Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Sebagai salah satu komponen yang penting dalam keperawatan adalah keluarga.
Keluarga merupakan unit terkecil setelah individu yang menjadi klien dalam keperawatan
(sebagai penerima asuhan keperawatan). Keluarga berperan dalam menentukan cara
pemberian asuhan yang dibutuhkan oleh anggota yang membutuhkan.
Keluarga menempati posisi di antara individu dan masyarakat sehingga dalam
memberikan asuhan keperawatan pada keluarga perawat memperoleh 2 sisi penting yaitu
memenuhi kebutuhan perawatan pada individu yang menjadi anggota keluarga dan
memenuhi perawatan keluarga yang menjadi bagian dari masyarakat. Untuk itu dalam
memberikan asuhan keperawatan perawat perlujuga memperhatikan hal-hal penting antar
lain nilai-nilai dan budaya yang di anut oleh keluarga sehingga keluarga dapat menerima
dan bekerja sama dangan petugas kesehatan dalam hal ini adalah perawat dalam mencapai
tujuan asuhan yang telah ditetapkan.
Asuhan keperawatan keluarga merupakan salah satu bentuk pelayanan kesehatan
yang di laksanakan oleh perawat yang di berikan di rumah atau tempat tinggal klien.bagi
klien beserta keluarga sehingga klien dan keluarga tetap memiliki otonomi untuk
memutuskan hal-hal yang berkaitan dangan masalah kesehatan yang di hadapinya.
Perawat yang melakukan asuhan bertanggung jawab terhadap peningkatan kemampuan
keluarga dalam mencegah timbulnya penyakit, meningkatan dan memelihara kesehatan,
serta mengatasi masalah kesehatan.
Friedman (2002) menyatakan hingga sepuluh tahun terakhir, tidak banyak
perhatian yang diberikan kepada keluarga sebagai objek studi yang sistematik dalam
keperawatan. Tetapi sejalan dengan perkembangan ilmu, pengetahuan dan teknologi
keperawatan, maka pada saat sekarang keluarga dipandang sebagai klien yang penting
dalam mengupayakan peningkatan derajat kesehatan masyarakat secara keseluruhan.
Asuhan keperawatan dilakukan berdasarkan tahap perkembangan keluarga yang
telah dicapai. Hal ini dilakukan dikarenakan setiap tahap perkembangan keluarga
berhubungan dengan tugas perkembangan keluarga dan masalah kesehatan yang berbeda
di setiap tahap tingkatannya. Perbedaan ini yang menimbulkan aktivitas asuhan,
pendekatan dan target pencapaian menjadi berbeda pula.
Keluarga baru (Childbearing Family) merupakan tahap perkembangan keluarga ke
II, Friedman (2002), yang dimulai dengan kelahiran anak pertama dan berlanjut sampai
bayi berusia 30 bulan. Menurut sebagian besar orang menyatakan bahwa tahap ini
merupakan tahap penuh stressor karena merupakan tahap transisi menjadi orang tua.
Sebuah ketidakseimbangan bisa terjadi sehingga bisa menimbulkan krisis keluarga yang
dapat berakhir dengan perasaan tidak memadai menjadi orang tua dan menyebabkan
gangguan dalam hubungan pernikahan.
Berdasarkan paparan di atas, maka penulis akan memaparkan mengenai Asuhan
Keperawatan Keluarga pada Keluarga Childbearing yang dilakukan oleh perawat untuk
mengelola stressor yang mungkin timbul dan bersama keluarga menentukan pemecahan
permasalahan tersebut, sehingga keluarga mampu secara mandiri menyelesaikan tugas
perkembangannya, mengenali dan menyelesaikan masalah kesehatannya dan pada
akhirnya mampu tampil sebagai sebuah keluarga mandiri, sejahtera, produktif dan
menjalankan seluruh fungsi keluarga dengan baik.

1.2 Rumusan Masalah


Dari latar belakang diatas, maka didapatkan rumusan masalah sebagai berikut :

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk Pemenuhan tugas Keperawatan Keluarga mengenai Asuhan Keperawatan
pada Childbearing serta mahasiswa dapat mengetahui dan mengerti bagaimana
Asuhan Keperawatan Childbearing.
1.3.2 Tujuan Khusus

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 KONSEP KELUARGA
2.1.1 Pengertian
Keluarga adalah dua atau lebih yang tergabung karena hubungan darah,
hubungan perkawinan atau pengangkatan dan mereka hidup dalam suatu rumah
tangga, berinteraksi satu sama lain dan di dalam peranannya masing-masing dan
menciptakan serta mempertahankan suatu kebudayaan (Bailon & Maglaya, 1989).
Alasan keluarga sebagai unit pelayanan keperawatan menurut Friedman,
(2002) keluarga adalah sebagai unit utama dari masyarakat dan merupakan
lembaga yang menyangkut kehidupan masyarakat. Keluarga sebagai kelompok
dapat menimbulkan, mencegah, mengabaikan atau memperbaiki masalah-masalah
kesehatan keluarga dalam kelompoknya sendiri, masalah kesehatan dalam
keluarga saling berkaitan, penyakit pada salah satu anggota keluarga juga akan
mempengaruhi seluruh keluarga tersebut. Keluarga merupakan perantara yang
efektif dan mudah untuk berbagai usaha kesehatan masyarakat, perawat dapat
menjangkau seluruh masyarakat melalui keluarga. Dalam memelihara klien
sebagai individu keluarga tetap berperan dalam pengambilan keputusan dalam
melakukan pemeliharaan anggota keluarga. Keluarga merupakan lingkungan
yang serasi untuk mengembangkan potensi tiap individu yang menjadi anggota
dalam keluarga.
Sedangkan tujuan perawatan kesehatan keluarga adalah memungkinkan
keluarga untuk mengelola masalah kesehatan dan mempertahankan fungsi dan
melindungi keluarga serta memperkuat pelayanan kepada masyarakat tentang
perawatan kesehatan.

2.1.2 Tipe-tipe Keluarga


1. Keluarga inti (Nuclear Family) yaitu keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan
anak-anaknya dalam satu rumah.
2. Keluarga besar (Extended Family) yaitu keluarga inti di tambah dengan
sanak saudara, misalnya kakek, nenek, bibi, keponakan, saudara sepupu dll.
3. Keluarga berantai (Serial Family) yaitu keluarga yang terdiri dari wanita dan
pria yang menikah lebih dari satu kali dan merupakan satu keluarga inti.
4. Keluarga duda/ janda (Single Family) yaitu keluarga yang terjadi perceraian
atau kematian.
5. Keluarga berkomposisi (Composite) yaitu keluarga yang perkawinanya
berpoligami dan hidup bersama.
6. Keluarga kabitas (Cohabitation) yaitu dua orang yang menjadi satu tanpa
pernikahan tetapi membentuk suatu keluarga.

2.1.3 Asuhan Keperawatan Keluarga


Menurut Setyowati dan Murwarni (2008), asuhan keperawatan keluarga
adalah suatu rangkaian kegiatan yang diberikan melalui praktek keperawatan
kepada keluarga, untuk membantu menyelesaikan masalah kesehatan keluarga
tersebut dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan.
Tujuan umum asuhan keluarga adalah ditingkatkannya kemampuan
keluarga dalam mengatasi masalah kesehatannya secara mandiri dalam mengenal
masalah kesehatan keluarga, memutuskan tindakan yang tepat untuk mengatasi
masalah kesehatan keluarga, melakukan tindakan keperawatan kesehatan kepada
anggota keluarga yang sakit, mempunyai gangguan fungsi tubuh, dan atau yang
membutuhkan bantuan/asuhan keperawatan, memelihara lingkungan (fisik, psikis
dan sosial) sehingga menunjang peningkatan kesehatan keluarga, memanfaatkan
sumber daya yang ada di masyarakat misalnya : puskesmas, puskesmas
pembantu, kartu sehat, dan posyandu untuk memperoleh pelayanan kesehatan.
1. Pengkajian keluarga dan individu di dalam keluarga
Yang termasuk pada pengkajian keluarga adalah :
a. Mengidentifikasi data demografi dan sosiokultural
b. Data lingkungan
c. Struktur dan fungsi keluarga
d. Stress dan strategi koping yang digunakan keluarga
e. Perkembangan keluarga
Sedangkan yang termasuk pada pengkajian terhadap individu sebagai
anggota keluarga, adalah pengkajian fisik, mental, emosi, sosial dan spiritual.

2. Diagnosis
Diagnosis keperawatan keluarga dianalisis dari hasil pengkajian
terhadap adanya masalah dalam tahap perkembangan keluarga, lingkungan
keluarga, struktur keluarga, fungsi – fungsi keluarga dan koping keluarga,
baik yang bersifat aktual, resiko maupun sejahtera dimana perawat memiliki
kewenangan dan tanggung jawab untuk melaksanakan tindakan keperawatan
bersama – sama dengan keluarga dan berdasarkan kemampuan dan sumber
daya keluarga (Setyowati dan Murwarni, 2008).
Diagnosis keperawatan adalah keputusan tentang respon keluarga
tentang masalah kesehatan aktual atau potensial, sebagai dasar seleksi
intervensi keperawatan untuk mencapai tujuann asuhan keperawatan
keluarga sesuai dengan kewenangan perawat (Setiadi, 2008).
Tahap dalam diagnosis keperawatan keluarga antara lain analisis data,
perumusan masalah dan prioritas masalah.
Komponen diagnosis keperawatan keluarga meliputi problem,
etiologi dan sign/simpton. Perumusan diagnosis keperawatan keluarga sama
dengan diagnosis klinik yang dapat dibedakan menjadi 4 (empat) kategori
yaitu :
a. Aktual (terjadi defisit/gangguan kesehatan)
b. Resiko (ancaman kesehatan)
c. Wellness (keadaan sejahtera)
d. Sindrom
Prioritas dari diagnosa keperawatan yang ditemukan dilakukan jika
diagnosis keperawatan ditemukan dihitung dengan menggunakan skala
prioritas (Skala Baylon dan Maglaya) sebagai berikut :
No Kriteria Bobo Skor
. t
1. Sifat masalah 1 Aktual = 3
Resiko = 2
Potensial = 1
2. Kemungkinan 2 Mudah = 2
masalah untuk Sebagian = 1
dipecahkan Tidak dapat = 0
3. Potensi masalah 1 Tinggi = 3
untuk dicegah Cukup = 2
Rendah = 1
4. Menonjolnya 1 Segera diatasi = 2
masalah Tidak segera diatasi = 1
Tidak dirasakan adanya masalah =
0
3. Perencanaan
Perencanaan diawali dengan merumuskan tujuan yang ingin dicapai
serta rencana tindakan untuk mengatasi masalah yang ada. Tujuan di
rumuskan untuk mengatasi atau meminimalkan stressor dan intervensi
dirancang berdasarkan tiga tingkat pencegahan.
Tujuan terdiri dari tujuan jangka panjang dan tujuan jangka pendek.
Penetapan tujuan jangka panjang ( tujuan umum ) mengacu pada bagaimana
mengatasi problem atau masalah di keluarga, sedangkan penetapan tujuan
jangka pendek (tujuan khusus) mengacu pada bagaimana mengatasi etiologi.
Contoh pembuatan rencana keperawatan keluarga seperti pada tabel di bawah
ini :
Diagnosis Tujuan Evaluasi Rencana
Keperawatan Kriteria Standar Intervensi

4. Implementasi
Implementasi merupakan langkah yang dilakukan setelah
perencanaan program. Program dibuat untuk menciptakan keinginan berubah
dari keluarga, dan memandirikan keluarga. Pada tahap ini perawat tidak
bekerja sendiri, tetapi perlu melibatkan secara integrasi semua profesi
kesehatan yang menjadi tim perawatan kesehatan di rumah.

5. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan. Evaluasi
merupakan sekumpulan informasi yang sistematik berkenaan dengan
program kerja dan efektivitas dari serangkaian program yang digunakan
terkait program kegiatan, karakteristik dan hasil yang telah dicapai.
Evaluasi dilaksanakan dengan tujuan mendapatkan informasi tentang :
a. Efektifitas dan efisiensi program
b. Kesesuaian program dengan rencana dan tuntutan keluarga
c. Pencapaian tujuan yang telah ditetapkan
d. Masalah yang muncul dalam pengembangan program dan
penyelesaiannya.
2.1.4 Peran Perawat Dalam Asuhan Keperawatan Keluarga
Menurut Setiadi (2008) dalam memberikan asuhan keperawatan kesehatan
keluarga, ada beberapa peranan yang dapat dilakukan oleh perawat antara lain
adalah :
1. Pengenal kesehatan (health monitor)
2. Pemberi pelayanan pada anggota keluarga yang sakit
3. Koordinator pelayanan kesehatan dan keperawatan kesehatan keluarga
4. Fasilitator
5. Pendidik kesehatan
6. Penyuluh dan konsultan

2.1.5 Level/Tingkatan Praktik Keperawatan Keluarga


Terdapat beberapa level / tingkatan keperawatan keluarga menurut Bozzet,
1987 dalam Friedman (1998) yang dikutip Achjar, H (2010) yaitu:
1. Level 1
Individu merupakan fokus intervensi dan keluarga sebagai background.
Keluarga dipandang sebagai konteks bagi klien yang merupakan latar
belakang atau fokus sekunder, sedangkan individu merupakan bagian
terdepan atau fokus primer yang berkaitan dengan pengkajian dan intervensi
keperawatan. Dalam hal ini perawat keluarga, dapat menganggap keluarga
sebagai bagian sistem pendukung sosial klien tetapi hanya dengan sedikit
keterlibatan keluarga dalam rencana perawatan klien.
2. Level 2
Keluarga sebagai penjumlahan dari anggota – anggotanya (keluarga sebagai
kumpulan dari anggota keluarga). Dalam praktek keperawatan keluarga,
keluarga dipandang sebagai kumpulan dari anggota keluarga, sehingga
asuhan keperawatan bisa digunakan untuk seluruh anggota keluarga tersebut.
Asuhan keperawatan diberikan bukan hanya pada satu individu, tetapi bisa
lebih individu.
3. Level 3
Subsistem dalam keluarga bisa dilihat dari hubungan antara anggota –
anggota keluarga. Subsistem keluarga merupakan pusat perhatian sebagai
penerima pengkajian dan intervensi keperawatan keluarga.
4. Level 4
Seluruh anggota keluarga merupakan fokus intervensi. Keluarga dipandang
sebagai klien atau sebagai fokus utama pengkajian dan perawatan keluarga.
Keluarga menjadi yang utama dengan anggota keluarga sebagai latar
belakang atau konteks. Keluarga sebagai sistem yang berinteraksi, adanya
saling ketergantungan antara subsistem keluarga dengan keseluruhan
keluarga dan lingkungan sekitar.

2.2 KONSEP KELUARGA CHILDBEARING


2.2.1 Pengertian
Menurut Duvall & Miller (1985) dalam Friedman (2002), keluarga
Childbearing adalah keluarga yang dimulai dengan kelahiran anak pertama dan
berlanjut sampai bayi berusia 30 bulan. Keluarga childbearing adalah keluarga
yang berada pada tahap perkembangan ke II .
Menurut Rodgers dalam Friedman (1998), keluarga Chilbearing adalah
keluarga yang menantikan kelahiran dimulai dari kehamilan sampai kelahiran
anak pertama dan berlanjut sampai anak pertama berusia 30 bulan (2,5 tahun).
Dari beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan secara umum bahwa
keluarga Childbearing adalah keluarga yang berada pada tahap perkembangan ke
II mulai dari kehamilan sampai kelahiran anak pertama dan berlanjut sampai anak
pertama berusia 30 bulan.

2.2.2 Tugas Perkembangan Keluarga Childbearing


Masa ini merupakan transisi menjadi orang tua yang akan menimbulkan
krisis keluarga. Studi klasik Le Master (1957) dalam Friedman (2002) dari 46
orang tua dinyatakan 17% tidak bermasalah, dan selebihnya bermasalah dalam
hal suami merasa diabaikan, peningkatan perselisihan dan argumen, interupsi
dalam jadual kontinyu dan kehidupan seksual dan sosial terganggu dan menurun.
Menurut Duvall & Miller (1985) dan Charter & McGoldrick (1988) dalam
Friedman (2002), tugas perkembangan keluarga tahap ini antara lain adalah:
1. Membentuk keluarga muda sebagai sebuah unit yang mantap
(mengintegrasikan bayi baru ke keluarga)
2. Rekonsiliasi tugas-tugas perkembangan yang bertentangan dan kebutuhan
anggota keluarga
3. Mempertahankan hubungan perkawinan yang memuaskan dengan pasangan
4. Memperluas persahabatan dengan keluarga besar dengan menambahkan
peran orangtua dan kakek nenek dalam pengasuhan
Menurut (Spradley) tugas perkembangan keluarga Childbearing adalah:
persiapan untuk bayi, penataanrole masing-masing dan tanggung jawab,
persiapan biaya, adaptasi dengan pola hubungan seksual, pengetahuan tentang
kehamilan, persalinan dan menjadi orang tua.

2.2.3 Perhatian Pelayanan Kesehatan


Perhatian pelayanan kesehatan yang menjadi fokus utama asuhan
keperawatan pada keluarga childbearing menurut Friedman (2002), adalah :
1. Persiapan untuk pengalaman melahirkan
Kehamilan dan kelahiran bayi perlu dipersiapkan pasangan suami istri. Saat
Kehamilan terjadi adaptasi maternal yang merupakan proses sosial dan
kognitif yang kompleks bukan hanya berdasarkan naluri tetapi dipelajari.
Awal kehamilan istri biasanya banyak tidur dan mempunyai keinginan untuk
berhenti dari aktivitas sehari – hari yang penuh tuntutan dan rutinitas.
Trimester ke II mulai mengalihkan perhatian ke dalam kandungannya.
Trimester III perlambatan aktivitas dan waktu terasa cepat berlalu sehingga
aktivitas dibatasi. Istri mulai mengubah konsep dirinya menjadi siap menjadi
orang tua.
2. Transisi menjadi orang tua
Perawat perlu memfasilitasi hubungan orang tua dan bayi yang positif dan
hangat, sehingga jalinan kasih sayang antara bayi dan orang tua tercapai. Ibu
dan Ayah kadang – kadang secara tiba – tiba berselisih dengan semua peran
yang mengasyikan yang telah dipercayakan.
3. Perawatan bayi yang sehat
Ibu yang pertama kali mempunyai anak akan banyak meminta bantuan di
dalam proses perawatan bayinya. Banyaknya nasehat dari orang tua,
tetangga, teman dan lingkungan terkadang membuat ibu baru merasa
kebingungan. Kelelahan secara fisik dan emosional dapat membuat ibu baru
mengalami post partum blues dan perasaan tidak berdaya.
4. Mengenali secara dini dan menangani masalah – masalah kesehatan fisik
anak dengan tepat
Keluarga baru belum mempunyai pengalaman mengenai proses pengasuhan
dan perawatan anak terutama mengenai tanda dan gejala suatu kondisi sakit.
Mereka banyak membutuhkan bantuan untuk melakukan tindakan
mendapatkan pelayanan kesehatan. Kebanyakan belajar dan mendapatkan
pengetahuan dari orang tua atau teman yang telah lebih dulu mempunyai
anak.
5. Imunisasi
Keluarga baru banyak yang sudah memahami pentingnya mengimunisasikan
bayinya. Tetapi pada sebagian budaya yang menolak untuk melakukan
tindakan ini dikarenakan kepercayaan imunisasi akan menimbulkan sakit.
Penyuluhan dan bantuan layanan kesehatan juga dibutuhkan oleh keluarga.
6. Pertumbuhan dan perkembangan yang normal
Pertumbuhan dan perkembangan anak menjadi perhatian yang penting. Pada
masa ini anak sedang berada pada proses interaksi dan adaptasi dengan
lingkungan baru. Keluarga perlu diberitahukan untuk melakukan pengawasan
terhadap tumbuh kembang anak dengan secara teratur membawa anak ke
pelayanan kesehatan seperti posyandu, puskesmas atau petugas kesehatan
terdekat. Sehingga dapat teridentifikasi kondisi gangguan dari tumbuh
kembang anak.

2.2.4 Masalah Yang Lazim Terjadi Pada Keluarga Childbearing


Tahap ini dimulai dengan kehamilan dan kelahiran anak pertama dan
berlanjut sampai bayi berusia 30 bulan. Transisi menjadi orang tua adalah salah
satu kunci dalam siklus kehidupan keluarga, dan sistem permanen dalam keluarga
mulai terbentuk.Masa menjadi orang tua ini bagi sebagian orang merupakan masa
transisi kehidupan yang penuh stress, periode ketidakseimbangan, memerlukan
banyak perubahan yang dapat menyebabkan krisis keluarga, perasaan tidak
memadai jadi orang tua, dan menyebabkan gangguan hubungan pernikahan.
Stressor yang paling sering adalah kehilangan kebebasan personal akibat
tanggung jawab menjadi orang tua, kurangnya waktu dan hubungan persahabatan
dalam pernikahan sering teridentifikasi.
Penyesuaian menjadi orang tua menjadi hal penting karena kehadiran bayi
sebagai anggota baru membutuhkan perubahan yang tiba – tiba sampai menuntut
peran yang tidak henti – hentinya. Perasaan tidak memadai, kurangnya bantuan
dari keluarga dan teman, saran yang bertentangan dan profesional pelayanan
kesehatan.
Ibu biasanya sangat kelelahan baik secara fisik maupun psikologis dan
terbebani dengan tugas rumah tangga dan mungkin oleh tanggung jawab
pekerjaan.
Pola komunikasi pernikahan yang baru, berkembang dengan hadirnya
seorang anak, pola hubungan antar pasangan dan sebagai orang tua menunjukkan
pola transaksional yang berubah drastis.
Friedman, (2002) mengobservasi bahwa orang tua bayi sedikit berbicara
satu sama lain, sedikit memiliki kesenangan, kurang menstimulasi percakapan
dan kualitas pernikahan menurun sehingga pada tahap ini kebahagiaan
pernikahan lebih rendah.
Penyesuaian dengan keluarga besar dan teman – teman juga terjadi, akses
terhadap jaringan kerja dan sistem dukungan sosial untuk menerima kepuasan dan
memiliki perasaan positif tentang kehidupan keluarga, keluarga muda juga perlu
mengetahui kapan mereka membutuhkan bantuan dan dari mana mereka
mendapatkannya serta kapan mereka harus bergantung pada sumber – sumber dan
kekuatan dari dalam diri mereka sendiri.
Hubungan pernikahan yang kuat dan aktif turut berperan dalam kestabilan
dan moralitas keluarga. Hubungan suami istri yang memuaskan akan memberikan
kekuatan dan energi pada pasangan untuk diberikan kepada bayinya.

2.2.5 Kehamilan
Berdasarkan definisi bahwa keluarga Childbearing adalah keluarga yang
dimulai dengan kehamilan sampai kelahiran hingga anak pertama berusia 30
bulan, maka perlu juga pembahasan tentang kehamilan dan perubahan peran apa
saja yang terjadi dalam keluarga terkait dengan kehamilan.
Ibu Hamil (Maternal) adalah suatu kondisi dimana seorang perempuan
mengalami suatu kondisi kehamilan. Kehamilan adalah suatu kondisi yang
terjadi bila ada pertemuan dan persenyawaan antara sel telur (ovum) dan sel mani
(spermatozoa). Kehamilan terbagi atas trimester I (1 – 14 minggu), trimester II
(14 – 28 minggu), trimester III (28 – 42 minggu).
Masalah-masalah yang sering terjadi pada ibu hamil adalah :
1. Respon terhadap perubahan citra tubuh
Perubahan fisiologis kehamilan menimbulkan perubahan bentuk tubuh yang
cepat dan nyata. Selama trimester I bentuk tubuh sedikit berubah, tetapi pada
trimester II pembesaran abdomen yang nyata, penebalan pinggang dan
pembesaran payudara memastikan status kehamilan. Wanita merasa seluruh
tubuhnya bertambah besar dan menyita ruang yang lebih luas. Perasaan ini
semakin kuat seiring bertambahnya usia kehamilan. Secara bertahap terjadi
kehilangan batasan – batasan fisik secara pasti, yang berfungsi memisahkan
diri sendiri dari orang lain dan memberi rasa aman. Sikap wanita terhadap
tubuhnya di duga dipengaruhi oleh nilai – nilai yang diyakininya dan sifat
pribadinya. Sikap ini sering berubah seiring kemajuan kehamilan. Sikap
positif terhadap tubuh biasanya terlihat selama trimester I. Namun, seiring
kemajuan kehamilan, perasaan tersebut menjadi lebih negatif. Pada
kebanyakan wanita perasaan suka atau tidak suka terhadap tubuh mereka
dalam keadaan hamil bersifat sementara dan tidak menyebabkan perubahan
persepsi yang permanen tentang diri mereka.
2. Ambivalensi selama masa hamil
Ambivalensi didefinisikan sebagai konflik perasaan yang simultan, seperti
cinta dan benci terhadap seseorang, sesuatu, atau suatu keadaan. Ambivalensi
adalah respon normal yang dialami individu yang mempersiapkan diri untuk
suatu peran baru. Kebanyakan wanita memiliki sedikit perasaan ambivalen
selama hamil. Bahkan wanita yang bahagia dengan kehamilannya, dari waktu
ke waktu dapat memiliki sikap bermusuhan terhadap kehamilan atau janin.
Pernyataan pasangan tentang kecantikan seorang wanita yang tidak hamil
atau peristiwa promosi seorang kolega ketika keputusan untuk memiliki
seorang anak berarti melepaskan pekerjaan dapat meningkatkan rasa
ambivalen. Sensasi tubuh, perasaan bergantung, dan kenyataan tanggung
jawab dalam merawat anak dapat memicu perasaan tersebut. Perasaan
ambivalen berat yang menetap sampai trimester III dapat mengindikasikan
bahwa konflik peran sebagai ibu belum diatasi (Lederman, 1984). Setelah
kelahiran seorang bayi yang sehat, kenangan akan perasaan ambivalen ini
biasanya lenyap. Apabila bayi yang lahir cacat, seorang wanita kemungkinan
akan mengingat kembali saat – saat ia tidak menginginkan anak tersebut dan
merasa sangat bersalah. Tanpa penyuluhan dan dukungan yang memadai, ia
dapat menjadi yakin bahwa perasaan ambivalennya telah menyebabkan
anaknya cacat.
3. Hubungan seksual
Ekspresi seksual selama masa hamil bersifat individual Beberapa pasangan
menyatakan puas dengan hubungan seksual mereka, sedangkan yang lain
mengatakan sebaliknya. Perasaan yang berbeda – beda ini dipengaruhi oleh
faktor – faktor fisik, emosi, dan interaksi, termasuk takhayul tentang seks
selama masa hamil, masalah disfungsi seksual, dan perubahan fisik pada
wanita. Dengan berlanjutnya kehamilan, perubahan bentuk tubuh, citra
tubuh, dan rasa tidak nyaman mempengaruhi keinginan kedua belah pihak
untuk menyatakan seksualitas mereka. Selama trimester I seringkali
keinginan seksual wanita menurun, terutama jika ia merasa mual, letih, dan
mengantuk. Saat memasuki trimester II kombinasi antara perasaan
sejahteranya dan kongesti pelvis yang meningkat dapat sangat meningkatkan
keinginannya untuk melampiaskan seksualitasnya. Pada trimester III
peningkatan keluhan somatik (tubuh) dan ukuran tubuh dapat menyebabkan
kenikmatan dan rasa tertarik terhadap seks menurun (Rynerson, Lowdermilk,
1993). Pasangan tersebut perlu merasa bebas untuk membahas hubungan
seksual mereka selama masa hamil. Kepekaan individu yang satu terhadap
yang lain dan keinginan untuk berbagi masalah dapat menguatkan hubungan
seksual mereka. Komunikasi antara pasangan merupakan hal yang penting.
Pasangan yang tidak memahami perubahan fisiologis dan emosi, yang terjadi
dengan cepat selama masa hamil, dapat menjadi bingung saat melihat
perilaku pasangannya. Dengan membicarakan perubahan – perubahan yang
mereka alami, pasangan dapat mendefinisikan masalah mereka dan
menawarkan dukungan yang diperlukan. Perawat dapat memperlancar
komunikasi antar pasangan dengan berbicara kepada pasangan tentang
perubahan perasaan dan perilaku yang mungkin dialami wanita selama masa
hamil (Rynerson, Lowdermilk, 1993)
4. Kekhawatiran tentang janin
Kekhawatiran orang tua terhadap kesehatan anak berbeda – beda selama
masa hamil (Gaffney, 1988). Kekhawatiran pertama timbul pada trimester I
dan berkaitan dengan kemungkinan terjadinya keguguran. Banyak wanita
yang sengaja tidak mau memberitahukan kehamilannya kepada orang lain
sampai periode ini berlalu. Ketika janin menjadi semakin jelas, yang terlihat
dengan adanya gerakan dan denyut jantung, Kecemasan orang tua yang
terutama ialah kemungkinan cacat pada anaknya. Orang tua mungkin akan
membicarakan rasa cemasnya ini secara terbuka dan berusaha untuk
memperoleh kepastian bahwa anaknya dalam keadaan sempurna. Pada tahap
lanjut kehamilan, rasa takut bahwa anaknya dapat meninggal semakin
melemah. Kemungkinan kematian ini terbukti semakin tidak dipikirkan
orang tua.

Tugas Perkembangan Ibu Hamil (Maternal) :


1. Menerima Kehamilan
Langkah pertama dalam beradaptasi terhadap peran ibu ialah menerima ide
kehamilan dan mengasimilasi status hamil ke dalam gaya hidup wanita
tersebut (Lederman, 1984). Tingkat penerimaan dicerminkan dalam kesiapan
wanita dan respons emosionalnya dalam menerima kehamilan. Kesiapan
menyambut kehamilan Ketersediaan keluarga berencana mengandung makna
bahwa kehamilan bagi banyak wanita merupakan suatu komitmen tanggung
jawab bersama pasangan. Namun, merencanakan suatu kehamilan tidak
selalu berarti menerima kehamilan (Entwistle, Doering, 1981).Wanita lain
memandang kehamilan sebagai suatu hasil alami hubungan perkawinan, baik
diinginkan maupun tidak diinginkan, bergantung pada keadaan. Wanita yang
siap menerima suatu kehamilan akan dipicu gejala - gejala awal untuk
mencari validasi medis tentang kehamilannya. Beberapa wanita yang
memiliki perasaan kuat, seperti “tidak sekarang,” bukan saya,” dan “ tidak
yakin,” mungkin menunda mencari pengawasan dan perawatan (Rubin,
1970). Namun , beberapa wanita menunda validasi medis karena akses
keperawatan terbatas, merasa malu, atau alasan budaya. Untuk orang lain,
kehamilan dipandang sebagai suatu peristiwa alami, sehingga tidak perlu
mencari validasi medis dini. Setelah kehamilan dipastikan respon emosi
wanita dapat bervariasi, dari perasaan sangat gembira sampai syok, tidak
yakin, dan putus asa. Reaksi yang diperlihatkan banyak wanita ialah respon”
suatu hari nanti, tetapi tidak sekarang.” Wanita lain dengan sederhana
menerima kehamilan sebagai kehendak alam. Banyak wanita mula- mula
terkejut ketika mendapatkan diri mereka hamil. Namun, seiring
meningkatnya penerimaan terhadap kehadiran seorang anak, akhirnya
mereka menerima kehamilan. Tidak menerima kehamilan tidak dapat
disamakan dengan menolak anak. Seorang wanita mungkin tidak menyukai
kenyataan dirinya hamil, tetapi agar anak itu dilahirkan. Respon Emosional
Wanita yang bahagia dan senang dengan kehamilannya sering memandang
hal tersebut sebagai pemenuhan biologis dan merupakan bagian dari rencana
hidupnya. Mereka memiliki harga diri yang tinggi dan cenderung percaya
diri akan hasil akhir untuk dirinya sendiri, untuk bayinya, dan untuk anggota
keluarga yang lain. Meskipun secara umum keadaan mereka baik, namun
kelabilan emosional yang terlihat pada perubahan mood yang cepat untuk
dijumpai pada wanita hamil. Perubahan mood yang cepat dan peningkatan
sensitifitas terhadap orang lain ini membingungkan calon ibu dan orang-
orang di sekelilingnya. Peningkatan iritabilitas, uraian air mata dan
kemarahan serta perasaan suka cita, serta kegembiraan yang luar biasa
muncul silih berganti hanya karena suatu provokasi kecil atau tanpa
provokasi sama sekali. Perubahan hormonal yang merupakan bagian dari
respon ibu terhadap kehamilan, dapat menjadi penyebab perubahan mood,
hampir sama seperti saat akan menstruasi atau selama menopause. Alasan
lain, seperti masalah seksual atau rasa takut terhadap nyeri selama
melahirkan, juga dijadikan penjelasan timbulnya perilaku yang tidak
menentu ini. Seiring kemajuan kehamilan, wanita lebih menjadi terbuka
tentang terhadap diri sendiri dan orang lain. Ia bersedia membicarakan hal-
hal yang tidak pernah dibahas atau yang dibahas hanya dalam keluarga dan
tampak yakin bahwa pikiran- pikirannya dan gejala - gejala yang dialaminya
akan menarik untuk si pendengar yang dianggapnya protektif. Keterbukaan
ini, disertai kesiapan untuk belajar, meningkatkan kesempatan untuk bekerja
sama dengan wanita hamil dan meningkatkan kemungkinan
diselenggarakannya perawatan yang efektif dan terapeutik untuk mendukung
kehamilan. Apabila anak tersebut diingingkan, rasa tidak nyaman yang
timbul akibat kehamilan cenderung dianggap sebagai suatu iritasi dan upaya
dilakukan untuk meredakan rasa nyaman tersebut biasanya membawa
keberhasilan. Rasa senang yang timbul karena memikirkan anak yang akan
lahir dan perasaan dekat dengan anak membantu menyesuaikan diri terhadap
rasa tidak nyaman ini.
Pada beberapa keadaan wanita yang biasanya mengeluhkan ketidak
nyamanan fisik dapat mencari bantuan untuk mengatasi konflik peran ibu dan
tanggung jawabnya. Pengkajian lebih lanjut tentang toleransi dan
kemampuan koping perlu dilakukan (Lederman, 1984).
2. Mengenal peran ibu
Proses mengidentifikasi peran ibu dimulai pada awal setiap kehidupan
seorang wanita, yakni melalui memori - memori ketika ia, sebagai seorang
anak, diasuh oleh ibunya. Persepsi kelompok sosialnya mengenai peran
feminim juga membuatnya condong memilih peran sebagai ibu atau wanita
karir, menikah atau tidak menikah, dan mandiri dari pada interdependen.
Peran - peran batu loncatan, seperti bermain dengan boneka, menjaga bayi,
dan merawat adik - adik, dapat meningkatkan pemahaman tentang arti
menjadi seorang ibu. Banyak wanita selalu menginginkan seorang bayi,
menyukai anak - anak, dan menanti untuk menjadi seorang ibu. Mereka
sangat dimotivasi untuk menjadi orang tua. Hal ini mempengaruhi
penerimaan mereka terhadap kehamilan dan akhirnya terhadap adaptasi
prenatal dan adaptasi menjadi orang tua (Grossman, Eichler, Winckooff,1980
;Lederman, 1984). Wanita yang lain tidak mempertimbangkan dengan terinci
arti menjadi seorang ibu bagi diri mereka sendiri. Konflik selama masa
hamil, seperti tidak menginginkan kehamilan dan keputusan - keputusan
yang berkaitan denga karir dan anak harus diselesaikan,
3. Hubungan Ibu – Anak
Ikatan emosional dengan anak mulai timbul pada periode prenatal, yakni
ketika wanita mulai membayangkan dan melamunkan dirinya menjadi ibu
(Rubin, 1975; Gaffney, 1988a). Mereka mulai berpikir seakan-akan dirinya
adalah seorang ibu dan membayangkan kualitas ibu seperti apa yang mereka
miliki. Orang tua yang sedang menantikan bayi berkeinginan untuk menjadi
orang tua yang hangat, penuh cinta, dan dekat dengan anaknya. Mereka
mencoba untuk mengantisipasi perubahan - perubahan yang mungkin terjadi
pada kehidupannya akibat kehadiran sang anak dan membayangkan apakah
mereka bisa tahan terhadap kebisingan, kekacauan, kurangnya kebebasan,
dan bentuk perawatan yang harus mereka berikan. Mereka mempertanyakan
kemampuan mereka untuk membagi kasih mereka kepada anak yang belum
dilahirkan ini. Rubin (1967) menemukan bahwa wanita “ menerapkan “dan
menguji perannya sebagai ibu dengan mengambil contoh ibunya sendiri atau
wanita lain pengganti ibu yang memberi pelayanan, dukungan, atau berperan
sebagai sumber informasi dan pengalaman. Hubungan ibu - anak terus
berlangsung sepanjang masa hamil sebagai suatu proses
perkembangan(Rubin, 1975).
4. Persiapan melahirkan
Banyak wanita khususnya Nulipara, secara aktif mempersiapkan diri untuk
menghadapi persalinan. Mereka membaca buku, menghadiri kelas untuk
orang tua, dan berkomunikasi dengan wanita lain (ibu, saudara perempuan,
teman, orang yang tidak dikenal).Mereka akan mencari orang terbaik untuk
memberi nasihat, arahan, dan perawatan (Patterson, Freese, Goldenberg,
1990). Rasa cemas dapat timbul akibat kekhawatiran akan proses kelahiran
yang aman untuk dirinya dan anaknya (Rubin, 1975).
5. Hubungan dengan Pasangan
Orang yang paling penting bagi seorang wanita hamil biasanya ialah ayah
sang anak (Richardson,1983). Semakin banyak bukti menunjukkan bahwa
wanita yang diperhatikan dan dikasihi oleh pasangan prianya selama hamil
akan menunjukkan lebih sedikit gejala emosi dan fisik, lebih sedikit
komplikasi persalinan, dan lebih mudah melakukan penyesuaian selama
masa nifas (Grossman, Eichler, Winckoff, 1980; May, 1982). Ada 2
kebutuhan utama yang ditunjukkan wanita selama ia hamil
(Richardson,1983). Kebutuhan pertama ialah menerima tanda – tanda bahwa
ia dicintai dan dihargai. Kebutuhan kedua ialah merasa yakin akan
penerimaan pasangannya terhadap sang anak dan mengasimilasi bayi tersebut
ke dalam kelurga. Rubin (1975) menyatakan bahwa wanita hamil harus
“memastikan tersedianya akomodasi sosial dan fisik dalam keluarga dan
rumah tangga untuk anggota baru tersebut.” Hubungan pernikahan tidak
tetap, tetapi berubah dari waktu ke waktu. Bertambahnya seorang anak akan
mengubah sifat ikatan pasangan untuk selama – lamanya. Lederman (1984)
melaporkan bahwa hubungan istri dan suami bertambah dekat selama masa
hamil. Dalam studinya, ia mengatakan bahwa kehamilan berdampak
mematangkan hubungan suami – istri akibat peran dan aspek – aspek baru
yang ditemukan dalam diri masing – masing pasangan.
6. Kesiapan untuk melahirkan
Menjelang akhir trimester III, wanita akan mengalami kesulitan napas dan
gerakan janin menjadi cukup kuat sehingga mengganggu tidur ibu. Nyeri
pinggang, sering berkemih, keinginan untuk berkemih, konstipasi, dan
timbulnya varies dapat sangat mengganggu. Ukuran tubuh yang besar dan
rasa canggung mengganggu kemampuannya melakukan pekerjaan rumah
tangga rutin, dan mengambil posisi yang nyaman untuk tidur dan istirahat.
Pada saat ini kebanyakan wanita akan tidak sabar untuk menjalani persalinan,
apakah disertai rasa suka cita, rasa takut, atau campuran keduanya.
Keinginan yang kuat untuk melihat hasil akhir kehamilannya dan untuk
segera menyelesaikannya membuat wanita siap masuk ke tahap persalinan.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 KASUS
Keluarga Tn. B merupakan keluarga yang baru 4 tahun menikah keduanya
menikah atas dasar saling mencintai. Umur Tn.B 33 tahun, dan istrinya Ny. S 31 tahun,
keluarga ini telah di karuniai anak yang baru berumur 29 bulan anaknya sangat aktif
menurut ibunya pertumbuhan anaknya sangat cepat di bandingkan dengan anak
seusianya.
Tn. B bekerja sebagai pedagang dan merangkap bekerja sebagai OB klinik dan
masjid sedangkan istrinya hanya sebagai ibu rumah tangga, penghasilan perbulanya
tidak menentu perkiraan 1.500.000 per/bulan, pola makan di keluarga ini sehari bisa 3
kali makan kadang hanya 2 kali sehari, kata istrinya makanan yang di konsumsi
lauknya dengan sayur, tempe, tahu dan menyesuaikan ke inginan lauknya ganti – ganti
tiap harinya kadang pake daging jika uangnya cukup itu juga haya satu minggu seklai.
Keluarga ini komunikasinya baik dengan warga sekitar, rumahnya terletak di
perumahan BTN Sindang Laut Indah, menempati rumah berukuran 3x4 dengan satu
ruangan dan 1 kamar mandi, terdiri dari 3 jendela kaca besar namun selalu di tutup, dan
3 ventilasi yang tertutup saringan kain, tempat tidur menyatu dengan ruang TV dan
dapur, antara dapur dan tempat tidur di sekat dengan kain dan lemari keadaan rumah
kurang terawat banyak barang – barang di simpan tidak sesuai tempatnya, kamar
mandi terlihat kurang terawat terdapat ember besar tempat penampungan air dan
peralatan mandi yang kurang terawat, di kamar mandi ini juga tempat Ny. S mencuci
pakaian kotor.
Tahap perkembangan keluarga yang belum terpenuhi yaitu keingginan untuk
memiliki rumah sendiri menurut Tn. B tempat tinggal yang sekarang merasa kurang
nayaman karena rumahnya kecil dan di situ rumah fasilitas dari perusahan suatu saat
pasti tidak bisa di tempati lagi jika sudah tidak bekerja di perusaan tersebut.
Ketika kelompok kami melakukan kunjungan yang kedua tanggal 17 Januari
2019, An. M sakit diare disertai mual muntah Tn. B mengatakan sudah 10 x BAB tapi
tidak di sertai panas, An. M tampak KU lemas, wajahnya tampak pucat, dan berat
badannya turun.
Kajian selanjutnya akan dituangkan dalam format pengkajian sebagaimana
tercantum di bawah ini.

3.2 ASUHAN KEPERAWATAN


I. Pengkajian
A. Data Umum
1. Identitas Kepala Keluarga
Nama Kepala Keluarga : Tn. B
Usia : 33 tahun
Pendidikan : SMK
Pekerjaan : Pedagang
Alamat : BTN Sindang Laut Indah
2. Komposisi keluarga    
Tabel 1
Data Anggota Keluarga
Hubungan
Jenis
No Nama Umur dgn Pendidikan
kelamin
keluarga
 1 Tn. B Laki - laki 33 thn Suami SMA
2 Ny.S Perempuan 31 thn Istri SMA
3 An. M Laki-laki 29 bln Anak -

Sumber data : Primer

3. Genogram
Ket :

: Childbearing

: Laki - Laki

: Perempuan

: Satu Rumah

4. Tipe keluarga
Keluarga inti (nucleur Family) yang terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak
5. Suku / Bangsa
Keluarga Tn. B berasal dari suku Jawa / Indonesia
6. Agama
Keluarga Tn. B menganut agama islam
7. Status sosial ekonomi
Anggota keluarga yang mencari nafkah adalah ayah yang bekerja sebagai
pedagang dan merangkap bekerja sebagai OB di Klinik pendapatan
sebulan yaitu Rp. 1.500.000 serta pengeluaran tidak menentu dan  dapat
memenuhi kebutuhan keluarga dengan baik.

B. Riwayat Tahap Perkembangan Keluarga


1. Tahap perkembangan keluarga saat ini
Keluarga berada pada tahap perkembangan childbearing family. keluarga
Tn. B dengan anak pertama berumur 29 bulan, berarti keluarga Tn. B saat
ini ada pada tahap keluarga dengan anak pertama. Tugas perkembangan
keluarga Tn. B pada tahap ini adalah :
a. Membentuk keluarga sebagai sebuah unit, keluarga Tn. B telah
menikah selama 4 tahun dan mempunyai anak 1 dengan berusia 29
bulan telah membentuk keluarga sebagai unit yang terdiri dari ayah,
ibu dan anak.
b. Mempertahankan hubungan perkawinan yang memuaskan, keluarga
Tn. B mengalami krisis yang diakibatkan perubahan peran dan
tanggung jawab yang cepat dari status lajang menjadi suami istri dan
calon orang tua. Sehingga beberapa permasalahan muncul pada
proses ini.
c. Memperluas persahabatan dengan keluarga besar dengan
menambahkan peran orang tua kakek dan nenek, supaya keluarga Tn.
B bisa meminta pengalaman dan minta bantuan dalam menjalani
bahtera rumah tangga
d. Mensosialisasikan dengan lingkungan besar masing – masing
pasangan, tugas ini sudah dilakukan.
e. Memperbaiki hubungan setelah terjadinya konflik mengenai tugas
perkembangan dan kebutuhan berbagai anggota keluarga, keluarga
Tn. B membutuhkan bantuan pihak luar baik keluarga, teman maupun
petugas kesehatan dalam menyelesaikan krisis di keluarganya.
2. Tahap perkembangan keluarga yang belum terpenuhi
Keinginan memiliki rumah sendiri, keluarga Tn. B sekarang tinggal di
rumah milik perusaan. Dan keluarga Tn. B belum menjadikan keluarga
sehat. Sehingga beberapa permasalahan muncul pada proses ini.
3. Sumber pelayanan kesehatan yang digunakan
Klinik
4. Riwayat keluarga Inti
a. Riwayat penyakit Keturunan : Tidak ada
b. Riwayat kesehatan masing-masing anggota keluarga
Terlampir dalam tabel  sebagai berikut
Tabel 2
Riwayat masing - masing anggota keluarga

No Keadaan
Nama Umur imunisasi Tindakan yg dilakukan
. kesehatan
1. Tn. B 33 thn Sehat - Berobat ke Klinik

2. Ny. S 31 thn Sehat -

3. An. M 29 bln Sehat Lengkap


C. Karakteristik Rumah
1. Riwayat rumah yang di tempati
Rumah yang ditepati adalah Kamar mess dengan luas rumah 3 X 4 m.
Terdiri dari satu ruangan yang di sekat oleh kain untuk menutupi dapur
dan kamar mandi. Keadaan rumah berantakan, terlihat kurang bersih,
kamar mandi sedikit kotor dan kurang terawat, tempat tidur yang menyatu
dengan dapur dan kamar mandi yang haya di sekat menggunakan lemari
dan kain tampak sedikit berantakan dan kurang terawat.

Denah Rumah

WC

TEMPAT TIDUR

TV
DAPUR

2. Sanitasi dan penggunaan sarana air besih


Sumber air minum yang di dapat dari air sumur bor untuk minum dan
keperluan lainnya. Penggunaan air minum dimasak terlebih dahulu,
sedangkan pembuangan limbah rumah tangga ke sungai di belakang
rumah, pembuangan sampah ketempat sampah depan rumahnya dan di
bakar.
3. Karakteristik tetangga dan komunikasi
Lingkungan sekitar keluarga seluruhnya beragama islam dan hubungan
sosial antara keluarga dan tetangga baik
4. Mobilitas geografi keluarga
Tn. B dan Ny. S Setelah awal menikah tempat tinggal mereka awalnya
bersama orang tuanya di sumber tapi sekarang Tn. B dan keluarganya
tinggal di BTN Sindang Laut Indah.
5. Perkumpulan keluarga
Interaksi dengan masyarakat waktu yang digunakan bila sedang
berkumpul yaitu saat melaksanakan ibadah dan pengajian yang di
laksanakan setiap hari rabu. Karena rumahnya berdekatan dengan Masjid.
6. Sistem pendukung keluarga
Kebutuhan hidup setiap hari di biayai oleh Tn. B

D. Struktur Keluarga
1. Pola komunikasi keluarga
Pola komunikasi keluarga yang digunakan adalah pola komunikasi terbuka,
tetapi yang mengambil keputusan adalah Tn. B yang berperan sebagai
kepala keluarga saat ini. Apabila ada masalah dalam keluarga ini biasaanya
di didiskusikan bersama-sama dengan istri. Kadang Ny. S jika ada masalah
dengan Tn. B hanya diam menunggu suaminya tersebut peka apa kesalahan
suaminya kenapa si istri diam saja seharian.
2. Struktur Kekuatan
Pengendali dalam keluarga adalah Tn. B sebagai kepala keluarga.
3. Stuktur peran
Peran Tn. B sebagai kepala keluarga, pelindung dan Ny. S berperan sebagai
dalam mengurus, mengasuh, dan menyiapkan makanan  bagi suami dan
anaknya sedangkan An. M berperan sebagai anak.
4. Nilai dan norma budaya keluarga
Keluarga ini mengajarkan ajaran sesuai dengan agama dan kepercayaanya
mereka saling menghormati satu sama dengan yang lain. Tidak ada budaya
yang mempengaruhi kesehatanya keluarga ini lebih percaya dengan
pengobatan ke pelayanan kesehatan (seperti dokter umum, atau klinik)
bukan ke dukun atau sebagainya.

E. Fungsi Keluarga
1. Fungsi afektif
Keluarga Tn. B sangat ramah, saling menghormati dan saling menyayangi.
Keluarga Tn. B memperhatikan An. M yang sedang sakit diare, mereka
memenuhi kebutuhan yang diperlukan untuk perawatan An. M.
2. Fungsi sosialisasi
Masih terdapat hambatan karena kurangnya komunikasi dan sosialisasi
dengan masyarakat sekitar yang berjalan kurang baik.
3. Fungsi Perawatan Keluarga
a. Kemampuan keluarga menyediakan makanan, pakaian, dan perlindungan
terhadap keluarga : Baik
b. Pengetahuan keluarga mengenai sehat sakit : Keluarga kurang
mengetahui tentang PHBS
c. Kesanggupan Keluarga dalam melakukan tugas perawatan :
1) Mengenal masalah kesehatan : Kurang
2) Pengambilan keputusan mengenai kesehatan : Kurang tepat
3) Merawat keluarga yang sakit : Ya
4) Memelihara Lingkungan rumah yang sehat : Ya
5) Menggunakan fasilitas / pelayanan kesehatan : Ya
4. Fungsi reproduksi
Keluarga Tn.B  merupakan pasangan yang masih produktif,  berencana
untuk mempunyai 2 anak, Ny.S Sebagai aseptor KB yaitu PIL sejak
kelahiran anak pertama
5. Fungsi ekonomi
Keluarga Tn.B dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dengan
menggunakan biaya dari pendapatan Tn. B selaku pedagang dan OB Klinik.

F. Stress dan Koping Keluarga


1. Stresor Jangka Panjang
Adanya keinginan dari keluarga Tn. B untuk memiliki rumah sendiri,
karena masih hidup di tempat mess.
2. Stresor Jangka Pendek
Keluarga Tn. B sangat memikirkan kondisi anaknya yang sedang sakit diare
3. Kemampuan Keluarga Berespon terhadap Masalah
Jika ada masalah keluarga Tn.”B” menghadapinya dengan mencari
alternatif menyelesaikannya bersama -sama keluarga dan meyakini bahwa
setiap masalah pasti ada jalan keluarnya.

G. Pemeriksaan Fisik Keluarga


No. Komponen      Tn. B Ny. S An. M
1. Riwayat Penyakit Tidak ada Tidak ada Diare
Saat Ini
2. Keluhan Yang Tidak ada Tidak ada BAB  ≥4X/hari
dirasakan disertai muntah
3. Tanda dan Gejala Tidak ada Tidak ada Badan lemas, wajah
pucat, konjungtiva
pucat, turgor kulit
kurang,KU,lemah
4. Penyakit Scabies Scabies Scabies
Sebelumnya
5. Tanda-Tanda Tidak dilakukan TD : 110/70 MmHg TD : -
Vital karena pada saat R : 20x/Menit R : 24x/Menit
pengkajian Tn. B N : 80x/menit N : 100x/menit
sedang bekerja S : 360C S : 37,50C
6. Kepala - Simetris, rambut berwarna Simetris, rambut
hitam, tidak ada ketombe. berwarna hitam,
tidak ada ketombe.
7. Leher - leher tidak nampak adanya leher tidak nampak
peningkatan tekanan vena adanya peningkatan
jugularis dan arteri carotis, tekanan vena
tidak teraba adanya jugularis dan arteri
pembesaran kelenjar tiroid carotis, tidak teraba
(struma). adanya pembesaran
kelenjar tiroid
(struma).
8. Mata - Konjungtiva tidak terlihat Konjungtiva tidak
anemis, tidak ada katarak, terlihat anemis, tidak
penglihatan jelas ada katarak,
penglihatan jelas
9. Telinga - Simetris, keadaan bersih, Simetris, keadaan
Fungsi pendengaran baik bersih, Fungsi
pendengaran baik
10. Hidung - Simetris,keadaan Simetris,keadaan
bersih,Tidak ada kelainan bersih,Tidak ada
yang ditemukan kelainan yang
ditemukan
11. Mulut - Mukosa mulut Mukosa mulut
lembab,keadaan pucat, keadaan kotor,
bersih,Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
12. Dada - Pergerakan dada terlihat Pergerakan dada
simetris, suara jantung S1 terlihat simetris,
dan S2 tunggal,tidak suara jantung S1 dan
terdapat palpitasi, suara S2 tunggal,tidak
13.mur-mur (-), ronchi (-), terdapat palpitasi,
wheezing(-) suara mur-mur (-),
ronchi (-), wheezing
(-)
13. Abdomen - Pada pemeriksaan abdomen Pada pemeriksaan
tidak didapatkan adanya abdomen tidak
pembesaran hepar, tidak didapatkan adanya
kembung, pergerakan pembesaran hepar,
peristaltik usus 10x/mnt, kembung, pergerakan
tidak ada bekas luka operasi peristaltik usus
35x/mnt, tidak ada
bekas luka operasi

H. Harapan Keluarga
Keluarga berharap melalui perawatan dan Pendidikan kesehatan yang
dilakukan selama asuhan kepertawatan keluarga dapat meningkatkan
pengetahuan kesehatan tentang PHBS dan bisa diterapkan dikehidupan sehari-
hari. Serta penyakit Diare yang diderita oleh An. M dapat sembuh dan anggota
keluarga tetap dalam keadaan sehat serta keluarga tahu bagaimana cara
menjalani hidup yang lebih sehat.
II. Analisa Data
No Data Etiologi Masalah
1. DS : Pengeluaran cairan Defisit volume cairan
1. Keluarga Tn. B mengatakan Anaknya tubuh yang berlebihan tubuh
BAB mencret lebih dari 4x/hari
2. Kelurga Tn.B mengatakan An.M
rewel
3. Kelurga Tn.B mengatakan An.M mual
muntah
4. Kelurga Tn.B mengatakan An.M
lemas

DO :
5. An. M tampak gelisah
6. Wajah An.M tampak pucat
7. Keadaan umum lemah
2. DS : Ketidaktahuan Kurangnya pengetahuan
- Keluarga Tn. B mengatakan tidak Keluarga Tn. B keluarga Tn. B mengenai
mengerti tentang PHBS mengenai PHBS PHBS
- Keluarga Tn. B selalu membuang
sampah kering dengan cara dibakar

DO :
- Rumah Tn. B terlihat berantakan dan
kurang terawat
- Kamar mandi di rumah Tn. B tampak
kurang bersih dan kurang terawat

III. Prioritas Masalah


1. Kurangnya pengetahuan keluarga Tn. K tentang PHBS berhubungan
dengan kurangnya informasi tentang perilaku hidup bersih sehat
No. Kritera Skor Pembenaran
1. Sifat masalah : 2/3x1 = 2/3 Merupakan ancaman kesehatan karena
Ancaman kesehatan. dapat menimbulkan berbagia masalah
kesehatan oleh karena lingkungan
yang kotor.
2. Kemungkinan masalah 1/2x2=1 Masalah dapat diatasi sebagian karena
dapat diubah : keluarga memiliki fasilitas dan
Sebagian kemauan untuk menjaga kebersihan
lingkungannya.
3. Potensial masalah 3/3x1=1 Keluarga Tn. B tidak menyadari
untuk dicegah : bahwa penyakit dapat timbul dari
Tinggi lingkungan yang tidak bersih dan gaya
hidup yang tidak bersih dan sehat
4. Menonjolnya masalah : ½x1 = ½ Keluarga tidak menyadari bahwa
Ada masalah tetapi lingkungan yang kotor dapat
tidak perlu ditangani menimbulkan penyakit.
Total 3

2. Defisit volume cairan tubuh berhubungan dengan pengeluaran cairan tubuh


yang berlebihan
No Kriteria Skor Pembenaran
.
1. Sifat masalah : 3/3x1=1 BAB Mencret ≥ 10X/hari, Badan lemas,
Aktual konjungtiva pucat, turgor kulit kurang,
KU, lemah, jika tidak segera diatasi bisa
menyebabkan terjadinya dehidrasi
2. Kemungkinan 2/2x2=2 Keluarga Tn.A mau tahu tentang diare
masalah dapat tetapi masih belum mampu untuk
diubah : merawat anaknya
Mudah
3. Potensial masalah 2/3x1=2/3 Masalah masih dapat dicegah agar tidak
untuk dicegah : terjadi komplikasi sebab diare tidak
Cukup ditangani segera akan berakibat fatal dan
dapat memperburuk kondisi penderita
4. Menonjolnya 2/2X1=1 Masalah diare yang diderita An. M
masalah : sangat dirasaklan betul oleh keluarga Tn.
Masalah harus B dan keluarga ingin segera masalah
segera ditangani yang dialami anaknya segera ditangani
Total 4.2/3

IV. Diagnosa Keperawatan


1. Defisit volume cairan tubuh berhubungan dengan pengeluaran cairan tubuh
yang berlebihan
2. Kurangnya pengetahuan keluarga Tn. B tentang PHBS berhubungan dengan
kurangnya informasi tentang perilaku hidup bersih sehat

V. INTERVENSI KEPERAWATAN
No Diagnosa Tujuan dan Intervensi Rasional
. Keperawatan Kriteria Hasil
1. Defisit volume Setelah dilakukan i. Observasi 1. Mengetahui
cairan tubuh tindakan tanda-tanda keadaan
berhubungan keperawatan selama vital umum klien
dengan 3x24 jam, defisit ii. Anjurkan 2. Mengganti
pengeluaran volume cairan keluarga untuk cairan yang
cairan tubuh teratasi dengan memberi hilang
yang berlebihan kriteria hasil : minum banyak 3. Untuk
a. Frekuensi BAB pada klien menambah
berkurang 1x/hari iii. Berikan pengetahuan
b. Konsistensi BAB penyuluhan keluarga
lembek kepada keluarga tentang diare
c. Klien tampak klien tentang
segar diare
d. Mual muntah
berkurang
2. Kurangnya Setelah dilakukan i. Berikan 1. Untuk
pengetahuan tindakan penyuluhan menambah
keluarga Tn. B keperawatan selama mengenai PHBS pengetahuan
tentang PHBS 1x24 jam, keluarga ii. Berikan keluarga Tn.
berhubungan Tn. B dapat kesempatan B mengenai
dengan memahami dan kepada keluarga PHBS
kurangnya mengerti tentang Tn. B untuk 2. Agar
informasi PHBS dengan bertanya tentang keluarga Tn.
tentang kriteria hasil : hal yang tidak B dapat
perilaku hidup e. Keluarga Tn. B dipahami menyampaik
bersih sehat daat mengenai PHBS an
menyebutkan pertanyaan
kembali tentang hal
mengenai PHBS yang belum
f. Keluarga Tn. B dipahami
dapat merawat
rumahnya

VI. IMPLEMENTASI dan EVALUASI


No. Diagnosa Implementasi Evaluasi
Keperawatan
1. Defisit volume 1. Mengobservasi tanda-tanda S:
cairan tubuh vital 1. Keluarga Tn. B
berhubungan 2. Menganjurkan keluarga mengatakan Anaknya
dengan untuk memberi minum BAB mencret lebih
pengeluaran banyak pada klien dari 4x/hari
cairan tubuh 3. Memberikan penyuluhan 2. Kelurga Tn.B
yang kepada keluarga klien mengatakan An.M
berlebihan tentang diare rewel
3. Kelurga Tn.B
mengatakan An.M
mual muntah
4. Kelurga Tn.B
mengatakan An.M
lemas
O:
b. An. M tampak
gelisah
c. Wajah An. M tampak
pucat
d. Keadaan umum
lemah
A : Masakah teratasi
P : Hentikan intervensi
2. Kurangnya 1. Memberikan penyuluhan S:
pengetahuan mengenai PHBS e. Keluarga Tn. B
keluarga Tn. 2. Memberikan kesempatan mengatakan tidak
B tentang kepada keluarga Tn. B mengerti tentang
PHBS untuk bertanya tentang hal PHBS
berhubungan yang tidak dipahami f. Keluarga Tn. B selalu
dengan mengenai PHBS membuang sampah
kurangnya kering dengan cara
informasi dibakar
tentang O:
perilaku hidup g. Rumah Tn. B terlihat
bersih sehat berantakan dan kurang
terawat
h. Kamar mandi di
rumah Tn. B tampak
kurang bersih dan
kurang terawat
A : Masalah teratasi
P : Hentikan intervensi

Anda mungkin juga menyukai