Anda di halaman 1dari 21

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. HIV / AIDS

1. Definisi

AIDS (Aequired Immune Defisiency Syndrome) sebenarnya bukanlah

suatu penyakit, namun kumpulan dari gejala penyakit (syndrome), muncul

sebagai akibat tubuh kekurangan (deficiency) zat kekebalan tubuh (aequired

Immunt). Syndrome ini pertama kali dilaporkan oleh Cottkieb dari Amerika

Serikat pada tahun 1981. penyebab AIDS adalah golongan retrovinus yang

disebut Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang pertama kali ditemukan oleh

ilmuwan Institut Pasteur Paris, Dr. L. Montagnier dari Perancis pada tahun 1983

dari seorang penderita dengan gejala lympadenopathy Syndrome (Harahap, 2004).

2. Etiologi

Penyebab AIDS adalah golongan retrovirus RNA yang disebut Human

Immunodeficiency Virus (HIV) – Human deficiency Virus (HIV). Ada dua tipe

yaitu: HIV-1 dan HIV-2. Dalam bentuknya yang asli merupakan partikel yang

inerst, cukup tidak dapat berkembang atau melukai sampai ia masuk ke sel target.

Sel target virus ini terutama sel limfosit karena mempunyai reseptor untuk virus

HIV yang disebut Cluster of Differentiation Four (CD.4). Virus HIV hidup dalam

darah, saliva, semen, air mata dan mudah mati di luar tubuh. HIV dapat juga

ditemukan dalam sel monosit, makrofag, dan sel gelia jaringan otak (Agustina,

2004).
Walau sudah jelas dikatakan HIV sebagai penyakit AIDS, asal usul virus

ini masih belum diketahui secara pasti. Virus ini sebelumnya dinamakan

Lymphadenopathy Associated Virus (LAV). Badan kesehatan Dunia, World

Health Organization (WHO) kemudian memberikan nama HIV sesuai dengan

hasil penemuan international Committee on Toxonomy of Viruses pada tahun

1986 (Ratna, 2001).

HIV terutama menyerang sel limfosit T4 (herpes) yang memegang

peranan penting dalam imunitas seluler. Selanjutnya jika HIV mengadakan

replikasi, maka HIV akan merusak limfosit T4 tersebut. Pada infeksi yang lanjut,

fungsi dan jumlah limfosit T4 akan berkurang. Apabila penurunan jumlah sel

cukup berat, terjadilah gangguan imunitas seluler yang menyebabkan penderita

mudah terkena infeksi oportunistik atau keganasan tertentu (Ratna, 2001).

3. Patogenesis

Transmisi virus HIV terutama melalui kontak seksual. Kontak seksual

utama yang menyebabkan kasus HIV yaitu pada populasi heteroseksual dan

homoseksual. Transmisi HIV utama lainnya terjadi di antara pengguna narkoba

suntik. Pada anak-anak, penularan HIV terutama melalui placcuta (Jeff, 2007).

Pada pengguna Narkoba Suntik yang penularannya langsung secara sistemik-

setelah HIV masuk ke dalam tubuh, virus menuju ke kelenjar limfe dan berada

pada sel dendritik selam beberapa hari. Kemudian terjadi syndrome retrovival

acut seperti flu (serupa infeksi mononucleosis). Pada tubuh timbul respon immune

humoral maupun seluler. Pasien kemudian akan memasuki tahapan tanpa gejala.

Dalam tahap ini terjadi penurunan dalam jumlah CD4+ (Jumlah Normal 800-1000
/ mm3) yang terjadi setelah replikasi persisten HIV dengan kadar RNA Virus

relative Constan CD4+ merupakan reseptor pada limfosit T4 yang menjadi target

sel utama HIV. Pada awalnya penurunan jumlah CD4 + yaitu 30-60/ mm3/ tahun.

Namun pada dua tahun kemudian terjadi penurunan jumlah menjadi lebih cepat

sekitar 50-100/ mm3/ tahun, dimana jumlah CD4+ akan mencapai kurang dari 200/

mm3 (Mansjour et.al, 2001).

Pada masa infeksi primer akut ini terjadi suatu periode yang disebut

periode jendela (window period), yaitu jangka waktu di masa hasil uji masih

negatif padahal sebetulnya infeksi sudah terjadi. Periode tersebut virus sudah ada

dalam tubuh tetapi tubuh kita belum memberikan reaksi, sehingga tidak dijumpai

antibodi. Setelah seorang penderita terinfeksi oleh HIV, maka tubuh akan

mengeluarkan antibody spesifik. Diperlukan waktu sampai 12 minggu sebelum

virus mencapai kadar cukup banyak sehingga dapat dideteksi oleh uji antibody

HIV. Sebelum kadar virus mencapai kadar yang dapat dideteksi, uji HIV akan

terus memberikan hasil negatif. Dengan kata lain, seseorang yang baru saja

terinfeksi HIV akan memiliki hasil pengujian negatif padahal ia sebetulnya bisa

menularkan virus itu ke orang lain. Pada periode ini sangat infeksius dan tidak

terdeteksi.

Jarak dari masuknya virus ke tubuh sampai terjadinya AIDS sangat lama

yakni 5 tahun atau lebih. Infeksi oleh virus HIV menyebabkan fungsi sistem

kekebalan tubuh rusak yang mengakibatkan daya tahan tubuh berkurang atau

bahkan hilang, akibatnya mudah terkena penyakit-penyakit lain seperti penyakit


infeksi yang disebabkan oleh bakteri, protozoa dan jamur dan juga mudah terkena

penyakit kanker seperti sarcoma Kaposi.

4. Gejala

Penyakit ini disertai kumpulan gejala (syndrome) antara lain gejala infeksi

dan penyakit oportumistik yang timbul akibat menurunnya daya tahan tubuh

penderita. Menurunnya kekebalan menjadikan penderita rentan terhadap infeksi

oportunitik dimana infeksi mikroorganisme yang dalam keadaan normal bersifat

apatogen. Pada penderita AIDS mikroorganisme yang bersifat apatogen dapat

menjadi pathogen (Syamsuridjat, 2001).

Adapun yang termasuk gejala mayor yaitu:

a. Berat badan menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan

b. Diare kronik berlangsung lebih dari 1 bulan

c. Demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan

d. Penurunan kesadaran dan gangguan Neorologis

e. Demensia atau HIV ensepalopati

Gejala minor :

a. Batuk menetap lebih dari 1 bulan

b. Dermatitis generalisata yang gatal

c. Adanya Herpes Zoster Multisegmental dan atau berulang

d. Kandidiasis orofariengeas

e. Herpes Simpleks kronik progresif

f. Limfadenopati Generalisata (pembesaran kelenjar getah bening)

g. Infeksi jamur berulang pada alat kelamin.


(Syamsuridjal, 2001)

5. Diagnosis

Diagnosis AIDS didasarkan oleh munculnya gejala klinis dari infeksi HIV

dengan jumlah limfosit CD4+ di bawah 200 sel/mm3. seseorang dengan AIDS

cenderung dapat mengalami infeksi seperti pada paru-paru, otak, mata dan organ

lainnya. Dalam perjalanannya kemudian dapat diikuti dengan penurunan berat

badan secara drastis, diare, dan sarcoma Kaposi (NIDA, 2006).

Untuk penegakkan diagnosis dan mengetahui apakah seseorang

mengalami infeksi HIV atau tidak, perlu dilakukan pemeriksaan terhadap

antibody pada sampel darahnya. Pemeriksaan dilakukan dengan metode uji

serologis Enzim Linked Immuno Sorbent Assay (ELISA), sensitivitas dan

spesifisitasnya mencapai 95% dan 98%. Hasil tes yang positif kemudian

dilakukan tes konfirmasi dengan tes Estern Blot. Jika hasil negatif dapat berarti

yang bersangkutan tidak terinfeksi HIV atau masih dalam masa jendela. Dalam

masa jendela ini perlu dilakukan pemeriksaan ulangan dalam jangka waktu 12-24

minggu (Syamsuridjal, 2001).

Bila dari anamnesis didapatkan faktor risiko yang mendukung,

pemeriksaan fisik didapatkan gejala dan tanda infeksi, pemeriksaan laboratorium

menunjukkan seropositif HIV, langkah diagnosis berikutnya adalah melakukan

pemeriksaan untuk menentukan status imun (limfosit total, CD 4), beban virus

(viral load), evaluasi terhadap infeksi sekunder atau malignansinya. Langkah-

langkah tersebut dapat digunakan untuk menetapkan stadium penyakit, prognosis,

serta strategi penatalaksaaan (Nasrounydin, 2007).


Untuk keperluan surveilans epidemionologi, seorang dewasa dianggap

menderita AIDS apabila menunjukkan tes HIV positif dengan strategi

pemeriksaan yang sesuai dan sekurang-kurangnya didapatkan dua gejala mayor

dan satu gejala minor. Gejala-gejala ini bukan disebabkan oleh keadaan-keadaan

lain yang berkaitan dengan infeksi HIV (Syamsuridjal, 2001).

Manifestasi klinik dari AIDS adalah tumor dan infeksi oportunistik:

1. Tumor.

Jenis tumor yang sering menyerang penderita AIDS adalah :

a. Sarkoma Kaposi: sejenis kanker kulit yang bisaanya mengenai orang tua

(usia > 60 tahun) tetapi pada penderita AIDS dijumpai pada orang muda

(usia < 60 tahun). Kelaian ini lebih spesifik untuk penderita AIDS.

b. Lymfoma ganas: tersering sesudah sarcoma Kaposi menyerang (usia < 60

tahun) dan mengenai susunan syarat pusat, sumsum tulang dan rectum.

2. Infeksi Oportunistik

Infeksi Oportunistik melibatkan hampir semua sistem dalam tubuh dan

gejala yang ditimbulkan tergantung dari kuman penyakit yang menyerang.

a. Manifestasi pada paru-paru

I. Pneumonia Pneumocytis Carinii (PCP): umumnya infeksi oportunitis

pada AIDS dengan gejala sesak nafas, batuk kering sakit bernafas dalam

dan demam.

II. Cytomegolo Virus (CMV): virus ini pada manusia 50 % hidup kemensal

pada paru tetapi dapat menyebabkan penyakit pnemocystis (merupakan

penyebab kematian pada 30 % penderita AIDS).


III. Mycobacterium Avium: menimbulkan pneumoni difus timbul jpada

stadium akhir dan sulit disembuhkan.

IV. Mycobacterium Tubercolosis : timbul lebih dini penyakit cepat menjadi

similar dan cepat menyebar ke organ lain di luar paru (Agustina, 2004;

Komisi Penanggulangan HIV/AIDS Kebupaten Banyumas, 2006).


6. Cara Penularan

Untuk ini perlu diketahui cara-cara penularan AIDS, yaitu:

a. Melalui hubungan seksual (heteroseksual, homoseksual, biseksual) dengan

penderita yang mengidap HIV. Sebuah survei di Jakarta menunjukkan bahwa

53 % pengguna narkoba suntik pernah melakukan seks dengan lebih dari satu

patner dan 20% pernah melakukan hubungan seks dengan PSK (moyoritas

tidak menggunakan kondom). HIV ditemukan pada cairan mani atau cairan

senggama penderita HIV. HIV yang ada pada cairan tersebut akan

dipindahkan kepada pasangannya melalui luka yang terjadi karena gesekan

waktu senggama.

b. Melalui parenteral, misalnya alat suntik yang telah tercemar HIV, atau tranfusi

darah yang telah tercemar HIV, penggunaan narkoba suntik dan lain-lain

(akupuntur, tindik, tatto). Tingginya kasus HIV/AIDS di kalangan pengguna

narkoba suntik atau IDU (>91% laki-laki muda usia 16-25 tahun)

dikhawatirkan akan terjadi penularan kepada pasangan perempuannya yang

pada gilirannya dapat berakibat terjadinya penularan HIV dari ibu ke bayi.

c. Melalui ibu yang mengidap HIV kepada bayinya (25-45%)

Transmisi HIV-1 dari ibu ke janin dapat mencapai 30% sedangkan HIV-2

hanya 10%. Penularan secara ini biasanya terjadi pada akhir kehamilan atau

saat persalinan. Bila antigen P24 ibu jumlahnya banyak, dan atau jumlah

reseptor CD4 kurang dari 700/ml, maka penularan lebih mudah terjadi.
Ternyata HIV masih mungkin ditularkan melalui air susu ibu. Perkiraan risiko

dan waktu penularan HIV dari ibu ke bayi:

1. Waktu masih dalam kandungan (selama kehamilan) karena viral load ibu

yang tinggi (infeksi baru/AIDS lanjut), infeksi plasenta (virus, bakteri,

parasit) membuat barrier plasenta rusak, infeksi menular seksual.

Perkiraan risiko sebesar 5-10%.

2. Saat melahirkan (ketika persalinan) karena Viral load ibu tinggi, pecah

ketuban dini (4 jam), persalinan yang invasive, chorioamnioitis. Perkiraan

risikonya sebesar 10-20%.

3. Air susu ibu karena viral load ibu yang tinggi, durasi menyusui yang lama,

makanan campuran pada tahap awal, mastitis/abses pada payudara, status

gizi yang buruk, penyakit mulut pada bayi. Perkiraan risikonya sebesar 10-

15% (Hermiyanti, 2006).

HIV memang ditemukan dalam air ludah, air mata, air kencing, serta

tinja penderita. Tetapi jumlahnya sangat sedikit, dan karena itu tidak pernah

dilaporkan berperan sebagai sumber penularan. Bersalaman dan atau berpelukan

dengan penderita AIDS tidak akan menularkan AIDS. Nasehat untuk tidak sampai

menimbulkan luka memang sangat dianjurkan, terutama untuk petugas kesehatan

yang merawat penderita AIDS. Memakai peralatan minum dan makan penderita

AIDS, mandi dalam satu kolam renang dengan penderita AIDS, menggunakan

kamar mandi atau kakus yang sama dengan penderita AIDS, dan atau gigitan atau

serangga yang telah menggigit penderita AIDS, juga tidak akan menularkan HIV

(Harahap, 2004).
B. Karakteristik Keluarga

Menurut Reisner (1980) keluarga adalah sebuah kelompok yang terdiri dari

dua /lebih yang masing-masing punya hubungan kekerabatan yang terdiri dari bapak,

ibu, adik, kakak, kakek dan nenek. Sedangkan menurut Bentler (1989), keluarga

adalah sebuah kelompok social yang unik punya kebersamaan seperti pertalian darah/

ikatan keluarga, emosional, memberikan perhatian/asuhan, tujuan, orientasi

kepentingan dan memberikan asuhan untuk berkembang. Dan menurut Duval,

keluarga merupakan sekumpulan orang yang dihubungkan oleh ikatan perkawinan,

adopsi, kelahiran yang bertujuan untuk meningkatkan dan mempertahankan budaya

yang umum, meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional dan social dari

tiap anggota. Jonasik dan Green (1992) berpendapat bahwa keluarga adalah sebuah

sistem yang saling bergantung, punya dua sifat yaitu keanggotaan dalam keluarga dan

berinteraksi dengan anggota lainnya.

Kata pasien dari bahasa Indonesia analog dengan kata patient dari bahasa

Inggris. Patient diturunkan dari bahasa Latin yaitu patiens yang memiliki kesamaan

arti dengan kata kerja pati yang artinya "menderita" (www.wikipedia.com)

Pasien di kenal sebagai penerima jasa pelayanan kesehatan dan dari pihak RS

sebagai pemberi jasa pelayanan kesehatan dalam bidang perawatan kesehatan.

Menurut Dr. Wila Chandrawila Supriadi, S.H. dalam bukunya Hukum Kedokteran

Pasien adalah orang sakit yang membutuhkan bantuan dokter dan perawat untuk

menyembuhkan penyakit yang dideritanya, dan diartikan juga orang yang sakit dan

awam mengenai penyakitnya.


Pasien dalam hal ini dituntut untuk mengikuti nasehat dari tenaga kesehatan,

yang mana lebih mengetahui akan bidang kesehatan tersebut. Dengan demikian

pasien senantiasa harus percaya pada kemampuan tenaga kesehatan tempat dia

menyerahkan nasibnya.

Seorang ahli bahasa kedokteran dalam sebuah situs www.kiva.org,

merumuskan definisi pasien adalah setiap orang yang melakukan konsultasi masalah

kesehatannya untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang diperlukan baik secara

langsung maupun tidak langsung kepada dokter atau dokter gigi.

1. Umur

Menurut Fernandez (2003) suatu organisasi manapun yang menerapkan

sepenuhnya prinsip managemen mutakhir tidak lupa mencantumkan salah satu

bagian bagi pengembangan personil ialah pengembangan karir merumuskan

perencaan induk termasuk pembenahan Sumber Daya Manusia (SDM). Daniel

Levinson (1987) dalam Fernandez (2003) membagi karir manusia sejalan dengan

siklus hidup ke dalam beberapa jenjang usia produktif mulai dari usia 17-22 tahun

yaitu usia peralihan awal dewasa yang ditandai oleh kenyataan berpisah dari

keluarga dengan ciri antara lain masih bergantung pada orang tua dalam hal

keuangan dan emosi, jika tidak bergantung pada orang tua lagi maka dia merasa

puas diri dan percaya diri dalam karir pada usia 22-28 tahun seorang memasuki

dunia orang dewasa dimana pada umumnya dia sudah menyelesaikan pendidikan

formal dan memulai komitmen untuk masa depan. Usia 28-33 tahun merupakan

peralihan pertama dimana seseorang meninjau kembali tujuan pribadi dan karir

yang ditandai dengan ciri-ciri bila ada kemajuan yang memuaskan yang
bersangkutan meneruskan karir yang sama, sedangkan bila dialami ketidakpuasan

yang bersangkutan membuat perubahan radikal yang dapat menghasilkan frustasi.

Usia 33-40 tahun adalah tahap pemantapan dimana terdapat indikasi kemajuan

dalam pekerjaan dan karir

2. Jenis Kelamin

Menurut Koher (2002) dalam Fernandez (2003) beberapa pasar melihat peluang

dari segmentasi berdasarkan jenis kelamin. Kartono (1992) menyebutkan bahwa

banyak orang berusaha untuk menghilangkan perbedaan hakiki antara wanita dan

pria terutama orang berusaha memperjuangkan persamaan hak dan kewajiban.

Perbedaan kaum pria dan wanita bukan terletak pada adanya perbedaan yang

esensial dari temperamen karakternya, akan tetapi pada perbedaan status

jasmaniahnya perbedaan tersebut mengakibatkan adanya perbedaan dalam

aktivitas sehari-hari pada fungsi social di tengah masyarakat ada perbedaan dalam

nuansa kualitatif dan bukan perbedaan secara kuantitatif saja.

3. Pendidikan

Menurut Notoatmojo (2003) pendidikan adalah segala upaya yang direncanakan

untuk mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok atau masyarakat

sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan. Arti

pendidikan meliputi: (1) Pendidikan adalah suatu kegiatan atau usaha manusia

untuk meningkatkan kepribadiannya dengan jalan membina potensi pribadinya,

yang berupa rohani (cipta, rasa, dan karsa) dan jasmani (panca indra dan

ketrampilan), (2) Pendidikan adalah suatu proses perubahan perilaku menuju

kepada kedewasaan dan penyempurnaan kehidupan manusia, (3) Pendidikan


merupakan hasil atau prestasi yang dicapai oleh perkembangan manusia dan

usaha lembaga-lembaga tersebut dalam mencapai tujuannya. Pendidikan

merupakan tingkat kemajuan masyarakat dan kebudayaan sebagai satu kesatuan.

C. Risiko-risiko terkena HIV/AIDS

1. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan

penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi pada panca

indera manusia. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan

telinga (Notoatmodjo, 2003). Factor-faktor yang mempengaruhi tingkat

pengetahuan misalnya latar belakang pendidikan, pengalaman kerja dan usia.

Mengenai tingkat pengetahuan disini merupakan pengetahuan yang diukur atau

dinilai dengan berbagai petunjuk atau syarat yang harus dipenuhi (Sahabuddin

1999).

Taksonomi tujuan pendidikan yang banyak digunakan adalah aksonomi

BS Bloom dari Universitas Chicago (Sahabuddin 1999). Yang terdiri dari tiga

ranah (domain) yaitu ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Menurut

Notoatmodjo (2003) pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif

mempunyai 6 tingkatan, yaitu:

a. Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya. Termasuk ke dalam tingkat ini adalah mengingat kembali sesuatu

yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari. Oleh sebab itu tahu ini

merupakan tingkatan pengetahuan yang paling rendah.


b. Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar

tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut

secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat

dijelaskan, menyebutkan terhadap objek yang dipelajari.

c. Aplikasi (Aplication)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah

dipelajari pada situasi atau kondisi real (Sebenarnya). Aplikasi disini dapat

diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode,

prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.


d. Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek

ke dalam komponen-komponen tetapi masih di dalam suatu struktur

organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain.

e. Sintesis (Synthesis)

Sistesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi

baru dari formulasi-formulasi yang ada.

f. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau

penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian ini berdasarkan suatu

kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang sudah

ada.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan yaitu tingkat pendidikan

media massa, budaya, pengalaman dan social ekonomi (Notoatmodjo, 2003).

Pengetahuan mereka tentang kesehatan reproduksi diperoleh berdasarkan

pemahaman yang ada disekitarnya melalui alat indera sehingga menyebabkan

keluarga pasien itu membentuk pengetahuan mereka sesuai apa yang mereka

lihat, mereka dengar, dan mereka rasakan (Moeliono, 1998). Mereka mengetahui

masalah seksual dari gambar-gambar poster dan juga mendengar dari cerita orang

lain (Wiyono, 2007). Disamping itu keluarga pasien berpengalaman dalam

melakukan hubungan seksual sehingga dapat mengartikan kalau mereka


hubungan seksual adalah sesuatu yang membuat nikmat antara laki-laki dan

perempuan (Nurharjadmo, 1999).

Pengetahuan tentang reproduksi yang rendah memudahkan terjadinya

perilaku kesehatan reproduksi yang keliru. Hal ini disebabkan karena pengetahuan

merupakan faktor predis posisi perilaku. Tingkatan-tingkatan pengetahuan ini

menunjukkan sampai dimana keluarga pasien HIV/AIDS dan Non HIV/AIDS

memperlakukan pengetahuan tersebut. Apakah hanya sekedar hanya dipahami,

akan tetapi tidak dapat menerapkannya. Ataukah sudah sampai pada tahap

menerapkan tetapi tidak dievaluasi. Seperti halnya ketika akan melaksanakan

penyuluhan kesehatan tentang risiko penularan HIV/AIDS pada keluarga

HIV/AIDS dan non HIV/AIDS.

2. Sikap

Newcomb, salah seorang ahli psikologi social, menyatakan bahwa sikap

itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan

pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas

akan tetapi adalah merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku (Notoatmodjo,

2003). Gambar-gambar iklan, film atau buku buku porno, pengalaman hubungan

seksual membuat mereka mempunyai sikap yang kurang peduli pada keadaan-

keadaan yang ada di sekitarnya. Sikap yang salah terhadap kesehatan reproduksi

ini membuat mereka akan rentan terkena HIV/AIDS.

Sikap adalah kesenangan dan ketidak senangan, mendukung atau tidak

mendukung (favorable and unfavorable) terhadap sesuatu yang mempengaruhi


pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain yang dianggap penting, dan media

massa (Taher, 2003).

Menurut Wiyono (2007) remaja yang berisiko tinggi HIV/AIDS

menyatakan bahwa mereka sedikit yang mengenal ODHA (orang yang hidup

dengan HIV/AIDS). Penelitian keluarga pasien di ruang mawar menyatakan

pengetahuan dan sikap terhadap HIV/AIDS mempengaruhi perilaku seksual

mereka. Berbagai sikap negatif yang dimiliki keluarga pasien akan mempengaruhi

perilaku karena sikap juga merupakan faktor predisposisi terrealisasi suatu

prilaku. Sikap negatif ini cenderung akan dimiliki oleh sekelompok sebaya

mempunyai pengaruh besar terhadap pengetahuan, sikap, dan perilaku. Hal ini

terjadi karena anggota kelompok sebaya cenderung bertemu satu sama lain saling

merasa bebas dan terbuka, bersifat lebih homogen, dan mempunyai rasa

kesetiakawanan yang tinggi (Nurharjodmo, 1999).

3. Perilaku

Perilaku merupakan hasil dari segala macam pengalaman serta interaksi

manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengalaman dan

interaksi individu dengan lingkungannya, khususnya yang menyangkut

pengetahuan dan sikap tentang kesehatan, serta tindakannya yang berhubungan

dengan kesehatan (Notoatmodjo, 2003).

Suatu teori lain menurut Laurence Green ( dikutip Sarwono,2004 )

menjelaskan bahwa kesehatan individu atau masyarakat di pengaruhi oleh dua

faktor pokok yaitu factor-faktor perilaku dan factor-faktor diluar perilaku (non
perilaku).Faktor perilaku ini ditentukan oleh tiga kelompok faktor: 1. Faktor

predisposisi,2. Faktor pendukung,3. Faktor pendorong.

Hasil penelitian-penelitian epidemologis yang dilaporkan oleh WHO dan

UNAIDS menyatakan bahwa dari beberapa penelitian observasi longitudinal

(Cohort) diketahui bahwa perilaku keluarga pasien yang negatif akan membuat

mereka terkena IMS (Infeksi Menular Seksual), IMS ini meningkatkan risiko

penularan HIV dari 1,5 sampai 8,5 kali tergantung pada jenis IMS. Hasil telaah

data beberapa penelitian biologis yang dilaporkan oleh WHO dan UNAIDS. Ada

dua mekanisme peningkatan:

a. Peningkatan daya tular HIV pada orang dengan IMS dan HIV, karena

peningkatan jumlah (konsentrasi) virus dalam cairan sekresi genitas.

b. Peningkatan kerentanan orang dengan IMS terhadap penularan HIV, karena

gangguan epitel sehingga menjadi pintu masuk virus HIV, peningkatan

kemampuan sel untuk menangkap HIV, peningkatan jumlah reseptor

(Silfanus, 2005).

Infeksi menular seksual ini disebabkan karena hubungan seksual, karena keluarga

pasien yang kurang memahami dan mengerti yang mengakibatkan terjangkitnya penyakit

kelamin dan sangat rentan tertular HIV/AIDS (Moeliono, 1998). Sebanyak 4% responden

menderita IMS (Salim, 2000), penelitian tentang faktor risiko perilaku keluarga pasien.

Mereka hanya mengenal beberapa alat kontrasepsi, pil dan kondom, terutama kondom.

Hal ini diperparah jika sakit mereka membeli obat di warung-warung dan mereka

menganggap penyakit HIV/AIDS merupakan hal yang biasa. (Nurharjadmo, 1999).

Akhirnya keluarga pasien yang menunggu keluarganya di RS akan tertular HIV/AIDS


walaupun dalam jangka waktu yang lama. Jika tidak dimulai dari sekarang mengetahui

tentang penularan HIV/AIDS tersebut dan kesehatan reproduksi yang benar sehingga

sangat rentan tertular HIV?AIDS (Jill dan Richter, 2003).

Kerangka teori dalam penelitian ini menggunakan teori Lawrance Green tentang

pengetahuan,sikap dan perilaku keluarga pasien HIV dan non HIV /AIDS pada risiko

penularan HIV / AIDS.

Faktor-faktor predisposisi (Predisposising Factors) mencakup pengetahuan

individu,sikap,kepercayaan,tradisi,norma social dan unsure-unsur lainyang terdapat

dalam diri individu dan masyarakat.

Faktor-faktor pendukung (Ennabling Factors) ialah tersedianya sarana pelayanan

kesehatan dan kemudahan untuk mencapainya. Faktor-faktor pendorong (Reinforsing

Factors) adalah sikap dan perilaku petugas pasien.

Green menyatakan bahwa pendidikan kesehatan (pengetahuan,sikap dan perilaku)

mempunyai peranan penting dalam mengubah dan menguatkan ketiga kelompok faktor-

faktor itu agar searah dengan tujuan dapat menimbulkan perilaku positif dan inidvidu

atau masyarakat
D. Kerangka Teori
Predisposisi
 Pendidikan
 Pengetahuan
 Sikap
 Nilai
Kepercayaan
 Keyakainan

Faktor
pendukung
 Lingkungan Perilaku
fisik
 Tersedia atau
tidaknya

Faktor pendorong
 Sikap
perilaku
petugas

Gambar 3.1. factor-faktor yang mempengaruhi pengetahuam sikap dan perilaku menurut
teori Health Belief model (model teori Lawrence Green)
E. Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian sebagai berikut:

Variabel Bebas Variabel Terikat


Karakteristik
 Umur PSP
 Jenis Kelamin  Pengetahuan
 Pekerjaan  Sikap
 Pendidikan  Perilaku

F. Hipotesis

Hipotesis yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah adanya hubungan antara

pengetahuan,sikap dan perilaku tentang risiko penularan pada keluarga pasien HIV /

AIDS dan keluarga non HIV / AIDS.

Anda mungkin juga menyukai