerus,hubungan antara Os. Femur dengan Os.
Pelvis virilis.
6) Sendi luncur yaitu hubungan antar tulang yang memungkinkan
gerakan badanmelengkung ke depan (membungkuk) dan ke belakang
serta gerakan memutar(menggeliat). Hubungan ini dapat terjadi pada
hubungan antarruas tulang belakang,persendian antara pergelangan
tangan dan tulang pengumpil.
2.3.2 Masalah Muskuloskeletal pada Lansia
Masalah pada musculoskeletal lebih banyak di alami oleh lanjut usia,
sekitar 40% lansia menderita arthritis dan 17% dilaporkan menderita penyakit
kronis lainnya yang terkait dengan sistem musculoskeletal. Penyakit pada
sistem musculoskeletal biasanya tidak berakibat fatal tetapi dapat
menyebabkan penyakit kronis. Kondisi kronis pada sistem musculoskeletal
dapat berdampak pada gangguan fungsi dan ketidakmampuan lansia dalam
merawat diri dan mobilisasi. Kemampuan dalam melakukan aktifitas sehari-
hari seperti : mandi, berpakaian, makan akan terganggu. Tidak hanya itu,
kemampuan lansia dalam mempersiapkan segala kebutuhan dan peralatan
yang dibutuhkannya terkait dengan kebutuhan sehari-hari seperti menyiapkan
makanan, mengatur keungan, transportasi dan merawat rumah juga akan
terganggu. Gangguan fungsional yang dapat menghancurkan orang dewasa
yang lebih tua yang ingin mempertahankan kemandiriannya dan ketika
ketergantungan terjadi maka akan mengakibatkan hilangnya harga diri,
persepsi penurunan kualitas hidup dan depresi.
17

2.4 Sistem Integumen


2.4.1 Anatomi dan Fisiologi
Sistem integumen adalah sistem organ yang paling luas.Integumen
merupakan kata yang berasal dari bahasa Latin integumentum, yang
berarti“penutup”. Sesuai dengan fungsinya, organ-organ pada sistem integumen
berfungsi menutuporgan atau jaringan dalam manusia dari kontak luar.Sistem
integumen terdiri dari organ terbesar dalam tubuh yaitu kulit, yang
melindungistruktur internal tubuh dari kerusakan, mencegah dehidrasi,
penyimpanan lemak danmenghasilkan vitamin dan hormone. Komponen kulit
meliputirambut,kuku,kelenjar keringat, kelenjar minyak, pembuluh darah,
pembuluh getah bening, saraf dan otot (Wahyuningsih, 2017).
1. Kulit
Kulit merupakan organ tubuh paling besar yang melapisi seluruh
bagian tubuh,membungkus daging dan organ-organ yang ada di dalamnya.
Luas kulit pada manusia rata – rata 2 m2, dengan berat 10 kg jika ditimbang
dengan lemaknya atau 4 kg jika tanpa lemak, atau beratnya sekitar 16% dari
berat badan seseorang. Daerah yang paling tebal (66 mm) pada telapak tangan
dan telapak kaki, dan paling tipis (0,5 mm) pada daerah penis. Keberadaan
kulit memegang peranan penting dalam mencegah terjadinya kehilangan
cairan yang berlebihan, dan mencegah masuknya agen-agen yang ada di
lingkungan seperti bakteri, kimia dan radiasi ultraviolet (Wahyuningsih,
2017).
Kulit tersusun atas tiga lapisan, yaitu epidermis, dermis, dan sub
kutan/hypodermis :
a. Epidermis
Epidermis berasal dari ektoderm, terdiri dari beberapa lapis
(multilayer). Epidermis sering kita sebut sebagai kuit luar.Epidermis
merupakan lapisan teratas pada kulit manusiadan memiliki tebal yang
berbeda-beda, yaitu 400-600 μm untuk kulit tebal (kulit pada telapak
tangan dan kaki) dan 75 150 μm untuk kulit tipis (kulit selain telapak
18

tangan dan kaki, memilikirambut). Epidermis dibedakan atas lima lapisan


kulit, yaitu sebagai berikut. (Wahyuningsih, 2017).
1) Lapisan tanduk (stratum corneum)
Lapisan ini merupakan lapisan epidermis yang paling atas, dan
menutupi semua lapisan epidermis lebih ke dalam. Lapisan tanduk
terdiri atas beberapa lapis sel pipih, tidak memilikiinti, tidak
mengalami proses metabolisme, tidak berwarna dan sangat sedikit
mengandungair.Pada telapak tangan dan telapak kaki jumlah baris
keratinosit jauh lebih banyak, karena dibagian ini lapisan tanduk jauh
lebih tebal.Lapisan ini sebagian besar terdiri atas keratin yaitusejenis
protein yang tidak larut dalam air dan sangat resisten terhadap bahan-
bahan kimia.Lapisan ini dikenal dengan lapisan horny, terdiri dari
milyaran sel pipih yang mudah terlepasdan digantikan oleh sel yang
baru setiap 4 minggu, karena usia setiap sel biasanya hanya 28hari.
2) Lapisan bening (stratum lucidum)
Lapisan ini disebut juga denganlapisan barrier, terletak tepat di
bawah lapisan tanduk, dan dianggap sebagai penyambung lapisan
tanduk dengan lapisan berbutir. Lapisan beningterdiri dari protoplasma
sel-sel jernih yang kecil-kecil, tipis dan bersifat translusen
sehinggadapat dilewati sinar (tembus cahaya). Lapisan ini sangat
tampak jelas pada telapak tangan dantelapak kaki. Proses keratinisasi
bermula dari lapisan bening.
3) Lapisan berbutir (stratum granulosum)
Tersusun oleh sel-sel keratinosit berbentuk kumparan yang
mengandung butir-butir didalam protoplasmanya, berbutir kasar dan
berinti mengkerut. Lapisan ini tampak paling jelaspada kulit telapak
tangan dan telapak kaki.
4) Lapisan bertaju (stratum spinosum)
Lapisan ini disebutjuga denganlapisan malphigi, terdiri atas
sel-sel yang saling berhubungan dengan perantaraan jembatan-
19

jembatan protoplasma berbentuk kubus. Jikasel-sel lapisan saling


berlepasan, maka seakan-akan selnya bertaju. Setiap sel berisi
filament-filamenkecil yang terdiri atas serabut protein.
5) Lapisan benih (stratum germinativumatau stratum basale).
Merupakan lapisan terbawah epidermis, dibentuk oleh satu baris sel
torak (silinder) dengan kedudukan tegak lurus terhadap permukaan
dermis. Alas sel-sel torak ini bergerigi danbersatu dengan lamina
basalis di bawahnya. Di dalam lapisan benih terdapat pula sel-sel
bening (clear cells, melanoblas atau melanosit) pembuat pigmen
melanin kulit.
b. Dermis
Dermis atau cutan (cutaneus), yaitu lapisan kulit di bawah epidermis.
Penyusun utamadari dermis adalah kolagen. Membentuk bagian terbesar
kulit dengan memberikan kekuatandan struktur pada kulit, memiliki
ketebalan yang bervariasi bergantung pada daerah tubuhdan mencapai
maksimum 4 mm di daerah punggung. Dermis terdiri atas dua lapisan
denganbatas yang tidak nyata, yaitu stratum papilare dan stratum reticular.
Dermis merupakanbagian yang paling penting di kulit yang sering
dianggap sebagai “True Skin”karena 95% dermis membentuk ketebalan
kulit. Bagian ini terdiri atas jaringan ikat yangmenyokong epidermis dan
menghubungkannya dengan jaringan subkutis.Di dalam lapisan kulit
jangat terdapat dua macam kelenjar yaitu kelenjar keringat (Sudorifora)
dan kelenjar palit (Sebacea).
1) Kelenjar keringat (sudorifora)
Kelenjar keringat terdiri dari fundus (bagian yang melingkar)
dan duet yaitu saluran semacam pipa yang bermuara pada permukaan
kulit membentuk pori-pori keringat. Semuabagian tubuh dilengkapi
dengan kelenjar keringat dan lebih banyak terdapat
dipermukaantelapak tangan, telapak kaki, kening dan di bawah ketiak.
2) Kelenjar palit (sebacea)
20

Kelenjar palit terletak pada bagian atas kulit jangat berdekatan


dengan kandung rambut terdiri dari gelembung-gelembung kecil yang
bermuara ke dalam kandung rambut (folikel).Folikel rambut
mengeluarkan lemak yang meminyaki kulit dan menjaga kelunakan
rambut.Kelenjar palit membentuk sebum atau urap kulit. Terkecuali
pada telapak tangan dan telapakkaki, kelenjar palit terdapat di semua
bagian tubuh terutama pada bagian muka.
c. Hypodermis
Pada bagian subdermis ini terdiri atas jaringan ikat longgar berisi sel-
sel lemakdi dalamnya.Pada lapisan ini terdapat ujung-ujung saraf tepi,
pembuluh darah dan getahbening. Untuk sel lemak pada subdermis, sel
lemak dipisahkan oleh trabekula yang fibrosa.Lapisan terdalam yang
banyak mengandung sel liposit yang menghasilkan banyak lemak.
Disebut juga panikulus adiposa yang berfungsi sebagai cadangan
makanan. Berfungsi juga sebagai bantalan antara kulit dan struktur
internal seperti otot dan tulang. Sebagai mobilitaskulit, perubahan kontur
tubuh dan penyekatan panas.Sebagai bantalan terhadap trauma.Tempat
penumpukan energi.
2. Rambut
Rambut merupakan struktur berkeratin panjang yang berasal dari
invaginasi epitel epidermis. Rambut ditemukan diseluruh tubuh kecuali pada
telapak tangan, telapak kaki,bibir, glans penis, klitoris dan labia minora.
Pertumbuhan rambut pada daerah-daerah tubuhseperti kulit kepala, muka, dan
pubis sangat dipengaruhi tidak saja oleh hormon kelamin(terutama androgen)
tetapi juga oleh hormon adrenal dan hormon tiroid. Setiap rambutberkembang
dari sebuah invaginasi epidermal, yaitu folikel rambut yang selama
masapertumbuhannya mempunyai pelebaran pada ujung disebut bulbus
rambut.
3. Kuku
21

Kuku tersusun atas protein yang mengeras disebut keratin. Fungsinya


sebagai pelindung ujung jari tangan dan jari kaki.
Bagian-bagian kuku adalah sebagai berikut.
a. Matriks kuku, merupakan pembentuk jaringan kuku yang baru.
b. Dinding kuku (nail wall),merupakan lipatan-lipatan kulit yang menutupi
bagian pinggirdan atas.
c. Dasar kuku (nail bed),merupakan bagian kulit yang ditutupi kuku.
d. Alur kuku (nail groove), merupakan celah antara dinding dan dasar kuku.
e. Akar kuku (nail root), merupakan bagian tengah kuku yang dikelilingi
dinding kuku.
f. Lempeng kuku (nail plate), merupakan bagian tengah kuku yang
dikelilingi dinding kuku.
g. Lunula, merupakan bagian lempeng kuku berwarna putih dekat akar kuku
berbentukbulan sabit, sering tertutup oleh kulit.
h. Eponikium, merupakan dinding kuku bagian proksimal, kulit arinya
menutupi bagianpermukaan lempeng kuku.
i. Hiponikium, merupakan dasar kuku, kulit ari di bawah kuku yang bebas
(free edge)menebal.
2.4.2 Masalah Integumen pada Lansia
A. Kulit
Perubahan anatomik pada kulit manusia ketika memasuki fase lanjut
usia (lansia) antara lain :
1) Kulit kering.Kekeringan ini terjadi karena menurunnya hormon
androgen, menurunnya fungsi kelenjar sebasea, berkurangnya jumlah
dan fungsi kelenjar keringat dan berkurangnya kadar air dalam
epidermis.
2) Permukaan kulit kasar dan bersisik.Hal ini disebabkan kelainan proses
keratinisasi serta perubahan ukuran dan bentuk sel epidermis, stratum
korneum mudah lepas dan sel-sel mati ini cenderungan melekat
22

menjadi satu pada permukaan kulit, dan faktor kekeringan kulit karena
berkurangnya lemak permukaan kulit.
3) Kulit kendor/menggelantung dengan kerutan dan garis kulit lebih
jelas.Hal ini disebabkan oleh:Penurunan jumlah fibroblast yang
menyebabkan penurunan jumlah serat elastin, lebih sklerotik dan
menebal sehingga jaringan kolagen menjadi kendor dan serabut elastin
kehilangan daya kenyalnya, kulit menjadi tidak dapat tegang dan
kurang lentur.Tulang dan otot menjadi atrofi, jaringan lemak subkutan
berkurang, lapisan kulit tipis serta kehilangan daya kenyalnya
sehingga membentuk kerutan dan garis-garis kulit.Kontraksi otot
mimik tidak diikuti oleh kontraksi kulit yang sesuai sehingga
mengakibatkan alur-alur keriput di daerah wajah.
4) Gangguan pigmentasi pada kulit.Disebabkan perubahan distribusi
pigmen melanin dan proliferasi melanosit, serta fungsi melanosit
menurun sehingga penumpukan melanin tidak teratur dalam sel basal
epidermis. Disamping itu epidermal turn over menurun sehingga
lapisan sel kulit mempunyai banyak waktu untuk menyerap melanin
yang mengakibatkan terjadinya bercak pigmentasi pada kulit.Lentigo
senilis (lentigo solaris), kelainan kulit berupa makula hiperpigmentasi
pada daerah terpapar sinar matahari seperti muka, punggung tangan,
lengan atas, lengan bawah dan lain-lain.warna kecokelatan sampai
cokelat tua, berbatas tegas, bentuk bulat lonjong, ukuran mili sampai
lebih dari 1 cm. terutama timbul pada golongan kaukasia dan
mongoloid, antara dekade keempat dan keenam. Kadang-kadang lesi
menyerupai tahi lalat.
5) Terjadi Proliferasi yang sifatnya jinak.
a. Acrochordon (fibroma molle, skin tag).Berupa papul multiple yang
lunak, filiformis, seperti kantong soliter, atau bertangkai.
Berukuran 1–5 mm, dapat >1cm, berwarna seperti kulit normal
sampai cokelat muda. Biasanya ditemukan didaerah aksila, leher,
23

muka/pelupuk mata, dada bagian atas, tubuh dan ekstermitas.


Lebih sering ditemukan pada orang tua yang gemuk dan wanita
lebih banyak dari pada pria.
b. Cherry angioma (Ruby spot, cherry spot, hemangiona senilis).Lesi
berupa pungta yang timbul di atas kulit, membentuk kubah,
berwarna merah terang, perabaan lunak, dengan ukuran 1 sampai 3
atau 4 mm, biasanya multiple. Terutama terdapat di lengan, dada,
dan badan.
c. Keratosis seboroik.Lesi berbentuk bulat lonjong, berbatas tegas,
sedikit meninggi diatas permukaan kulit dengan permukaan dapat
tidak rata/verukosa, dapat licin dengan keratik plug. Berwarna
cokelat atau hitam. Ukuran 2 mm akan tetapi dapat sampai 2 atau 3
cm. Permukaan lesi kadang halus seperti beludru. Lesi terlihat
seakan-akan menempel pada permukaan kulit. Lesi terutama
ditemukan pada daerah berminyak seperti misalnya wajah, kulit
kepala, leher, dada/dibawah buah dada, punggung dan jarang
ditemukan pada ekstremitas.
d. Hiperplasia kelenjar sebasea.Lesi berupa papul atau modul
multiple, lunak, berwarna kuning, kadang- kdang dengan
umbilikasi, berukuran 2-3 mm, Terutama terdapat di dahi hidung
dan pipi.
B. Rambut
Perubahan anatomik pada rambut manusia ketika memasuki fase lanjut
usia (lansia) antara lain :
1. Pertumbuhan menjadi lambat, lebih halus dan jumlahnya sedikit.
2. Rambut pada alis, lubang hidung dan wajah sering tumbuh lebih
panjang.
3. Rambut memutih.
4. Rambut banyak yang rontok.
C. Kuku
24

Perubahan anatomik pada kuku manusia ketika memasuki fase lanjut usia
(lansia) antara lain :
1. Pertumbuham kuku lebih lambat, kecepatan pertumbuhan menurun
30-50% dari orang dewasa.
2. Kuku menjadi pudar.
3. Warna kuku agak kekuningan.
4. Kuku menjadi tebal, keras tapi rapuh.
5. Garis-garis kuku longitudinal tampak lebih jelas. Kelainan ini
dilaporkan terdapat pada 67% lansia berusia 70 tahun.
2.5 Reumatoid Arthritis
2.5.1 Definisi Reumatoid Artritis
Rheumatoid artritis (RA) adalah gangguan inflamasi kronis yang dapat
mempengaruhi lebih dari sekedar persendian. Pada beberapa orang,
kondisinya juga bias merusak berbagai macam system tubuh, termasuk kulit,
mata, paru-paru, jantung dan pembuluh darah. Gangguan autoimun,
Rheumatoid artritis terjadi ketika sistem kekebalan tubuh secara keliru
menyerang jaringan tubuh sendiri. Tidak seperti kerusakan osteoarthritis,
reumatoid artritis mempengaruhi lapisan sendi, menyebabkan pembengkakan
yang menyakitkan yang pada akhirnya menyebabkan erosi tulang dan
deformitas sendi.
2.5.2 Etiologi dan Faktor Resiko Reumatoid Artritis

Secara etiologi, reumatik disebabkan karena beberapa factor.


Meskipun factor pencetus reumatoid artritis sudah ditemukan, namun secara
pasti belum ditemukan penyebab utamanya. Menurut Iwan (2013) dalam
makalahnya yang berjudul Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan
Reumatoid Artritis membagi ke tiga bagian. Ketiga bagian tersebut meliputi
mekanisme imunitas yang terkait dengan IgG dari immunoglobulin dan
reumatoid factor. Adapun kedua bagian lain seperti factor metabolic dan
25

terjadinya infeksi akibat virus. Ada beberapa factor dalam fisik seseorang,
yang meliputi usia, jenis kelamin, genetic, suku dan berat badan.

1. Usia.
Sebagian besar reumatik menyerang pada orang lanjut usia. Meskipun
ada sebagian kasus tertentu reumatik bisa saja terjadi pada anak muda usia
15 tahun dan 20 tahun ke atas. Jika dilihat dari prevalensinya, reumatik
menyerang pada orang tua yang sudah berusia lanjut. Di usia lebih dari 60
tahun.
2. Jenis Kelamin.
Jenis kelamin menjadi factor penentu serangan reumatik. Khusus
osteoarthritis lutut dan persendian sebagian besar menterang kaum hawa.
Sementara itu, laki-laki menderita osteoarthritis dibagian paha, leher dan
pergelangan tangan. Jenis kelamin sebagai factor tertentu terkait dengan
factor hormonal pada pathogenesis osteoarthritis.
3. Genetik.
Factor genetic menjadi factor herediter, klien yang memiliki factor
keturunan lebih berisiko akan mengalaminya juga. Jadi, ada
kecenderungan tigan kali lebih sering daripada klien yang tidak memiliki
keturunan.
4. Suku.
Suku menjadi factor resiko. Tidak banyak orang tahu bahwa suku
menjadi prevalensi dan pola tekanan osteoarthritis. Orang kulit hitam
misalnya, lebih jarang terkena osteosrthritis paha. Sedangkan di Amerika
asli lebih sering didapati klien yang mengalami osteoarthritis lebih
banyak. Terkait hal ini bisa disebabkan karena gaya hidup dan perbedaan
frekuensi kelainan kongenital dan pertumbuhan.
5. Berat Badan
Klien reumatik yang memiliki berat badan memiliki peluang terkena
reumatik dibandingkan mereka yang memiliki berat badan proporsional.
Terutama klien yang memiliki masalah obesitas meningkatkan risiko
26

timbulnya osteoarthritis. Hal ini terkait dengan kemampuan persendian


menanggung beban.

Faktor – faktor yang dapat meningkatkan risiko reumatoid arthritis


meliputi:

1. Jenis kelamin. Wanita lebih berisiko dibandingkan pria untuk


mengembangkan reumatoid arthritis.
2. Usia. Reumatoid arthritis dapat terjadi pada usia berapapun, tapi paling sering
dimulai antara usia 40 dan 60 tahun.
3. Riwayat keluarga. Jika anggota keluarga menderita reumatoid arthritis,
anggota keluarga lainnya mungkin memiliki peningkatan risiko penyakit ini.
4. Merokok. Merokok meningkatkan risiko anda reumatoid arthritis, terutama
jika memiliki predisposisi genetic untuk mengembangkan penyakit ini.
Merokok juga tampaknya terkait dengan tingkat keparahan penyakit yang
lebih besar,
5. Eksposur lingkungan. Meskipun tidak pasti dan kurang dipahami, beberapa
esposur seperti asbes atau silica dapat meningkatkan risiko pengembangan
reumatoid arthritis.
6. Obesitas. Orang yang kelebihan berat badan atau obesitas berisiko tinggi
terkena reumatoid arthritis, terutama pada wanita yang didiagnosis menderita
penyakit saat berusia 55 tahun atau lebih muda.
2.5.3 Patofisiologi Reumatoid Artritis
Dari penelitian mutakhir diketahui bahwa patogenesis artritis
reumatoid terjadi akibat rantai peristiwa imunologis sebagai berikut : Suatu
antigen penyebab artritis reumatoid yang berada pada membran sinovial, akan
diproses oleh antigen presenting cells (APC) yang terdiri dari berbagai jenis
sel seperti sel sinoviosit A, sel dendritik atau makrofag yang semuanya
mengekspresi determinan HLA-DR pada membran selnya. Antigen yang telah
diproses akan dikenali dan diikat oleh sel CD4+ bersama dengan determinan
HLA-DR yang terdapat pada permukaan membran APC tersebut membentuk
27

suatu kompleks trimolekular. Kompleks trimolekular ini dengan bantuan


interleukin-1 (IL-1) yang dibebaskan oleh monosit atau makrofag selanjutnya
akan menyebabkan terjadinya aktivasi sel CD4+.
Pada tahap selanjutnya kompleks antigen trimolekular tersebut akan
mengekspresi reseptor interleukin-2 (IL-2) Pada permukaan CD4+. IL-2 yang
diekskresi oleh sel CD4+ akan mengikatkan diri pada reseptor spesifik pada
permukaannya sendiri dan akan menyebabkan terjadinya mitosis dan
proliferasi sel tersebut. Proliferasi sel CD4+ ini akan berlangsung terus
selama antigen tetap berada dalam lingkunan tersebut. Selain IL-2, CD4+
yang telah teraktivasi juga mensekresi berbagai limfokin lain seperti gamma-
interferon, tumor necrosis factor b (TNF-b), interleukin-3 (IL-3), interleukin-4
(IL-4), granulocyte-macrophage colony stimulating factor (GM-CSF) serta
beberapa mediator lain yang bekerja merangsang makrofag untuk
meningkatkan aktivitas fagositosisnya dan merangsangproliferasi dan aktivasi
sel B untuk memproduksi antibodi. Produksi antibodi oleh sel B ini dibantu
oleh IL-1, IL-2, dan IL-4.
Setelah berikatan dengan antigen yang sesuai, antibodi yang
dihasilkan akan membentuk kompleks imun yang akan berdifusi secara bebas
ke dalam ruang sendi. Pengendapan kompleks imun akan mengaktivasi sistem
komplemen yang akan membebaskan komponen-komplemen C5a.
Komponen-komplemen C5a merupakan faktor kemotaktik yang selain
meningkatkan permeabilitas vaskular juga dapat menarik lebih banyak sel
polimorfonuklear (PMN) dan monosit ke arah lokasi tersebut. Pemeriksaan
histopatologis membran sinovial menunjukkan bahwa lesi yang paling dini
dijumpai pada artritis reumatoid adalah peningkatan permeabilitas
mikrovaskular membran sinovial, infiltrasi sel PMN dan pengendapan fibrin
pada membran sinovial.
Fagositosis kompleks imun oleh sel radang akan disertai oleh
pembentukan dan pembebasan radikal oksigen bebas, leukotrien,
prostaglandin dan protease neutral (collagenase dan stromelysin) yang akan
28

menyebabkan erosi rawan sendi dan tulang. Radikal oksigen bebas dapat
menyebabkan terjadinya depolimerisasi hialuronat sehingga mengakibatkan
terjadinya penurunan viskositas cairan sendi. Selain itu radikal oksigen bebas
juga merusak kolagen dan proteoglikan rawan sendi.
Prostaglandin E2 (PGE2) memiliki efek vasodilator yang kuat dan
dapat merangsang terjadinya resorpsi tulang osteoklastik dengan bantuan IL-1
dan TNF-b. Rantai peristiwa imunologis ini sebenarnya akan terhenti bila
antigen penyebab dapat dihilangkan dari lingkungan tersebut. Akan tetapi
pada artritis reumatoid, antigen atau komponen antigen umumnya akan
menetap pada struktur persendian, sehingga proses destruksi sendi akan
berlangsung terus. Tidak terhentinya destruksi persendian pada artritis
reumatoid kemungkinan juga disebabkan oleh terdapatnya faktor reumatoid.
Faktor reumatoid adalah suatu autoantibodi terhadap epitop fraksi Fc IgG
yang dijumpai pada 70-90 % pasien artritis reumatoid. Faktor reumatoid akan
berikatan dengan komplemen atau mengalami agregasi sendiri, sehingga
proses peradangan akan berlanjut terus. Pengendapan kompleks imun juga
menyebabkan terjadinya degranulasi mast cell yang menyebabkan terjadinya
pembebasan histamin dan berbagai enzim proteolitik serta aktivasi jalur asam
arakidonat.
Masuknya sel radang ke dalam membran sinovial akibat pengendapan
kompleks imun menyebabkan terbentuknya pannus yang merupakan elemen
yang paling destruktif dalam patogenesis artritis reumatoid. Pannus
merupakan jaringan granulasi yang terdiri dari sel fibroblas yang
berproliferasi, mikrovaskular dan berbagai jenis sel radang. Secara
histopatologis pada daerah perbatasan rawan sendi dan pannus terdapatnya sel
mononukleus, umumnya banyak dijumpai kerusakan jaringan kolagen dan
proteoglikan.
29

2.5.4 WOC

2.5.5 Manifestasi Klinis Reumatoid Artritis


Pada tahap awal, orang dengan Rheumatoid Arthritis (RA) mungkin
awalnya tidak menyadari adanya kemerahan atau bengkak pada persendian,
tapi mungkin akan terasa nyeri tekan. Seiring berjalannya waktu, ada
beberapa manifestasi klinis yang akan terjadi, antara lain:
1. Nyeri sendi, nteri tekan, bengkak, atau kaku selama enam minggu atau
lebih
30

2. Kekakuan pagi selama 30 menit atau lebih


3. Lebih dari satu sendi terpengaruh
4. Sendi kecil (pergelangan tangan, sendi tangan dan kaki tertentu) terasa
sakit
5. Sendi yang sama di kedua sisi tubuh terasa sakit
6. Seiring dengan rasa sakit, banyak orang mengalami kelelahan, kehilangan
nafsu makan dan demam ringan.

Gejala dan efek RA bisa datang dan pergi. Suatu periode aktivitas
penyakit dengan intensitas tinggi (peningkatan peradangan dan gejala lainnya)
disebut flare. Flare bisa berlangsung selama berhari – hari atau berbulan –
bulan. Tingkat peradangan yang tinggi menyebabkan masalah di seluruh tubuh.
Berikut beberapa cara RA dapat mempengaruhi organ dan system tubuh:

1. Mata. Mata menjadi kering, nyeri, kemerahan, tidak tahan terhadap cahaya
yang terlalu terang, dan timbulnya gangguan penglihatan.
2. Mulut. Mulut menjadi kering dan gusi iritasi atau infeksi.
3. Kulit. Timbulnya nodus reumatoid-benjolan kecil di bawah kulit di atas
daerah tulang.
4. Paru – paru. Peradangan dan jaringan parut bisa menyebabkan sesak napas.
5. Darah dan pembuluh darah. Pada darah bisa menyebabkan anemia,
sedangkan pada pembuluh darah menyebabkan peradangan pembuluh
darah yang bisa mengakibatkan kerusakan pada syaraf, kulit, dan organ
tubuh lainnya.
2.5.6 Komplikasi Reumatoid Artritis
1. Osteoporosis. Reumatoid arthritis bersamaan dengan beberapa obat yang
digunakan untuk mengobatinya, dapat meningkatkan risiko osteoporosis,
yakni suatu kondisi yang melemahkan tulang dan membuat tulang lebih
mudah patah.
31

2. Nodul reumatoid. Tonjolan jaringan ini biasanya terbentuk disekitar titik


tekanan, seperti siku. Namun, nodul ini bisa terbentuk di tubuh bagian
manapun, termasuk paru-paru.
3. Mata dan mulut kering. Orang yang menderita Reumatois arthritis lebih
mungkin mengalami sindrom Sjogren, yakni kelainan yang menurunkan
jumlah kelembaban di mata dan mulut.
4. Infeksi. Banyak obat yang digunakan untuk memerangi Reumatoid
arthritis dapat membantu system kekebalan tubuh, yang menyebabkan
peningkatan infeksi.
5. Komposisi tubuh tidak normal. Proporsi lemak dibandingkan dengan masa
ramping seringkali lebih tinggi pada orang yang memiliki Reumatoid
arthritis, bahkan pada orang yang memiliki indeks masa tubuh normal
(BMI).
6. Sindrom terowongan karpal (Carpal Tunnel Syndrome). Jika Reumatoid
arthritis mempengaruhi pergelangan tangan, peradangan dapat menekan
syaraf yang berfungsi pada sebagian besar tangan dan jari.
7. Masalah jantung. Reumatoid arthritis dapat meningkatkan resiko arteri
yang mengeras dan tersumbat, serta pembengkakan kantung yang
membungkus jantung.
8. Penyakit paru-paru. Orang dengan reumatoid arthritis memiliki
peningkatan risiko radang dan jaringan parut pada jaringan paru-paru,
yang dapat menyebabkan sesak napas progresif.
9. Limfoma Reumatoid Arthritis meningkatkan risiko limfoma, sekelompok
kanker darah yang berkembang dalam system getah bening.

2.5.7 Pemeriksaan Penunjang Reumatoid Artritis

Reumatoid srthritis bisa sulit didiagnosis pada tahap awal karena tanda
dan gejala awal meniru banyak penyakit lainnya. Tidak ada satu tes darah atau
temuan fisik untuk memastikan diagnosisnya. Namun demikian, pemeriksaan
32

fisik untuk memeriksa persendian, berupa pembengkakan, kemerahan dan


kehangatan dapat dilakukan. Pemeriksaan fisik juga berguna memeriksa
reflex dan kekuatan otot.

1. Tes darah
Orang dengan reumatoid arthritis sering memiliki tingkat
sedimentasi eritrosit yang meningkat (ESR atau sed rate) atau C-reactive
protein (CRP), yang dapat mengindikasikan adanya proses inflamasi
dalam tubuh. Tes darah umum lainnya berguna mencari faktor reumatoid
dan antibody peptide citrullinated (anti-PKC).
2. Tes pencitraan (Imaging)
Pemeriksaan sinar-X dilakukan untuk membantu melacak
perkembangan reumatoid arthritis di persendian dari waktu ke waktu. Tes
MRI dan USG dapat membantu menilai tingkat keparahan penyakit di
tubuh.
2.5.8 Penatalaksanaan Reumatoid Artritis
1. Konsumsi Obat
Klien reumatoid artritis mengurangi rasa sakit dengan cara
mengkonsumsi obat. Meskipun demikian, mengkonsumsi obat tidak
menjamin menyembuhkan secara total. Konsumsi obat dalam hal ini
sifatnya hanya mengurangi sakit. Khususnya untuk reumatik osteoarthritis
konsumsi obat anti inflamasion steroid berfungsi analgetik dan
mengurangi sinovitis.
2. Perlindungan Sendi
Upaya meminimalisasi terjadinya Reumatois arthritis dapat
dilakukan dengan melakukan perlindungan sendi. Salah satu pemicu
utama sendi atau reumatik karena mekanisme tubuh atau antibody tubuh
kurang prima. Salah satunya, dengan cara menghindari aktivitas berat,
terkhusus bagi klien yang mengalami sakit. Pada kasus tertentu,
perlindungan sendi yang sakit dapat dilakukan dengan menggunakan
tongkat atau alat lain yang sifatnya memudahkan.
33

3. Diet
Klien reumatois arthritis yang memiliki obesitas atau kegemukan
berlebih penatalaksanaanya dapat dilakukan dengan melakukan program
diet. Khusus jenis osteoarthritis diet menjadi program penting upaya
pengobatan. Selain penggunaan obat, diet justru lebih efektif dan mampu
mengurangi rasa sakit dipersendian.
4. Penanganan Psikososial
Hampir semua penyakit yang dialami oleh klien berpengaruh
terhadap beban psikologisnya. Selain menindaklanjuti pengobatan secara
medis, penanganan psikologis harus dilakukan. Selain psikologis klien,
klien juga membutuhkan dukungan psikososial dari lingkungan, terutama
keluarga terdekat. Ketidakmampuan klien dalam hal ini, jelas
membutuhkan keluarga yang selalu mendukung secara penuh.
5. Penanganan Seksual
Sebagian besar klien reumatik yang terserang di bagian tulang
belakang akan mengalami gangguan seksual. Salah satu osteoarthritis,
selain menyerang tulang belakang menyerang bagian paha dan lutut.
Kasus ini sayangnya tidak semua klien mudah berkonsultasi terkait
dengan penanganan seksual yang mereka derita.
6. Fisioterapi
Penatalaksanaan fisioterapi pada penderita reumatik bisa menjadi
jalan keluar. Fisioterapi secara rutin mampu mengurangi rasa nyeri dan
kekakuan. Pada prinsipnya, fisioterapi merupakan program latihan untuk
memperbaiki gerak sendi dan memperkuat otot sekitar persendian.
Misalnya dengan melalukan latihan isometric.
7. Operasi
Operasi penanganan reumatik yang paling akhir. Tindakan ini
dilakukan karena tidak ada jalan keluar yang lainnya. Operasi hanya
dilakukan ketika terjadi kerusakan sendi secara serius, biasanya dilakukan
apabila keluhan klien merasakan nyeri secara menetap dan mengalami
34

kelemahan fungsi. Osteotomy adalah tindakan untuk mengoreksi atau


melihat apakah ada ketidaksesuaian pada persendian. Selain itu, koreksi
dapat dilakukan dengan debridemen sendi untuk menghilangkan fragmen
tulang rawan sendi.
BAB 3

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

3.1 Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah awal dalam proses keperawatan yang harus
dilakukan secara sistematis agar dapat memberikan asuhan keperawatan yang
tepat untuk klien. Adapun beberapa hal yang perlu dikaji adalah sebagai berikut:
1. Identitas Umum :
Nama / nama panggilan, atau usia, jenis kelamin, agama, pendidikan, alamat,
warga Negara, bahasa yang digunakan, cara masuk, alasan masuk, tanggal
masuk, diagnosa medic, nomor rekam medis dan lain sebagainya.
2. Identitas Penanggungjawab(nama, alamat, hubungan dengan klien)
3. Pengkajian Fungsional Gordon
a. Persepsi dan Penanganan Kesehatan
1) Apakah pernah mengalami sakit pada sendi-sendi
2) Riwayat penyakit yang pernah diderita sebelumnya
3) Riwayat keluarga dengan RA
4) Riwayat keluarga dengan penyakit autoimun
5) Riwayat infeksi virus, bakteri, parasit dll
b. Pemeriksaan Fisik
1) B1 (breathing) : Kaji pernafasan , apakah ada pembesaran tonsil,
apakah ada mucus atau secret di hidung , apakah ada suara napas
tambahan, apakah ada obstruksi pada laring, pembesaran kelenjar
2) B2 (Blood) : Apakah ada kelamahan otot jantung, monitor apakah ada
atau tidak sianosis, bagaimana suara jantung, kaji nadi pasien, apakah
ada JVP
3) B3 (Brain) :Bagaimana kesadaran, cara bicara, Bagaimana fungsi
motoric dan sensori, dan bagaimana reflek pada ekstremitas

35
36

4) B4 (Bladder) :Apakah ada gangguan kandung kemih, uretra, apakah


ada kerusakan pada ginjal, apakah ada moon face, apakah mempunyai
penyakit menular seksual.
5) B5 (Bowel) :Monitor nyeri pada saat menelan, monitor nutrisi, apakah
ada anoreksia atau tidak, apakah ada bising usus
6) B6 (Bone) :Kaji turgor kulit, kaji ROM aktif, dan ROM pasif.
c. Nutrisi – Metabolik
1) Jenis, frekuensi, jumlah makanan yang dikonsumsi (makanan yang
banyak mengandung pospor(zat kapur), vitamin dan protein)
2) Riwayat gangguan metabolic
d. Eliminasi
1) Adakah gangguan pada saat BAB dan BAK?
e. Aktivitas dan Latihan
1) Kebiasaan aktivitas sehari-hari sebelum dan sesudah sakit
2) Jenis aktivitas yang dilakukan
3) Rasa sakit/nyeri pada saat melakukan aktivitas
4) Tidak mampu melakukan aktifitas berat
f. Tidur – Istirahat
1) Apakah ada gangguan tidur?
2) Kebiasaan tidur sehari
3) Terjadi kekakuan selama 1/2-1 jam setelah bangun tidur
4) Adakah rasa nyeri pada saat istirahat dan tidur?
g. Kognitif-persepsi
1) Adakah nyeri sendi saat digerakan atau istirahat?
h. Persepsi diri – Konsep diri
1) Adakah perubahan pada bentuk tubuh (deformitas/kaku sendi)?
2) Apakah pasien merasa malu dan minder dengan penyakitnya
i. Peran – Hubungan
1) Bagaimana hubungan dengan keluarga?
2) Apakah ada perubahan peran pada klien?
37

j. Seksualitas dan Reproduksi


1) Adakah gangguan seksualitas?
k. Koping - Toleransi Stress
1) Adakah perasaan takut, cemas akan penyakit yang diderita?
l. Nilai Kepercayaan
1) Agama yang dianut?
2) Adakah gangguan beribadah?
3) Apakah klien menyerahkan sepenuhnya penyakitnya kepada Tuhan
3.2 Diagnosa Keperawatan

Kemungkinan masalah keperawatan yang akan muncul pada gangguan sistem


muskuloskletal yang dialami lansia adalah:
1. Nyeri Akut berhubungan dengan agen pencedera, distensi jaringan oleh
akumulasi cairan/ proses inflamasi, destruksi sendi.
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kekakuan pada sendi dan
penurunan integritas tulang
3. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kerusakan musculoskeletal,
penurunan kekuatan, daya tahan, nyeri pada waktu bergerak, depresi.
38

3.3 Intervensi
Intervensi keperawatan adalah rencana tindakan keperawatan tertulis yang menggambarkan masalah kesehatan
pasien, hasil yang akan diharapkan, tindakan – tindakan keperawatan dan kemajuan pasien secara spesifik (Manurung,
2011).
NO
DIAGNOSA KEPERAWATAN SLKI SIKI
.
1. Nyeri Akut (D.0077) Tingkat Nyeri (L.08066) Manajemen Nyeri (I.08238)
Definisi : Kriteria Hasil 1. Identifikasi lokasi, karakteristik,
Pengalaman sensorik atau emosional 1. Keluhan nyeri dari skala 2 durasi, frekuensi, kualitas,
yang berkaitan dengan kerusakan (cukup meningkat) menjadi intensitas nyeri
jaringan actual atau fungsiional, dengan skala 4 (cukup menurun) 2. Identifikasi skala nyeri
onset mendadak atau lambat dan 2. Meringis dari skala 3 (sedang) 3. Identifikasi respon nyeri non
berintensitas ringan hingga berat yang menjadi skala 4 (cukup verbal
berlangsung kurang dari 3 bulan menurun) 4. Identifikasi factor yang
Penyebab: 3. Sikap protektif dari skala 3 memperberat dan memperingan
1. Agen pencedera fisiologis (mis. (sedang) menjadi skala 4 nyeri
Inflamasi, iskemia, neoplasma) (cukup menurun) 5. Monitor efek samping penggunaan
2. Agen pencedera kimiawi (mis. 4. Gelisah dari skala 2 (cukup analgetik
Terbakar, bahan kimia iritan) meningkat) menjadi skala 4 6. Berikan teknik nonfarmakologis
3. Agen pencedera fisik (mis. Abses, (cukup menurun) untuk mengurangi rasa nyeri
amputasi, terbakar, terpotong, 5. Kesulitan tidur darri skala 3 7. Kontrol lingkungan yang
mengangkat berat, prosedur (sedang) menjadi skala 4 memperberat rasa nyeri
operasi, trauma, latihan fisik (cukup menurun) 8. Fasilitasi istirahat dan tidur
berlebihan) 9. Jelaskan penyebab, periode dan
Gejala dan tanda mayor pemicu nyeri
Subjektif : mengeluh nyeri 10. Anjurkan memonitor nyeri secara
Objektif: mandiri
1. Tampak meringis 11. Jelaskan pemberian analgetik
39

2. Bersikap protektif (mis. Waspada,


posisi menghindari nyeri)
3. Gelisah
4. Frekuensi nadi meningkat
5. Sulit tidur
Gejala dan tanda minor
Subjektif : -
Objektif :
1. Tekanan darah meeningkat
2. Pola nafas berubah
3. Nafsu makan berubah
4. Proses berpikir terganggu
5. Menarik diri
6. Berfokus pada diri sendiri
7. Diaforesis
Kondisi klinis terkait
1. Kondisi Pembedahan
2. Cedera traumatis
3. Infeksi
4. Sindrom koroner akut
5. Glaukoma
2. Gangguan Mobilitas Fisik (D.0054) Mobilitas Fisik (L.05042) Dukungan Mobilisasi (I.05173)
Definisi : Kriteria Hasil 1. Identifikasi adanya nyeri atau
Keterbatasan dalam gerakan fisik dari 1. Pergerakan esktremitas dari keluhan fisik lainnya
satu atau lebih esktremitas secara skala 2 (cukup menurun) 2. Identifikasi toleransi fisik
mandiri menjadi skala 4 (cukup melakukan pergerakan
Penyebab: meningkat) 3. Fasilitasi aktivitas mobilisasi
1. Penurunan massa otot 2. Kekuatan otot dari skala 2 dengan alat bantu (mis. pagar
2. Penurunan kekuatan otot (cukup menurun) menjadi skala tempat tidur)
40

3. Kekakuan sendi 4 (cukup meningkat) 4. Libatkan keluarga untuk


4. Gangguan muskuloskletal 3. Rentang gerak (ROM) dari membantu pasien dalam
5. Nyeri skala 2 (cukup menurun) meningkatkan pergerakan
6. Kecemasan menjadi skala 4 (cukup 5. Jelaskan tujuan dan prosedur
Gejala dan tanda mayor meningkat) mobilisasi
Subjektif : 4. Nyeri dari skala 2 (cukup 6. Anjurkan melakukan mobilisasi
Mengeluh sulit menggerakkan meningkat) menjadi skala 4 dini
esktremitas (cukup menurun) 7. Ajarkan mobilisasi sederhana (mis.
Objektif : 5. Kecemasan dari skala 2 (cukup duduk di tempat tidur, duduk di
1. Kekuatan otot menurun meningkat) menjadi skala 4 sisi tempat tidur, pindah dari
2. Rentang gerak (ROM) menurun (cukup menurun) tempat tidur ke kursi
Gejala dan tanda minor 6. Kaku sendi dari skala 2 (cukup
Subjektif : meningkat) menjadi skala 4
1. Nyeri saat bergerak (cukup menurun)
2. Merasa cemas saat bergerak 7. Gerakan terbatas dari skala 2
Objektif : (cukup meningkat) menjadi
1. Sendi kaku skala 4 (cukup menurun)
2. Gerakan terbatas 8. Kelemahan fisik dari skala 2
3. Fisik lemah (cukup meningkat) menjadi
Kondisi klinis terkait skala 4 (cukup menurun)
Osteoarthritis
3. Defisit Perawatan Diri (D.0109) Koordinasi Pergerakan (L.05041) Dukungan Perawatan Diri (I.11348)
Definisi : Kriteria Hasil 1. Identifikasi kebiasaan aktivitas
Tidak mampu melakukan atau 1. Kekuatan otot dari skala 2 perawatan diri sesuai usia
menyelesaikan aktivitas perawatan diri (cukup menurun) menjadi skala 2. Monitor tingkat kemandirian
Penyebab: 4 (cukup meningkat) 3. Damping dalam melakukan
1. Gangguan muskuloskletal 2. Kontrol gerakan dari skala 2 perawatan diri sampai mandiri
2. Kelemahan (cukup menurun) menjadi skala 4. Anjurkan melakukan perawatan
Gejala dan tanda mayor 4 (cukup meningkat) diri secara konsisten sesuai
41

Subjektif : 3. Keseimbangan gerakan dari kemampuan


Objektif : skala 2 (cukup menurun)
Tidak mampu mandi/mengenakan menjadi skala 4 (cukup
pakaian/makan/ke toilet/berhias secara meningkat)
mandiri 4. Kecepatan gerakan dari skala 2
Gejala dan tanda minor (cukup memburuk) menjadi
Subjektif : skala 4 (cukup membaik)
Objektif :
Kondisi klinis terkait
Arthritis reumatoid
42

3.4 Implementasi Keperawatan


Pengelolahan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah
disusun pada tahap perencanaan. Implementasi merupakan tahap proses
keperawatan dimana perawat memberikan intervensi keperawatan langsung
dan tidak langsung terhadap klien.
3.5 Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan proses keperawatan yang memungkinkan perawat
untuk menentukan intervensi keperawatan telah berhasil memungkinkan
kondisi klien. Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawtan
dengan cara melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana
keperawatan tercapai atau tidak.
BAB 4

PEMBAHASAN

4.1 Kasus Rheumatoid Arthritis


Pada pasien Ny. D berusia 60tahun beragama Islam beralamat di Kecamatan
Wonokromo pergi ke Rumah Sakit karena sudah 7 hari mengeluh  nyeri dan kaku
di bagian sendi jari-jari tangan dan pergelanggan tangan rasa seperti di tusuk-
tusuk, tangan sulit digerakan sehingga susah bergerak, kurang nafsu makan dan
mual. Pasien juga sering mendapat bantuan dari orang lain dalam menjalankan
aktivitasnya, sering bangun di malam hari dan merasa tidak nyaman. Dari
pemeriksaan didapatkan suhu tubuh : 37 C, denyut nadi : 60 kali /menit,
pernafasan : 18 kali /menit dan tekanan darah : 90/70 mmHg. Dari hasil
laboratorium didapatkan Tes serologi (diagnostik imunologis): ESR meningkat,
FR : >1:80 Positif (80%) , JDL Anemia sedang, LED: 85 mm/h.
4.2 Asuhan Keperawatan

ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK

1. PENGKAJIAN
A. Data Biografis Klien
Nama : Ny. D
Alamat : Wonokromo
Jenis kelamin :  Laki-laki  Perempuan
Kriteria umur : Middle Elderly Old Very old
Status perkawinan : Menikah  Tidak menikah  Janda  Duda
Agama : Islam  Protestan  Hindu  Budha
Suku :  Jawa  Madura Lainnya, _________________
Pendidikan :  Tidak tamat SD  Tamat SD  SMP
 SMA  PT  Buta huruf

43
44

Lama di panti :  ≤ 1 tahun  1-3 tahun  ≥ 3 tahun


Sumber pendapatan:
Ada, jelaskan: pensiunan PNS Guru (masih mendapat gaji)
Tidak ada, jelaskan: _______________________________________________
Riwayat pekerjaan: ________________________________________________

B. Riwayat Kesehatan
Keluhan yang dirasakan saat ini:
 Nyeri dada  Pusing  Batuk  Demam
 Sesak napas  Gatal  Diare  Nyeri sendi
 Jantung berdebar  Penglihatan kabur
Lainnya:
 Nyeri dibagian jari-jari tangan dan pergelangan tangan.rasa nyeri seperti
ditusuk-tusuk dan tangan sulit digerakkan.

Keluhan yang dirasakan tiga bulan terakhir:


 Nyeri dada  Pusing  Batuk  Demam
 Sesak napas  Gatal  Diare  Nyeri sendi
 Jantung berdebar  Penglihatan kabur
Lainnya:
________________________________________________________________

Penyakit saat ini:


 Sesak napas/PPOK  Nyeri sendi/rematik  Diare
 Penyakit kulit  Penyakit jantung  Penyakit mata
 Diabetes mellitus  Hipertensi
Lainnya:
________________________________________________________________

Kejadian penyakit tiga bulan terakhir:


 Sesak napas/PPOK  Nyeri sendi/rematik  Diare
 Penyakit kulit  Penyakit jantung  Penyakit mata
 Diabetes mellitus  Hipertensi
Lainnya:
________________________________________________________________
C. Status Fisiologis
Pemeriksaan tanda-tanda vital dan status gizi:
TD = 90/70 mmHg
45

N = 60 kali/menit
Suhu = 37 °C
RR = 18 kali/menit
TB = 160 cm
BB = 60 kg
IMT = 23,4 (Normal)

Pemeriksaan fisik
1. Kepala
 Bersih  Kotor
Kerontokan rambut :  Ya  Tidak
Keluhan :  Ya  Tidak
Jika ya, jelaskan: _____________________________________________
2. Mata
Sklera :  putih  icterus  merah  perdarahan
Konjungtiva :  pucat  merah muda
Pupil :  isokor  anisokor  miosis  midriasis
Strabismus :  Ya  Tidak
Riwayat katarak:  Ya  Tidak
Fungsi penglihatan: presbiopi
Peradangan: tidak ada peradangan pada Ny. D
Keluhan :  Ya  Tidak
Jika ya, jelaskan: Tidak bisa melihat jarak dekat
3. Hidung
Keadaan hidung normal, bersih, tidak ada memar, simetris kanan dan kiri,
tidak ada benjolan pada hidung.
Peradangan: Tidak ada peradangan pada Ny. D
Fungsi penghidu: Keadaan hidung Ny. D normal
Keluhan :  Ya  Tidak
Jika ya, jelaskan: Tidak ada keluhan dibagian hidung
4. Mulut dan tenggorokan
Keadaan bibir lembab, keadaan gigi dan gusi bersih, bau mulut, gigi klien
tidak lengkap
Peradangan: tidak ada peradangan pada mulut dan tenggorokan Ny.D
Kesulitan mengunyah :  Ya  Tidak
Kesulitan menelan :  Ya  Tidak
Keluhan :  Ya  Tidak
Jika ya, jelaskan: tidak ada keluhan dibagian mulut dan tenggorokan
46

5. Telinga
 Bersih  Kotor
Peradangan: Tidak terjadi peradangan
Fungsi pendengaran: normal
Keluhan :  Ya  Tidak
Jika ya, jelaskan: tidak ada keluhan
6. Leher
Pembesaran kelenjar tiroid :  Ya  Tidak
JVD: tidak ada
Refleks (spesifik): adanya reflex fisiologis
7. Thoraks
Bentuk dada :  simetris  tidak simetris
Suara napas tambahan
wheezing lokasi : ___________________
ronchi lokasi : ___________________
 Tidak ada
Suara jantung
 normal, S1 S2 tunggal
 lainnya, ______________________________
Keluhan :  Ya  Tidak
Jika ya, jelaskan: ________________________________________
8. Abdomen
Tidak ada nyeri tekan, bising usus normal, hepar tidak teraba
Rectum : ________________________________
BAB : 2-3 kali dalam sehari Konsistensi : ___________________
 diare  konstipasi  feses berdarah  tidak terasa 
lavament
 kesulitan  melena  colostomy  wasir 
pencahar
 tidak ada masalah
 alat bantu, tidak ada
 diet khusus, rendah garam rendah lemak
9. Genitalia
Payudara :  simetris  asimetris  tidak ada benjolan
 bersih  kotor, _________________________________________
Keluhan :  Ya  Tidak
Jika ya, jelaskan: ______________________________________________
10. Integumen
47

 bersih  kotor, _________________________________________


Warna kulit :  ikterik  cyanosis  pucat
 kemerahan  pigmentasi sawo matang
Akral :  hangat  panas
 dingin basah dingin kering
Turgor :  Baik  cukup  buruk/menurun
Keluhan :  Ya  Tidak
Jika ya, jelaskan: pada bagian nyeri, terlihat kemerahan dan bengkak
11. Ekstremitas
Kemampuan pergerakan sendi:  bebas  terbatas
Parese :  ya  tidak
Paralise :  ya  tidak
Kekuatan otot :4|4|4|4
Postur tubuh : tegap
Deformitas :  ya  tidak
Tremor :  ya  tidak
Edema :  ya  tidak
Alat bantu :  tidak  ya, Dibantu keluarga jika melakukan aktivitas
Refleks:
Kanan Kiri
Biceps
Triceps
Knee
Achiles

D. Status Kesehatan
Keluhan utama :
Klien mengatakan nyeri dan kaku dibagian sendi jari-jari tangan dan pergelangan
tangan seperti ditusuk-tusuk, tangan sulit digerakkan sehingga sulit bergerak,
kurang nafsu makan, dan mual.
Pemahaman dan penatalaksanaan masalah kesehatan:
Ny. D mengira bahwa gejala yang dialami karena asam urat, jadi Ny. D hanya
mengkonsumsi obat-obatan yang dibeli di apotik.
Penggunaan obat-obatan
No Nama Obat Dosis Keterangan
1. Alofar 100mg 2x1
2. Carbidu 0,5mg 2x1
3. Voltadex 50mg 2x1
48

E. Pengkajian Psikososial
Hubungan dengan orang lain dalam wisma:
 Tidak kenal  Sebatas kenal  Mampu interaksi  Mampu bekerja
sama
Hubungan dengan orang lain di luar wisma di dalam panti:
 Tidak kenal  Sebatas kenal  Mampu interaksi  Mampu bekerja
sama
Kebiasaan lansia berinteraksi ke wisma lainnya di dalam panti:
 Selalu  Sering  Jarang  Tidak pernah
Stabilitas emosi:
 Labil  Stabil Irritable  Datar
Jelaskan:
________________________________________________________________
Motivasi penghuni panti:  Kemampuan sendiri  Paksaan
Frekuensi kunjungan keluarga:
 1 kali/bulan  2 kali/bulan  Tidak pernah
F. Pengkajian Fungsional
1. Masalah emosional
Pertanyaan tahan 1
a) Apakah klien mengalami susah tidur? Iya
b) Ada masalah atau banyak pikiran? Tidak ada
c) Apakan klien murung atau menangis sendiri? Tidak
d) Apakah klien sering was-was atau khawatir? Iya
Pertanyaan tahan 2
a) Keluhan ≥ 3 bulan atau ≥ 1 bulan satu kali dalam satu bulan? Tidak
b) Ada masalahh atau banyak pikiran?Tidak
c) Ada gangguan atau masalah dengan orang lain? Tidak
d) Menggunakan obat tidur atau penenang atas anjuran dokter?Tidak
e) Cenderung mengurung diri?Tidak
2. Tingkat kerusakan intelektual
Dengan menggunakan SPMSQ (Short Portable Mental Status Questionnaire),
ajukan beberapa pertanyaan pada daftar di bawah ini!
Benar Salah No Pertanyaan
1 Tanggal berapa hari ini?
2 Hari apa sekarang?
3 Apa nama tempat ini?
4 Dimana alamat ini?
5 Berapa umur anda?
6 Kapan anda lahir?
49

7 Siapa presiden Indonesia?


8 Siapa presiden Indonesia sebelumnya?
9 Siapa nama ibu anda?
10 Kurangi 3 dari 20 dan tetap pengurangan 3 dari
setiap angka baru secara menurun
Jumlah = benar 10
Interpretasi:
Salah 0-3 = fungsi intelektual utuh
Salah 4-5 = fungsi intelektual kerusakan ringan
Salah 6-8 = fungsi intelektual kerusakan sedang
Salah 9-10 = fungsi intelektual kerusakan berat

3. Identifikasi aspek kognitif


Dengan mengunakan MMSE (Mini-Mental State Examination)
Aspek Nilai Nilai
No Kriteria
Kognitif Maksimal Klien
Menyebutkan dengan benar
Tahun
Musim
1 Orientasi 5 5
Tanggal
Hari
Bulan
Dimana kita sekarang kita berada?
Negara : Indonesia
2 Orientasi 5 5 Provinsi : Jawa Timur
Kabupaten/kota : Surabaya
Panti : kota Surabaya
Sebutkan 3 nama objek (misal: kursi,
meja, kertas), kemudian ditanyakan
kepada klien, menjawab:
3 Registrasi 3 3
Kursi
Meja
Kertas
4 Perhatian 5 Meminta klien berhitung mulai dari 100
dan kemudian kurangi 7 sampai 5 tingkat.
kalkulasi Jawaban :
5 1. 93
2. 86
3. 79
4. 72
50

5. 65
Minta klien untuk mengulang ketiga
5 Mengingat 3 3
objek pada poin ke-2 (tiap poin nilai 1)
Menanyakan pada klien tentang benda
(sambil menunjukkan benda tersebut)
1. Obyek sepatu
2. Obyek sandal
Minta klien untuk mengulang kata
berikut:
“ tidak ada, dan, jika atau tetapi)
Klien menjawab: Sepatu dan Sandal

9 Minta klien untuk mengikuti perintah


berikut yang terdiri 3 langkah.
Ambil kertas ditangan anda, lipat dulu
6 Bahasa 9
dan taruh dilaci.
1. Ambil kertas di tangan anda
2. Lipat dua
3. taruh di laci

Perintahkan pada klien untuk hal berikut


(bila aktivitas sesuai perintah nilai satu
poin.
“tutup mata anda”

Perintahkan kepada klien untuk menulis


kalimat dan menyalin gambar
Total Nilai 30 30
Interpretasi:
24-30 : tidak ada gangguan kognitif
18-23 : gangguan kognitif sedang
0-17 : gangguan kognitif berat

G. Pengkajian Perilaku Terhadap Kesehatan


Kebiasaan merokok:
> 3 batang sehari< 3 batang sehari  Tidak merokok

1. Pola pemenuhan kebutuhan nutrisi


51

Frekuensi makan:
 1x/hari  2x/hari  3x/hari  Tidak teratur
Jumlah makanan yang dihabiskan:
 1 porsi dihabiskan <1/2 porsi yang dihabiskan
1/2 porsi yang dihabiskan Lain-lain,
___________________________________
Makanan tambahan:
 Dihabiskan  Tidak dihabiskan Kadang-kadang
dihabiskan
2. Pola pemenuhan cairan
Frekuensi minum:
< 3 gelas/hari > 3 gelas/hari
Jika jawaban > 3 gelas/hari, alasan:
 Takut kencing malam hari  Persediaan air minum terbatas
 Tidak haus  Kebiasaan minum sedikit
Jenis miuman:
 Air putih  Kopi  Teh  Susu  Lainnya, ___________
3. Pola kebiasaan tidur
Jumlah waktu tidur:
< 4 jam  4-6 jam > 6 jam
Gangguan tidur berupa:
 Insomnia  Sulit mengawali
 Sering terbangun  Tidak ada gangguan
Penggunaan waktu luang ketika tidak tidur:
 Santai  Keterampilan
 Diam saja  Ibadah/kegiatan keagamaan
4. Pola eliminasi alvi
Frekuensi BAB:  1x/hari  2x/hari Lainnya, __________________
Konsistensi : _________________________
Gangguan BAB:
 Inkotinensia alvi  Konstipasi  Diare  Tidak ada
5. Pola eliminasi uri
Frekuensi BAK:  1-3x/hari  4-6x/hari > 6x/hari
Warna urine : kuning
Gangguan BAK :
 Inkotinensia urine  Retensi urine Lainnya, Tidak ada
6. Pola aktivitas
Kegiatan produktif lansia yag sering dilakukan:
52

 Membantu kegiatan dapur  Berkebun


 Pekerjaan rumah tangga  Keterampilan tangan
7. Pola perawatan diri
Kebiasaan mandi
 1x/hari  2x/hari  3x/hari < 1x/hari
Memakai sabun :  Ya  Tidak
Sikat gigi :  1x/hari  2x/hari  Tidak pernah
Menggunakan pasta gigi :  Ya  Tidak
Berganti pakaian bersih :  1x/hari > 1x/hari  Tidak ganti
Tingkat kemandirian dalam kehidupan sehari-hari (Indeks Barthel)
Nilai
No Jenis Aktivitas Penilaian
Bantuan Total
1. Makan 5 5 5
2. Minum 5 5 5
3. Berpindah dari kursi roda ke tempat 10 10 10
tidur dan sebaliknya.
4. Kebersihan diri: cuci muka, 5 5 5
menyisir, aktivitas di kamar mandi
5. (toiletting).
6. Mandi 10 10 10
Berjalan di jalan yang datar (jika 10 10 10
tidak mampu berjalan lakukan
dengan kursi roda).
7. Naik turun tangga 10 10 10
8. Berpakaian termasuk mengenakan 8 8 8
sepatu
9. Mengontrol defekasi 8 8 8
10. Mengontrol berkemih 8 8 8
11. Olahraga/ latihan 10 10 10
12. Rekreasi/ pemanfaatan waktu luang 10 10 10

Total Nilai 99
Keterangan:
Masing- masing indikator penilaian memiliki rentang nilai 5-10

Interpretasi:
60 : Ketergantungan penuh
65-125 : Ketergantunagn ringan
53

120 : Mandiri

H. Pengkajian Lingkungan
1. Pemukiman
Luas bangunan : 9x4
Bentuk bangunan :
 Permanen  Petak  Asrama  Paviliun
Jenis bangunan :
 Permanen  Semi permanen  Non permanen
Atap rumah :
 Genting  Seng  Ijuk  Kayu  Asbes
Dinding :
 Tembok  Kayu  Bambu  Lainnya, ________________
Lantai :
 Semen  Ubin  Keramik  Tanah  Lainnya,______
Kebersihan lantai :  Baik  Kurang
Ventilasi : < 15% luas lantai  15% luas lantai
Pencahayaan :  Baik  Kurang
Pengaturan penataan perabot:  Baik  Kurang
Kelengkapan alat rumah tangga:  Lengkap  Tidak Lengkap
2. Sanitasi
Penyediaan air bersih (MCK) :
 PDAM  Sumur  Sungai  Lainnya, _______________
Penyediaan air minum :
 Air rebus sendiri  Air biasa tanpa rebus  Beli air kemasan
Pengelolaan jamban:  Bersama  Pribadi  Kelompok  Lainnya,
Jenis Jamban :
 Leher angsa  Cemplung tertutup  Cemplung terbuka
 Lainnya, ______________________________
Jarak dengan sumber air: < 10 meter > 10 meter
Sarana pembuangan air limbah:  Lancar  Tidak lancar
Pembuangan sampah :
 Ditimbun  Dibakar  Didaur ulang
 Di buang sembarang tempat  Di kelola dinas
Polusi udara :
 Pabrik  Rumah Tangga  Industri  Lainnya, Tidak ada
Pengelolaan binatang pengerat :
54

 Dengan racun  Dengan alat  Lainnya, ____


3. Fasilitas
Peternakan :  Ada  Tidak Jenis: _______________
Perikanan :  Ada  Tidak Jenis: _______________
Sarana olahraga :  Ada  Tidak Jenis: Gim
Taman :  Ada  Tidak Jenis: Bunga
Ruang pertemuan :  Ada  Tidak Jenis: ruang keluarga
Sarana hiburan. :  Ada  Tidak Jenis: Televisi
Saran ibadah :  Ada  Tidak Jenis: Musholla
4. Keamanan dan transportasi
Sistem keamanan lingkungan :  Ada  Tidak
Penannggulangan kebakaran :  Ada  Tidak
Penanggulangan bencana :  Ada  Tidak
Kondisi jalan masuk panti :
 Rata  Tidak rata  Licin  Tidak licin
Transportasi yang dimiliki :
 Mobil  Sepeda motor  Lainnya, ______________________
5. Komunikasi
Sarana komunikasi :  Ada  Tidak
Jenis komunikasi yang digunakan dalam panti:
 Telepon  Kotak surat  Fax  Lainnya, __________
Cara penyebaran informasi :
 Langsung  Tidak langsung  Lainnya, _______________________

Pengkajian status fungsional, kognitif, afektif, dan sosial


1. Indeks KATZ (pengkajian status fungsional)
INDEKS KATZ
Skor Kriteria
Kemandirian dalam hal makan, kontinen, berpindah, ke kamar kecil,
A
berpakaian dan mandi.
Kemandirian dalam semua aktifitas hidup sehari-hari, kecuali satu dari
B
fungsi tersebut.
Kemandirian dalam semua aktifitas hidup sehari-hari, kecuali mandi
C
dan satu fungsi tambahan.
Kemandirian dalam semua aktifitas hidup sehari-hari, kecuali mandi,
D
berpakaian dan satu fungsi tambahan.
Kemandirian dalam semua aktifitas hidup sehari-hari, kecuali mandi,
E
berpakaian, ke kamar kecil dan satu fungsi tambahan.
55

Kemandirian dalam semua aktifitas hidup sehari-hari, kecuali mandi,


F
berpakaian, berpindah dan satu fungsi tambahan.
G Ketergantungan pada enam fungsi tersebut.
Ketergantungan pada sedikitnya dua fungsi, tetapi tidak dapat
Lain-lain
diklasifikasikan sebagai C, D, E, F dan G.
Kesimpulan : Skor Ny. D adalab B yaitu Ny. D mampu mandiri dalam
semua aktifitas hidup sehari-hari, kecuali satu dari fungsi tersebut.
2. Depresi Beck, berisi 13 hal yang menggambarkan berbagai gejala dan sikap
yang berhubungan dengan depresi.
Inventaris Depresi Beck
Skor Uraian
A. Kesedihan
3 Saya sangat sedih atau tidak bahagia, di mana saya tidak dapat
menghadapinya
2 Saya galau atau sedih sepanjang waktu dan saya tidak dapat keluar
darinya
1 Saya merasa sedih atau galau.
0 Saya tidak merasa sedih.
B. Pesimisme
3 Saya merasa bahwa masa depan saya adalah sia-sia dan sesuatu dapat
membaik tidak
2 Saya merasa tidak mempunyai apa-apa untuk memandang ke depan
1 Saya merasa berkecil hati mengenai masa depan.
0 Saya tidak begitu pesimis atau kecil hati tentang masa depan.
C. Rasa kegagalan
3 Saya merasa saya benar-benar gagal sebagai seorang (orang tua,
suami, istri).
2 Seperti melihat kebelakang hidup saya, semua yang dapat saya lihat hanya
kegagalan.
1 Saya merasa saya telah gagal melebihi orang pada umumnya.
0 Saya tidak merasa gagal.
D. Ketidakpuasan
3 Saya tidak puas dengan segalanya.
2 Saya tidak lagi mendapatkan kepuasan dari apapun.
1 Saya tidak menyukai cara yang saya gunakan.
0 Saya merasa tidak puas.
E. Rasa Bersalah
3 Saya merasa seolah-olah saya sangat buruk atau tak berharga
2 Saya merasa sangat bersalah
1 Saya merasa buruk atau tak berharga sebagai bagian dari waktu yang baik.
0 Saya tidak merasa benar-benar bersalah
F. Tidak menyukai diri sendiri
56

3 Saya benci diri saya sendiri


2 Saya muak dengan diri saya sendiri
1 Saya tidak suka dengan diri saya sendiri
0 Saya merasa kecewa dengan diri saya sendiri
G. Membahayakan diri sendiri
3 Saya akan membunuh diri saya sendiri jika saya mempunyai kesempatan
2 Saya mempunyai rencana pasti tentang tujuan bunuh diri
1 Saya merasa lebih baik mati
0 Saya tidak mempunyai pikiran-pikiran mengenai membahayakan
diri sendiri
H. Menarik diri dari sosial
3 Saya telah kehilangan semua minat saya pada orang lain dan tidak peduli
pada mereka semuanya.
2 Saya telah kehilangan semua minat saya pada orang lain dan mempunyai
sedikit perasaan pada mereka.
1 Saya kurang berminat pada orang lain daripada sebelumnya
0 Saya tidak kehilangan minat pada orang lain
I. Keragu-raguan
3 Saya tidak dapat membuat keputusan sama sekali
2 Saya mempunyai banyak kesulitan dalam membuat keputusan
1 Saya berusaha membuat keputusan
0 Saya membuat keputusan yang baik
J. Perubahan gambaran diri
3 Saya merasa bahwa saya jelek atau tampak menjijikkan
2 Saya merasa bahwa ada perubahan-perubahan yang permanent dalam
penampilan saya dan ini membuat saya tak menarik
1 Saya khawatir bahwa saya tampak tua atau tidak menarik
0 Saya tidak merasa bahwa saya tampak lebih buruk daripada
sebelumnya
K. Kesulitan kerja
3 Saya tidak melakukan pekerjaan sama sekali
2 Saya telah mendorong diri saya sendiri dengan keras untuk melakukan
sesuatu
1 Ini memerlukan upaya tambahan untuk memulai melakukan sesuatu
0 Saya dapat bekerja kira-kira sebaik sebelumnya
L. Keletihan
3 Saya sangat lelah untuk melakukan sesuatu
2 Saya lelah untuk melakukan sesuatu
1 Saya lelah lebih dari yang biasanya
0 Saya tidak lebih lelah dari biasanya
M. Anoreksia
3 Saya tidak lagi mempunyai nafsu makan sama sekali
57

2 Nafsu makan saya sangat memburuk sekarang


1 Nafsu makan saya tidak sebaik sebelumnya
0 Nafsu makan saya tidak buruk dari yang biasanya
Intepretasi:
0-4 = depresi tidak ada atau minimal
5-7 = depresi ringan
8-15 = depresi sedang
>16 = depresi berat
Kesimpulan: skor 10. Klien mengalami depresi sedang
3. Skala Depresi Geriatik Yesavage,dengan penilaian jika jawaban pertanyaan
sesuai indikasi di nilai poin 1 (nilai 1 poin untuk setiap respon yang cocok
dengan jawaban ya atau tidak setelah pertanyaan). Nilai 5 atau lebih dapat
menandakan depresi.
Skala Depresi Geriatik Yesavage, bentuk singkat
1. Apakah pada dasarnya Anda puas dengan kehidupan Anda? (Tidak)
2. SudakahAnda mengeluarkan aktivitas dan minat Anda? (Ya)
3. Apakah Anda merasa bahwa hidup Anda kosong? (Ya)
4. Apakah Anda sering bosan? (Ya)
5. Apakah Anda mempunyai semangat yang baik setiap waktu? (Tidak)
6. Apakah Anda takut sesuatu akan terjadi pada Anda? (Ya)
7. Apakah Anda merasa bahagia di setiap waktu? (Tidak)
8. Apakah Anda lebih suka tinggal dirumah setiap waktu malam hari, daripada
pergi dan melakukan sesuatu yang baru? (Ya)
9. Apakah Anda merasa bahwa Anda mempunyai lebih banyak masalah dengan
ingatan Anda daripada yang lainnya? (Ya)
10. Apakah Anda berfikir sangat menyenangkan hidup sekarang ini? (Ya)
11. Apakah Anda merasa Saya sangat tidak berguna dengan keadaan Anda
sekarang? (Tidak)
12. Apakah Anda merasa penuh berenergi? (Ya)
13. Apakah Anda berfikir bahwa situasi Anda tak ada harapan? (Ya)
14. Apakah Anda berfikir bahwa banyak orang yang lebih baik daripada Anda? (Ya)

4. Pengkajian status sosial


Status sosial lansia dapat diukur menggunakan APGAR keluarga. Penilaian:
jika pertanyaan-pertanyaan yang dijawab “selalu” (poin 2), “kadang-kadang”
(poin 1), “hampir tidak pernah” (poin 0).
APGAR Keluarga
No. Fungsi Uraian Skor
1. Adaptasi Saya puas bahwa saya dapat kembali pada keluarga 2
58

(teman-teman) saya untuk membantu pada waktu


sesuatu menyusahkan saya.
Saya puas denga cara keluarga (teman-teman) saya 2
2. Hubungan membicarakan sesuatu dengan saya dan
mengungkapkan masalah dengan saya.
Saya puas bahwa keluarga (teman-teman) saya 2
3. Pertumbuhan menerima dan mendukung keinginan saya untuk
melakukan aktivitas atau arah baru.
Saya puas dengan cara keluarga (teman-teman) 2
saya mengekspresikan afek dan berespons terhadap
4. Afeksi
emosi-emosi saya, seperti marah, sedih, dan
mencintai.
Saya puas dengan cara teman-teman saya dan 2
5. Pemecahan
menyediakan waktu bersama-sama.
Total Nilai 10
Intepretasi:
<3 = disfungsi berat
4-6 = disfungsi sedang
≥6 = fungsi baik
Kesimpulan: Fungsi klien baik

PRIORITAS DIAGNOSA
No. Prioritas Diagnosa
1 Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kekakuan pada sendi dan
penurunan integritas tulang
2
Defisit perawatan diri berhubungan dengan kerusakan musculoskeletal,
penurunan kekuatan, daya tahan, nyeri pada waktu bergerak, depresi.
59

NO
DIAGNOSA KEPERAWATAN SLKI SIKI
.
1. Gangguan Mobilitas Fisik (D.0054) Mobilitas Fisik (L.05042) Dukungan Mobilisasi (I.05173)
Definisi : Kriteria Hasil 1. Identifikasi adanya nyeri atau
Keterbatasan dalam gerakan fisik dari 1. Pergerakan esktremitas dari keluhan fisik lainnya
satu atau lebih esktremitas secara skala 2 (cukup menurun) 2. Identifikasi toleransi fisik
mandiri menjadi skala 4 (cukup melakukan pergerakan
Penyebab: meningkat) 3. Fasilitasi aktivitas mobilisasi
1. Penurunan massa otot 2. Kekuatan otot dari skala 2 dengan alat bantu (mis. pagar
2. Penurunan kekuatan otot (cukup menurun) menjadi skala tempat tidur)
3. Kekakuan sendi 4 (cukup meningkat) 4. Libatkan keluarga untuk
4. Gangguan muskuloskletal 3. Rentang gerak (ROM) dari membantu pasien dalam
5. Nyeri skala 2 (cukup menurun) meningkatkan pergerakan
6. Kecemasan menjadi skala 4 (cukup 5. Jelaskan tujuan dan prosedur
Gejala dan tanda mayor meningkat) mobilisasi
Subjektif : 4. Nyeri dari skala 2 (cukup 6. Anjurkan melakukan mobilisasi
Mengeluh sulit menggerakkan meningkat) menjadi skala 4 dini
esktremitas (cukup menurun) 7. Ajarkan mobilisasi sederhana (mis.
Objektif : 5. Kecemasan dari skala 2 (cukup duduk di tempat tidur, duduk di
1. Kekuatan otot menurun meningkat) menjadi skala 4 sisi tempat tidur, pindah dari
2. Rentang gerak (ROM) menurun (cukup menurun) tempat tidur ke kursi
Gejala dan tanda minor 6. Kaku sendi dari skala 2 (cukup 8. Ajarkan pasien untuk melakukan
Subjektif : meningkat) menjadi skala 4 latihan gerak aktif
1. Nyeri saat bergerak (cukup menurun) 9. Monitor kemampuan pasien
2. Merasa cemas saat bergerak 7. Gerakan terbatas dari skala 2 melakukan gerak aktif
Objektif : (cukup meningkat) menjadi
1. Sendi kaku skala 4 (cukup menurun)
2. Gerakan terbatas 8. Kelemahan fisik dari skala 2
3. Fisik lemah (cukup meningkat) menjadi
60

Kondisi klinis terkait skala 4 (cukup menurun)


Osteoarthritis

IMPLEMENTASI

No Dx Tanggal Jam Implementasi Nama/TTD


08.00 1. Mengidentifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya
1 Senin, 2 08.15 2. Mengidentifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan
November 08.20 3. Memfasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu (mis. pagar tempat
2020 tidur)
08.25 4. Melibatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan
pergerakan

08.00 1. Menjelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi


2 Selasa, 3 08.15 2. Menganjurkan melakukan mobilisasi dini
November 08.20 3. Mengajarkan mobilisasi sederhana (mis. duduk di tempat tidur, duduk di
2020 sisi tempat tidur, pindah dari tempat tidur ke kursi
08.00 1. Mengajarkan pasien untuk melakukan latihan gerak aktif
3 Rabu, 4 08.10 2. Monitor kemampuan pasien melakukan gerak aktif
November 08.15 3. Monitor kemampuan pasien melakukan mobilitas sederhana
2020 08.20 4. Monitor adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya
61

EVALUASI

No Dx Tanggal Jam Evaluasi Nama/TTD


1 Senin, 2 November 08. 45 S: Pasien mengatakan masih terasa nyeri dan kaku. Pasien
2020 belum merasa nyaman dalam melakukan aktivitas. Aktivitas
pasien masih dibantu keluarga
O:
 KU Lemah
 TTV:
Suhu : 37C
Nadi: 60 kali /menit
Pernafasan: 18 kali /menit
Tekanan Darah : 90/70mmHg
A: Masalah belum teratasi
P: Intervensi dilanjutkan
2 Selasa, 3 November 09.00 S: Pasien belum merasa nyaman. Pasien mengatakan berusaha
2020 untuk melakukan mobilisasi yang diajarkan
O:
 TTV:
Suhu : 37C
Nadi: 60 kali /menit
Pernafasan: 18 kali /menit
Tekanan Darah : 90/70mmHg
 Pasien anemia sedang, rentang gerak terbatas, tidak bisa
tidur nyenyak, obat yang diberikan untuk mengatasi
rematik dan menekan inflamasi
A: Masalah teratasi sebagian
P: Intervensi dilanjutkan
62

3 Rabu, 4 November 08.20 S: Pasien mengatakan sedikit dibantu dalam melakukan


2020 aktivitas secara mandiri. Pasien mengatakan sudah bisa
melakukan latihan gerak aktif dengan bantuan keluarga
O:
 Aktivitas pasien masih bergantung pada orang lain
 Pasien membatasi rentang geraknya
A: masalah teratasi
P: intervensi dihentikan
63

4.3 JURNAL 1
Judul : Tingkat Pengetahuan Terhadap Penanganan Penyakit Rheumatoid Artritis Pada Lansia
Penulis : Juli Andri, Padila, Andry Sartika, Selviyana Ega Nanang Putri, Harsismanto
Tahun :2020
P (Problem) I (Intervention) C (Comparation) O (Outcome)
Sebagian besar masyarakat Dalam penelitian ini Berdasarkan uji kolerasi Berdasarkan hasil
Indonesia menganggap remeh digunakan jenis penelitian yang telah dilakukan pada penelitian, terdapat
penyakit Rematik, karena observasional analitik dengan penelitian ini dapat di lihat hubungan antara tingkat
sifatnya yang seolah-olah rancangan penelitian Korelasi. bahwa nilai korelasi tingkat pengetahuan dengan
tidak menimbulkan kematian Dimana rancangan penelitian pengetahuan dengan penanganan penyakit
padahal rasa nyeri yang ini digunakan untuk melihat penanganan penyakit rheumatoid arthritis di Balai
ditimbulkan sangat hubungan tingkat rheumatoid arthritis di dapat Pelayanan dan Penyantunan
menghambat seseorang untuk pengetahuan perawatan lansia nilai r = 0.904 atau kekuatan Lanjut Usia Pagar Dewa
melakukan aktivitas sehari- dengan kejadian Reumatoid hubungan sangat kuat, dan Kota Bengkulu.
hari. Penyakit Rematik sering Artritis pada lansia di Balai pola hubungan positif (+)
kita dengar di masyarakat, Pelayanan dan Penyantunan yang artinya semakin tinggi
Namun pemahaman yang Lanjut Usia Pagar Dewa tingkat pengetahuan
benar tentang Rematik di Bengkulu.Cara pengumpulan responden maka semakin
keluarga belum memuaskan. data diperoleh lansung dari tinggi pula penanganan
Banyak orang menganggap subjek penelitian meliputi terhadap penyakit
rheumatoid arthritis sebagai informasi mengenaai tingkat rheumatoid arthritis
radang sendi biasa, sehingga pengetahuan lansia dan responden. Dan didapatkan
mereka terlambat melakukan dengan penanganan penyakit pula nilai p. value 0.000 atau
pengobatan (Padila, 2013). rheumatoid arthritis pada p.value < α yang artinya ada
Salah satu faktor yang lansia di Balai Pelayanan dan hubungan antara tingkat
mempengaruhi perilaku Penyantunana Lanjut Usia pengetahuan dengan
tentang penatalaksanaan Pagar Dewa Kota Bengkulu penanganan penyakit
rheumatoid arthritis adalah melalui pertanyaan yang rheumatoid arthritis pada
pengetahuan dan informasi. diberikan. lansia di Balai Pelayanan dan
64

Penyantunan Lanjut Usia


Pagar Dewa Kota Bengkulu.

JURNAL 2
Judul :Pengaruh latihan gerak aktif terhadap intensitas nyeri rematik pada lansia
Penulis :Adi Antoni, Nurhabibah Lubis
Tahun :2018
P (Problem) I (Intervention) C (Comparation) O (Outcome)
Terapi farmakologi Desain penelitian kuantitatif Berdasarkan hasil pengujian, Berdasarkan hasil
seperti NSAID dapat berisiko yangdigunakan dalam pemberian latihan rentang penelitian, latihan gerak
mengalami toksisitas pada penelitian ini adalah kuasi gerakdapat menyebabkan aktif dapat
system gastrointestinal, dan eksperimen dengan rancangan rileks sehingga akan menurunkanintensitas nyeri
kardio-renal. Terapi non one group pre-test and mengaktifkan sistem limbik pada lansia, dimana terjadi
farmakologi yang dapat posttest only design (Polit & dalam tubuh bertujuan untuk penurunan itensitas nyeri
digunakan antara lain Beck, 2012). memproduksi hormone dengan rerata pre test 4.88
fisioterapi, terapi okupasi, Metode pengambilan sampel endorfrin. Selanjutnya dan posttest 3.38, nilai
hand exercise, podiatri, diet yang digunakan dengan cara hormon endorfrin dilepaskan p<0.001.
dan terapi komplementer purposive sampling. Criteria untuk memblok transmisi
(NICE, 2018). sampel yaitu klienlansia RA stimulus nyeri. Stimulus
dengan intensitas nyeri ringan kutaneus seperti latihan
Latihan gerak aktif sampai sedang. Jumlah rentang gerak mengaktifkan
merupakan sampel sebanyak 16 transmisi serabut A-beta
salah satu bagian dari terapi responden. Pengambilan data yang lebih besar dan lebih
non farmakologi. Latihan ini dilakukan dengan cepat, implus ini akan
juga memiliki dampak menggunakan Numeric menghambat implus dari
kesehatan bagi klien Rating Scale (NRS). Analisis serabut berdiameter kecil
65

rheumatoidarthritis. Cooney, data menggunakan uji sehingga sensasi atau nyeri


Rebecca-Jane, & Thom Wilcoxon. yang dibawa oleh serabut
(2011) mengatakan latihan kecil akan berkurang atau
gerak pada klien RA dapat bahkan tidak dihantarkan ke
membantu klien dalam otak. Hasil penelitian ini
meningkatkan fungsi tubuh didapatkan bahwa latihan
dan memudahkan dalam ROM dapat meningkatkan
melaksanakan aktivitas sehari- fleksibilitas sendi pada
hari. lansia.

JURNAL 3
Judul :Peningkatan Kenyamanan Lansia Dengan Nyeri Rheumatoid Arthritis Melalui Model Comfort Food For The Soul
Penulis :Dhina Widayati, Farida Hayati
Tahun :2017
P (Problem) I (Intervention) C (Comparation) O (Outcome)
Salah satu permasalahan Penelitian ini menggunakan Berdasarkan hasil pengujian, Berdasarkan hasil
lansia dalam sistem Quasyeksperimen dengan Pre- data tingkat penelitian, model comfort
muskuloskeletal adalah post test control group design. kenyamananresponden pada food for the soul
Rheumatoid Arthritis (RA). Jumlah sampel 32 responden kelompok perlakuan dan yangdiberikan melalui
Padaorang tua dengan RA diperoleh dengan purposive kontrol sesudah pemberian music religi dan slow depth
memiliki keluhan utama nyeri sampling dibagi menjadi intervensi model comfort for breath dapat menurunkan
yang juga dapat menjadi kelompok eksperimen dan the soul menunjukkan bahwa tingkat stres padalansia
stressor terhadap stres. kontrol. Data variabel sebagian responden, 8 orang yang menderita RA melalui
Salah satu bentuk intervensi dependen dikumpulkan (50,00%) pada kelompok produksiBeta Endorphin
dalam model kenyamanan melalui DASS kuesioner perlakuan mempunyai pada jalur mekanisme HPA
makanan bagi jiwa dapat (tingkat stres) dan GCQ tingkat kenyamanan dalam axis. Model comfort fod for
66

dilakukan dengan terapi (kenyamanan). kategori tinggi. Sedangkan the soulmeningkatkan


musik religius. pada kelompok kontrol, kenyamanan pada lansia
terdapat 1 orang (6,25%) yang menderita RA melalui
yang mempunyai tingkat manajemen nyeri yang
kenyamanan dalam kategori efektif (aspek relasasi
tinggi. Uji Mann Whitney U dengan slow deep breath
Test dengan nilai p=0,008 dan doa diiringi alunan
(P<0,05) menunjukkan musik. Modelcomfort fod
bahwa terdapat perbedaan for the soul dapat digunakan
tingkat kenyamanan post oleh perawat gerontik
intervensi model comfort sebagaisalah satu upaya
food for the soul pada menurunkan tingkat stress
kelompok perlakuan dan dan meningkatkan
kelompok kontrol. Hasil kenyamanan lansia dengan
kedua jenis uji statistik Rheumatoid Arthritis
menunjukkan bahwa sehingga mutu pelayanan
hipotesis diterima, yang keperawatan pada lansia
artinya terdapat pengaruh dengan nyeri kronik
model comfort food for the Rheumatoid Arthritis
soul terhadap kenyamanan melalui pendekatan
pada lansia psikoterapi dapat
denganRheumatoid Arthritis. ditingkatkan. Memberikan
kegiatan yang berbasis
psikologis pada lansia
dalam upaya meningkatkan
kenyamanan lansia (terapi
musik, doa bersama,
pengajian).
BAB 5

PENUTUP

5.1 Simpulan

Perubahan-perubahan akan terjadi pada tubuh manusia sejalan dengan


makin meningkatnya usia. Perubahan tubuh terjadi sejak awal kehidupan hingga
usia lanjut pada semua organ dan jaringan tubuh , keadaan demikian itu tampak
pula pada semua system musculoskeletal dan jaringan lainnya yang ada kaitannya
dengan kemungkinan timbulnya beberapa golongan reumatik.

Reumatik dapat mengakibatkan perubahan otot hingga fungsinya dapat


menurun bila otot pada bagian yang menderita tidak dilatih guna mengaktifkan
fungsi otot, dengan meningkatnya usia menjadi tua fungsi otot dapat dilatih
dengan baik, namun usia lanjut tidak selalu mengalami atau menderita
reumatik.Menurutnya kesepakatan para ahli dibidang rematologi, reumatik dapat
terungkap sebagai keluhan dan tanda dari kesepakatan, dinyatakan ada tiga
keluhan utama pada system musculoskeletal yaitu : nyeri, kekakuan (rasa kaku)
dan kelemahan, serta adanya tiga tanda utama yaitu : pembekakan sendi,
kelemahan otot dan gangguan gerak

Peran perawat juga dibutuhkan dalam hal ini, yaitu memberikan


penyuluhan mengenai bahaya rheumatoid arthritis serta memberikan cara terbaik
untuk mencegah rheumatoid arthritis, serta memberikan perawatan pada klien
yang telah terjangkit rheumatoid arthritis.

5.2 Saran
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis
akan lebih fokus dan details dalam menjelaskan tentang makalah diatas dengan
sumber yang lebih banyak yang tentunya dapat dipertanggungjawabkan. Untuk
saran bisa berisi kritik atau saran terhadap penulisan juga bisa untuk menanggapi
terhadap kesimpulan dari bahasan makalah yang telah dijelaskan.

67
68

DAFTAR PUSTAKA

Antoni, A., & Lubis, N. (2018). Pengaruh latihan gerak aktif terhadap intensitas nyeri
rematik pada lansia. 3(2), 2016–2019.
Ermawan Budhy, S.Kp.,M.Sc. 2018. Asuhan Keperawatan Pasien Dengan Gangguan
Sistem Imunologi. Yogyakarta: PT Pustaka Baru
Juli Andri, Padila, Andry Sartika, Selviyana Ega Nanang Putri, H. (2020). Tingkat
Pengetahuan Terhadap Penanganan Penyakit Rheumatoid Artritis Pada Lansia. 2,
12–21.
Kholifah Siti Nur. 2016. Keperawatan Gerontik. Jakarta Selatan : Pusdik SDM
Kesehatan
Lilik Ma’rifatul. 2016. Keperawatan Lanjut Usia. Yogyakarta : Graha Ilmu
Lukman, Ningsih, Nurna. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan
Sistem Muskuloskeletal. Jilid 1. Jakarta : Salemba Medika.
Martono, H. Hadi, 2014. Buku Ajar Geriatri. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia
PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator
Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan
Keperawatan, Edisi, 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Defini dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi, 1. Jakarta: DPP PPNI.
Priasmoro, D. P., Ernawati, N., Basic, T., Support, L., Di, B. L. S., & Ponorogo, K.
(2017). Peningkatan Kenyamanan Lansia Dengan Nyeri Rheumatoid Arthritis
Melalui Model Comfort Food For The Soul. 5(1), 6–15.
Price, Sylvia.A. 2006. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Ed.6; Cet.1 ;
Jil.II . Jakarta : EG
Wahyuningsih Heni Puji, Kusmiyati Yuni. 2017. Anatomi Fisiologi. Jakarta Selatan :
Pusdik SDM Kesehatan

Anda mungkin juga menyukai