Anda di halaman 1dari 17

Rasulullah Sebagai Pemimpin

Sosial Politik

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM LUQMAN AL-HAKIM

PONDOK PESANTREN HIDAYATULLAH

SURABAYA
BAB I

PENDAHULUAN

LatarBelakang

Berkembangnya Agama Islam sampai ke seluruh penjuru dunia, dan tetap bertahan
sampai zaman sekarang ini, salah satu faktornya adalah kecerdasan sang pembawa risalah
tersebut, yaitu Nabi Muhammad SAW. Beliau adalah tokoh dengan karakter yang paling hebat.
Bahkan Michael J Hart yang non muslim pun menempatkan beliau di urutan teratas dalam daftar
100 orang terhebat dalam buku karyanya. Semua aspek telah ditekuninya salah satunya yaitu
berpolitik.

Politik biasa diartikan sebagai seni dalam mengatur dan memerintah masyarakat. Agak
sulit mememisahkan Muhammad SAW dari kepemimpinan politik. Disamping sebagai seorang
rasul, beliau adalah kepala masyarakat politik Muslim pertama dengan Madinah sebagai pusat
pemerintahan. Muhammad SAW merupakan seorang pemimpin politik karena mempunyai
kapasitas dalam mengatur dan mengelola masyarakat Muslim yang dipusatkan di Madinah.

Para sejarawan membagi periode awal Islam menjadi periode Makkah dan periode
Madinah. Periode Mekkah merupakan periode peletakan dasar-dasar agama tauhid dan
pembentukan akhlak yang mulia. Periode Madinah menandai kemunculan Islam sebagai
kekuatan sosial dan politik Muhammad SAW tidak lagi hanya tampil sebagai seorang rasul yang
menyerukan agam Islam, tetapi juga sebagai pemimpin dari sebuah komunitas peradaban baru
berpusat di Madinah. Dengan demikian, pembentukan sebuah masyarakat Islami telah dimulai.
Sejak itu, wahyu yang turun tidak lagi terbatas pada seputar keesaan Tuhan, tetapi mulai
mencakup ajaran lainnya yang berhubungan dengan pengaturan kehidupan masyarakat.
BAB II

PEMBAHASAN

A. KEUNIKAN POLITIK MUHAMMAD SAW DI ZAMANNYA

Sebagai kepala pemerintah Madinah Muhammad SAW menggabungkan kepemimpinan


politik dan militer. Kemempuan menggabungkan kecermelangan kepemimpinan politik dan
militer ini sangat langka ditemukan diantara pemimpin-pemimpin besar dunia. Banyak
pemimpin dan penglima perang yang sukses dalam berbagai peperangan yang mereka hadapi
namun kurang berhasil dalam mengelola pemerintah ketika perang itu usai.

Atau sebaliknya, mereka yang berhasil mengatur pemerintah, gagal ketika harus
bertindak memimpin peperangan. Muhammad SAW telah terbukti mampu menjalankan kedua
fungsi dalam waktu yang bersamaan. Beliau seorang kepala negara namun juga seorang jenderal
yang menguasai taktik peperangan.

Pada waktu itu disekitar dunia Arab ada beberapa kerajaan, seperti Romawi dan Persia.
Sementara di tanah Arab sendiri terdapat beberapa penguasa kecil yang wilayahnya tidak terlalu
besar. Kerajaan-kerajaan sebesar Romawi dan Persia tidak tertarik dengan semenanjung Arab
yang tandus. Jazirah Arab pada waktu itu dijadikan sebagai daerah pemisah antara Romawi dan
Persia.

Masyarakat yang hidup di jazirah Arab terdiri dari berbagai suku-suku besar yang terbagi
lagi ke beberapa suku-suku yang lebih kecil. Mereka hidup meurut aturan-aturanyang hanya
mangikat terhadap anggota masing-masing suku. Meskipun demikian mereka memiliki adat
kebiasaan yang disepakati bersama oleh semua suku. Dengan demikian mereka tidak terikat
dengan hukum kerajaan sebagia masyarakat Romawi atau Persia.

Dalam bersikap sebagai negara besar , Romawi dan Persia masing-masing suku
mempunyai kecenderungan yang brebeda. Namun dari segi politik dan administrasi pemerintah
mereka tetap merdeka. Diantar mereka ada yang lebih memihak Romawi dan yang lain memihak
Persia. Sebagai contooh, ketika Persia mengalahkan Romawi di wilayah Syiria, kaum musyrik
Makkah bergembira karena mempunyai keterikatan emosinal sebagai sesama kaum musyrik.
Sebaliknya, kaum Muslim lebih mengharapkan kemenangan Romawi karena negara tersebut
menganut agama Nasrani. Wahyu pun turun merespon peristiwa ini sebagaimana tercatat dalam
surat ar-Rum (30) ayat 1-5.

Strategi politik Muhammad Saw berbeda dengan pemimpin politik di masanya. Beliau
tidak membangun kerajaan melainkna sebuah negara (state) dengan prinsip-prinsip baru yang
berbeda dengan tradisi yang ada pada waktu itu. Unsur negara yang beliau fokuskan pertama kali
adalah membentuk negara sebagai power-base.1

Periode Makkah menjadi periode pembentukan masyarakat warga tanpa mempunyai


wilayah dan pemerintahan (administration). Ajaran-ajaran Islam yang diturunkan pada periode
ini juga lebih banyak tentang pembentukan karakter masyarakat yang berkeadaban.

B. MEMBIIDIK MADINAH SEBAGAI PUSAT ISLAM

Setelah melaksanakan dakwah selama 10 tahun kepada penduduk Makkah dan tidak
mendapat respon positif yang signifikan, Muhammad Saw mulai berdakwah kepada para jamaah
haji yang berziarah ke ka’bah selama musim-musim haji. Diantara para jamaah haji tersebut
berasal dari Yatsrib, yaitu daerah Utara Makkah.

Muhammad Saw telah cukup berhasil membentuk keimanan dan mental yang tangguh
diantara para pengikutnya. Hal ini perlu dilanjutkan dengan membentuk sebuah komunitas yang
Islami dengan tatanan sosial yang lebih baik. Oleh karena itu masyarakat Muslim awal itu
memerlukan suatu daerah yang mampu memberikan perlindungan bagi mereka sekaligus tempat
untuk membentuk kawasan percontohan komunitas Muslim yang ideal.

Diceritakan, pada suatu musim haji, Muhammad Saw berdakwah kepada jamaah dari
Yatsrib dan disambut dengan positif. Mereka berjanji akan datang lagi di musim haji berikutnya
dan meminta Muhammad Saw mengirimkan salah seorang sahabatnya untuk mengajarkan Islam
kepada penduduk Yatsrib. Muhammad mengutus Mus’ab bin Umair sebagai duta Islam pertama
dan ia cukup berhasil dalam menjalankan misinya. Pada tahun berikutnya, penduduk Yatsrib
datang dengan jumlah yang lebih banyak dan mengikrarkan janji setia kepada Muhammad Saw
dan memintanya untuk pindah ke Yatsrib. Mereka bersedia membela Muhammad Saw dan
sahabat-sahabatnya dengan jiwa dan harta mereka.2

C. HIJRAH, KONDISI AWAL MADINAH DAN PERGANTIAN NAMA YATSRIB


KE MADINAH

- Hijrah: Perjalanan Mengubah Sejarah Dunia

Setelah mendapat izin dari Allah, Muhammad Saw hijrah ke Yatsrib yang kemudian berganti
dengan nama Al-Madinah Al-Munawwarah (kota yang bercahaya). Pergantian nama Yatsrib
menjadi Madinah merupakan suatu keputusa politik yang tepat. Secara bahasa Madinah
mempunyai akar kata yang sama dengan tamaddun (peradaban). Dengan demikian Madinah
dapat diartikan sebagai sebuah tempat peradaban yang lazim diterjemahkan dengan kota.

1
Muhammad Syafii Antonio,The Super Leader Super Manager, Jakarta, ProLM Centre & Tazkia Publishing, 2009,
hal 154
2
Ibid, hal 156
Penggunaan nama Madinah mengisyaratkan adanya suatu visi politik menjadikan daerah tersebut
sebagai salah satu pusat peradaban manusia yang baru.

Dengan demikian berakhirlah periode Makkah dan dimulainya periode Madinah. Dalam
periode Makkah yang ditekankan adalah pembentukan karakter warga negara yang akan
didirikan. Sementara periode Madinah adalah peletakan fondasi administrasi pemerintahan dan
hal-hal kenegaraan lain-lainnya.3

Hijrah bukan hanya bermakna menghindar dari siksaan, fitnah dan cacian belaka, namun juga
merupakan suatu strategi untuk mendirikan masyarakat baru di dalam negeri yang aman. Strategi
dakwah Rasulullah Saw di Madinah lebih agresif dan besar. Madinah, sebagai Negara Islam
pertama menjadi nadi pergerak dakwah Islam ke seluruh dunia. Tapak yang disediakan oleh
Rasulullah Saw begitu kukuh sehingga menjadi tauladan kepada pemerintahan Islam sehingga
kini. Strategi yang bersumberkan kepada dua perundangan utama yaitu al-Quran dan Hadis
menjadi intipati kekuatan perancangan Islam dalam menegakkan kalimah Tauhid.4Oleh karena
itu setiap Muslim yang mampu wajib ikut andil dalam membangun negeri baru itu dan
mencurahkan kemampuannya untuk melindungi dan membelanya.

- Kondisi Awal Madinah

Menurut catatan sejarah, Yatsrib pada waktu itu merupakan suatu lingkungan oase yang
subur. Kota itu dihuni oleh orang-orang Arab pagan atau musyrik dengan suku-suku utama ‘Aus
dan Kharaj. Kota Oase itu agaknya sudah ada sejak zaman kuno dengan nama Yatsrib atau
menurut catatan ilmu bumi Plolomeus, Yethroba.

Masyarakat yang ditemui Rasulullah Saw di Madinah ada tiga golongan. Golongan-golongan
tersebut adalah para sahabat, kaum Musyrik, dan orang-orang Yahudi. Setiap golongan memiliki
kondisi yang berbeda dengan golongan lain. Beliau menghadapi berbagai masalah dari setiap
golongan, dan masalah yang beliau hadapi dari setiap golongan tersebut tidak sama.

Kaum Muslim sendiri terdiri dari dua golongan. Pertama, golongan Anshar, kedua golongan
Muhajirin. Pada waktu itu Madinah bukanlah negeri yang kaya. Pertambahan jumlah penduduk
yang mendadak sedikit banyaknya mengguncang perekonomian Madinah. Dalam kondisi yang
kritis tersebut, berbagai kekuatan yang memusuhi Islam melakukan semacam embargo ekonomi
sehingga persediaan (supply) barang berkurang dan dan keadaan pun semakin gawat.

- Pergantian Nama Yatsrib ke Madinah

Yatsrib merupakan nama pertama dan tertua untuk menunjukkan nama Madinah. Yatsrib
berasal dari nama salah seorang anak keturunan Nabi Nuh As yang mengembara dari daerah
Babilonia, Irak. Sesudah hijrah ke Madinah Nabi SAW mengubah nama ini, karena Yatsrib

3
Ibid, hal 157
4
http://sejarahnabimuhammaddimadinah.blogspot.com/2011/05/kesimpulan.html
berkonotasi yang kurang baik, yakni ‘memaki’ atau ‘yang kotor’. Namun dikalangan orang yang
anti islam ketika itu masih saja menggunakan kata tersebut.5

Penggunaan kata “Madinah” oleh Nabi Muhammad Saw untuk menukar nama kota hijrah
beliau itu mengisyaratkan suatu deklarasi atau proklamasi bahwa di tempat baru itu hendak
diwujudkan suatu masyarakat teratur (atau berperaturan) sebagaimana mestinya suatu
masyarakat. Dengan demikian konsep Madinah adalah pola kehidupan sosial yang sopan yang
ditegakkan atas dasar kewajiban dan kesadaran umum untuk patuh kepada peraturan atau hukum.

Dalam Al-Qur’an mereka yang disebut al-A’rab digambarkan sebagai gologan masyarakat
yang kasar dan sulit memahami dan mematuhi aturan.6 Mereka juga digambarkan sebagai
golongan yang ketaatannya kepada Nabi Muhammad Saw hanya sampai batas kepatuhan
lahiriyah tanpa kedalaman iman. Dalam Al-Qur’an terbaca firman yang memerintahkan Nabi
Muhammad Saw untuk mengingatkan bahwa mereka itu baru “berislam” (secara harfiyah)
karena iman belum masuk ke dalam hati mereka.7

D. TAHAPAN PENGEMBANGAN NEGARA MADINAH

Kemunculan komunitas Madinah berlangsung dalam beberapa tahap. Tahap pertama


adalah konsolidasi internal umat dan komunitas Madinah. Dimulai oleh Muhammad dengan
usaha mempersatukan umat islam yang terdiri atas berbagai suku, bani, dan kelompok yang
berbeda-beda. Muhammad juga mengupayakan pengaturan hubungan antara kelompok muslim
dan non muslim, khususnya Yahudi, melalui penyusunan dan penandatanganan Piagam
Madinah.

Tahap kedua adalah keterlibatan kaum muslim dalam konflik idiologis dengan komunitas
non muslim. Pada awalnya konflik tersebut hanya berlangsung kecil-kecilan antara pihak muslim
dan bani atau keluarga non muslim disekitar wilayah Madinah. Namun kemudian konflik
menjadi besar yang melibatkan ribuan orang dalam beberapa kali peperangan seperti Perang
Badr, Perang Uhud, Perang Khandaq.

Tahap ketiga adalah kaum muslim mulai keluar Madina. Awalnya adalah kepergian
Muhammad beserta rombongan ke Mekkah untuk menunaikan ibadah umrah, tetapi gagal karena
tidak diizinkan memasuki Mekkah oleh kaum Quraisy, namun Muhammad berhasil menekan
pihak quraisy untuk mengadakan perjanjian di Hudaibiyah. Dengan adanya perjanjian ini,
ancaman dari luar sedikit berkurang sehingga Muhammad dapat berkonsentrasi pada penataan
masyarakat Madinah dan membina hubungan diplomatik dengan suku atau kabilah-kabilah di
sekitar Madinah.

5
http://dicfingerprintdepok.wordpress.com/2011/10/19/nam-nama-madinah/
6
Lihat QS. At-Taubah (9): 97
7
Lihat QS. Al-Hujurat (49): 14
Tahap keempat adalah ketika pihak Muslim berhasil menguasai seluruh jasirah Arabia.
Memang tidak semua orang masuk Islam, namun suku dan kabilah diwilayah tersebut berada
dibawah kekuasaan Muslim. Bagi mereka yang non muslim diwajibkan membayar Jizyah (pajak
keamanan) atau menyerahkan sebagian hasil panen. Penyebaran islam semakin berkembang
pesat sebagaimana terlihat dalam upaya Muhammad mendakwahi para penguasa di luar jazirah
Arabia.

E. KEBIJAKAN SOSIAL-POLITIK MUHAMMAD SAW PADA PERIODE


MADINAH
1. Mempersaudarakan kaum Muhajirin dan Anshor

Makna persaudaraan menurut Muhammad Al-Ghazali adalah lenyapnya fanatisme


kusukuan jahiliyah, tidak adanya semangat selain kepada islam, runtuhnya semua bentuk
peradaban yang di dasarkan pada asal kuturunan, warna kulit, dan asal-usul kedaerahan atau
kebangsaan, dan maju mundurnya seseorang hanya tergantung pada kepribadiannya sendiri dan
ketaqwaannyakepada Allah.8

Persaudaraan merupakan konsep mendasar peradaban Islam. Hubungan persaudaraan


merupakan hubungan yang paling kuat dibandingkan dengan ikatan-ikatan lainnya. Persaudaraan
yang terbina antara golongan Muhajirin dan Anshor berpengaruh dapa sector ekonomi. Kaum
Muhajirin sebagaimana lazimnya orang Makkah mempunyai keahlian dibidang perdagangan.
Sementara kaum Anshor lebih mempunyai keahlian dibidang pertanian. Kombinasi antara
kompetensi perdagangan dan pertanian ini belakangan membawa kepada perekonomian Madinah
yang lebih baik.

2. Konstitusi Madinah

Langkah politik selanjutnya yang beliau lakukan adalah membuat kesepakatan antar
berbagai faksi yang ada di Madinah. Yang dikenal dengan al-Shahifa al-Madinah atau Piagam
Madinah. Ada juga yang mengislilahkan kesepakatan ini dengan Konstitusi Madinah.

Kesepakatan ini dilatar belakangi oleh kondisi daerah itu sebelum perstiwa hijrah. Sejak
lama Yatsrib dicekam konflik yang berkepanjangan antarsuku. Dua suku yang paling besar, ‘Auz
dan Khazraj, bermusuhan sejak lama dan sering terjadi konflik berdarah. Suku-suku yang lebih
kecil memilih berafiliasi dengan salah satu diantara keduanya. Suku Yahudi yang merupakan
suku pendatang terus menghembuskan permusuhan diantara ‘Auz dan Khazraj dengan harapan
dapat menangguk keuntungan materil dari konflik tersebut. Penduduk Yatsrib meminta
Muhammad untuk hijrah ke Yatsrib agar beliau menciptakan perdamaian dan ketentraman di
Madinah. Kemudian tidak lama setelah sampai di Madina Muhammad mngumpulkan para

8
. Al-Mubarakfury, Syaikh Shafiyyur-Rahman. 1998. Sirah Nabawiyah. Terjemah dari al-rahiq al-Makhtum, Bahtsun fi al-Sirah
al-Nabawiyah ‘Ala Shahibiha Afdhulu al-Shalatu wa al-Salam. Jakarta : Robbani Press. Hal 252-253.
pemimpin Madinah untuk merumuskan suatu kesepakatan politik yang belakangan dikenal
sebagai “ Piagam Madinah”.

Demikianlah, seluruh kota Madinah dan sekitarnya telah benar-benar jadi terhormat bagi
seluruh penduduknya. Mereka berkewajiban mempertahankan kota ini dan mengusir setiap
serangan yang dating dari luar. Mereka harus bekerjasama antara sesame mereka guna
menghormati segala hak dan kebebasan yang sudah disepakati bersama.

3. Kesetaraan bagi semua warga

Sebagai negarawan Muhammad mempunyai pikiran untuk memberikan jaminan


ketenangan dan keamanan bagi semua warga tanpa pengecualian. Beliau tidak pernah berfikir
untuk membangun sebuah kerajaan. Beliau hanya menginginkan ketenanngan jiwa bagi warga
Madinah dalam menganut dan mengamalkan ajaran agama mereka masing-masing

Beliau juga memberikan jaminan keamanan bagi kelompok miniritas dengan nyawanya
sendiri. Beliau pernah mengatakan bahwa siapa yang menganiaya kelompok minoritas tersebut
berarti menganiayanya juga. Tidak ada juga perbedaan status hak dan kewajiban antara orang
Arab dengan non Arab, pendatang dan penduduk asli Madinah. Semua diperlakukan sama
didepan hokum dan sebagai warga Negara dengan hak dan kewajiban masing-masing.

4. Persoalan pendidikan

Sebagai pemimpin masyarakat, Muhammad sangat memperhatikan persoalan pendidikan.


Beliau menekankan pentingnya pendidikan tidak lama setelah menetap di Madinah. Beliau
menyatakan bahwa penddikan atau menuntut ilmu itu wajib bagi setiap orang, laki-laki dan
perempuan.

Beliau juga tidak membuang-buang kesempatan untuk mencerdaskan masyarakat


Madinah. Beliau sangat menyadari pentingnya kemampuan menulis dan membaca. Ketika
perang Badar selesai, terdapat sekitar 70 orang Quraisy Makkah menjadi tawanan. Muhammad
meminta masing-masing mereka untuk mengajari 10 orang anak-anak dan orang dewasa
Madinah dalam membaca dan menulis sebagai salah satu syarat pembebasan mereka. Dengan
demikian, dalam kesempatan ini, 700 orang pendududk Madinah berhasil dientaskan dari buta
huruf. Angka ini kemudian terus membesar ketika masing-masing mereka mengajarkan
kemampuan tersebut kepada orang lain.

5. Perjanjian Hudaibiyah: Kemenangan Diplomasi Politik

Selan berhasil dalam mengurusi persoalan dalam negeri Madinah, Muhammad juga
cukup berhasil menjalankan politik luar negeri. Salah satu contoh keberhasilan itu yaitu dalam
Perjanjian Hudaibiyah. Sebelu tercapainya kesepakatan tersebut, kaum musyrik Makkah
merupakan anacaman luar bagi Negara yang baru lahir tersebut. Kaum muslim selalu merasa
tidak tenang karena khawatir sewaktu-waktu pasukan Makkah dating menyerang.
Oleh karena itu, cara yang paling tepat adalah membawa pemimpin-pemimpin Quraisy ke
genjatan bersenjata dalam waktu tertentu atau selamanya. Tetapi untuk mencapai hal itu tidaklah
mudah, tentu saja bangsa Quraisy tidak akan mudah untuk memilih damai, mereka akan lebih
memilih perang dan mengalahkan Muhammad dan pasukannya. Untuk itu diperlukan terapi yang
dapat membuat para pemimpin Quraisy mau mengadakan perjanjian perdamaian.

Cara yang ditempuh adalah membawa sejumlah besar warga Muslim untuk
melaksanakan Umrah ke Makkah. Beliau mengirim juga utusan-utausan ke berbagai kabilah
yang masih belum beriman dengannya untuk bergabung. Hal ini bertujuan agar dengan jumlah
yang besra itu kaum musyrik tidak akan berani menghalangi untuk memasuki kota Mekkah.

Cara ini cukup ampuh dan pada akhirnya para pemimpin Quraisy mengirim utusan untuk
membuat perjanjian perdamaian dengan Muhammad. Dan selanjutnya tercapailah kesepakatan
yang disebut dengan “Perjanjian Hudaibiyah”.

Dari perjanjian tersebut terkesan beliau kalah dalam diplomasi dan terpaksa menyetujui
beberapa hal yang berpihak pada kaum Quraisy. Kesan tersebut ternyata terbukti sebaliknya
setelah perjanjian tersebut disepakati. Di sinilah terlihat kelihaian diplomasi Muhammad dan
pandangan beliau yang jauh kedepan.

Kemenangan diplomasi ini antara lain sebagai berikut. Pertama, inilah untuk pertama
kalinya kaum Quraisy mengakui Muhammad seorang pemimpin yang memiliki kekuatan politik
yang seimbang dengan kaum Quraisy bukan seorang yang selama ini mereka sebutkan seperti
orang yang sesat, orang yang kerasukan roh halus, pemberontak, pemecah belah persaudaraan
dan lain-lain.

Kedua, mereka juga mengakui hak kaum Muslim dan warga Madina untuk memasuki
kota Makkah dan berziarah ke K’bah untuk melaksanakan ibadah haji dan umrah.

Ketiga, perjanjian itu member efek untuk meningkatkan posisi tawar Madinah sebagai
kekuatan politik baru di jazirah Arab. Kaum Quraisy adalah kaum yang disegani dan dihormati
di tanah Arab. Kemauan kaum Quraisy mengadakan perjanjian dengan Muhammad menandakan
bahwa Madinah mempunyai kekuatan politik yang cukup besar dan tidak dapat dipandang remeh
karena mendapat pengakuan dari kaum Quraisy.

Keempat, dengan tercapainya perjanjian genjatan senjata ini, Muhammad dan


pengikutnya merasa lebih tenang dan dapat menmfokuskan diri pada pengembangan dakwah
islam dan pembangunan tatanan social Negara Madinah.

Kelima, pengembalian anggota masyarakat Quraisy yang menyeberang ke kubu


Muhammad menimbulkan sakit hati tersendiri bagi mereka terhadap kaum musyrik itu. Pada
akhirnya mereka membuat kelompok-kelompok disuatu tempat dan melancarkan gengguan
terhadap kalifah-kalifah dagang Quraisy. Akibatnya perekonomian Makkah terganggu.
Sementara Muhammad sangat yakin bahwa para pengikutnya tidak akan menyeberang ke pihak
Quraisy kecuali mereka yang sangat lemah imannya.

Dengan demikian, Perjanjian Hudaibiyah ini merupakan suatu kemenangan diplomasi


politik Muhammad. Di perjanjian Hudaibiyah ini telah meletakkan dasar yang kokoh dalam
kebijakan politik luar negeri Muhammad dan penyebaran Islam.

6. Utusan-utusan Diplomatik

Langkah politik luar negeri lainnya yang dilakukan Muhammad adalah mengirim surat-surat
diplomatic. Dalam pasca perjanjian Hudaibiyah tersebut Muhammad mengutus beberapa orang
untuk menemiau para penguasa disekitar jazirah Arab dan mengajak mereka untuk memeluk
Islam. Waktu itu ada beberapa kerajaan seperti Romawi, Persia, Ghassam, Yaman, Mesir,
dan Abisinia. Disamping itu untuk misi dakwah, secara politis pengiriman utusan-utusan
tersebut sekaligus memberitahu keberadaan sebuah Negara baru yang berpusat di
Madinah. Misi ini cukup berhasil dan keberadaan Madinah mulai diakui dan disegani di
kawasan tersebut. Muhammad sendiri juga semakin diperhitungkan daya tawar
politiknya.

F. POLITIK EKONOMI

Kekuatan dan kesejahteraan sebuah negara tidak dapat dipisahkan dari pengaturan sistem
ekonomi untuk mensejahterakan semua warga. Sebagaiman lazimnya sebuah negara yang baru
berdiri, negara Madinah juga tidak luput dari persoalan ekonomi. Disisi lain, jumlah penduduk
Madinah semakin bertambah karena semakin banyaknya kaum Muhajirin yang datang ke
Madinah. Sementara perekonomian Madinah dikuasai oleh kaum Yahudi yang terkenal mahir
dalam melakukan aktivitas perekonomian.

Adapun kebijakan ekonomi Muhammad SAW yang digambarkan secara ringkas, yaitu:

1. Melarang Riba, Gharar, Ihtikar, Tadlis dan Market Inefficiency.


 Riba
Ada beberapa pendapat dalam menjelaskan riba, secara sederhana dapat diartikan
sebagai pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual beli maupun pinjam-
meminjam secara bathil atau bertentangan dengan prinsip muamalah dalam islam.
 Gharar
Adanya sebuah ketidak pastian dalam sebuah transaksi ekonomi karena adanya
informasi yang tidak lengkap (incomplete information ). Baik menyangkut
kualitas, kuantitas, harga atau waktu penyerahan (time of delivery).
 Ihtikar
Ihtikar dapat meliputi semua tindakan yang dapat mempengaruhi persediaan
barang secara tidak wajar. Misalnya penimbunan (hoarding) dan monopoli.
Kedua jenis prilaku ekonomi ini dapat membahayakan perekonomian Madinah
waktu itu dan dilarang oleh Muhammad SAW.
 Tadlis
Prilaku ekonomi yang tidak dilandasi oleh kejujuran dalam bertransaksi. Salah
satu pihak dalam transasksi (penjual) menyembunyikan kekurangan atau cacat
yang dimiliki oleh barang yang akan dijual dan cacat ini tidak diketahui oleh
pembeli.
 Market Inefficiency
Terjadi ketika sebagian pelaku pasar tidak memiliki informasi yang sama
sehingga sebagian mereka dirugikan karena ketidaktahuan itu.

2. Sistem Upah.
Muhammad SAW sangat memperhatikan sistem upah. Salah satu pesan beliau
tentang sistem upah ini adalah agar membayar upah buruh sesegera mungkin sebelum
keringat mereka kering.

3. Kebijakan Fiskal dan Keuangan Publik.


Kebijakan fiskal adalah kebijakan yang ditempuh pemerintah dalam mengelola
pemasukan dan pengeluaran negara. Secara historis, kebijakan fiskal pada masa awal
islam dapat dibagi menjadi dua periode, yaitu:
a. Periode sebelum ekspansi
Unsur-unsur penting kebijakan fiskal pada periode pertama adalah kontribusi
dari fay’ dan shodaqoh. Pelaksanaan kebijakan fiskal pada masa Rasulullah
SAW dan Abu Bakar hampir sama karena belum banyak persoalan yang
muncul seiring dengan perluasaan wilayah kekuasaan kekhalifahan Islam.
Pada periode awal ini, sistem keuangan negara masih berlangsung secara
sederhana karena menyangkut wilayah yang tidak begitu luas. Meskipun
demikian, pada periode pertama itu umat Islam telah mempunyai pemikiran
tentang mata uang sendiri. Transaksi bangsa arab sebelum islam dilakukan
menggunakan mata uang bangsa lain yaitu dinar Romawi timur dan dirham
Persia.
b. Periode sesudah ekspansi
Pada periode keduan yang dimulai pada masa kekhalifahan Umar bin Khattab,
negara Islam Madinah telah mulai mapan. Inilah sebabnya mengapa Umar bin
Khattab sering disebut sebagai pendiri kedua negara Islam. Pada awalnya,
Umar berusaha untuk meneruskan tradisi pemerintahan yang telah
dipraktekkan sebelumnya. Namun, perluasaan wilayah kekhalifahan dan
pertambahan penduduk yang berlangsung cepat membutuhkan sistem
operasional pemerintahan yang sistematis sehingga dapat memenuhi syarat
untuk mengendalikan kekuasaan yang demikian luas.
Pada masa Umar dibentuk lembaga yang mengelola administrasi kekayaan
negara. Salah satu lembaga yang didirikan Umar adalah diwan yang diadopsi
dari praktek pemerintahan persia. Selain itu dikenal pula bayt al-mal atau
kantor perbendaharaan publik, memberikan kerangka umum tentang kebijakan
fiskal bagi warga negara Madinah. Meskipun demikian, secara konseptual
Bayt al-mal tidak dipahami sebagai bangunan fisik tetapi lebih sebagai tujuan
(destination) atau bayt al-mal sebagai institusi yang abstrak. Adapun
kebijakan yang dimiliki antara lain;
1.) Di antara liabilitas, pembayaran utang mendapat prioritas utama.
2.) Jika mengalami defisit anggaran, maka diperbolehkan meminjam dari
publik.
3.) Jika mengalami surplus, ada beberapa pendapat tentang jenis penggunaan
kelebihan itu. Menurut abu hanifah, surplus tersebut harus disimpan
sebagai dana cadangan. Sebaliknya, menurut Syafi’i dana surplus tersebut
hendaknya digunakan untuk dana kesejahteraan sosial, sementara untuk
dana cadangan adalah tanggung jawab masyarakat untuk mengadakannya
jika dibutuhkan.

Lembaga lain yang didirikan Khalifah Umar adalah Diwan Militer yang
bertugas untuk mengelola Administrasi militer dan pembayaran tunjangan
mereka. Administrasi tersebut meliputi pendataan prajurit Muslim dan status
keterlibatan mereka dalam peperangan sejarah awal Islam. Dalam penentuan
gaji yang diterima para tentara Umar menggunakan beberapa kriteria khusus.

a. Sumber Penerimaan Negara pada Masa Awal Islam.


Sumber-sumber penerimaan negara Madinah antara lain berasal dari zakat,
khums, jizyah, kharaj, fay’ dan sumber-sumber penerimaan lain. Sementara
pengeluaran pemerintah meliputi biaya perang, santunan terhadap orang-orang
yang membutuhkan dan sebagainya. Untuk mengelola perbendaharaan negara
beliau mendirikan Bayt al-mal(semacam kantor kas negara)
 Zakat
 Khums
 Jizyah
 Kharaj
 Sumber penerimaan lain

b. Administrasi Penerimaan Negara.


Pada masa Rasulullah SAW belum diadakan pencatatan atas pemasukan dan
pengeluaran negara karena beberapa alasan, yaitu:
 Jumlah orang islam yang bisa membaca masih relatif sedikit dan
jumlah orang yang bisa menulis dan mengenal aritmatika lebih sedikit
lagi.
 Sebagian besar bukti pembayaran dibuat dalam bentuk yang
sederhana, baik yang didistribusikan maupun yang diterima.
 Sebagian besar dari zakat hanya didistribusikan secara lokal.
 Bukti-bukti penerimaan dari daerah-daerah yang berbeda tidak lazim
digunakan
 Pada kebanyakan kasus, ghanimah digunakan dan didistribusikan
langsung setelah perang selesai.

Catatan mengenai pengeluaran secara rinci pada masa Rasulullah Saw


juga tidak ada tetapi tidak bisa diambil kesimpulan bahwa sistem
keuangan yang ada tidak dijalankan sebagaimana mestinya. Akan tetapi,
setiap perhitungan yang ada disimpan dan diperiksa sendiri oleh
Rasulullah Saw.

c. Pengeluaran Negara dan Kebijakan lainnya.


Pengeluaran pada masa Rasulullah Saw dapat dibagi menjadi dua bagian,
yaitu;
 Pengeluaran primer
Meliputi pengeluaran untuk biaya pertahanan seperti persenjataan,
unta, kuda dan pembekalan logistik.
Selain itu, pengeluaran dalam bentuk ini juga digunakan untuk biaya
operasional penyaluran zakat dan usyr kepada yang berhak
menerimanya menerut ketentuan Al-Qur’an.
Pengeluaran lainnya adalah untuk membayar gaji para wali atau amir,
qadhi, guru, ima, mu’adzin dsb. Selain itu untuk membayar para
sukarelawan, pembayaran utang negara dan bantuan untuk musafir.
 Pengeluaran sekunder
Digunakan untuk memberikan bantuan kepada orang-orany yang
belajar agama di Madinah, hiburan untuk para delegasi keagamaan,
dsb.
Pengeluaran lainnya adalah untuk memberikan hadiah bagi kepala
negara, pembayaran tebusan bagi kaum muslim yang menjadi tawana
atau budak, dsb

Pada masa-masa awal pemerintahan Islam, pendapatan dan pengeluaran


hampir tidak ada. Rasulullah Saw sendiri adalah seorang kepala negara, pemimpin
di bidang hukum, qadhi besar dan mufti, pemimpin dan penanggung jawab dari
keseluruhan administrasi. Rasulullah Saw tidak mendapat gaji atau upah sediky
pun dari negara atau masyarakat, kecuali hadiah kecil yang umumnya berupa
makanan.

Pada tahun keenam hijrah, sekretariat pemerintahan dengan bentuk


sederhana dibangun. Pada masa ini pula Rasulullah Saw mulai mengirim utusan-
utusan ke berbagai negara dan kerajaan. Para utusan tersebut mengerjakan
tugasnya dengan sukarela dan membiayai hidupnya dari sumber yang independen.

Pada masa rasulullah Saw belum ada tentara formal yang mendapat gaji
secara teratur dari negara. Semua muslim yang mampu dapat menjadi tentara.
Mereka tidak mendapat gaji tetap, tetapi mereka diperbolehkan mendapat bagian
dari rampasan tersebut meliputi; senjata, kuda, unta dan barang-barang lainnya
yang didapatkan dalam perang.

Beberapa cara ditempuh Rasulullah Saw untuk menutupi pembiayaan


negara yang mengalami defisit. Yaitu:

 Meminta bantuan dari kaum muslim sehingga berbagai kebutuhan,


seperti: untuk biaya perang dapat terpenuhi dengan bantuan sukarela
kaum mislimin
 Meminjam peralatan dari kaum non-muslim dengan jaminan
pengembalian dengan memberi ganti rugi atas peralatan yang rusak
tanpa membayar sewa atas penggunaanya.
 Meminjam uang dari orang tertentu. Pinjaman ini dilakukan dalam
jangka pendek dan dilunasi setelah kembali dari perang dan mendapat
harta rampasan dari perang.
 Menerapkan kebijakan insentif.
Pada masa Abu Bakar, pengeluaran negara tidak mengalami perubahan
berarti. Pada masa Umar, bagian pengeluaran negara yang palin penting dari
pendapatan keseluuhan adalah dana pensiun, kemudian diikuti oleh dana
pertahanan negara dan dana pembangunan.

Kehakiman ditangani oleh para hakim sipil yang biasa disebut qadhi yang
ditunjuk oleh Umar. Walau demikian, kehakiman bersifat independen dan
terpisah dari pemerintahan (eksekutif). Disini banyak perubahan yang dibawah
oleh umar dalam penyediaan kesejahteraan negara. Dan pengeluaran yang paling
penting adalah adanya penyediaan layanan kesejahteraan sosial.

LEBIH MODERN DIZAMANNYA.

Demikianlah, disamping mempunyai tugas sebagai pembawa risalah Ilahiyah, Rasulullah


Saw adalah pemimpin masyarakat politik ketika berada di Madinah sampai akhir hayatnya.
Kepemimpinan sosial politik beliau lakukan dengan baik dan meninggalkan jejak-jejak untuk
diikuti oleh generasi sesudahnya.

Sebagai seorang pemimpin politik, Rasulullah Saw telah melakukan sesuatu perubahan
yang sangat besar dan tergolong sangat modern dizamannya. Ditengah masyarakat nomadik,
beliau bentuk sistem masyarakat sipil yang berkeadaban. Di tengah masyarakat kesukuan beliau
ciptakan persaudaraan yang lebih luas melintasi suku dan ras. Beliau juga melakukan dasar-
dasar sistem keuangan publik yang terbukti keberhasilannya dalam membiayai kebutuhan
masyarakat yang dipimpinnya.

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan:

Sebagai kepala pemerintah Madinah Muhammad SAW menggabungkan kepemimpinan


politik dan militer. Muhammad SAW telah terbukti mampu menjalankan kedua fungsi dalam
waktu yang bersamaan. Beliau seorang kepala negara namun juga seorang jenderal yang
menguasai taktik peperangan.

Strategi politik Muhammad Saw berbeda dengan pemimpin politik di masanya. Beliau
tidak membangun kerajaan melainkna sebuah negara (state) dengan prinsip-prinsip baru yang
berbeda dengan tradisi yang ada pada waktu itu. Unsur negara yang beliau fokuskan pertama kali
adalah membentuk negara sebagai power-base.

Adapun kebijakan-kebijakan Sosial-Politik yang beliau buat pada periode Madinah yaitu:
1. Mempersaudarakan Muhajirin dan Anshar
2. Konstitusi Madinah
3. Kesetaraan bagi semua negara
4. Persoalan pendidikan
5. Perjanjian Hudaibiyah
6. Utusan-utusan diplomatik

Adapun kebijakan Diplomatik yaitu:

1. Melarang Riba, Gharar, Ihtikar, Tadlis, dan Market Inefficiency


2. Membayar dengan sistem upah
3. Memiliki kebijakan fiskal dan keuangan publik
DAFTAR PUSTAKA

 Al-Mubarakfury. 1998. Syaikh Shafiyyur-Rahman. Sirah Nabawiyah. Terjemah dari al-


rahiq al-Makhtum, Bahtsun fi al-Sirah al-Nabawiyah ‘Ala Shahibiha Afdhulu al-Shalatu
wa al-Salam. Jakarta: Robbani Press
 Syafii Antonio, Muhammad. 2009. The Super Leader Super Manager. Jakarta: ProLM
Centre & Tazkia Publishing

 http://sejarahnabimuhammaddimadinah.blogspot.com/2011/05/kesimpulan.html, diakses
pada hari Sabtu tanggal 25 April 2015. Pukul 06:55 WIB
 http://dicfingerprintdepok.wordpress.com/2011/10/19/nam-nama-madinah/, diakses pada
hari Sabtu tanggal 02 Mei 2015. Pukul 20:34 WIB

Anda mungkin juga menyukai