Anda di halaman 1dari 22

BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pankreas adalah sebuah kelenjar yang letaknya di belakang lambung. Di
dalamnya terdapat kumpulan sel yang disebut pulau-pulau langerhans yang
berisi sel beta yang mengeluarkan hormon insulin, yang sangat berperan dalam
mengatur kadar glukosa darah. Tiap pankreas mengandung kurang lebih
100.000 pulau langerhans dan tiap pulau berisi 100 sel beta. Bagian endokrin
pankreas memproduksi, menyimpan, dan mengeluarkan hormon dari pulau
langerhans. Pulau langerhans mengandung 4 kelompok sel khusus, yaitu alfa,
beta, delta, dan sel F. Sel alfa menghasilkan glukagon, sedangkan sel beta
menghasilkan insulin. Kedua hormon ini membantu mengatur metabolisme.
Sel delta menghasilkan somatostatin (faktor penghambat pertumbuhan
hipotalamik) yang bisa mencegah sekresi glukagon dan insulin. (Baradero,
2009, hal.88). Glukosa terbentuk dari makanan yang dikonsumsi sehari-hari
(terdiri dari karbohidrat, protein, dan lemak). Kemudian glukosa akan diserap
melalui dinding usus dan disalurkan dalam darah. Setelah makan, kadar
glukosa dalam darah akan lebih tinggi, melebihi glukosa yang dibutuhkan
dalam proses pembentukan energi tubuh. Untuk mencegah meningginya
glukosa dengan tiba-tiba, insulin (hormon yang diproduksi sel beta pankreas)
berfungsi menyimpan glukosa (dinamakan glikogen) dalam hati dan sel-sel
otot. Jika kadar gula menurun maka simpanan glikogen akan kembali ke dalam
darah. Proses ini membutuhkan glukagon. Glikogen yang disimpan dalam hati
bisa bertahan 8-10 jam. Apabila tidak digunakan dalam tempo yang ditentukan
maka simpanan ini akan berubah menjadi lemak. (Mahendra, 2008, hlm. 1).
Insulin adalah hormon anabolik (pembentuk) utama tubuh dan memiliki
berbagai efek lain selain menstimulasi transpor glukosa insulin juga
meningkatkan transpor asam amino ke dalam sel menstimulasi sintesis protein
dan glukosa insulin yang menghambat glukoneogenesis, sintesa glukosa ke
tubuh kita, membangun protein, dan mempertahankan kadar glukosa plasma
rendah. (Corwin, 2001, hlm. 620).

1
B. RUMUSAN MASALAH
a. Apa yang dimaksud dengan DM Tipe II (Definisi)?
b. Bagaimana Etiologi DM Tipe II ?
c. Bagaimana Manefasti DM Tipe II ?
d. Bagaimana Pantofis/Patway DM Tipe II ?
e. Bagaimana Penatalaksanaan DM Tipe II ?
f. Bagaimana Diagnosa DM Tipe II ?

C. TUJUAN PENULISAN
a. Mahasiswa dapat mengetaui dan memahami apa itu DM Tipe II
b. Mahasiswa dapat mengetaui dan memahami Etiologi DM Tipe II
c. Mahasiswa dapat mengetaui dan memahami Manefesti DM Tipe II
d. Mahasiswa dapat mengetaui dan memahami Pantofis/Patway DM Tipe II
e. Mahasiswa dapat mengetaui dan memahami Penatalaksanaan DM Tipe II
f. Mahasiswa dapat mengetaui dan memahami Diagnosa DM Tipe II

2
BAB 2
PEMBAHASAN

A. DEFINISI DM II
Diabetes melitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang
yang disebabkan adanya peningkatan kadar glukosa darah akibat kekurangan
insulin baik absolut maupun relatif. (Syahfudin, 2002, hlm. 32). Diabetes
melitus adalah diabetes yang berkaitan dengan kadar gula dalam tubuh, juga
dikenal dengan nama kencing manis. (Tjahjadi, 2011, hlm. 3). Diabetes melitus
adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai kelainan metabolik
akibat gangguan hormonal yang menimbulkan komplikasi pada mata, ginjal,
saraf, dan pembuluh darah. (Nogroho, 2011, hlm. 53). Tipe 2 (DMT2) adalah
resistensi insulin yang disertai defek sekresi insulin dengan derajat bervariasi

B.    ETIOLOGI
Etiologi secara umum tergantung dari Diabetes Tipe II, yaitu :

Diabetes Tipe II (Non Insulin Dependent Diabetes Melitus / NIDDM )


Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan
sekresi insulin pada diabetes tipe II belum diketahui. Faktor genetik
diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.
Selain itu terdapat faktor-faktor risiko tertentu yang berhubungan  yaitu :
a.       Usia
Umumnya manusia mengalami penurunan fisiologis yang secara
dramatis menurun dengan cepat pada usia setelah 40 tahun. Penurunan
ini yang akan beresiko pada penurunan fungsi endokrin pankreas untuk
memproduksi insulin. (Sujono & Sukarmin, 2008, hlm. 73).
b.      Obesitas
Obesitas mengakibatkan sel-sel beta pankreas mengalami hipertropi
yang akan berpengaruh terhadap penurunan produksi insulin. Hipertropi
pankreas disebabkan karena peningkatan beban metabolisme glukosa
pada penderita obesitas untuk mencukupi energi sel yang terlalu

3
banyak. (Sujono & Sukarmin, 2008, hlm.73).
c.       Riwayat Keluarga
Pada anggota keluarga dekat pasien diabetes tipe 2 (dan pada kembar
non identik), risiko menderita penyakit ini 5 hingga 10 kali lebih besar
daripada subjek (dengan usia dan berat yang sama) yang tidak memiliki
riwayat penyakit dalam keluarganya. Tidak seperti diabetes tipe 1,
penyakit ini tidak berkaitan dengan gen HLA. Penelitian epidemiologi
menunjukkan bahwa diabetes tipe 2 tampaknya terjadi akibat sejumlah
defek genetif, masing-masing memberi kontribusi pada risiko dan
masing-masing juga dipengaruhi oleh lingkungan. (Robbins, 2007, hlm.
67).
d.      Gaya hidup (stres)
Stres kronis cenderung membuat seseorang mencari makanan yang
cepat saji yang kaya pengawet, lemak, dan gula. Makanan ini
berpengaruh besar terhadap kerja pankreas. Stres juga akan
meningkatkan kerja metabolisme dan meningkatkan kebutuhan akan
sumber energi yang berakibat pada kenaikan kerja pankreas. Beban
yang tinggi membuat pankreas mudah rusak hingga berdampak pada
penurunan insulin. ( Smeltzer and Bare,1996, hlm. 610).

C. MANEFESTASI
Biasanya asimptomatik yang ditandai dengan :
 Poliuria
 Polifagia
 Polydipsia
 Kehilangan berat badan
 Parestesia Ekstremitas Bawah

D.      PATOFISIOLOGI
Pada diabetes melitus tipe 2 jumlah insulin normal malah mungkin lebih
banyak tetapi jumlah reseptor insulin yang terdapat pada permukaan sel

4
yang kurang. Reseptor insulin ini dapat diibaratkan sebagai lubang kunci
pintu masuk ke dalam sel. Pada keadaan tadi jumlah lubang kuncinya yang
kurang, hingga meskipun anak kuncinya (insulin) banyak, tetapi karena
lubang kuncinya (reseptor) kurang, maka glukosa yang masuk sel akan
sedikit, sehingga sel akan kekurangan bahan bakar (glukosa) dan glukosa di
dalam pembuluh darah meningkat. Dengan demikian keadaan ini sama
dengan pada DM tipe 1. Perbedaannya adalah DM tipe 2 disamping kadar
glukosa tinggi juga kadar insulin tinggi atau normal. Keadaan ini disebut
resistensi insulin.( Suyono, 2005, hlm 3). Sebagian besar patologi diabetes
melitus dapat dihubungkan dengan efek utama kekurangan insulin yaitu :
a.       Pengurangan penggunaan glukosa oleh sel-sel tubuh, yang
mengakibatkan peningkatan konsentrasi glukosa darah sampai
setinggi 300 sampai 1200 mg per 100 ml.
b.      Peningkatan mobilisasi lemak dan daerah penyimpanan lemak
sehingga menyebabkan kelainan metabolisme lemak maupun
pengendapan lipid pada dinding vaskuler.
c.       Pengurangan protein dalam jaringan tubuh.

Keadaan patologi tersebut akan berdampak :


1.      Hiperglikemia
Hiperglikemia didefinisikan sebagai kadar glukosa darah yang
tinggi daripada rentang kadar puasa normal 80-90 mg/100 ml darah,
atau rentang non puasa sekitar 140-160 mg/100 ml darah. (Corwin,
2001, hlm. 623).
Dalam keadaan insulin normal asupan glukosa atau produksi
glukosa dalam tubuh akan difasilitasi (oleh insulin) untuk masuk ke
dalam sel tubuh. Glukosa itu kemudian diolah untuk menjadi bahan
energi. Apabila bahan energi yang dibutuhkan masih ada sisa akan
disimpan sebagai glikogen dalam sel-sel hati dan sel-sel otot (sebagai
massa sel otot). Proses glikogenesis (pembentukan glikogen dari unsur
glukosa ini dapat mencegah hiperglikemia). Pada penderita diabetes
melitus proses ini tidak dapat berlangsung dengan baik sehingga

5
glukosa banyak menumpuk di darah (hiperglikemia). (Long, 1996,
hlm. 11).Secara rinci proses terjadinya hiperglikemia karena defisit
insulin tergambar pada perubahan metabolik sebagai berikut :
a.       Transport glukosa yang melintasi membran sel-sel
berkurang.
b.      Glukogenesis (pembentukan glikogen dari glukosa)
berkurang dan tetap terdapat kelebihan glukosa dalam darah.
c.       Glikolisis (pemecahan glukosa) meningkat, sehingga
cadangan glikogen berkurang, dan glukosa “hati” dicurahkan
dalam darah secara terus menerus melebihi kebutuhan.
d.      Glukoneogenesis (pembentukan glukosa dari unsur non
karbohidrat) meningkat dan lebih banyak lagi glukosa “hati”
yang tercurah ke dalam darah hasil pemecahan asam amino dan
lemak. (Long, 1996, hlm.11).
Hiperglikemia akan mengakibatkan pertumbuhan berbagai
mikroorganisme dengan cepat seperti bakteri dan jamur. Karena
mikroorganisme tersebut sangat cocok dengan daerah yang kaya
glukosa. Setiap kali timbul peradangan maka akan terjadi mekanisme
peningkatan darah pada jaringan yang cidera. Kondisi itulah yang
membuat mikroorganisme mendapat peningkatan pasokan nutrisi.
Kondisi itulah yang membuat mikroorganisme mendapat peningkatan
pasokan nutrisi. Kondisi ini akan mengakibatkan penderita diabetes
melitus mudah mengalami infeksi oleh bakteri dan jamur. (Sujono,
2008, hlm. 76).

2.      Hiperosmolaritas
Hiperosmolaritas adalah adanya kelebihan tekanan osmotik pada
plasma sel karena adanya peningkatan konsentrasi zat. Sedangkan
tekanan osmosis merupakan tekanan yang dihasilkan karena adanya
peningkatan konsentrasi larutan pada zat cair. Pada penderita diabetes
melitus terjadinya hiperosmolaritas karena peningkatan konsentrasi
glukosa dalam darah (yang notabene komposisi terbanyak adalah zat

6
cair). Peningkatan glukosa dalam darah akan berakibat terjadinya
kelebihan ambang pada ginjal untuk memfiltrasi dan reabsorbsi
glukosa (meningkat kurang lebih 225 mg/ menit). Kelebihan ini
kemudian menimbulkan efek pembuangan glukosa melalui urin
(glukosuria). Ekskresi molekul glukosa yang aktif secara osmosis
menyebabkan kehilangan sejumlah besar air (diuresis osmotik) dan
berakibat peningkatan volume air (poliuria). Akibat volume urin yang
sangaat besar dan keluarnya air yang menyebabkan dehidrasi ekstrasel.
Dehidrasi intrasel mengikuti dehidrasi ekstrasel karena air intrasel
akan berdifusi keluar sel mengikuti penurunan gradien konsentrasi ke
plasma yang hipertonik (sangat pekat). Dehidrasi intrasel merangsang
pengeluaran ADH dan menimbulkan rasa haus. (Corwin,2001,
hlm.636).
Glukosuria dapat mencapai 5-10% dan osmolaritas serum lebih dan
370-380 mosmols/ dl dalam keadaan tidak terdapatnya keton darah.
Kondisi ini dapat berakibat koma hiperglikemik hiperosmolar
nonketotik (KHHN). (Sujono, 2008, hlm. 77).

3.      Starvasi Selluler


Starvasi Selluler merupakan kondisi kelaparan yang dialami oleh
sel karena glukosa sulit masuk padahal di sekeliling sel banyak sekali
glukosa. Ada banyak bahan makanan tapi tidak bisa dibawa untuk
diolah. Sulitnya glukosa masuk karena tidak ada yang memfasilitasi
untuk masuk sel yaitu insulin.
Dampak dari starvasi selluler akan terjadi proses kompensasi
selluler untuk tetap mempertahankan fungsi sel. Proses itu antara lain :
a.       Defisiensi insulin gagal untuk melakukan asupan glukosa
bagi jaringan-jaringan peripheral yang tergantung pada insulin
(otot rangka dan jaringan lemak). Jika tidak terdapat glukosa,
sel-sel otot memetabolisme cadangan glikogen yang mereka
miliki untuk dibongkar menjadi glukosa dan energi mungkin
juga akan menggunakan asam lemak bebas (keton). Kondisi ini

7
berdampak pada penurunan massa otot, kelemahan otot, dan
rasa mudah lelah.
b.      Starvasi selluler juga akan mengakibatkan peningkatan
metabolisme protein dan asam amino yang digunakan sebagai
substrat yang diperlukan untuk glukoneogenesis dalam hati.
Hasil dari glukoneogenesis akan dijadikan untuk proses
aktivitas sel tubuh.
Protein dan asam amino yang melalui proses glukoneogenesis

akan dirubah menjadi CO2 dan H2O serta glukosa. Perubahan

ini berdampak juga pada penurunan sintesis protein.


Proses glukoneogenesis yang menggunakan asam amino
menyebabkan penipisan simpanan protein tubuh karena unsur
nitrogen (sebagai unsur pemecah protein) tidak digunakan
kembali untuk semua bagian tetapi diubah menjadi urea dalam
hepar dan dieksresikan dalam urine. Ekskresi nitrogen yang
banyak akan berakibat pada keseimbangan negative nitrogen.
Depresi protein akan berakibat tubuh menjadi kurus, penurunan
resistensi terhadap infeksi dan sulitnya pengembalian jaringan
yang rusak (sulit sembuh kalau cidera).
c.       Starvasi sel juga berdampak peningkatan mobilisasi dan
metabolisme lemak (lipolisis) asam lemak bebas, trigliserida,
dan gliserol yang akan meningkat bersirkulasi dan
menyediakan substrat bagi hati untuk proses ketogenesis yang
digunakan sel untuk melakukan aktivitas sel. Ketogenesis
mengakibatkan peningkatan kadar asam organik (keton),
sementara keton menggunakan cadangan alkali tubuh untuk
buffer pH darah menurun. Pernafasan kusmaull dirangsang
untuk mengkompensasi keadaan asidosis metabolik. Diuresis
osmotik menjadi bertambah buruk dengan adanya ketoanemis
dan dari katabolisme protein yang meningkatkan asupan
protein ke ginjal sehingga tubuh banyak kehilangan protein.
Adanya starvasi selluler akan meningkatakan mekanisme

8
penyesuaian tubuh untuk meningkatkan pemasukan dengan
munculnya rasa ingin makan terus (polifagi). Starvasi selluler
juga akan memunculkan gejala klinis kelemahan tubuh karena
terjadi penurunan produksi energi. Dan kerusakan berbagai
organ reproduksi yang salah satunya dapat timbul impotensi
dan orggan tubuh yang lain seperti persarafan perifer dan mata
(muncul rasa baal dan mata kabur). (Sujono, 2008, hlm. 79).

Diabetes mellitus jangka panjang member dampak yang parah ke


sistem kardiovaskular, terjadi kerusakan di mikro dan
makrovaskular.

Mikrovaskuler
Komplikasi mikrovaskular terjadi akibat penebalan membran basal 
pembuluh-pembuluh kecil. Penyebab penebalan tersebut
tampaknya berkaitan langsung dengan tingginya kadar glukosa
darah.  Penebalan mikrovaskular tersebut menyebabkan iskemia
dan penurunan penyaluran oksigen dan zat gizi ke jaringan. Selain
itu, Hb terglikosilasi memiliki afinitas terhadap oksigen yang lebih
tinggi sehingga oksigen terikat lebih erat ke molekul Hb. Hal ini
menyebabkan ketersediaan oksigen untuk jaringan berkurang.
Hipoksia kronis juga dapat menyebabkan hipertensi karena jantung
dipaksa meningkatkan curah jantung sebagai usaha untuk
menyalurkan lebih banyak oksigen ke jaringan. Ginjal, retina, dan
sistem saraf perifer, termasuk neuron sensorik dan motorik somatic
sangat dipengaruhi  oleh gangguan mikrovaskular diabetik.
Sirkulasi mikrovaskular yang buruk juga akan menganggu reaksi
imun dan inflamasi karena kedua hal ini bergantung pada perfusi
jaringan yang baik untuk menyalurkan sel-sel imun dan mediator
inflamasi. (Chang, 2006, hlm. 110).
1.      Kerusakan ginjal (Nefropati)
Diabetes mellitus kronis yang menyebabkan kerusakan ginjal

9
sering dijumpai, dan nefropati diabetic merupakan salah satu
penyebab terjadinya gagal ginjal. Di ginjal, yang paling parah
mengalami kerusakan adalah kapiler glomerolus akibat hipertensi
dan glukosa plasma yang tinggimenyebabkan penebalan membran
basal dan pelebaran glomerolus. Lesi-lesi sklerotik nodular, yang
disebut nodul Kimmelstiel-Wilson, terbentuk di glomerolus
sehingga semakin menghambat aliran darah dan akibatnya merusak
nefron. (Corwin, 2001, hlm. 637).
2.      Kerusakan sistem saraf (Neuropati)
Penyakit saraf yang disebabkan diabetes mellitus disebut neuropati
diabetic. Neuropati diabetic disebabkan hipoksia kronis sel-sel
saraf yang kronis serta efek dari hiperglikemia.
Pada jaringan saraf terjadi penimbunan sorbitol dan dan fruktosa
dan penurunan kadar mioinositol yang menimbulkan neuropati
selanjutnya timbul nyeri, parestesia, berkurangnya sensasi getar
dan propoioseptik, dan gangguan motorik yang disertai hilangnya
refleks-refkeks tendon dalam, kelemahan oto-otot dan atrofi.
Neuropati dapat menyerang saraf-saraf perifer, saraf-saraf kranial
atau sistem saraf otonom. Terserangnya sistem saraf otonom
disertai diare nokturnal, keterlambatan pengosongan lambung,
hipotensi dan impotensi. (Corwin, 2001, hlm. 637).
3.      Gangguan penglihatan (Retinopati)
Retinopati disebabkan memburuknya kondisi mikro sirkulasi
sehingga terjadi kebocoran pada pembuluh darah retina. Hal ini
bahkan bisa menjadi salah astu penyebab kebutaan. Retinopati
sebenarnya merupakan kerusakan yang unik pada diabetes karena
selain karena gangguan mikrovaskular, penyakit ini juga
disebabkan adanya biokimia darah sehingga terjadi penumpukan
zat-zat tertentu pada jaringan retina.
Gangguan awal pada retina tidak menimbulkan keluhan-keluhan
sehingga penderita kebanyakan tidak mengetahui telah terkena
retinopati. Hal ini baru terdeteksi oleh ahli mata dengan

10
ophtalmoskop.jika gangguan ini dibiarkan dan kerusakan menjadi
sangat progresif serta menyerang daerah penting (makula) maka
penderita dapat kehilangan penglihatannya. Katarak dan glaukoma
(meningkatnya tekanan pada bola mata) juga merupakan salah satu
dari komplikasi mata pada pasien diabetes. Oleh karenanya, selain
mengontrol kadar gula darah, mengontrol mata pada dokter mata
secara rutin juga mutlak dilakukan oleh pasien diabetes. (Mahendra
& Tobing, 2008, hlm 23).

Makrovaskular
Komplikasi makrovaskular terutama terjadi akibat aterosklerosis.
Komplikasi makrovaskular ikut berperan dan menyebabkan
gangguan aliran darah, penyulit komplikasi jangka panjang, dan
peningkatan mortalitas. Pada diabetes  terjadi kerusakan pada
lapisan endotel arteri dan dapat disebabkan secara langsung oleh
tingginya kadar glukosa darah, metabolit glukosa, atau tingginya
kadar asam lemak dalam darah yang sering dijumpai pada pasien
diabetes. Akibat kerusakan tersebut, permeabilitas sel endotel
meningkat sehingga molekul yang mengandung lemak masuk ke
arteri. Kerusakan sel-sel endotel akan mencetuskan reaksi imun
dan inflamasi sehinga akhirnya terjadi pengendapan trombosit,
makrofag, dan jaringan fibrosis. Sel-sel otot polos berproliferasi.
Penebalan dinding arteri meyebabkan hipertensi, yang semakin
merusak lapisan endotel arteri karena menimbulkan gaya merobek
sel-sel edotel. Efek vascular dari diabetes kronis adalah penyakit
arteri koroner, stroke, dan penyakit vascular perifer. Pasien diabetic
yang menderita infark miokard memiliki prognosis yang buruk
dibandingkan pasien diabetes tanpa infark miokard. Penyakit arteri
koroner merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas
pada populasi pengidap diabetes. (Chang, 2006, hlm. 110).

11
12
13
14
15
16
E. PENATALAKSANAAN DM Tipe II

Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik yang


ditandai dengan hiperglikemia sebagai akibat dari defek sekresi insulin, kerja
insulin atau keduanya (Perkeni,. Insulin adalah hormon yang dihasilkan oleh
pankreas yang berperan dalam memasukkan glukosa dari makanan ke dalam
sel-sel tubuh, dimana glukosa tersebut akan dikonversi menjadi energi yang
dibutuhkan oleh otot dan jaringan untuk berfungsi. Diabetes tidak mampu
mengabsorbsi glukosa dengan baik dan glukosa akan meningkat di dalam
darah (hiperglikemia) dan merusak jaringan seiring dengan berjalannya
waktu.Penatalaksanaan pasien diabetes mellitus dikenal 4 pilar penting dalam
mengontrol perjalanan penyakit dan komplikasi. Empat pilar tersebut adalah
edukasi, terapi nutrisi, aktifitas fisik dan farmakologi sebagai berikut :

 Gaya Hidup

Olahraga dan pola makan yang sesuai merupakan dasar dari tata laksana
diabetes dengan jumlah olahraga yang lebih banyak memberikan hasil
yang lebih baik. Olahraga aerobik memberikan penurunan HbA1C dan
peningkatan sensitivitas insulin. Latihan tahanan juga bermanfaat dan
kombinasi kedua jenis latihan ini mungkin paling efektif. Diet
diabetes yang bertujuan untuk menurunkan berat badan juga penting.
Walaupun jenis diet yang terbaik untuk mencapai hal ini masih
controversial diet indeks glikemik rendah telah terbukti dapat
memperbaiki kontrol glukosa darah. Biasanya, edukasi yang tepat dapat
membantu pasien diabetes tipe 2 mengontrol kadar glukosa darah
mereka, setidaknya hingga enam bulan kemudian. Apabila perubahan
gaya hidup, pada penderita dengan diabetes ringan, belum menunjukkan
perbaikan glukosa darah dalam waktu enam minggu, perlu
dipertimbangkan pemberian obat-obatan.

17
 Pengobatan
Tablet Metformin 500mg

Tersedia beberapa kelas obat anti-diabetes. Metformin umumnya


dianjurkan sebagai terapi lini pertama karena terdapat sejumlah bukti
bahwa obat ini menurunkan mortalitas. Obat oral kedua dari kelas yang
berbeda dapat digunakan apabila metformin belum cukup. Kelas obat
lainnya termasuk: sulfonylurea, nonsulfonylurea
secretagogue, penghambat alpha glucosidase, thiazolidinedione, glucagon-
like peptide-1 analog, dan penghambat dipeptidyl peptidase-4. Metformin
sebaiknya tidak digunakan pada pasien dengan gangguan ginjal dan hati
yang berat.  Pemberian injeksi insulin dapat merupakan tambahan dari
pengobatan oral atau juga digunakan tersendiri. Umumnya sebagian besar
pasien pada awalnya tidak membutuhkan insulin. Apabila digunakan,
insulin kerja panjang biasanya ditambahkan pada malam hari, dengan
pengobatan oral tetap dilanjutkan. Dosis kemudian ditingkatkan untuk
memberi pengaruh (kadar glukosa darah terkontrol). Apabila insulin yang
diberikan malam hari tidak cukup, insulin yang diberikan dua kali sehari
dapat memberikan kontrol yang lebih baik. Insulin yang bekerja
lama, glargine dan detemir, tidak tampak lebih baik daripada neutral
protamine Hagedorn insulin (NPH) tetapi mempunyai biaya pembuatan
yang jauh lebih besar, seperti pada tahun 2010, yang tidak hemat
biaya. Untuk pasien yang sedang hamil biasanya insulin merupakan
pilihan utama.

 Pembedahan

Pembedahan penurunan berat badan pada penderita yang gemuk


merupakan tata laksana yang efektif untuk diabetes. Banyak yang mampu
menjaga kadar glukosa darah dengan sedikit atau bahkan tanpa bantuan
obat setelah tindakan pembedahan dan mortalitas jangka panjang juga
menurun. Namun, terdapat risiko mortalitas jangka pendek kurang dari 1%
yang terjadi akibat pembedahan. Batas indeks massa tubuh agar

18
pembedahan layak dilakukan belum jelas. Namun dianjurkan agar pilihan
ini dipertimbangkan bagi penderita yang tidak mampu mengatur berat
badan dan kadar glukosa darahnya.

 Epidemiologi

Prevalens diabetes di seluruh dunia pada tahun 2000 (per 1000


penduduk). Rata-rata dunia adalah 2,8%.
  no data   45–52.5
  ≤ 7.5   52.5–60
  7.5–15   60–67.5
  15–22.5   67.5–75
  22.5–30   75–82.5
  30–37.5   ≥ 82.5
  37.5–45
Secara global pada tahun 2010 diperkirakan terdapat 285 juta
penderita diabetes tipe 2 yang mencakup 90% dari kasus diabetes.
Diabetes tipe 2 yang dulu dianggap sebagai penyakit orang dewasa,
kini mulai banyak didiagnosis pada anak-anak sejalan dengan
meningkatnya kegemukan. Diabetes tipe 2 kini didiagnosis sama
seringnya dengan diabetes tipe 1 pada remaja di Amerika. Angka
diabetes pada tahun 1985 diperkirakan sejumlah 30 juta, meningkat
menjadi 135 juta pada tahun 1995 dan 217 juta pada
2005. Peningkatan ini dipercaya disebabkan terutama oleh
bertambah tuanya populasi secara global, berkurangnya olahraga,
dan meningkatnya angka kegemukan. Lima negara dengan jumlah
pasien diabetes terbesar pada tahun 2000 adalah India dengan
31,7 juta, Tiongkok 20,8 juta, Amerika 17,7 juta, Indonesia
8,4 juta, dan Jepang 6,8 juta. Hal ini dikenal
sebagai epidemik global oleh Organisasi Kesehatan Dunia.

f. DIAGNOSA DM Tipe II

19
Penegakan diagnosis diabetes melitus dilihat berdasarkan kadar
gula darah, asal darah yang diambil dan cara pemeriksaan yang
digunakan. Akan tetapi pemeriksaan yang diajukan untuk menegakkan
diagnosis adalah pemeriksaan glukosa dengan cara enzimatik
menggunakan darah plasma vena (Gustaviani, 2007; PERKENI 2011).
Penggunaan darah utuh (whole blood), vena ataupun kapiler masih
dapat digunakan dengan melihat angka-angka kriteria diagnostik yang
berbeda sesuai dengan pembakuan oleh WHO, sedangkan untuk
melihat hasil pengobatan dapat dilakukan dengan pemeriksaan glukosa
darah vena kapiler. Penegakan diagnosis diabetes melitus dapat
dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya adalah jika keluhan klasik
seperti poliuria (banyak kencing), polifagia (banyak makan), polidipsi
(banyak minum), dan penurunan berat badan yang tidak diketahui
penyebabnya, pemeriksaan kadar glukosa plasma sewaktu >200 mg/dL
dan glukosa plasma puasa ≥126 mg/dL sudah dapat menegakkan
diagnosis diabetes melitus. Cara yang lain adalah dengan TTGO (Tes
Toleransi Glukosa Oral) beban 75 gram, maka glukosa lebih sensitif
dan spesifik dibanding pemeriksaan gula darah puasa namun tetap
memiliki keterbatasan sendiri (PERKENI, 2011). Selain anamnesis dan
pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang sangat penting untuk
menegakkan diagnosis. Beberapa pemeriksaan penunjang yang bisa
dilakukan antara lain:

 pemeriksaan kadar gula darah sewaktu (GDS)

 pemeriksaan kadar gula darah puasa (GDP)

 pemeriksaan kadar gula darah 2 jam post prandial (GDPP)

 pemeriksaan kadar HbA1C

20
BAB 3
PENUTUP
A . KESIMPULAN
Diabetes melitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada
seseorang yang disebabkan adanya peningkatan kadar glukosa darah
akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif. Diabetes Tipe II
(Non Insulin Dependent Diabetes Melitus / NIDDM ) Mekanisme yang
tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin
pada diabetes tipe II belum diketahui. Faktor genetik diperkirakan
memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin. Biasanya
asimptomatik yang ditandai dengan :
 Poliuria
 Polifagia
 Polydipsia
 Kehilangan berat badan
 Parestesia Ekstremitas Bawah

B.SARAN
Penulis menyadari bahwa makalah di atas banyak sekali kesalahan dan jauh
dari kata kesemurnaan . Penulis akan memperbaiki makalah tersebut
dengan berpedoman pada banyak sumber yang dapat dipertanggung
jawabkan . Maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran mengenai
pembahasan makalah dalam kesimpulan diatas

21
DAFTAR PUSTAKA

Https: www.academia.edu//11920553// Definisi_Klasifikasi_Etiologi_dan_


Manefestasi_Klinis_Diabetes_Melitus_serta_Fisiologis_Pankreas

https://wwwid.m.wikipedia.org > wiki > Diabetes > Mellitus

Gottschalk M, Danne T, Vlajnin A, Cara JF. Glimepiride versus metformin as


monotherapy in pediatric patients with type 2 diabetes. Diabetes Care 2007;30: 790-
94

22

Anda mungkin juga menyukai