Anda di halaman 1dari 5

Nama : Ina Ainatul Muparohah

Nim : 41035003171038
Semester : VII
Mata Kuliah : Konservasi Tanah Dan Air
Tugas Pertemuan Ke-15

1. Konservasi tanah dalam arti yang luas adalah penempatan setiap bidang tanah
pada cara penggunaan yang sesuai dengan kemampuan tanah tersebut dan
memperlakukannya sesuai dengan syarat-syarat yang diperlukan agar tidak
terjadi kerusakan tanah. Dalam arti yang sempit konservasi tanah diartikan
sebagai upaya mencegah kerusakan tanah oleh erosi dan memperbaiki tanah
yang rusak oleh erosi. Konservasi air pada prinsipnya adalah penggunaan air
hujan yang jatuh ke tanah untuk pertanian seefisien mungkin, dan mengatur
waktu aliran agar tidak terjadi banjir yang merusak dan terdapat cukup air pada
waktu musim kemarau.

Konservasi tanah mempunyai hubungan yang sangat erat dengan


konservasi air. Setiap perlakuan yang diberikan pada sebidang tanah akan
mempengaruhi tata air pada tempat itu dan tempat-tempat di hilirnya. Oleh
karena itu konservasi tanah dan konservasi air merupakan dua hal yang
berhuibungan erat sekali; berbagai tindakankonservasi tanah adalah juga
tindakan konservasi air.

Perkembangan Penelitian Konservasi Tanah

Sejarah perkembangan iptek dan penelitian tanah di Indonesia diawali pada


tahun 1905, bertepatan dengan berdirinya Laboratorium voor Vermeerdering de
Kennis van den Bodem (Laboratorium untuk Perluasan Pengetahuan tentang
Tanah), yang sekarang menjadi Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Sumberdaya Lahan Pertanian. Kegiatan pengembangan ilmu tanah waktu itu
mencakup pula penelitian erosi dan konservasi tanah. Namun, penelitian konservasi
tanah yang lebih terprogram dan terorganisasi baru dikembangkan pada tahun
1969/1970 dengan dibentuknya Bagian Konservasi Tanah pada Lembaga Penelitian
Tanah, Departemen Pertanian. Secara kronologis, garis besar sejarah
perkembangan penelitian konservasi tanah dapat dipilah dalam beberapa kurun
waktu sebagai berikut.

- Periode 1970-1980

Dalam periode ini pengembangan iptek dan penelitian konservasi tanah


didominasi oleh kegiatan di laboratorium dan rumah kaca, didukung dengan
beberapa kegiatan penelitian lapangan. Kegiatan penelitian diarahkan untuk
mengkompilasi berbagai data fisika dan konservasi tanah serta menguji berbagai
metode dan teknologi dasar konservasi tanah dan air, termasuk penggunaan soil
conditioner. Dalam periode ini juga dikembangkan teknik
simulasi dan pemodelan, seperti rainfall simulator, Universal Soil Loss Equation
(USLE), dan RUSLE (Revised USLE) (Abdurachman et al. 1984).

Beberapa inovasi iptek utama yang dihasilkan dalam periode ini adalah:

(1) nilai faktor erodibiltas tanah-tanah Indonesia (Kurnia dan Suwardjo


1984),
(2) nilai faktor pertanaman dan tindakan pengendalian erosi (Abdurachman
et al. 1984),
(3) penggunaan soil conditoner,
(4) tingkat erosi tanah pada berbagai lahan pertania,
(5) teknologi pengelolaan bahan organik,
(6) teknologi pengolahan tanah,
(7) teknologi pengendalian erosi, dan
(8) teknologi rehabilitasi tanah.
- Periode 1980-2002

Dalam periode ini, iptek dan penelitian konservasi tanah lebih diarahkan
pada kegiatan lapangan dengan melibatkan petani, dan didukung dengan penelitian
rumah kaca dan laboratorium. Kegiatan penelitian dan pengembangan konservasi
tanah pada masa ini cukup aktif dan luas, karena didukung oleh berbagai kerja sama
dalam dan luar negeri. Kegiatan utamanya antara lain (Abdurachman dan Agus
2000; Agus et al. 2005) :

(1) Proyek Penyelamatan Hutan Tanah dan Air di DAS Citanduy, 1982-1988;
(2) Proyek Penelitian Lahan Kering dan Konservasi Tanah (P3HTA/ UACP) di
DAS Jratunseluna dan Brantas, 1984-1994;
(3) Proyek Penelitian Terapan Sistem DAS Kawasan Perbukitan Kritis di
Yogyakarta (YUADP), 1992-1996;
(4) Proyek Pembangunan Penelitian Pertanian Nusa Tenggara, 1986-1995;
(5) Penelitian Peningkatan Produktivitas dan Konservasi Tanah untuk
Mengatasi Peladangan Berpindah, 1990-1993;
(6) Proyek Penelitian Usahatani Lahan Kering-UFDP (Upland Farmers
Development Project) di Jawa Barat, Kalimantan Tengah, dan Nusa
Tenggara Timur, 1993-2000;
(7) Kelompok Kerja Penelitian dan Pengembangan Sistem Usahatani Lahan
Kering, di DAS Cimanuk, 1995-2000;
(8) Managing of Soil Erosion Consortium (MSEC) di Jawa Tengah, 1995-2004;
dan
(9) Penelitian Multifungsi Pertanian, antara lain untuk memformulasikan
kebijakan pembangunan pertanian dan tata guna lahan, 2000-2005.

Kegiatan penelitian dan pengembangan tersebut menghasilkan berbagai


teknologi dan sistem usaha tani konservasi (SUT), termasuk model kelembagaan
dan sistem diseminasinya. Beberapa rekomendasi pengelolaan lahan juga
dihasilkan, seperti formulasi dan pemilihan jenis tanaman sesuai kemiringan lereng,
SUT pada wilayah pegunungan, dan SUT lahan kering beriklim kering. Bahkan
Permentan No. 47/2006 tentang Pedoman Budidaya pada Lahan Pegunungan, pada
hakekatnya merupakan kristalisasi, penjabaran, dan aplikasi dari hampir seluruh
kegiatan atau program penelitian dan pengembangan konservasi tanah pada periode
ini.

- Periode 2002-2007

Pada periode ini, kegiatan penelitian konservasi tanah berkurang karena


tidak banyak lagi penelitian konservasi yang melibatkan petani pada areal yang
luas. Kegiatan lebih banyak berupa desk-work, memanfaatkan data yang telah
terkumpul untuk menyusun baku mutu tanah, pemodelan konservasi tanah, buku
petunjuk konservasi tanah, dan sebagainya. Pada periode ini juga diupayakan
pengembangan dan diseminasi iptek Prima Tani di berbagai lokasi, terutama pada
lahan kering beriklim basah. Kegiatan lain diarahkan pada upaya perakitan
teknologi dan rehabilitasi lahan-lahan terdegradasi, seperti lahan bekas tambang,
lahan tercemar, bekas longsor, termasuk lahan yang tergenang lumpur di Sidoarjo.

2. Pada kurun waktu 1982-2005, telah dilaksanakan berbagai kegiatan diseminasi


dan pemanfaatan teknologi konservasi pada proyek-proyek konservasi seperti
tersebut di atas. Teknologi konservasi yang diterapkan antara lain adalah teras
bangku, teras gulud, strip rumput, mulsa, dan pertanaman lorong (alley
cropping). Teknik konservasi yang paling banyak diadopsi adalah teras bangku,
karena sejak tahun 1975 teknik konservasi ini telah menjadi bagian dari
kegiatan penghijauan setelah diterbitkannya Inpres Penghijauan.

Teknik pertanaman lorong banyak diteliti dan didiseminasikan antara


lain untuk menguji berbagai jenis tanaman yang cocok untuk tanaman pagar,
dan mempelajari kontribusi serta kompetisi tanaman pagar terhadap tanaman
lorong .

Teknik pengendalian degradasi tanah telah dipublikasikan dalam buku,


prosiding, dan petunjuk teknis. Teknologi konservasi tanah yang telah
dipublikasikan dalam bentuk buku antara lain adalah teknologi konservasi tanah
mekanik, teknologi konservasi tanah vegetatif, teknologi konservasi tanah pada
budi daya sayuran dataran tinggi, dan teknologi pengendalian erosi lahan
berlereng .

3. Pengetahuan dan teknologi konservasi tanah yang lebih komprehensif makin


diperlukan sejalan dengan meningkatnya kompleksitas permasalahan degradasi
tanah dan lahan sebagai konsekuensi pesatnya pembangunan nasional yang
terkait dengan pemanfaatan dan pengelolaan lahan. Oleh karena itu, teknologi
pengendalian erosi saja tidak cukup, karena dewasa ini degradasi tanah tidak
hanya diakibatkan oleh erosi, seperti halnya pada 40-50 tahun yang lalu.
Degradasi tanah sudah merambah ke proses pencemaran residu bahan-bahan
agrokimia dan limbah industri, aktivitas penambangan, kebakaran hutan, dan
konversi lahan pertanian.
Pencemaran tanah oleh bahan-bahan agrokimia belum sepenuhnya
dapat diatasi, meskipun pemerintah telah mengeluarkan regulasi pengadaan
(impor), peredaran, dan penggunaan senyawa kimiawi. Di lapangan,
penggunaan bahan-bahan agrokimia terus meningkat dari tahun ke tahun
(Soeyitno dan Ardiwinata 1999). Pembakaran hutan yang masih terus
berlangsung belum mampu dicegah dengan pelarangan penggunaan api untuk
pembukaan lahan.

Upaya lain yang mendesak untuk segera ditangani adalah pengendalian


degradasi daerah tangkapan hujan (water catchment area) dan pengendalian
konversi lahan pertanian. Keduanya menimbulkan hambatan besar bagi
pembangunan pertanian, berupa penurunan produksi pertanian nasional, di
samping kerugian besar bagi keluarga tani, masyarakat, dan pemerintah daerah.

Informasi tersebut di atas mengindikasikan bahwa ke depan, teknologi


dan kebijakan konservasi tanah dalam arti luas masih perlu dicari dan
dikembangkan lebih lanjut. Teknologi pengendalian erosi sudah tersedia,
namun diseminasinya perlu ditingkatkan agar dapat diterima dan diadopsi oleh
pengguna lahan (Abdurachman dan Hidayat 1999).

Sumber :

Abdurachman, A. dan A. Hidayat, 1999. Pengelolaan sumber daya lahan dan air
untuk mendukung pembangunan pertanian. Seminar Nasional Sektor
Pertanian sebagai Andalan Ekonomi Nasional. Jakarta 26-27 Juli 1999.
Abdurachman, A. dan F. Agus. 2000. Pengembangan teknologi konservasi tanah
pasca NWMCP. hlm. 25-38. Prosiding Lokakarya Nasional Pembahasan
Hasil Penelitian Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, 2-3 September 1999.
Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Bogor.
Abdurachman, A., S. Abuyamin, dan U. Kurnia. 1984. Pengelolaan tanah dan
tanaman untuk usaha konservasi tanah. Pemberitaan Penelitian Tanah dan
Pupuk 3: 7-11.
Sitanala Arsyad (2006). Konservasi Tanah dan Air. Bogor: IPB Press.
Soeyitno, J. dan A.N. Ardiwinata. 1999. Residu pestisida pada agroekosistem
tanaman pangan. Dalam Risalah Seminar Hasil Penelitian Emisi GRK dan
Peningkatan Produksi Padi di Lahan Sawah Menuju Sistem Produksi Padi
Berwawasan Lingkungan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman
Pangan, Bogor.

Anda mungkin juga menyukai