PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Sebagai salah satu komponen yang penting dalam keperawatan adalah keluarga.
Keluarga merupakan unit terkecil setelah individu yang menjadi klien dalam keperawatan
(sebagai penerima asuhan keperawatan). Keluarga berperan dalam menentukan cara
pemberian asuhan yang dibutuhkan oleh anggota yang membutuhkan.
Keluarga menempati posisi di antara individu dan masyarakat sehingga dalam
memberikan asuhan keperawatan pada keluarga perawat memperoleh 2 sisi penting yaitu
memenuhi kebutuhan perawatan pada individu yang menjadi anggota keluarga dan
memenuhi perawatan keluarga yang menjadi bagian dari masyarakat. Untuk itu dalam
memberikan asuhan keperawatan perawat perlujuga memperhatikan hal-hal penting antar
lain nilai-nilai dan budaya yang di anut oleh keluarga sehingga keluarga dapat menerima
dan bekerja sama dangan petugas kesehatan dalam hal ini adalah perawat dalam mencapai
tujuan asuhan yang telah ditetapkan.
Asuhan keperawatan keluarga merupakan salah satu bentuk pelayanan kesehatan
yang di laksanakan oleh perawat yang di berikan di rumah atau tempat tinggal klien.bagi
klien beserta keluarga sehingga klien dan keluarga tetap memiliki otonomi untuk
memutuskan hal-hal yang berkaitan dangan masalah kesehatan yang di hadapinya.
Perawat yang melakukan asuhan bertanggung jawab terhadap peningkatan kemampuan
keluarga dalam mencegah timbulnya penyakit, meningkatan dan memelihara kesehatan,
serta mengatasi masalah kesehatan.
Friedman (2002) menyatakan hingga sepuluh tahun terakhir, tidak banyak
perhatian yang diberikan kepada keluarga sebagai objek studi yang sistematik dalam
keperawatan. Tetapi sejalan dengan perkembangan ilmu, pengetahuan dan teknologi
keperawatan, maka pada saat sekarang keluarga dipandang sebagai klien yang penting
dalam mengupayakan peningkatan derajat kesehatan masyarakat secara keseluruhan.
Asuhan keperawatan dilakukan berdasarkan tahap perkembangan keluarga yang
telah dicapai. Hal ini dilakukan dikarenakan setiap tahap perkembangan keluarga
berhubungan dengan tugas perkembangan keluarga dan masalah kesehatan yang berbeda
di setiap tahap tingkatannya. Perbedaan ini yang menimbulkan aktivitas asuhan,
pendekatan dan target pencapaian menjadi berbeda pula.
Keluarga baru (Childbearing Family) merupakan tahap perkembangan keluarga ke
II, Friedman (2002), yang dimulai dengan kelahiran anak pertama dan berlanjut sampai
bayi berusia 30 bulan. Menurut sebagian besar orang menyatakan bahwa tahap ini
merupakan tahap penuh stressor karena merupakan tahap transisi menjadi orang tua.
Sebuah ketidakseimbangan bisa terjadi sehingga bisa menimbulkan krisis keluarga yang
dapat berakhir dengan perasaan tidak memadai menjadi orang tua dan menyebabkan
gangguan dalam hubungan pernikahan.
Berdasarkan paparan di atas, maka penulis akan memaparkan mengenai Asuhan
Keperawatan Keluarga pada Keluarga Childbearing yang dilakukan oleh perawat untuk
mengelola stressor yang mungkin timbul dan bersama keluarga menentukan pemecahan
permasalahan tersebut, sehingga keluarga mampu secara mandiri menyelesaikan tugas
perkembangannya, mengenali dan menyelesaikan masalah kesehatannya dan pada
akhirnya mampu tampil sebagai sebuah keluarga mandiri, sejahtera, produktif dan
menjalankan seluruh fungsi keluarga dengan baik.
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk Pemenuhan tugas Keperawatan Keluarga mengenai Asuhan Keperawatan
pada Childbearing serta mahasiswa dapat mengetahui dan mengerti bagaimana
Asuhan Keperawatan Childbearing.
1.3.2 Tujuan Khusus
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 KONSEP KELUARGA
2.1.1 Pengertian
Keluarga adalah dua atau lebih yang tergabung karena hubungan darah,
hubungan perkawinan atau pengangkatan dan mereka hidup dalam suatu rumah
tangga, berinteraksi satu sama lain dan di dalam peranannya masing-masing dan
menciptakan serta mempertahankan suatu kebudayaan (Bailon & Maglaya, 1989).
Alasan keluarga sebagai unit pelayanan keperawatan menurut Friedman,
(2002) keluarga adalah sebagai unit utama dari masyarakat dan merupakan
lembaga yang menyangkut kehidupan masyarakat. Keluarga sebagai kelompok
dapat menimbulkan, mencegah, mengabaikan atau memperbaiki masalah-masalah
kesehatan keluarga dalam kelompoknya sendiri, masalah kesehatan dalam
keluarga saling berkaitan, penyakit pada salah satu anggota keluarga juga akan
mempengaruhi seluruh keluarga tersebut. Keluarga merupakan perantara yang
efektif dan mudah untuk berbagai usaha kesehatan masyarakat, perawat dapat
menjangkau seluruh masyarakat melalui keluarga. Dalam memelihara klien
sebagai individu keluarga tetap berperan dalam pengambilan keputusan dalam
melakukan pemeliharaan anggota keluarga. Keluarga merupakan lingkungan
yang serasi untuk mengembangkan potensi tiap individu yang menjadi anggota
dalam keluarga.
Sedangkan tujuan perawatan kesehatan keluarga adalah memungkinkan
keluarga untuk mengelola masalah kesehatan dan mempertahankan fungsi dan
melindungi keluarga serta memperkuat pelayanan kepada masyarakat tentang
perawatan kesehatan.
2. Diagnosis
Diagnosis keperawatan keluarga dianalisis dari hasil pengkajian
terhadap adanya masalah dalam tahap perkembangan keluarga, lingkungan
keluarga, struktur keluarga, fungsi – fungsi keluarga dan koping keluarga,
baik yang bersifat aktual, resiko maupun sejahtera dimana perawat memiliki
kewenangan dan tanggung jawab untuk melaksanakan tindakan keperawatan
bersama – sama dengan keluarga dan berdasarkan kemampuan dan sumber
daya keluarga (Setyowati dan Murwarni, 2008).
Diagnosis keperawatan adalah keputusan tentang respon keluarga
tentang masalah kesehatan aktual atau potensial, sebagai dasar seleksi
intervensi keperawatan untuk mencapai tujuann asuhan keperawatan
keluarga sesuai dengan kewenangan perawat (Setiadi, 2008).
Tahap dalam diagnosis keperawatan keluarga antara lain analisis data,
perumusan masalah dan prioritas masalah.
Komponen diagnosis keperawatan keluarga meliputi problem,
etiologi dan sign/simpton. Perumusan diagnosis keperawatan keluarga sama
dengan diagnosis klinik yang dapat dibedakan menjadi 4 (empat) kategori
yaitu :
a. Aktual (terjadi defisit/gangguan kesehatan)
b. Resiko (ancaman kesehatan)
c. Wellness (keadaan sejahtera)
d. Sindrom
Prioritas dari diagnosa keperawatan yang ditemukan dilakukan jika
diagnosis keperawatan ditemukan dihitung dengan menggunakan skala
prioritas (Skala Baylon dan Maglaya) sebagai berikut :
No Kriteria Bobo Skor
. t
1. Sifat masalah 1 Aktual = 3
Resiko = 2
Potensial = 1
2. Kemungkinan 2 Mudah = 2
masalah untuk Sebagian = 1
dipecahkan Tidak dapat = 0
3. Potensi masalah 1 Tinggi = 3
untuk dicegah Cukup = 2
Rendah = 1
4. Menonjolnya 1 Segera diatasi = 2
masalah Tidak segera diatasi = 1
Tidak dirasakan adanya masalah =
0
3. Perencanaan
Perencanaan diawali dengan merumuskan tujuan yang ingin dicapai
serta rencana tindakan untuk mengatasi masalah yang ada. Tujuan di
rumuskan untuk mengatasi atau meminimalkan stressor dan intervensi
dirancang berdasarkan tiga tingkat pencegahan.
Tujuan terdiri dari tujuan jangka panjang dan tujuan jangka pendek.
Penetapan tujuan jangka panjang ( tujuan umum ) mengacu pada bagaimana
mengatasi problem atau masalah di keluarga, sedangkan penetapan tujuan
jangka pendek (tujuan khusus) mengacu pada bagaimana mengatasi etiologi.
Contoh pembuatan rencana keperawatan keluarga seperti pada tabel di bawah
ini :
Diagnosis Tujuan Evaluasi Rencana
Keperawatan Kriteria Standar Intervensi
4. Implementasi
Implementasi merupakan langkah yang dilakukan setelah
perencanaan program. Program dibuat untuk menciptakan keinginan berubah
dari keluarga, dan memandirikan keluarga. Pada tahap ini perawat tidak
bekerja sendiri, tetapi perlu melibatkan secara integrasi semua profesi
kesehatan yang menjadi tim perawatan kesehatan di rumah.
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan. Evaluasi
merupakan sekumpulan informasi yang sistematik berkenaan dengan
program kerja dan efektivitas dari serangkaian program yang digunakan
terkait program kegiatan, karakteristik dan hasil yang telah dicapai.
Evaluasi dilaksanakan dengan tujuan mendapatkan informasi tentang :
a. Efektifitas dan efisiensi program
b. Kesesuaian program dengan rencana dan tuntutan keluarga
c. Pencapaian tujuan yang telah ditetapkan
d. Masalah yang muncul dalam pengembangan program dan
penyelesaiannya.
2.1.4 Peran Perawat Dalam Asuhan Keperawatan Keluarga
Menurut Setiadi (2008) dalam memberikan asuhan keperawatan kesehatan
keluarga, ada beberapa peranan yang dapat dilakukan oleh perawat antara lain
adalah :
1. Pengenal kesehatan (health monitor)
2. Pemberi pelayanan pada anggota keluarga yang sakit
3. Koordinator pelayanan kesehatan dan keperawatan kesehatan keluarga
4. Fasilitator
5. Pendidik kesehatan
6. Penyuluh dan konsultan
2.2.5 Kehamilan
Berdasarkan definisi bahwa keluarga Childbearing adalah keluarga yang
dimulai dengan kehamilan sampai kelahiran hingga anak pertama berusia 30
bulan, maka perlu juga pembahasan tentang kehamilan dan perubahan peran apa
saja yang terjadi dalam keluarga terkait dengan kehamilan.
Ibu Hamil (Maternal) adalah suatu kondisi dimana seorang perempuan
mengalami suatu kondisi kehamilan. Kehamilan adalah suatu kondisi yang
terjadi bila ada pertemuan dan persenyawaan antara sel telur (ovum) dan sel mani
(spermatozoa). Kehamilan terbagi atas trimester I (1 – 14 minggu), trimester II
(14 – 28 minggu), trimester III (28 – 42 minggu).
Masalah-masalah yang sering terjadi pada ibu hamil adalah :
1. Respon terhadap perubahan citra tubuh
Perubahan fisiologis kehamilan menimbulkan perubahan bentuk tubuh yang
cepat dan nyata. Selama trimester I bentuk tubuh sedikit berubah, tetapi pada
trimester II pembesaran abdomen yang nyata, penebalan pinggang dan
pembesaran payudara memastikan status kehamilan. Wanita merasa seluruh
tubuhnya bertambah besar dan menyita ruang yang lebih luas. Perasaan ini
semakin kuat seiring bertambahnya usia kehamilan. Secara bertahap terjadi
kehilangan batasan – batasan fisik secara pasti, yang berfungsi memisahkan
diri sendiri dari orang lain dan memberi rasa aman. Sikap wanita terhadap
tubuhnya di duga dipengaruhi oleh nilai – nilai yang diyakininya dan sifat
pribadinya. Sikap ini sering berubah seiring kemajuan kehamilan. Sikap
positif terhadap tubuh biasanya terlihat selama trimester I. Namun, seiring
kemajuan kehamilan, perasaan tersebut menjadi lebih negatif. Pada
kebanyakan wanita perasaan suka atau tidak suka terhadap tubuh mereka
dalam keadaan hamil bersifat sementara dan tidak menyebabkan perubahan
persepsi yang permanen tentang diri mereka.
2. Ambivalensi selama masa hamil
Ambivalensi didefinisikan sebagai konflik perasaan yang simultan, seperti
cinta dan benci terhadap seseorang, sesuatu, atau suatu keadaan. Ambivalensi
adalah respon normal yang dialami individu yang mempersiapkan diri untuk
suatu peran baru. Kebanyakan wanita memiliki sedikit perasaan ambivalen
selama hamil. Bahkan wanita yang bahagia dengan kehamilannya, dari waktu
ke waktu dapat memiliki sikap bermusuhan terhadap kehamilan atau janin.
Pernyataan pasangan tentang kecantikan seorang wanita yang tidak hamil
atau peristiwa promosi seorang kolega ketika keputusan untuk memiliki
seorang anak berarti melepaskan pekerjaan dapat meningkatkan rasa
ambivalen. Sensasi tubuh, perasaan bergantung, dan kenyataan tanggung
jawab dalam merawat anak dapat memicu perasaan tersebut. Perasaan
ambivalen berat yang menetap sampai trimester III dapat mengindikasikan
bahwa konflik peran sebagai ibu belum diatasi (Lederman, 1984). Setelah
kelahiran seorang bayi yang sehat, kenangan akan perasaan ambivalen ini
biasanya lenyap. Apabila bayi yang lahir cacat, seorang wanita kemungkinan
akan mengingat kembali saat – saat ia tidak menginginkan anak tersebut dan
merasa sangat bersalah. Tanpa penyuluhan dan dukungan yang memadai, ia
dapat menjadi yakin bahwa perasaan ambivalennya telah menyebabkan
anaknya cacat.
3. Hubungan seksual
Ekspresi seksual selama masa hamil bersifat individual Beberapa pasangan
menyatakan puas dengan hubungan seksual mereka, sedangkan yang lain
mengatakan sebaliknya. Perasaan yang berbeda – beda ini dipengaruhi oleh
faktor – faktor fisik, emosi, dan interaksi, termasuk takhayul tentang seks
selama masa hamil, masalah disfungsi seksual, dan perubahan fisik pada
wanita. Dengan berlanjutnya kehamilan, perubahan bentuk tubuh, citra
tubuh, dan rasa tidak nyaman mempengaruhi keinginan kedua belah pihak
untuk menyatakan seksualitas mereka. Selama trimester I seringkali
keinginan seksual wanita menurun, terutama jika ia merasa mual, letih, dan
mengantuk. Saat memasuki trimester II kombinasi antara perasaan
sejahteranya dan kongesti pelvis yang meningkat dapat sangat meningkatkan
keinginannya untuk melampiaskan seksualitasnya. Pada trimester III
peningkatan keluhan somatik (tubuh) dan ukuran tubuh dapat menyebabkan
kenikmatan dan rasa tertarik terhadap seks menurun (Rynerson, Lowdermilk,
1993). Pasangan tersebut perlu merasa bebas untuk membahas hubungan
seksual mereka selama masa hamil. Kepekaan individu yang satu terhadap
yang lain dan keinginan untuk berbagi masalah dapat menguatkan hubungan
seksual mereka. Komunikasi antara pasangan merupakan hal yang penting.
Pasangan yang tidak memahami perubahan fisiologis dan emosi, yang terjadi
dengan cepat selama masa hamil, dapat menjadi bingung saat melihat
perilaku pasangannya. Dengan membicarakan perubahan – perubahan yang
mereka alami, pasangan dapat mendefinisikan masalah mereka dan
menawarkan dukungan yang diperlukan. Perawat dapat memperlancar
komunikasi antar pasangan dengan berbicara kepada pasangan tentang
perubahan perasaan dan perilaku yang mungkin dialami wanita selama masa
hamil (Rynerson, Lowdermilk, 1993)
4. Kekhawatiran tentang janin
Kekhawatiran orang tua terhadap kesehatan anak berbeda – beda selama
masa hamil (Gaffney, 1988). Kekhawatiran pertama timbul pada trimester I
dan berkaitan dengan kemungkinan terjadinya keguguran. Banyak wanita
yang sengaja tidak mau memberitahukan kehamilannya kepada orang lain
sampai periode ini berlalu. Ketika janin menjadi semakin jelas, yang terlihat
dengan adanya gerakan dan denyut jantung, Kecemasan orang tua yang
terutama ialah kemungkinan cacat pada anaknya. Orang tua mungkin akan
membicarakan rasa cemasnya ini secara terbuka dan berusaha untuk
memperoleh kepastian bahwa anaknya dalam keadaan sempurna. Pada tahap
lanjut kehamilan, rasa takut bahwa anaknya dapat meninggal semakin
melemah. Kemungkinan kematian ini terbukti semakin tidak dipikirkan
orang tua.
3.1 KASUS
Keluarga Tn. B merupakan keluarga yang baru 4 tahun menikah keduanya
menikah atas dasar saling mencintai. Umur Tn.B 33 tahun, dan istrinya Ny. S 31 tahun,
keluarga ini telah di karuniai anak yang baru berumur 29 bulan anaknya sangat aktif
menurut ibunya pertumbuhan anaknya sangat cepat di bandingkan dengan anak
seusianya.
Tn. B bekerja sebagai pedagang dan merangkap bekerja sebagai OB klinik dan
masjid sedangkan istrinya hanya sebagai ibu rumah tangga, penghasilan perbulanya
tidak menentu perkiraan 1.500.000 per/bulan, pola makan di keluarga ini sehari bisa 3
kali makan kadang hanya 2 kali sehari, kata istrinya makanan yang di konsumsi
lauknya dengan sayur, tempe, tahu dan menyesuaikan ke inginan lauknya ganti – ganti
tiap harinya kadang pake daging jika uangnya cukup itu juga haya satu minggu seklai.
Keluarga ini komunikasinya baik dengan warga sekitar, rumahnya terletak di
perumahan BTN Sindang Laut Indah, menempati rumah berukuran 3x4 dengan satu
ruangan dan 1 kamar mandi, terdiri dari 3 jendela kaca besar namun selalu di tutup, dan
3 ventilasi yang tertutup saringan kain, tempat tidur menyatu dengan ruang TV dan
dapur, antara dapur dan tempat tidur di sekat dengan kain dan lemari keadaan rumah
kurang terawat banyak barang – barang di simpan tidak sesuai tempatnya, kamar
mandi terlihat kurang terawat terdapat ember besar tempat penampungan air dan
peralatan mandi yang kurang terawat, di kamar mandi ini juga tempat Ny. S mencuci
pakaian kotor.
Tahap perkembangan keluarga yang belum terpenuhi yaitu keingginan untuk
memiliki rumah sendiri menurut Tn. B tempat tinggal yang sekarang merasa kurang
nayaman karena rumahnya kecil dan di situ rumah fasilitas dari perusahan suatu saat
pasti tidak bisa di tempati lagi jika sudah tidak bekerja di perusaan tersebut.
Ketika kelompok kami melakukan kunjungan yang kedua tanggal 17 Januari
2019, An. M sakit diare disertai mual muntah Tn. B mengatakan sudah 10 x BAB tapi
tidak di sertai panas, An. M tampak KU lemas, wajahnya tampak pucat, dan berat
badannya turun.
Kajian selanjutnya akan dituangkan dalam format pengkajian sebagaimana
tercantum di bawah ini.
3. Genogram
Ket :
: Childbearing
: Laki - Laki
: Perempuan
: Satu Rumah
4. Tipe keluarga
Keluarga inti (nucleur Family) yang terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak
5. Suku / Bangsa
Keluarga Tn. B berasal dari suku Jawa / Indonesia
6. Agama
Keluarga Tn. B menganut agama islam
7. Status sosial ekonomi
Anggota keluarga yang mencari nafkah adalah ayah yang bekerja sebagai
pedagang dan merangkap bekerja sebagai OB di Klinik pendapatan
sebulan yaitu Rp. 1.500.000 serta pengeluaran tidak menentu dan dapat
memenuhi kebutuhan keluarga dengan baik.
No Keadaan
Nama Umur imunisasi Tindakan yg dilakukan
. kesehatan
1. Tn. B 33 thn Sehat - Berobat ke Klinik
Denah Rumah
WC
TEMPAT TIDUR
TV
DAPUR
D. Struktur Keluarga
1. Pola komunikasi keluarga
Pola komunikasi keluarga yang digunakan adalah pola komunikasi terbuka,
tetapi yang mengambil keputusan adalah Tn. B yang berperan sebagai
kepala keluarga saat ini. Apabila ada masalah dalam keluarga ini biasaanya
di didiskusikan bersama-sama dengan istri. Kadang Ny. S jika ada masalah
dengan Tn. B hanya diam menunggu suaminya tersebut peka apa kesalahan
suaminya kenapa si istri diam saja seharian.
2. Struktur Kekuatan
Pengendali dalam keluarga adalah Tn. B sebagai kepala keluarga.
3. Stuktur peran
Peran Tn. B sebagai kepala keluarga, pelindung dan Ny. S berperan sebagai
dalam mengurus, mengasuh, dan menyiapkan makanan bagi suami dan
anaknya sedangkan An. M berperan sebagai anak.
4. Nilai dan norma budaya keluarga
Keluarga ini mengajarkan ajaran sesuai dengan agama dan kepercayaanya
mereka saling menghormati satu sama dengan yang lain. Tidak ada budaya
yang mempengaruhi kesehatanya keluarga ini lebih percaya dengan
pengobatan ke pelayanan kesehatan (seperti dokter umum, atau klinik)
bukan ke dukun atau sebagainya.
E. Fungsi Keluarga
1. Fungsi afektif
Keluarga Tn. B sangat ramah, saling menghormati dan saling menyayangi.
Keluarga Tn. B memperhatikan An. M yang sedang sakit diare, mereka
memenuhi kebutuhan yang diperlukan untuk perawatan An. M.
2. Fungsi sosialisasi
Masih terdapat hambatan karena kurangnya komunikasi dan sosialisasi
dengan masyarakat sekitar yang berjalan kurang baik.
3. Fungsi Perawatan Keluarga
a. Kemampuan keluarga menyediakan makanan, pakaian, dan perlindungan
terhadap keluarga : Baik
b. Pengetahuan keluarga mengenai sehat sakit : Keluarga kurang
mengetahui tentang PHBS
c. Kesanggupan Keluarga dalam melakukan tugas perawatan :
1) Mengenal masalah kesehatan : Kurang
2) Pengambilan keputusan mengenai kesehatan : Kurang tepat
3) Merawat keluarga yang sakit : Ya
4) Memelihara Lingkungan rumah yang sehat : Ya
5) Menggunakan fasilitas / pelayanan kesehatan : Ya
4. Fungsi reproduksi
Keluarga Tn.B merupakan pasangan yang masih produktif, berencana
untuk mempunyai 2 anak, Ny.S Sebagai aseptor KB yaitu PIL sejak
kelahiran anak pertama
5. Fungsi ekonomi
Keluarga Tn.B dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dengan
menggunakan biaya dari pendapatan Tn. B selaku pedagang dan OB Klinik.
H. Harapan Keluarga
Keluarga berharap melalui perawatan dan Pendidikan kesehatan yang
dilakukan selama asuhan kepertawatan keluarga dapat meningkatkan
pengetahuan kesehatan tentang PHBS dan bisa diterapkan dikehidupan sehari-
hari. Serta penyakit Diare yang diderita oleh An. M dapat sembuh dan anggota
keluarga tetap dalam keadaan sehat serta keluarga tahu bagaimana cara
menjalani hidup yang lebih sehat.
II. Analisa Data
No Data Etiologi Masalah
1. DS : Pengeluaran cairan Defisit volume cairan
1. Keluarga Tn. B mengatakan Anaknya tubuh yang berlebihan tubuh
BAB mencret lebih dari 4x/hari
2. Kelurga Tn.B mengatakan An.M
rewel
3. Kelurga Tn.B mengatakan An.M mual
muntah
4. Kelurga Tn.B mengatakan An.M
lemas
DO :
5. An. M tampak gelisah
6. Wajah An.M tampak pucat
7. Keadaan umum lemah
2. DS : Ketidaktahuan Kurangnya pengetahuan
- Keluarga Tn. B mengatakan tidak Keluarga Tn. B keluarga Tn. B mengenai
mengerti tentang PHBS mengenai PHBS PHBS
- Keluarga Tn. B selalu membuang
sampah kering dengan cara dibakar
DO :
- Rumah Tn. B terlihat berantakan dan
kurang terawat
- Kamar mandi di rumah Tn. B tampak
kurang bersih dan kurang terawat
V. INTERVENSI KEPERAWATAN
No Diagnosa Tujuan dan Intervensi Rasional
. Keperawatan Kriteria Hasil
1. Defisit volume Setelah dilakukan i. Observasi 1. Mengetahui
cairan tubuh tindakan tanda-tanda keadaan
berhubungan keperawatan selama vital umum klien
dengan 3x24 jam, defisit ii. Anjurkan 2. Mengganti
pengeluaran volume cairan keluarga untuk cairan yang
cairan tubuh teratasi dengan memberi hilang
yang berlebihan kriteria hasil : minum banyak 3. Untuk
a. Frekuensi BAB pada klien menambah
berkurang 1x/hari iii. Berikan pengetahuan
b. Konsistensi BAB penyuluhan keluarga
lembek kepada keluarga tentang diare
c. Klien tampak klien tentang
segar diare
d. Mual muntah
berkurang
2. Kurangnya Setelah dilakukan i. Berikan 1. Untuk
pengetahuan tindakan penyuluhan menambah
keluarga Tn. B keperawatan selama mengenai PHBS pengetahuan
tentang PHBS 1x24 jam, keluarga ii. Berikan keluarga Tn.
berhubungan Tn. B dapat kesempatan B mengenai
dengan memahami dan kepada keluarga PHBS
kurangnya mengerti tentang Tn. B untuk 2. Agar
informasi PHBS dengan bertanya tentang keluarga Tn.
tentang kriteria hasil : hal yang tidak B dapat
perilaku hidup e. Keluarga Tn. B dipahami menyampaik
bersih sehat daat mengenai PHBS an
menyebutkan pertanyaan
kembali tentang hal
mengenai PHBS yang belum
f. Keluarga Tn. B dipahami
dapat merawat
rumahnya