BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Health Organization (WHO) lansia dibagi menjadi empat yaitu usia pertengahan
(45 - 59 tahun), lanjut usia (60 - 74 tahun), lanjut usia tua (old) (75 - 90 tahun) dan
usia sangat tua (very old) (90 tahun ke atas). Sedangkan menurut Undang Undang
no 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia yaitu Bab 1 Pasal 1 Ayat 2 lansia
(BKKBN, 2014).
terhadap orang lain untuk merawat diri sendiri. Proses penuaan menyebabkan
Intelegensia dasar (fluid intelligence) yang berarti penurunan fungsi otak bagian
kanan yang antara lain berupa kesulitan dalam komunikasi non verbal, pemecahan
Kemunduran fungsi kognitif pada lansia secara umum dapat berupa mudah
lupa (forgetfulness) yaitu bentuk gangguan kognitif yang paling ringan; gangguan
ini diperkirakan dikeluhkan oleh 39% lanjut usia berusia 50 - 59 tahun, meningkat
menjadi lebih dari 85% pada usia lebih dari 80 tahun. Pada fase ini seseorang
secara fungsional masih normal namun mulai sulit mengingat kembali informasi
yang telah dipelajari, tidak jarang ditemukan pada orang setengah baya
(Kusumoputro dan Sidiarto, 2001). Jika penduduk berusia lebih dari 60 tahun di
tersebut diderita oleh setidaknya 3% populasi di Indonesia. Mudah lupa ini bisa
sampai ke demensia sebagai bentuk klinis yang paling berat. Demensia adalah
suatu kemunduran intelektual berat dan progresif yang mengganggu fungsi sosial,
35.6 juta di seluruh dunia pada tahun 2010, yang akan meningkat mencapai 65.7
juta di tahun 2030 dan menjadi 115.4 juta di tahun 2050, sehingga di antara
penduduk usia lanjut dunia yang mencapai 1.2 milyar di tahun 2025, penyakit AD
gangguan metabolik, infeksi otak, trauma otak, anoksia dan lain-lain (WHO,
2002).
pada lansia dengan hilangnya sirkuit neuron dan neuroplastisitas otak (Craik dan
Salthouse, 2000). Disamping perubahan tersebut pada lansia juga terjadi stress
perubahan gen (Lu dkk., 2004; Keller dkk., 2005). Perubahan terakhir yang terjadi
orientasi, atensi, memori pada lansia (Carrier dkk., 2010). Ketiganya dianggap
paling berperanan pada terjadinya gangguan kognitif pada lansia (Carrier dkk.,
2010).
tahunnya sepanjang hidup. Otak sangat kompleks dan terdiri dari berbagai area
yang berbeda. Tiap area memiliki fungsi yang berbeda. Otak terdiri dari
4
substansia putih dan abu-abu. Substansia abu terdiri dari badan sel dan nukleus
menghubungkan berbagai neuron pada korteks serebri satu sama lain dan dengan
penurunan jumlah substansia abu-abu pada dewasa dan usia tua, sedangkan
girus parietal superior sebagai bagian substansia abu-abu yang paling berubah
akibat penuaan. Pada usia awal dekade keenam terjadi penurunan secara drastis
substansia abu-abu terutama lobus dorsal, frontal, dan parietal kedua hemisfer.
Daerah lain seperti girus singulate dan korteks oksipital juga terkena. Pada korteks
temporal posterior penipisan terjadi lebih berat pada hemisfer kiri dibandingkan
kanan termasuk korteks bahasa posterior. Fungsi bahasa seperti word retrieval
dan produksi kata lebih berlokasi ke anterior sedangkan korteks bahasa anterior
Plastisitas otak adalah kemampuan otak untuk berubah struktur dan fungsi.
Ini sesuai dengan kalimat "if you don't use it, you lose it". Otak akan memberikan
Area di otak sangat kompleks dan berbeda fungsinya. Terdapat dua sirkuit
yang paling berperan pada kognitif yaitu sirkuit hipokampus dan neokortikal.
faktor fungsional dan biokimia seperti perubahan aktivitas enzim, bahan kimia
dan ekspresi gen pada sirkuit kortikal (Hof dan Morrison, 2004).
kematian sel namun akibat perubahan spesifik morfologi neuron pada regio yang
kecil. Dendritic arbors dan dendritic spines pada neuron piramidal korteks
menurun jumlah dan ukurannya pada regio yang spesifik dan lapisan korteks
primata manusia dan hewan akibat usia (Burnes dan Burke, 2006).
sepasang filamen heliks, normalnya berjumlah sedikit tiap sel dan terbatas pada
Proses neurodegeneratif lain yang ditemukan pada AD adalah plak amiloid yang
tidak umum ditemukan pada gambaran penuaan yang normal (Anderton, 2002).
6
Gangguan kognitif pada lansia terjadi akibat adanya stress oksidatif, reaksi
akibat stress oksidatif ini belum jelas namun paling dapat dikontrol. Merriam-
fisiologis dari tubuh yang menyebabkan akumulasi radikal bebas yang tidak dapat
Radikal bebas yang dihasilkan oleh proses oksidatif menimbulkan kerusakan pada
dan gangguan kognitif ringan. Pada penuaan yang normal stress oksidatif
modifikasi oksidatif pada nukleus dan DNA mitokondrial (Keller dkk., 2005).
Stress oksidatif dapat merusak replikasi DNA dan menghambat perbaikan DNA
melalui proses yang kompleks termasuk pemendekan telomer pada DNA. Setiap
replikasi sel somatik maka komponen DNA memendek. Panjang pendek telomer
diturunkan secara genetik sehingga onset gangguan kognitif akan berbeda secara
yang mengalami downregulated setelah usia 40 tahun antara lain GluR1 AMPA
receptor subunit, NMDA R2A receptor subunit (terkait dalam proses belajar),
subunits of the GABA-A receptor, gen yang terlibat dalam potensiasi jangka
7
panjang seperti calmodulin 1 dan CAM kinase II alpha, calcium signaling genes,
synaptic plasticity genes, synaptic vesicle release dan recycling genes. Gen yang
mengalami upregulated antara lain gen yang berhubungan dengan respon stress
dan perbaikan DNA yaitu antioxidant defence genes (Lu dkk., 2004).
malondialdehyde. Misalnya pada tikus putih usia 4 hari terjadi 3000 pecahnya
rantai tunggal dan 156 rantai ganda sedangkan pada tikus dua tahun tingkat
kerusakan meningkat 7400 sekitar rantai tunggal dan 600 rantai ganda per neuron
mendapatkan ada seperangkat gen yang berubah setelah usia 40 tahun. Perubahan
ini dikaitkan dengan kerusakan DNA sehingga ekspresi gen yang mempengaruhi
proses belajar, memori dan kehidupan neuronal yang membentuk penuaan otak
Neuron berkomunikasi satu sama lain dengan menggunakan pembawa kimia yang
spesifik disebut neurotransmitter. Terjadi perubahan pada regio berbeda dari otak
pada penuaan yang normal. Neurotransmitter yang berperan dalam fungsi kognitif
tersebut antara lain dopamin, serotonin dan glutamat (Mobbs dan Hof, 2009).
8
menurun terkait usia terutama pada striatum dan region ekstrastriatum (kecuali
hipokampus, korteks temporal medial, amigdala, talamus medial dan lateral. Studi
lain juga mendapatkan hubungan terbalik antara usia dengan ikatan dopamin pada
Penurunan kadar reseptor dan transporter serotonin pada studi dengan PET
dilaporkan terjadi pada nukleus kaudatus, putamen, dan korteks serebri lobus
frontal sesuai usia. Penurunan kapasitas ikatan reseptor juga ditemukan pada
jumlah reseptor pada korteks lobus frontal dan hipokampus serta putamen (Mobbs
pada korteks motorik lansia dibandingkan usia muda. Penurunan ini terutama
didapatkan pada basal ganglia dan sedikit di daerah frontal. Penurunan ini tidak
hanya pada penuaan normal namun juga ditemukan pada gangguan kognitif akibat
9
tempat, waktu dan orang. Gejala gangguan orientasi ini sering merupakan gejala
menyeluruh. Penelitian menunjukkan hanya 92% lansia (65 - 84 tahun) yang sehat
memiliki orientasi yang baik, dan sisanya sudah mengalami gangguan orientasi.
Sebaliknya, orang sehat dengan usia yang lebih muda hampir tidak mengalami
memusatkan atensi pada stimulasi yang spesifik dan membatasi yang lain. Lansia
cenderung memiliki atensi yang kurang dibandingkan usia yang lebih muda. Studi
lain juga menyebutkan lansia lebih lambat dalam time encoding dan mengambil
dikatakan turut berperan pada gangguan atensi pada lansia antara lain gangguan
Terdapat berbagai tipe memori pada manusia seperti episodik, semantik, strategik,
pada lansia. Studi lain yang menggunakan metode lain seperti histologis, imaging
lobus frontal dan jalur dopaminergik frontal-striatal yang sangat terkait perubahan
berbagai alat. Alat yang sering dipakai untuk skrining fungsi kognitif adalah
Ina. MoCA-Ina sangat tinggi sensivitas dan spesifisitasnya untuk mengukur Mild
90%, lebih tinggi dibandingkan Mini Mental State Examination (MMSE) yang
Kappa total dua orang dokter adalah 0,820. Didapatkan kesimpulan bahwa MoCA
11
abstraksi dan orientasi. Fungsi eksekutif dinilai dengan trail making B (satu poin),
phonemic fluency test (satu poin) dan two item verbal abstraction (satu poin).
Visuospasial dinilai dengan clock drawing test (tiga poin) dan menggambarkan
kubus tiga dimensi (satu poin). Fungsi bahasa dinilai dengan menyebutkan tiga
nama binatang (singa, unta, badak (tiga poin), mengulang dua kalimat (dua poin),
menyebutkan tanggal, bulan, tahun, hari, tempat dan kota (masing-masing 1 poin)
dalam pengaturan suhu tubuh, nafsu makan, kualitas tidur, daya ingat, daya pikir,
mood, kontraksi otot, serta fungsi peredaran darah dan pengaturan hormon.
terdapat pada sistem saraf pusat yaitu otak dan saraf tulang belakang. Meski
12
neurotransmitter ini ditemukan secara konsisten dalam jumlah kurang dari normal
pada cairan cerebrospinal dan jaringan otak penderita depresi (Sadock dan
Sadock, 2003).
dan otak. Berbagai organ tersebut mempunyai reseptor serotonin, dengan subtipe
yang berbeda-beda tergantung organ tempatnya berada dan fungsi organ tersebut.
2007).
Serotonin disimpan pada tiga tipe sel utama yaitu neuron serotonergik
pada susunan saraf pusat, sel enterokromafin pada mukosa saluran cerna dan
ditemukan pada sitosol dan fraksi sel otak. TPH memberikan rate-limiting step
aksi yang penting (termasuk efek neurotoksik) termasuk proses regulasi fungsi
neuronal serotonergik. Identifikasi dua enzim yaitu TPH1 dan TPH2 tampaknya
berhubungan secara selektif dengan jaringan perifer dan otak (Meltzer et al.,
enzim sitosol L-aromatic amino acid decarboxylase. Penghambat enzim ini antara
lain benserazide dan carbidopa, tidak melalui sawar darah otak dan secara klinis
2003).
mitokondria yaitu monoamine oxidase (MAO) yang terdiri dari dua subtipe
molekul MAO-A dan MAO-B. Kedua subtipe secara luas terjadi pada otak dan
14
jaringan perifer dan berbeda pada substrat spesifik dan sensitivitasnya terhadap
berbagai inhibitor. MAO-A lebih selektif pada oksidasi serotonin dengan afinitas
saraf pusat terkait berbagai antidepresan yang selektif (contoh moklobemid) dan
yang mengandung serotonin hanya terdiri dari MAO-B (Sadock dan Sadock,
2003).
Di dalam darah, sebagian besar diambil oleh trombosit menjadi platelet serotonin
sedangkan sisanya beredar bebas dalam plasma disebut sebagai free-serotonin. Sel
(Pusponegoro, 2007).
manusia, saraf serotonergik pertama kali ditemukan pada usia kehamilan lima
minggu dan meningkat secara cepat sampai minggu ke-10 kehamilan. Pada
minggu ke-15 kehamilan, sel saraf serotonergik sudah terintegrasi dalam berbagai
bagi sintesis serotonin dari triptofan. Selain itu ada berbagai enzim neuropeptida
lain misalnya substansi P dan lain-lain. Dendrit dan akson dari sel saraf
serotonergik berhubungan luas dengan berbagai sel saraf lain, bahkan dengan
struktur non-saraf misalnya pembuluh darah dan ventrikel. Di dekat sel saraf
serotonergik. Sel astrosit ini banyak ditemukan pada anak, jumlahnya semakin
diperantarai melalui pelepasan faktor tropik S-100â. Bila kadar serotonin cukup,
terminal serotonergik. Hal ini berfungsi sebagai umpan balik negatif untuk
Kadar serotonin di otak sangat tinggi pada dua tahun pertama kehidupan,
lalu menurun dan mencapai kadar dewasa pada umur 5 tahun. Pemeriksaan
dengan PET scan membuktikan bahwa kapasitas sintesis serotonin otak anak
normal lebih dari 200% dibandingkan orang dewasa normal, kemudian menurun
17
mencapai kadar dewasa pada usia 5 tahun. Dengan demikian, pengaruh serotonin
sangat nyata pada awal kehidupan, suatu periode kritis dari perkembangan otak
(Pusponegoro, 2007).
terganggu. Percabangan baru juga bisa berasal dari saraf serotonergik yang
pada Lansia
juga sebagai faktor tropik yang mengatur maturasi sel target secara langsung atau
synaptophysin dan MAP-2, suatu penanda untuk sinap dan dendrit, serta
18
Hal ini dapat dilihat pada gambar 2.2 yang menunjukkan perubahan dinamik pada
morfologi neuron dengan atau tanpa adanya serotonin. MAP-2 adalah protein
100β yang dibentuk oleh astrosit. S-100β berfungsi untuk stabilisasi mikrotubulus
dan membentuk percabangan dendrit yang didapatkan pada neuron yang matur.
gen S-100β terletak di kromosom 21 yang setelah usia enam bulan mengalami
kerusakan dan penurunan jumlah dendrit. Hal ini sering dijadikan model
1999).
19
selalu dihubungkan dengan kejadian depresi yang meningkat pada lansia (Austin
dkk., 2001; Papazacharias dan Nardini, 2012; Keefe dkk., 2014). Berbagai
terdapat perbedaan antara depresi rekuren dengan depresi yang pertama kali
terjadi pada lansia. Pada depresi pada lansia (late onset depression/late life
atensi, sedangkan pada depresi awitan yang lebih awal defisit memori lebih
neurotransmisi di otak (sentral) ini diduga kuat berkaitan erat dengan gangguan
beda secara individual, dapat dideteksi atau diperkirakan dari fungsi serotonin
dan atrofi neuron piramidal area CA3 hipokampus (Gustavo dkk., 2001; Suparno,
Gangguan jiwa jenis distres mempunyai hubungan erat dengan jenis stress
(fisik, kejiwaan, akut, kronis) dan terkait dengan perubahan fungsi dan struktur
20
maupun kadar kortisol darah serta kadar serotonin otak (Suparno, 2007).
melalui peran kortisol dan IL-6 plasma, yang terbukti dari peningkatan kadarnya
hipokampus; mengingat korelasi yang kuat dan positif antara distribusi IL-6
hypothalamus hipofise pada stress kronis dan disfungsi sistem serotonergik pada
lansia yang depresi dijelaskan pada gambar 2.3. Depresi pada lansia dikatakan
yang merupakan kunci dalam proses ini. Variasi gangguan kognitif yang terjadi
dapat dijelaskan dengan ambang reserve yang berbeda secara individual (Balla
Luaran kognitif yang terjadi pada lansia yang depresi dapat berupa kognisi
normal, MCI stabil, campuran AD dan CVD, dan demensia vaskular. Lima luaran
kognitif ini dapat dilihat pada gambar 2.4. Campuran AD dan CVD merupakan
luaran paling umum pada lansia dengan depresi. Memahami jalur hubungan
depresi dengan gangguan kognitif pada lansia penting pada pendekatan terapi
(seperti aktivitas fisik dan kognitif, interaksi sosial, diet yang sehat dan
menurunkan stress) menjadi sangat penting pada lansia yang depresi (Balla dan
Butters, 2011).
23
Gambar 2.4 Jalur terkait hubungan depresi dengan lima luaran kognitif
yang mungkin akibat depresi (Balla dan Butters, 2011)
24