Anda di halaman 1dari 57

KATA PENGANTAR

Alhamdulilllah kami haturkan Kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat limpahan Rahmat dan Hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Makalah ini merupakan salah satu tugas kelompok pada mata kuliah SISTEM
REPRODUKSI II. Dimana dalam makalah ini membahas mengenai KEHAMILAN
EKTOPIK. Kami menyadari bahwa dengan keterbatasan kemampuan dan pengetahuan yang
kami miliki, materi ulasan yang kami sajikan masih jauh dari kesempuranaan sehingga
tentunya tak akan luput dari kesalahan dan kehilafan.

Oleh karena itu, kami menghargai dan bahkan mengharapkan segala bentuk masukan
dan kritik dari rekan-rekan ataupun pihak lain untuk lebih membangun dan menyegarkan
wawasan yang lebih bijaksana sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan yang
kompetitif, karena dengan adanya kritik dan saran yang membangun tersebut dapat
memberikan wawasan kepada kami untuk kesempurnaan makalah-makalah berikutnya. Dan
semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

                                                                                                        

                                                
Bekasi, Oktober 2018
                                                                                                                       

 Penyusun

1
DAFTAR ISI
Kata Pengantar...........................................................................................................................1

Daftar Isi.....................................................................................................................................2

BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................3

A.Latar Belakang........................................................................................................................3

B.Rumusan Masalah...................................................................................................................3

C.Tujuan Penulisan....................................................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN .........................................................................................................5


A. Definisi Kehamilan Ektopik..................................................................................................5

B. Etiologi Kehamilan Ektopik..................................................................................................5

C. Manifestasi Klinis Kehamilan Ektopik..................................................................................6

D. Patofisiologi Kehamilan Ektopik..........................................................................................8

E. Klasifikasi Kehamilan Ektopik............................................................................................10

F. Gambaran Klinis Kehamilan Ektopik..................................................................................14

G. Diagnosis Kehamilan Ektopik.............................................................................................15

H. Penatalaksanaan Kehamilan Ektopik .................................................................................19

I. Komplikasi Kehamilan Ektopik............................................................................................24

ASUHAN KEPERAWATAN KEHAMILAN EKTOPIK..................................................25

BAB IV PENUTUP................................................................................................................54

A. Kesimpulan ......................................................................................................................54

B. Saran .................................................................................................................................54

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................55

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang 
Kehamilan secara normal akan berada di kavum uteri. Kehamilan ektopik
ialah kehamilan di tempat yang luar biasa. Kehamilan ektopik terjadi setiap saat
ketika penanaman blastosit berlangsung dimanapun, kecuali di endometrium yang
melapisi rongga uterus. Tempat yang mungkin untuk kehamilan ektopik adalah
serviks, tuba fallopi, ovarium dan abdomen (Varney, dkk. 2006).
Lebih dari 90% kehamilan ektopk terjadi di tuba. Kejadian kehamilan tuba
ialah 1 di antara 150 persalinan. Angka kejadian kehamilan ektopik cenderung
meningkat. Kejadian tersebut dipengaruhi oleh berbagai macam faktor antara lain,
meningkatnya prevalensi penyakit tuba, adhesi peritubal yang terjadi setelah
infeksi seperti apendisitis atau endometriosis, pernah menderita kehamilan
ektopik sebelumnya, meningkatnya penggunaan kontrasepsi untuk mencegah
kehamilan, abortus provokatus, tumor yang mengubah bentuk tuba dan fertilitas
yang terjadi oleh obat-obatan pemacu ovulasi (Saifuddin, 2006).
Bagi setiap wanita hamil yang di duga bidan mengalami kehamilan
ektopik atau ketika tidak dapat dipastikan apakah kehamilan berlangsung di
dalam rahim dan wanita tersebut menunjukan tanda dan gejala kehamilan ektopik,
maka penatalaksanaan medis lebih lanjut diperlukan. Bidan dapat melakukan
pemeriksaan fisik dan pengkajian riwayat kehamilan serta evaluasi laboratorium,
termasuk pemeriksaan ulrasonografi. Jika kemungkinan kehamilan ektopik tidak
dapat disingkirkan, maka bidan harus berkonsultasi dengan dokter (Varney, dkk,
2006).
B. Rumusan Masalah
1. Apa Definisi dari Kehamilan Ektopik?
2. Apa Etiologi dari Kehamilan Ektopik ?
3. Apa Manifestasi Klinis dari Kehamilan Ektopik?
4. Apa Patofisiologi dari Kehamilan Ektopik?
5. Apa Saja Klasifikasi dari Kehamilan Ektopik?
6. Apa Saja Gambaran Klinis dari Kehamilan Ektopik?
7. Apa Saja Diagnosis dari Kehamilan Ektopik

3
8. Apa Saja Penatalaksanaan dari Kehamilan Ektopik?
9. Apa Saja Komplikasi dari Kehamilan Ektopik?
C. Tujuan Penulisan
Mahasiswa keperawatan dapat menjelaskan :
1. Dapat Menjelaskan Definisi Tentang Kehamilan Ektopik
2. Dapat Menjelaskan Tentang Etiologi Kehamilan Ektopik
3. Dapat Menyebutkan Tentang Manifestasi Klinis Kehamilan Ektopik
4. Dapat Menjelaskan Tentang Patofisiologi Kehamilan Ektopik
5. Dapat Menyebutkan Tentang Klasifikasi Kehamilan Ektopik
6. Dapat Menjelaskan Gambaran Klinis Kehamilan Ektopik
7. Dapat Menyebutkan Tentang Diagnosis Kehamilan Ektopik
8. Dapat Menyebutkan Tentang Penatalaksanaan Kehamilan Ektopik
9. Dapat Menyebutkan Komplikasi Dari Kehamilan Ektopik

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi
Kehamilan ektopik terjadi bila telur yang dibuahi berimplantasi dan tumbuh
diluar endometrium cavum uteri. Kehamilan ekstra uterin tidak sinonim dengan
kehamilan ektopik karna kehamilan pars interstisialis tuba dan kanalis servikalis
masih termasuk dalam uterus, tetapi jelas bersifat ektopik.
Sebagian besar kehamilan ektopik berlokasi dituba. Sangat jarang terjadi
implantasi pada ovarium, rongga perut, kanalis servikalis uteri, tanduk uterus yang
rudimenter, dan vertikal di uterus. Berdasarkan implantasi hasil konsepsi pada tuba,
terdapat kehamilan pasr interstisialis, tuba, kehamilan pars ismika tuba, kehamilan
pars ampullaris tuba, dan kehamilan infundibulum tuba.
Kehamilan diluar tuba ialah kehamilan ovarial, kehamilan intraligamenter,
kehamilan servikal, dan kehamilan abdominal yang bisa primer atau sekunder. Jarcho
(1949) menganalisis 1.225 kasus kehamilan ektopik berbagai jenis dari 9 penulis dan
mendapatkan lokalisasi sebagai berikut : ampulla 578; ismus 265; fimbria 71; pars
interstitalis tuba 45; infundibulum 31; seluruh tuba (temasuk hematosalping yang
mengandunng hasilmkonsepsi) 31; abdomen 17; setengah distal tuba 10; dua pertiga
distal tuba 6; ligamentum latum 5; seluruh tuba dan ovarium 5; kornu uteri; tuba
ovarial 2; dan tanduk rudimenter 1. Pada 164 kasu lokalisasi tidak disebut atau bila
dinyatakan, tidak dibuktikan.

B. Etiologi
Etiologi kehamilan ektopik telah banyak diselidiki, tetapi sebagian besar
penyebabnya tidak diketahui. Tiap kehamilan dimulai dengan pembuahan telur
dibagian ampulla tuba, dan dalam perjalan ke uterus telur mengalami hambatan
sehingga pada saat nidasi masih di tuba, atau nidasinya di tuba di permudah.
Faktor-faktor yang memegang peranan dalam hal ini ialah sebagai berikut :
1. Faktor dalam lumen tuba :
a. Endosalpingitis dapat menyebabkan perlekatan endosalping, sehingga
lumen tuba menyempit atau membentuk kantong buntu
b. Pada hypoplasia uteri lumen tuba sempit dan berkeluk-keluk dalam hal
ini sering disertai gangguan fungsi silia endosalping.

5
c. Operasi plastik tuba dan sterilisasi yang tidak sempurna dapat menjadi
sebab lumen tuba menyempit.

2. Faktor pada dinding :


a. Endometriosis tuba dapat memudahkan implantasi telur yang di buahi
dalam tuba
b. Di vertikal tuba kongenital atau ostium assesorius tubae dapat
menahan telur yang di dapat dibuahi di tempat itu.
3. Faktor diluar dinding tuba :
a. Perlekatan peritubal dengan distori atau lekukan tuba dapat
menghambat perjalan telur
b. Tumor yang menekan dinding tuba dapat menyemoitkan lumen tuba
4. Faktor lain :
a. Migrasi luar ovum, yaitu perjalana dari ovarium kanan ke tuba kiri –
atau sebaliknya – dapat memperpanjang perjalanan telur yang di buahi
ke uterus ; pertumbuhan telur yang terlalu cepat dapat menyebabkan
implantasi prematur.
b. Fertilisasi in vitro

C. Manifestasi Klinis
Pada praktik modern, tanda dan gejala kehamilan ektopik sering kali tidak jelas,
atau bahkan tidak ada
1. Nyeri
Gejala nya bergantung pada apakah kehamilan ektopik telah ruptur atau
belum. Gejala yang paling sering dirasakan adalah nyeri abdomen dan pelvis.
Gejala gastrointestinal dan pusing atau kepala terasa ringan juga sering
dijumpai, terutama setelah terjadi ruptur nyeri dada pleuritik dapat terjadi
akibat iritasi diafragma yang disebabkan perdarahan.
2. Perdarahan Abnormal
Mayoritas wanita melaporkan amenore dengan berbagai tingkatan bercak dan
perdarahan pervaginam. Perdarah uterus yang terjadi dengan kehamilan pada
tuba sering kali disangka menstruasi biasa. Perdarahan pada kehamilan ini
biasanya berbau, berwarna coklat gelap dan dapat timbul secara interminten

6
atau terus-menerus. Perdarahan pervaginam yang sangat banyak biasanya
jarang di jumpai pada kehamilan tuba.
3. Nyeri Tekan Abdomen dan Pelvis
Nyeri hebat pada pemeriksaan abdomen dan vagina, terutama ketika serviks di
gerakan, dapat dilakukan pada lebih dari 3/4 wanita melakukan dengan
kehamilan tuba yang ruptur. Namun, nyeri seperti ini dapat tidak ada sebelum
ruptur.
4. Perubahan Uterus
Karena hormon-hormon plasenta, uterus dapat membesar selama 3 bulan
pertama pada kehamilan tuba. Konsistensinya juga dapat serupa dengan
kehamilan normal.
Uterus dapat terdorong ke satu sisi oleh massa ektopik, atau apabila
ligamentum latum uteri terisi darah, uterus dapat sangat tergeser. Serpihan
desidua uterus terjadi pada 5 sampai 10 persen wanita dengan kehamilan
ektopik. Keluarnya serpihan tersebut dapat disertai kram yang sama seperti
pada abortus spontan.
5. Tekanan Darah dan Nadi
Sebelum ruptur, tanda-tanda vital biasanya normal. Respon awal terhadap
ruptur dapat bervariasi dari tidak ada perubahan tanda vital hingga tekanan
darah yang sedikit meningkat, atau respon vasovagal dengan bradikardia dan
hipotensi. Tekanan darah akan turun dan nadi meningkat hanya apabila
perdarahan berlanjut dan berbentuk kondisi hipovolemia.
6. Massa Pelvis
Pada pemeriksaan bimanual, massa pelvis dapat dipalpasi pada 20% wanita.
Massa tersebut hampir selalu berada di sebelah posterior atau lateral uterus.
Massa ini sering kali lunak dan elastis.
7. Kuldosentesis
Kuldosentesis adalah teknik untuk mengenali hemoperitoneum yang umum
digunakan di masa lalu. serviks ditarik ke arah simfisis dengan tenakulum,
dan suatu jarum panjang dengan lubang berukuran16 G atau 18 G dimasukkan
melalui forniks posterior ke dalam cul-de-sae. Fragmen yang mengandung
cairan bekuan darah lama, atau cairan mengandung darah yang tidak
menggumpal, sesuai dengan diagnosis hemoperioneum akibat kehamilan
ektopik.

7
D. Patofisiologis
Proses implantasi ovum yang dibuahi, yang terjadi dituba pada dasarnya sama
dengan halnya di kavum uteri. Telur di tuba bernidasi secara kolumner atau
interkolumner. Pada yang pertama telur berimplantasi pada ujung atau sisi jonjot
endosalping. Perkembangan telur selanjutnya dibatasi oleh kurangnya vaskularisasi
dan biasanya telur mati secara dini dan kemudian diresorbsi. Pada nidasi secara
interkolumner telur bernidasi antara 2 jonjot endosalping. Setelah tempat nidasi
tertutup, maka telur dipisahkan dari lumen tuba oleh lapisan jaringan yang
menyerupai desidua dan dinamakan pseudokapsularis. Karena pembentukan desidua
di tuba tidak sempurna malahan kadang-kadang tidak tampak, dengan mudah villi
korialis menembus endosalping dan masuk kedalam dan masuk ke dalam lapisan otot-
otot tuba dengan merusak jaringan dan pembuluh darah. Perkembangan janin
selanjutnya bergantung pada beberapa faktor, seperti tempat implantasi, tebalnya
dinding tuba, dan banyaknya perdarahan yang terjadi oleh infasi trofoblas.
Di bawah pengaruh hormon esterogen dan progesteron dari korpus luteum
graviditatis dan trivoblas, uterus menjadi besar dan lembe; endometrium dapat
berubah pula menjadi desidua. Dapat ditemukan pula perubahan - perubaha pada
endometrium yang disebut fenomena Arias – stella. Sel epitel membesar dengan
intinya hipertrofik, hiperkromatik, lobuler, dan berbentuk tak teratur. Sitoplasma sel
dapat berluban – lubang atau berbusa,dan kadang – kadang ditemukan mitosis.
Perubshsn tersebut hanya ditemukan pada sebagian kehamilan ektopik.
Setelah janin mati,desidua dalam uterus mengalami degenerasi dan kemudian
dikeluarkan berkeping – keping, tetapi kadang – kadang dilpaskan secara utuh.
Perdarahan yang dijumpai pada kehamilan ektopik terganggu berasal dari uterus dan
disebabkan oleh pelepasan desidua yang degeneratif.
Mengenai nasip kehamilan dalam tuba terdapat bebetapa kemungkinan. Karena tuba
bukan tempat pertumbuhan hasil konsepsi, tidak mungkin janin bertumbuh secara
utuh seperti dalam uterus. Sebagian besar kehamilan tuba terganggu pada umur
kehamilan antara 6-10 minggu.

8
1. Hasil Kosepsi Mati Dini dan Diresorbsi
Pada implantasi secara kolumner, ovum yang dibuahi cepat mati
karena vaskularisasi kurang, dan dengan mudah terjadi resorbsi total. Dalam
keadaan ini penderita tidak mengeluh apa-apa, hanya haidnya terlambat untuk
beberapa hari.
2. Abortus ke dala Lumen Tuba
Perdarahan yang terjadi karena pembukaan pembuluh-pembuluh darah
oleh darah villikoriales pada dinding tuba di tempat implantasi dapat
dilepaskan mudigah dari dinding tersebut bersama-sama dengan robeknya
pseudokapsularis. Pelepasan ini dapat terjadi sebagian atau seluruhnya,
tergantung pada derajat perdarahan yang timbul. Bila pelepasan menyeluruh,
mudiga dengan selputnya dikeluarkan dalam lumen tuba dan kemudian di
dorong oleh darah kearah ostium tuba abdominale. Frekuensi abortus pada
tuba tergantung pada implantasi telur yang dibuahi. Abortus ke lumen tuba
lebih sering terjad pada kehamilan pars ampullaris, sedangkan penembusan
dinding tubah oleh villi korialis ke arah peritnoium biasanya terjadi pada
kehamilan ismika. Perbedaan ini disebabkan karena luman pars ampullaris
lebih luas, sehingga dapat mengikuti lebih mudah prtumbuhan hasil konsepsi
dibandingkan dengan bagian ismus dengan lumen sempit.
Pada pelepasan hasil konsepsi yang tak sempurna pada abortus, perdarahan
akan terus berlangsung, dari sedikit-sedikit oleh darah, sehingga sedikit
berubah menjadi molakruenta.
3. Ruptur Dinding Tuba
Ruptur tuba sering terjadi bila ovum berimplamtasi pada ismus dan
biasanya pada khamilan mudah. Sebaliknya ruptur pada pars interstisialis
terjadi pada kehamilan yanng lebih lanjut. Faktor utama yang menyebabkan
ruptur ialah penembusan villikoriales ke dalam lapisan mukulari tuba terus ke
peritoneum. Ruptur dapat terjadi secara sepontan, atau karena trauma ringan
seperti koitus dan pemeriksaan vaginal. Dalam hal ini akan terjadi perdarahan
dalam rongga perut, kadang-kadang sedikir, kadang-kadang banyak, sampai
menimbulkan syok dan kematian. Bila pseudokapsularis ikut pecah, maka
terjadi pula perdarahan dalam lumen tuba. Darah dapat mengalir ke dalam
rongga peru melalui ostium tuba abdominale.

9
Bila pada abortus dalam tuba ostium tuba tersumbst, ruptur sekunder
dapat terjadi. Dalam hal ini dinding tuba, yang telah menipis oleh invasi
trofoblas, pecah karena tekanan darah dalam tuba. Kadang-kadang ruptur
terjadi di arah ligamentum itu. jika janin hidup terus, terdapat hehamilan
intralegamenter.
Pada ruptur ke rpngga perut seluruh janin dapat keluar dari tuba, tetapi
bila robekan tuba kecil, prdarahan terjadi tanpa hasil konsepsi dikeluarkan
dari tuba. Bila penderita tidak dioperasi dan tidak menimggal karena
perdarahan, nasip janin bergantung pada kerusakan yang diderita dan tuanya
kehamilan. Bila janin mati dan masih kecil, dapat diresorbsi seluruhnya; bila
besar, kelak dapat diubah menjadi litopedion.
Janin yang dikeluarkan dari tuba dengan masih diselubungi oleh
kantong amnion dan dengan plasenta masih utuh, kemungkinan tumbuh terus
dalam ronnga perut, sehingga akan yerjadi kehamilan abdominal sekunder.
Untuk mencukupi kebutuhan makananbagi janin, plasenta dari tuba akan
meluaskan implantasinya ke jaringan sekitarnya, misalnya ke sebagian yterus,
ligamentum latum, dasar panggul, dan usus

E. Klasifikasi
Hampir 95% kehamilan etropik triimplantasi berbagai segmen tuba uterina
(Gbr.10-1). Dari kehamilan- kehamilan ini, sebagian besar terletak di ampula. Sisa
5% pertahun di ovarium, ronga peritoneum, atau di dalam servik. Kehamilan di skar
caesar baru baru ini dilaporkan lebih sering terjadi dibandingkan dahulu. Kadang-
kadang, dan biasanya, dengan penggunaan assisted reproductive technology (ART),
terjadi kehilangan multijanain yang berimplantasi ektopk keduanya, atau satu ektopok
dan satunya intrauterus.

1. Kehamilan Tuba
Ovum yang telah dibuhi dapat tersangkut di bagian mana saja dari tuba uternia
menyebabkan kehamilan tuba ampula, ismus, dan interstisium. Pada kasus-kasus
yang jarang, ovum yang telah dibuahi mungkin tertanam di ujung tuba uternia yang
berfimbria. Ampula adalah tempat tersering di ikuti oleh ismus. Kehamilan
interstisium terjadi hanya sekita 2% kasus dari tipe-tipe primer ini, kadang terjadi

10
betuk sekuder berupa kehamilan tubo-andomen, tubo-ovarium, dan ligamentum
latum.
Karena tuba tidak memeiliki lapisan submukosa maka ovum yang telah
dibuahi segera menembus apitel, dan zigot akhirnya berada di dekata atau di dalam
otot. Trofublos yang cepat berploriferasi dapat menginfasi muskularis, sekitar,
tetapi seluruh kehamilan ektopik ampula tetap berada di lumen tuba dengan lapisan
otot, tidak terkena pada 85% kasus ( Senterman dkk. 1988). Mudigah atau janin
pada kehamilan ektopik sering tidak ada atau tidak berkembang.

2. Ruptur Tuba
Produk konsepsi yang mengivasi dalam membesar dapat menyebabkan ruptur
tuba uternia atau tempat lain. Sebelum tersedia metode yang tepat utuk mengukur
human chronic gondadotropin (hCG). Banyak kasus kehamilan tua berakhir
dengan ruptur pada trimester pertama. Sebagai patokan, jika terjadi ruptur tuba
pada bebebrapa minggu pertama, kehamilan terletak dibagian ismus tuba, jika
ovum yang telah dibuahi tertandan jauh di dalam bagian interstisium, maka ruptur
terjadi blakangan. Ruptur biasanya spontan, tetapi kadang terjadi setelah koitus
atau pemeriksaan bimanual. Biasanya timbul gejala dan sring dijumpai tanda tanda
hipovolemia.

3. Abortus Tuba
Prekuensi abortus tuba sebagaian bergantung pada tempat implamasi. Abortus
sering terjadi pada kehamilan ampula, sementara ruptur merupakan hasil akhir
yang biasanya terjadi pada kehamilan ismus. Akibat perdarahan, hubungan
antara plasenta dan memberan dan dinding tuba sekitar terganggu. Jika
pemisahan plasenta lengkap maka semua produk konsepsi dapat dilakuka
melalui ujung berfibria ke dalam rongga peritoneum. Pada tahap ini,
perdarahan mungkin berhenti dan gejala akhirnya meraba. Perdarahan
biasanya tetap terjadi selama produk berada di tuba uternia. Darah secra
perlahan menetes dan fibria tuba ke dalam rongga peritoneum da biasanya
berkumpul di cul-de-sac rektouterus. Jika ujung tuba yang berfimbria tersebut
tersumbser, tuba uternia dapat secara perlahan teregang pleh darah,
membentuk hematosalpings.

11
4. Kehamilan Abdomen
Ada abortus tuba atau ruptur intraperitoneum, kehamilam hasil
konsepsi mungkin keluar dari tuba, atau jika lubangnya kecil, dapat terjadi
perdarahan hebat tanpa pengeluaran hasil konsepsi. Jika hasil konsepsi
stadium dini dikelurkan tanpa mengalami kerusakan ke dalam rogga
preritoneum, tempat perletakan plasentanya mungkin menetap atau mengalami
reiplantasi hampir di mana saja dan tumbuh sebagai kehamilan abdomen
( Worlly dkk., 2008). Hal ini jarang terjadi, dan sebagian besar dari hasil
kontrasepsi yang kecil ya g telah diabsorbsi, kadang, hasil kontrasepsi tetap
berada di cul-de-sac selama bertahun-tahun sebagai suatu masa lipopedion
( Berman dan Katsyyianni, 2001).

5. Kehamilan Ligmentum Latum


Pada zigot yanng tertanam kearah mesosalpings, ruptur dapat terjadi di
bagian tuba yang tidak langsung ditutupi pler peritoneum. Isi gestasi mungkin
keluar ke dalam ruang yang terbentuk antara lipatan-lipatan ligmentum latum
dan kemudian menjadi intraligmen atau kehamilan ligmentum latum.

6. Kehamilam Interstisium dan Kornu


Meskipun sering dipertukarkan kedua kehamilan ini memiliki tempat
implantasi yang berbeda. Implantasi kornu adalah kehamilan yang tertanam di
rongga uterus bagian atas dan internal, semntara interstisium menandakan
kehamilan yang tertanam di daam bagian intramanual proksimal tuba
( Malinowski dan Bates, 2006). Bersama-sama keduanya membentuk 2-3%
sama gestasi tuba. Dahulu, ruptur biasanya tidak terjadi sampai 14-16 minggu,
sering dengan perdarahan hebat, saat ini, kehamilan interstesium dan kornu
biasanya didiagnosis sebelum ruptur, kuduanya dapat diterapi dengan reaksi
kurno via laparotomi. Selain itu beberapa penuis melaporkan terapi dengan
bedah laparoskopik yang menyelamatkan uterus dan methotrexare (Eun, 2009;
Soriano 2008; tulandi, dkk).

7. Kehamilan Ektopik Heteropik


Kata kehamilan heteropik di gunakan untuk menggantikan istilah lama
kehamilan kombinasi (combind pregnancy). Kehamilan ini adalah kehamilan

12
uterus yang terjadi bersamaan dengan kehamilan kedua dengan lokasi di
ekstrauterus. Karena, pada hakikatnya, heteropik sinonim dengan ektopin
makan pemakaian “ kehamilan ektopik heteropik” bersifat tautologis.
Meskipun kebanyakan kehamialan heteropik adalah kehamilan ovarium,
serviks, dan yang lain.
Insiden alami kehamialan tuba yang disertai oleh gestasi uterus adalah
sekitar 1 per 30.000 kehamialan. Namun, akibat ART, insiden kehamilan ini
meningkat menjadi i dari 70.000 secara keseluruhan, dan seteah induksi
ovulasi dapat mencapai 0,5 – 1 pasien (Mukul dan Teal (2007) kehamilan
heteropik ebih besar kemungkinannya dan perlu dipertimbangkan pada salah
satu dari keadaan berikut:
a. Konsepsi dicapai denga penerapan teknologi reproduksi (assisted
reproductive techniques)
b. Kadar hCG menetap atau meninggi setelah dilantai dan kuretase untuk
abortus spontan atau terinduksi.
c. Fundus uteri lebih besar dari tanggal haid
d. Jumlah korpus luteum yang lebih dari satu
e. Tidak adanya perdarahan vagina meskipun terdapat gejala dan tanda
kehamilan ektopik
f. Bukti sonografi kehamilan uterus dan eksrauterus.
8. Kehamilan Tuba Multijanin
Kehamilan tuba kembar dengan kedua mundigah berada di tuba yang
sama atau satu masing-masing tuba pernah dilaporkan (rolle dkk.,2004)
Berkas dkk 2008 melaporkan sebuah kasus jarang dengan tiga mudigah yang
tertaam secara ektoik di satu tuba setelah IVF.

13
F. Gambaran Klinis

Hal ini bervariasi bergantung pada usia gestasi, yang berkisar dari 5-6 minggu
hingga pertengahan kehamilan. Nteri dan pendarahan adalah gejala tersering, tetapi
hingga 40% wanita asimtomatik, dan dignosis ditegakan sewaktu pemeriksaan
sosnografi ruti ( Rots dkk, 2006) pada sebagian kasus, ruptur dini menyebabkan
kehamilan abdomen (Teng dkk 2007)

Wanita dengan kehamilan tuba memperihatkan beragam gejaan klinis yang


sebagian besar bergantung pada ada tidanya ruptur. Manifestasi pasien yang lebih
awal dan teknologi diagnostik yang lebih baik memungkinkan sebagian besar kasus
terdeteksi sebelum ruptur. Basanya wanitta yang bersangkutan tidak mencurigai
kehamilan tuba beranggapan bahwa hamilnya normal, atau beranggapan ia mengalami
keguguran. Gejala dan tanda kehamilan ektopik sering samar atau bahkan tidak ada.
Tanpa diagnosis dini perjananan alami kasus “klasik” ditandai oleh
keterkambatan haid (dengan lama bervariasi) diikuti oleh spotting atau perdarahan
ringan per vagian. Jika terjadi ruptur, pasien biasanya mengalami nyeri hebat di
abdomen bawah dan panggul yang sering diungkapkan sebagai nyeri tajam, menusuk,
atau merobek. Terjadi gangguan vasomotor, berkisar dari vertigo hingga sinkop.
Dijumpai nyeri tekan pada pelpis abdomen, dan pemeriksaan dalam bimanual,
terutama penggoyangan serviks, menyebabkan nyeri hebat. Forinks posterior vagina
mungkin menonjol karena darah berkumpul di cul-de-sac rektouterus, atau mungkin
teraba suatu nassa nyeri tekan di salah satu sisi uterus. Gejala iritasi diafragma, yang
ditandai oleh nyeri di leher atau bahu, terutama ketika inspirasi mungkin timbul pada
sekitar separuh wanita dengan perdarahan memperitoneum yang cukup besar.

14
G. Diagnosis Kehamilan Ektopik

1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Human Chorionic Gonadotropi (β-hCG).
Penetuan kehamilan secara cepat dan akurat sangat penting dalam
mengevaluasi wanita dengan keluhan yang mengarah kepada keamilan
ektopik. Uji-uji kehamilan serum dan urine yang saat ini ada dan
menggunakan metode enzyme-linked immunosorbent assays (ELISA)
untuk β-hCG cukup sensitif untuk kadar 10-20 mIU/mL dan positif
pada lebih dari 99% kehamilan ektopik (kalinski dan Guss, 2002).
Namun, meskipun jarang pernah dilaporkan kasus-kasus kehamilan
ektopik dengan pemeriksaan β-hCG serum yang negatif (Grynberg dkk
2009; Lee dan Lamaro, 2009)
b. Progesteron Serum
Pengukuran progesteron serum satu kali sudah dapat digunakan untuk
menetapkan bahwa kehamilan berkembang normal dengan tingkat
kepercayaan tinggi. Nilai yang melebihi 25 ng/mL menyingkirkan
kehamilan ektopik dengan snsitivitas 92,5% (Lipscomb dkk, 1999;
pisarka dkk 1998), sebaliknya nilai yang kurang dari 5 ng/mL
ditemuikan hanya pada ) 0,3% kehamilan normal (mol dkk 1998)
karena itu, nilai <5 ng/mL menandakan kehamilan intrauterus dengan
janin meninggal atau suatu kehamilan ektopik. Karena pada sebagaian
besar kehamilan ektopik kadar progesteron bervariasi antara 10-25
ng/mL maka pemakaian klinis pemeriksaan ini terbatas (American
Colleg Obstetricianes Ngynecologis, 2008)
c. Penanda Serum Baru
Sejumlah penelitian sebelumnya telah dilakukan untuk mengevalusai
beberapa penanda baru untuk mendeteksi kehamilan ektopik. Penada-
penandain mencangkup pasucularendothelialgrowthfactor (VEGF),
antigen kanker 125 (CA125) kreaatinkinase, fibronektin janin, dan
roteomika berbasis spektometri masa (Daniel, 1999; Ness, 1998;
Predanic 2000; Shankar , 2005,dkk.) belum ada satupun yang saat ini
digunakan secara klinis.

15
d. Homogram
Setelah perdarahan, volume darah yang berkurang akan dipulihkan
kearah normal dengan hemodilusi dalam 1 hari atau lebih bahkan
setelah perdarahan yang cukup banyak, hemoglobin atau hematokrit
mungkin pada awalnya hanya memeperlihatkan penurunan ringan.
Karena itu, setelah perdatahan akut, penurunan hemoglobin atau
hematokrit setelah beberapa jam merupakan indeks yang lebih
bermanfaat dari pada kadar awal. Pada sekiar separuh wanita dengan
kehamilan ektopik terganggu (ruptur), dapat dijumpai leukositosis
dengan derajat berpariasi hingga 30.000/µL.
e. Sonografi
Untuk memastikan diagnosis klinis yang di curigai mengalami gestasi
ektopik alat pencitraan ini tidak tergantikan pada banyak kasus, lokasi
dan ukuran kehamilan juga dapat di pastikan.
f. Sonografi Transvagina (TVS-Transvaginal Sonografy)
Sonografi transvagina bersolusi tinggi menimbulkan repolusi dalam
perawatan wanita yang dicurgai mengelami kehamilan ektopik.
Metode ini adalah bagian integral dari sebagian besar algoritma yang
di tunjukan untuk mengidentifikasi kehamilan ektopik serta dibahas
lebih rinci dalam konteks.
g. Sonografi Trans abdomen
Identifikasi hasil kehamilan tuba dengan sonografi transabdomen lebih
sulit dilakukan. Jika kantong gestasi jelas dapat diidentifikasi di dalam
rongga uterus aka kehamilan ektopik masi perlu dipertimbangkan jika
pasien masi mengguanakan ART. Sebaliknya, secara sonografi tidak
dijumpai kehamilan utrus maka hasil pemeriksaan positif untuk β-
hCG, cairan di cul-de-sac dan adanya masa pelvis abnormal
menandakan bahwa kehamilan ektopik hampir pasti (Romero,
dkk .,1988) kehamilan di uterus biasanya belum diketahui dengan
sonografi abdomen 5-6 minggu haid atau 28 hari setelah opulasi
( Batzer dkk ., 1983).
h. Kuldosentesis
Teknik sederhana ini dahulu sering digunakan untuk mengidentifikasi
hemoperitoneum. Servik ditarik menuju simfisis dengan tenakulum,

16
dan dilakukan insersi jarum ukuran 12 atau 18 melalui forniks vagina
posterior ke dalam cul-de-sac. Jika ada, cairan dapat diaspirasi, terapi,
tida adanya cairan hanya diinterpretasikan sebagai insersi yang tidak
memasukan ke cul-de-sac dan tidak menyingkirkan kehamilan ektopik,
mengalami reptur atau tidak. Cairan yang mengandung fregmen
bekuan dengan diagnosis hemoperitoneum akibat kehamilan ektopik.
Jika darah kemudian membeku, maka darah tersebut mungkin berasal
dari pembuluh darah sekitar dan bukan dari perdarahan kehamilan
ektopik.
2. Diagnosis Multimodalitas
Kehamilan ektopik diidentifikasi dengan menggabungkan temuan klinis
serta pemeriksaan serum dan sonografi transvagina. Sejumlah algoritme telah
diajukan, tetapi sebagian besar mencakup lima komponen kunci:
a. Sonografi transvagina
b. Kadar β-hCG serum-baik kadar awal dan pola peningkatan atau
penurunan selanjutnya
c. Kadar progesteron serum
d. Kuretase uterus
e. Laparaskopi dan kadang, laparatomi

Satu algoritme untuk evaluasi kasus yang dicurigai kehamilan ektopik


diperlihatkan. Pilih algiritme diagnostik hanya berlaku bagi wanita dengan
hemodinamika stabil-mereka yang diperhatiakan mengalami ruptur perlu
segera menjalani terapi pembedahan. Untuk kasus yang dicurigai sebagai
kehamilan ektopik yang belum mengalami ruptur, semua strategi
diagnostik melibatkan untung-rugi. Strategi yang memaksimalkan deteksi
kehamilan normal untuk setiap 100 warna yang dievaluasi. Sebaliknya
strategi yang mengurangi kemungkinan terganggunya kehamilan normal
akan menunda diagnosis lebih banyak kasus kehamilan ektopik. Dan
sebagian tidak menganjurkan dialgoritme karena hal ini menyebabkan
terapi medis atau bedah yang tidak perlu untuk kehamilan ektopik
(Barnhart., 2002)

1. Rongga Endometrium

17
Pola endometrium trilaminar merupakan hal unik untuk diagnosis
kehamilan ektopik spesifisitasnya adalah 94%, tetapi dengan
sensitivitas hanya 38% (Hammoud dkk. 2005). Namun kumpulan
cairan anekoik, yang secara normal menunjukan kantong gestasi
intrauterus dini, yang ditemukan pada kehamilan ektopik. Kumpulan-
kumpulan cairan tersebut mencakup kantong pseudogetasional dan
kista desidua:
a. Semua kehamilan memicu suatu reaksi desidua endometrium,
dan penglepasan desidua dapat membentuk suatu kumpulan
cairan intakavitas yang disebut kantong pseudogestasional,
atau pseudosac. Kantong satu lapis ini biasanya terletak di
garis tengah di dalam rongga endometrium dan dapat dilihat
berdekatan dengan endometrium. Sebaliknya, kantong gestasi
biasanya terletak eksentrik (dashefsky dkk., 199; Hill dkk.,
1988). Jika ditemukan adanya pseudosac maka resiko
kehamilan ektopik meningkat (Nyberg dkk.,1987; Hill. Dkk
1990).
b. Kista desidua teridentifikasi sebagai daerah anekiok yang
terletak di dalam endometrium tetapi jauh dari kanalis dan
sering dibatas endometrium-mionetrium. Ackerman dkk
(1993) berpendapat bahwa temuan ini mencerminkan
pemecahan awal desidua dan mendahului pembentukan
silinder desidua. Karean itu america college of obsterticians
and gynecologists (2004) menganjurkan kehati-hatian dalam
mendiagnosis kehamilan intrauterus tanpa sakus vitelinus atau
mudigah yang jelas. Sakus vitelius biasanya terlihat di dalam
kantong gestasi pada usia gestasi 5,5 minggu.
3. Diagnosis Laparoskopik
Visualisasi langsung tuba uternia dan panggul dengan lasparaskopi
menawarkan diagnosis yang dapat diandalkan bagi hampir semua kasus yang
yang dicurigai kehamilan ektopik. Tindakan ini juga dapat diubah dengan
cepat menjadi terapi oferatif.

18
H. Penatalaksanaan

Pada banyak kasus, diagnosis dini memungkinkan penanganan bedah atau


medis definitif kehamilan ektopik yang belum mengalami ruptur-kadang bahkan
sebelum gejala timbul. Tetapi sebelum ruptur menurunkan morbiditas dan mortalitas
secara penigkatn prognosis kesuburan. Wanita D-negatif dengan kehamilan ektopik
yang belum tersensitisasi ke antigen D perlu diberikan imunoglobulin anti-D
1. Penatalaksanaan Bedah
a) Laparaskopi adalah terapi bedah yang dianjurkan untuk kehamilan
ektopik, kecuali jika wanita yang bersangkutan secara hemodinamis
tidak stabil. Hanya sedikit studi prospektif yang pernah dilakukan
untuk membandingkan bedah laparastomi dengan laparaskopi.
Hajenius dkk., (2007) melakukan tinjauan terhadap basis data
cocohrane dan temuan mereka diringkaskan sebagi berikut:
a. Tidak terdapat perbedaan signifikan dalam patensi tuba secara
keseluruhan setelah salpingostomi yang dilakukan pada laparaskopi
second-lock.
b. Setiap metode diikuti berikutnya oleh kehamilan uterus berikutnya
dengan jumlah yang sama.
c. Kehamilan ektopik berikutnya ebih jarag terjadi pada wanita yang
diterapi secara laparaskopi, meskipun hal ini secara sistemik tidak
bermana.
d. Laparaskopi memerlukan waktu oprasi yang lebih singkat, lebih sedikit
menyebabkan perdarahan, memerlukan lebih sedikit analgesik, dan
mempersingkat rawat inap.
e. Bedah laparaskopi sedikit tetapi kurang berasa secara signifikan dalam
mengatasi kehamilan tuba.
f. Biaya laparaskopi jauh lebih rendah. Meskipun sebagian berpendapat
bahwa biaya serupa dengan kasus-kasus yang akhirnya dilaparastomi.

Berdasarkan pengalaman yang telah terkumpul, kasus-kasus yang semual


ditangani dengan laparastomi-misalnya, kehamilan tuba atau kehamilan
interstisium yang mengalami ruptur-dapat dengan aman diatasi dengan
laparaskopi (sagiv., dkk 2001).

19
b) Bedah tuba dianggap konservasif jika tuba diselamatkan. Contohnya
adalah salpingostomi, salpingotomi, dan ekspresi kehamilan ektopik
melalui fimbria. Bedah radikal dapat diidentifikasi sebagai
salpingektomi. Bedah konservatif dapat meningkatkan angka
keberhasilan kehamilan uterus berikutnya tetapi menyebabkan
penigkatan angka persistensi fungsi trofoblas (bangsgaard., dkk 2003).
2. Salpingostomi
Tindakan ini digunakan untuk mengangkat kehamilan kecil yang
panjang biasanya kurang dari 2 cm dan terletak di sepertiga digital tuba uterina
. dibuat sebuah iritasi oiinier 10-15 mm dengan kanker jarum di tepi
antimesenterik di atas kehamilan. Hasil kehamilan biasanya akan menyembul
dari insisi dan udah dikeuarkan atau dibias dengan menggunakan irigrasi
tentukan tinggi yang menghilangkan jaringan trofoblastik secara lebih bersih
(Al-sunaidi dan tuladi, 2007). Perdarahan ringan dikontrol dengan
elektrokoagulasi atau laser, dan insisi diberikan tidak dijahit agar sembuh
dengan secondary intwntion. Natale dkk. (2003) melaporkan bahwa kadar β-
hCG serum >6000 mIU/mL berkaitan dengan peningkatan resiko implantasi di
muskularis dan karenanya terjadi kerusakan tuba yang lebih berat.
3. Salpingotomi
Salpingotomi yang kini jarang dilakukan, pada haknya serupa dengan
prosedur salpingotomi, kecuali bahwa insisi ditutup dengan jahitan
menggunakan benang yang lambat diserap. Menurut Tuladi dan Saleh (1999),
tidak terdapat perbedaan dalam prognosis dengan atau tanpa jahitan.
4. Salpingektomi
Reaksi tuba mungkin dilakuakan untuk kehamilan ektopik ruptur dan
tak ruptur. Ketika mengeluarkan tuba uternia, perlu dilakukan eksis baji
disepertiga luar (atau kurang) bagian interstisium tuba. Tindakan yang disebut
sebagai reaksi kornu dilakukan sebagai upaya untuk meminimalkan angka
kekambuhan kehamilan di puntung tuba. Namun, bahkan dengan reaksi kornu,
kehamilan interstisium berikutnya tidak selalu dapat dicegah (kalchman dan
Meltzer, 1996).
5. Trofoblas Persisten
Pengangkatan trofoblas yang tidak sempurna dapat menyebabkan
kehamilan ektopik persisten. Karena itu Graczykowski dan Mishell (1997)

20
memberikan methotrexate dosis “profilaksi” 1 mg/m2 pascaoprasi. Trofoblas
persisten merupakan penyulitb 5-20% salpingostomi dan dapat diketahui oleh
kadar hCG yang menetap atau meninggi kadar β-hCG biasanya segera turun
dan pada hari ke-12 kadarnya 10% dari kadar praoprasi (hjneus dkk, 1995,
permesh, ddk 1998). Juga, jika pada hari ke satu pascaoprasi kadar β-hCG
serum kurang dari 50% kadar praoprasi maka trofoblas persisten jarang terjadi
(spandorper dkk,1997)
Menurut seifer (1997), faktor-faktor yang meningkatkan resiko
kehamilan ektopik menetap adalah
a. Kehamilan kecil, yaitu kurang dari 2 cm
b. Terapi dini, yaitu sebelum 42 hari haid
c. Kadar β-hCG serum melebihi 3000mL
d. Inplementasi di sebelah medial dari tempat salpingostomi

Jika β-hCG menetap atau meningkat, maka diperlukan terapi bedah


atau medis tambahan.

Antagonis asam folat ini sangat efektif terhadap trofoblas yang


cepat berprliferasi dan telah di gunakan selama lebih dari 40 tahun
untuk mengobati penyakit trofoblastik gestasional. Obat ini juga di
gunakan untuk mengakhiri kehamilan dini. Tanaka dkk. (1982)
pertama kali menggunakan methotrexate untuk mengobati kehamilan
intertisium, dan sejak itu obat ini berhasil digunakan untuk berbagai
variasi kehamilan ektopik. Dalam suatu penelitian tersbesar di satu
pusat. Lipscomb dkk. (1999a) melaporkan angka keberhasilan 91
persen pada 350 wanita yang diberi terapi methotrexate. Selain itu, 80
persen dan para wanitta ini hanya memerlukan satu dosis.

Perdarahan intra-abomen aktif adalah kontraindikasi untuk


kemoterapi. Menurut Practice Committee dari American Society for
Reproductive Medicine (2006), kontraindikasi mutlak lain adalah
kehamilan intrauterus; menyusui; imunodefisiensi; alkoholisme;
penyakit hati, ginjal, atau paru kronik; diskrasia darah; dan penyakit
tukak peptik.

21
Pemilihan pasien . kandidat terbaik untuk tearapi medis adalah wanita yang
asimtomatik, termotivasi dan patuh. Pada terapi medis, beberapa faktor yang
mempredikskan keberhasilan antara lain adalah

1. Kadar β-hCG serum awal. Ini adala indikator prognostik terbaik untuk
keberhasilan pengobatan dengan methotrexate dosis tunggal. Nilai prognostik
dua prodiktor lainnya kemungkinan berkaiyan erat dengan hubungan mereka
terhadap konsentrasi β-hCG. Menon dkk. (2007) melakukan suatu kajian
sistematik terhadap studi-studi yang mencakup lebih dari 500 wanita yang
terapi dengan methotrexate dosis tunggal atas indikasi kehamilan ektopik.
Mereka melaporkan angka kegagalan 1,5% jika konsentrasi hCG serum awal
<1000mIU/mL; 5,6% jika 1000-2000 mIU/mL; 3,8% jika 2000-5000
mIU/mL; dan 14,3% jika kadar antara 5000 dan 10000 mIU/mL.
2. Ukuran kehamilan ektopik. Meskipun data ini kurang akurat namun banyak
uji klinis terdahulu menggunakan “ukuran besar” sebagai kriteria eksklusi.
Lipscomb dkk. (1998) melaporkan angka keberhasilan 93% dengan
methotrexate dosis tunggal jika masa ektopik <3,5cm, dibandingkan dengan
angka keberhhasilan antara 87 dan 90% jika masa >3,5cm.
3. Aktivitas jantung janin. Meskipun ini merupakan kontraindikasi relartif bagi
terapi medis namun peringatan ini di dasarkan pada bukti ynag terbatas.
Sebagian besar penelitian melaporkan peningkatan angka kegagalan jika
terdapat aktivitas jantung janin. Lipscomb dkk. (1998) malaporkan angka
keberhasilan 87% untuk kasus-kasus ini.

6. Dosis, pemberian, dan toksisitas.

Tiga skema umum untuk pemberian methotrexate. Ketiganya pada hakikatnya


direkomendasikan oleh American Collage of Obstetricians and Gynecologists
(2008). Pada kebanyakan penelitian, dosis methotrexate intramuskular adalah 50
mg/m2. Meskipun tetapi dosis tunggal lebih mudah di berikan dan dipantau
daripada terapi dengan dosis bervariasi tetapi cara ini mungkin menghasilkan
angka kegagalan yang lebih tinggi (Hajenius dkk.,2007). Dan meskipun
methotrexate dapat diberikan peroral, Lipscomb, dkk. (2002) melporkan bahwa
cara ini kurang efektif dibandingkan dengan pemberian intramuskular. Penyuntikan

22
langsung methotrexate ke dalam massa ektopik jarang dilakukan pada kehamilan
tuba.

Regimen-regimen ini dilaporkan jarang menyebabkan kelainan laboratorium


dan gejala, meskipun kadang terjadi toksisitas berat. Kooi dan Kock (1992)
mengulas 16 studi dan melaporkan bahwa efek simpang mereka dalm 3 sampai 4
hari setelah methotrexate dihentikan. Efek tersering adalah keterlibatan hati-12
persen, stomatitits-6 persen, dan gastroenteritis-1 persen. Satu wanita mengalami
dapresi sumsum tulang. Juga ada laporan tentang neutropenia yang mengancam
nyawa dan demam. Pneumonitis imbas-obat yang transien, alopesia serta kematian
pada seorang wanita dengan gagal gnjal (Buster dan Pisarka, 1999; Kelly dkk.,
2006). Yang penting, obat anti-inflamasi non-steroid dapat meningkatkan toksisitas
methotrexate, sementara vitamin yang mengandung asam folat dapat menurunkan
efektivitas obat ini. Dengan menggunakan pemeriksaan hormon anti-mulleri, oriol
dkk (2008) menyimpulkan bahwa cadangan ovarium tidak terganggu oleh tetapi
methotrexate dosis tunggal.

2. Penatalaksanaan Ekspektansi

Pada kasu-kasus tertentu, kehamilan tuba yang sangat dini dengan kadar β-hCG
serum yang stabil atau menurun dapat diobservasi (expectant management). Hampir
sepertiga dari para wanita ini akan memperlihatkan penurunan kadar β-hCG (Shalev
dkk., 1995). Stovall dan Ling (1992) membatasi penatalaksanaan ekspektansi ini
kepada wanita dengan kriteri di bawah ini:

1. Hanya kehamilan ektopik tuba


2. Kadar β-hCG serial menurun

23
I. Komplikasi

Komplikasi dari kehamilan ektopik antara lain:

a. Pada pengobatan konservasif, yaitu jika ruptur tuba telah lama berlangsung (4-6
minggu), terjadi perdarahan ulang (recurrent bledding). Ini merupakan indikasi
oprasi.
b. Infeksi
c. Sub-ileus karena massa pelvis
d. Sterilitas atau gagal reproduksi lainnya, (30-50% pasien yank menjalani opreasi
pengangkatan tuba karena kehamilan ektopik).

Komlikasi kehamilan ektopik dapat terjadi sekunder akibat kesalahan diagnosis,


diagnosis yang terlambat, atau pendekatan tatalaksana. Kegagalan penegakan diagnosis
secara cepat dan tepat dapat mengakibatkan terjadinya ruptur tuba atau uterus, tergantung
lokasi kehamilan, dan hal ini dapat menyebabkan perdarahan masif, syok, DIC, dan
kematian.

Komlpikasi yang timbul akibat pembedahan antara lain adalah perdarahan, infeksi,
kerusakan organ sekitar (usus, kandung kemih, uterus, dan pembuluh darah besar). Selain
itu ada juga komplikasi terkait tindakan ansietas.

24
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. KASUS 1 (sumber Jurnal)

Seorang pasien wanita, usia 26 tahun dengan riwayat kehamilan G3 P1 A0 datang ke IGD
RSU Rawalumbu dengan keluhan nyeri abdomen kiri bawah, pasien mengatakan sudah
terlambat haid 6 minggu. Plano test (+) 3 minggu sebelumnya. Nyeri abdomen dirasakan
pasien selama 2 minggu terakhir dengan disertai keluar darah kecoklatan dari jalan lahir.
Pasien mengaku adanya keluar cairan putih kekuningan yang berbau dan gatal dari jalan
lahir. Riwayat kehamilan sebelumnya pernah terjadi kematian janin intrauterine dengan usia
kehamilan 9 bulan. Dari hasil pemeriksaan di dapat TD : 130/90 mmHg, HR : 100 x/menit,
RR : 16 x/menit.

Pada pemeriksaan ginekologis ditemukan vaginal discharge berwarna kuning kental dari
vagina hingga OUI, serta nyeri goyang portio minimal dengan teraba massa adnexa kiri.
Hasil pemeriksaan TVS menunjukkan tidak tampak kantong gestasi pada cavum uteri dan
adanya massa adnexa kiri ukuran 1,59 cm, dengan disertai aktivitas jantung fetal. Dari kasus
di atas buatlah penyelesaian melalui tahap step 1 – 7.

Seven Jump

Step 1 Mencari Kata-Kata Sulit

1 Plano tes

2 G3 P1 A0

3 Nyeri abdomen

4 Gatal

5 Kematian janin intrauterine

6 Pemeriksaan ginekologis

7 Vaginal discharge

25
8 OUI

9 Nyeri goyang portio

10 Massa adneksa

11 Pemeriksaan TVS

12 Kantong gestasi

13 Cavum uteri

14 Aktivitas jantung fetal

STEP 2 Menjawab Kata-Kata Sulit

1 Mendeteksi adanya hormone HCG dalam urine pasien sebagai deteksi terhadap
kehamilan

2 G: Gravida, P: Partus (Kelahiran), A: Abortus

3 Nyeri yang dirasakan pada daerah di atas panggul atau perut

4 Rasa tidak nyaman pada kulit yang memicu untuk melakukan garukan

5 Kematian janin dalam kandungan

6 Disebut dengan pemeriksaan dalam Rahim

7 Keadaan dimana wanita mengeluarkan cairan dari vagina dan bukan merupakan darah

8 Patokan jalan lahir atau mulut Rahim (osteum uteri internum)

9 Nyeri hebat yang di rasakan ibu ketika massa daerah di dalam tubuh wanita yang
berdekatan dengan Rahim, yang terdiri dari ovarium dan tuba fallopi, bersama dengan
pembuluh darah

10 TVS (Trans Vaginal USG) adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk mendeteksi atau
untuk ketidak normalan uterus dan ovarium

11 Kantung janin

12 Ruangan yang terdapat di dalam jantung

26
13 Suatu metode yang digunakan untuk mengetahui kondisi dari janin dengan mencatat
perubahan dari denyut jantung janin apakah dalam keadaan normal atau tidak normal

STEP 3 Membuat Pertanyaan

1 Kenapa ibu mengeluarkan cairan berwarna kuning dan cairan berbau ?

2 Kenapa ibu mengalami nyeri goyang portio ?

STEP 4 Menjawab Pertanyaan

1 Karena inflamasi akut genetalia interna menyebabkan kerusakan pada tuba fallopi
sehingga ibu mengeluarkan cairan berwarna kuning dan cairannya berbau

2 Karena terjadinya pergerakan serviks yang menyebabkan nyeri sehingga nyeri goyang
portio dapat menegakkan diagnose kehamilan ektopik bukan abortus

STEP 5 Leraning Outcome : Kehamilan Ektopik Terganggu

27
I. DATA DEMOGRAFI
1. Biodata
- Nama : Ny. R
- Usia : 26 tahun
- Jenis kelamin : Wanita
- Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
- Alamat : Bekasi
- Suku : Betawi
- Status pernikahan : Menikah
- Agama : Islam
- Diagnosa medis : Kehamilan Ektopik
- No.RM : 004
- Tanggal masuk : 19-09-2018
- Tanggal pengkajian : 19-09-2018

2. Penanggung jawab
- Nama : Tn. S
- Usia : 30 Tahun
- Jenis kelamin : Laki-laki
- Pekerjaan : PNS
- Hubungan dengan klien : Suami

II. KELUHAN UTAMA


Pasien mengeluh nyeri perut kiri bawah dan mengaku terlambat haid 6 minggu.

III. RIWAYAT KESEHATAN


1. Riwayat kesehatan sekarang
Pasien merasakan nyeri abdomen selama 2 minggu terakhir dengan disertai
keluar darah kecoklatan dari jalan lahir. Pasien mengaku adanya keluar cairan putih
kekuningan yang berbau dan gatal dari jalan lahir.
2. Riwayat penyakit dahulu

28
Pasien mengaku adanya keluar cairan putih kekuningan yang berbau dan gatal
dari jalan lahir. Hal ini diakui sebelum terjadi kehamilan hingga sekarang dan tanpa
pengobatan. Riwayat kehamilan sebelumnya yaitu terjadi kematian janin
intrauterine dengan usia kehamilan 9 bulan.
3. Riwayat penyakit keluarga
Pasien mengatakan dalam anggota keluarga tidak ada yang pernah mengalami
penyakit serupa dengan pasien.

IV. POLA KEBUTUHAN DASAR (DATA BIO-PSIKO-SOSIO-KULTURAL-


SPIRITUAL)
a. Pola Persepsi dan Manajemen Kesehatan
Pasien mengatakan jika dengan pelayanan kesehatan pasien merasa akan cepat
sembuh.
b. Pola Nutrisi-Metabolik
 Sebelum sakit :
Pasien mengatakan pasien biasa makan 1 piring nasi dengan lauk dan sayur
(3xsehari). Dan juga biasa minum air putih kurang lebih 6-8 gelas. BB :
59kg
 Saat sakit
Pasien mengatakan terjadi penurunan nafsu makan yang tidak signifikan
akan tetapi berat badan menambah. BB : 60kg
c. Pola Psiko-sosial
Pasien mengatakan tidak mengalami gangguan pada psiko-sosial pasien tetap
berinteraksi dengan lingkungan sekitar dan berhubungan baik dengan keluarga &
masyarakat.
d. Pola Eliminasi
1) BAB
 Sebelum sakit :
Pasien mengatakan sebelum sakit BAB normal 1x sehari setiap pagi dengan
konsistensi lembek kecoklatan dan bau khas feses.
 Saat sakit :
Pasien mengatakan tidak ada perubahan BAB, pasien tetap BAB normal 1x
sehari setiap pagi dengan konsistensi lembek kecoklatan dan bau khas feses,
dan dibantu oleh oranglain.

29
2) BAK
 Sebelum sakit :
Pasien mengatakan biasa BAK 5-6 x sehari dengan konsistensi kuning cair
dan bau khas urine.
 Saat sakit :
Pasien mengatakan ada perubahan frekuensi BAK, pasien BAK >7 x sehari.

e. Pola Menstruasi
Sebelum Sakit : Pasien mengtakan siklus menstruasi tidak terganggu.
Sesudah Sakit : Pasien mengatakan bahwa terlamabat haid hingga 6 minggu.

f. Pola aktivitas dan latihan


1) Aktivitas
Kemampuan Perawatan Diri 0 1 2 3 4
Makan dan minum √
Mandi √
Toileting √
Berpakaian √
Berpindah √
0: mandiri, 1: Alat bantu, 2: dibantu orang lain, 3: dibantu orang lain dan alat, 4: tergantung
total

2) Latihan
 Sebelum sakit
Pasien mengatakan sebelum sakit biasa melakukan aktivitas sehari – hari
sebagai ibu rumah tangga.
 Saat sakit
Pasien mengatakan cemas karena tidak bisa melakukan aktivitas yang
biasanya dilakukan, dan terganggu karena nyerinya.
g. Pola kognitif dan Persepsi

30
Pasien mengatakan cemas akan penyakit yang dialaminya karena sebelumnya
pasien tidak telalu paham tanda dan gejala yang dirasakan.
h. Pola Persepsi-Konsep diri
Pasien mengatakan merasa tidak nyaman karena nyeri yang dirasakan.
P : Adanya massa adnexa kiri.
Q : Seperti di tusuk-tusuk
R : adomen sebelah kiri bawah hingga daerah panggul.
S : 8 dari 10
T : Saat terjadi pergerakan.
i. Pola Tidur dan Istirahat
 Sebelum sakit :
Pasien mengatakan pasien biasa tidur 6-7 jam perhari dan tidur dengan
nyenyak
 Saat sakit :
Pasien mengatakan pasien mengalami gangguan pola tidur, tidur
pasien menjadi tidak nyenyak karena cemas terhadap nyeri yang dirasakan.
j. Pola Peran-Hubungan
Pasien mengatakan cemas akan hubungan keluarganya karena kehamilannya
yang terganggu. Pasien mengatakan cemas tidak bisa menjadi wanita yang
diinginkan suaminya.
k. Pola Toleransi Stress-Koping
Pasien mengatakan bahwa pasien biasa bercerita tentang masalahnya pada
suaminya.
l. Pola Nilai-Kepercayaan
Pasien mengatakan bahwa keluarganya beragama islam dan pasien tidak
mengalami gangguan dalam beribadah.

V. PENGKAJIAN FISIK
a. Keadaan umum : Composmentis
GCS : 14
b. Tanda-tanda Vital
Tekanan Darah : 130/90 mmHg
Nadi : 100x/menit
Suhu : 36,80C

31
Respirasi : 16x/menit
c. Keadaan fisik
1) Kepala  dan leher :
 Kepala :
- Inspeksi : Rambut hitam, penyebaran rambut merata, tidak ada rontok
dan tidak  ada kebotakan
- Palpasi : Tidak ada nyeri tekan dan benjolan
 Mata
- Inspeksi :konjungtiva tampak anemis, pasien terlihat lesu.
- Palpasi : tidak ada nyeri tekan
 Hidung
- Inspeksi : simetris, penyebaran silia merata, tidak terdapat secret, tidak
ada lesi dan edema.
- Palpasi : tidak ada nyeri tekan pada sinus frontalis, etmoidalis, maksilaris.
 Mulut :
- Inspeksi : Mukosa bibir pucat.
 Telinga :
- Inspeksi : simetris, tidak ada lesi, tidak ada luka, tidak ada serumen dan
discharge.
- Palpasi : tidak ada nyeri tekan pada kartilago
 Wajah : Pasien tampak lemah
2) Dada  :
 Paru           
- Inspeksi : simetris
- Palpasi : vokal taktil premitus terasa getaran
- Perkusi : sonor
- Auskultasi : vesikuler
 Jantung
- Inspeksi : iktuskordis tidak tampak
- Palpasi : Teraba iktuskordis di ICS 5
- Perkusi : dallnes
- Auskultasi : BJ1 dan BJ2 normal
3) Abdomen        :
- Inspeksi : simetris, tidak ada perubahan warna.

32
- Palpasi : teraba massa adnexa disebelah kiri, pasien tampak meringis
dan nyeri goyang portio, tegang.
- Perkusi : terdengar bunyi dullness pada kiri bawah.
4) Integumen :
- Inspeksi : Turgor kulit menurun.
- Palpasi : turgor kulit elastis kembali >3 detik.
5) Ekstremitas :
 Atas & Bawah
- Inspeksi : simetris, tidak ada lesi dan pus, tidak terdapat piting
edema
- Palpasi : CRT kembali > 3 detik
6) Genetalia :
- Inspeksi : Terlihat keluar cairan kuning, berbau pada vagina
pasien.
- Palpasi :Nyeri tekan pada area genitalia pasien.
7) Neurologis     :
1. Status mental dan emosi : Baik
2. Pemeriksaan refleks :
- Hammer : Otot bisep dan trisep :+ /+
- Patela :+

VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG

No Tanggal Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal


Ditemukan
1. Plano Test (+) (-)
2. USG (+) Adnexsa bagian (-)
kiri.
(+) Aktivitas jantung (+)
fetal
3. Transvaginal Tidak tampak Tampak kantong
sonography. kantong gestasi. gestasi.

33
DATA FOKUS

Nama Pasien : Ny. R Dokter : Dr. R


No. RM : 004 Perawat : Z
Dx. Medis : Kehamilan Ektopik Terganggu Ruangan : Kemuning
DS DO
1. Pasien merasakan nyeri abdomen 1. Keadaan umum : Composmentis
selama 2 minggu terakhir. GCS : 14
2. Pasien mengatakan 2 minggu 2. Tanda-tanda Vital
terakhir keluar darah kecoklatan Tekanan Darah : 130/90 mmHg
dari jalan lahir. Nadi : 100x/menit
3. Pasien mengaku adanya keluar Suhu : 36,80C
cairan putih kekuningan yang Respirasi : 16x/menit
berbau dan gatal dari jalan lahir. 3. Keadaan fisik
4. Riwayat kehamilan sebelumnya  Mata
yaitu terjadi kematian janin Inspeksi : konjungtiva tampak
intrauterine dengan usia anemis, pasien terlihat lesu.
kehamilan 9 bulan.  Wajah : Pasien tampak lemah
5. Pola Menstruasi dan cemas.
Sesudah Sakit : Pasien  Abdomen        :
mengatakan bahwa terlamabat - Palpasi : teraba massa
haid hingga 6 minggu. adnexa disebelah kiri,
6. Latihan pasien tampak meringis dan
Pasien mengatakan cemas karena nyeri goyang portio,
tidak bisa melakukan aktivitas tegang.
yang biasanya dilakukan, dan - Perkusi : terdengar
terganggu karena nyerinya. bunyi dullness pada kiri
7. Pola Kognitif dan Persepsi bawah.
Pasien mengatakan cemas akan  Genetalia :
penyakit yang dialaminya karena - Inspeksi :Terlihat keluar
sebelumnya pasien tidak telalu cairan kuning, berbau pada
paham tanda dan gejala yang vagina pasien.
dirasakan. - Palpasi :Nyeri tekan

34
8. Pola Tidur pada area genitalia pasien.
Pasien mengatakan pasien  Mulut :
mengalami gangguan pola tidur, - Inspeksi : Mukosa bibir
tidur pasien menjadi tidak pucat.
nyenyak karena cemas terhadap 8) Integumen :
nyeri yang dirasakan. - Inspeksi : Turgor kulit
9. Pola Peran-Hubungan menurun.
Pasien mengatakan cemas akan - Palpasi : turgor kulit
hubungan keluarganya karena elastis kembali >3 detik.
kehamilannya yang terganggu.
Pasien mengatakan cemas tidak 4. Pemeriksaan penunjang
bisa menjadi wanita yang  Plano Test (+)
diinginkan suaminya  USG (+) Adnexsa bagian
10. Pola Persepsi-Konsep diri kiri. (+) Aktivitas jantung fetal
Pasien mengatakan merasa  Transvaginal sonography.
tidak nyaman karena nyeri yang Tidak tampak kantong gestasi.
dirasakan.
P : Adanya massa adnexa kiri.
Q : Seperti di tusuk-tusuk
R : adomen sebelah kiri bawah
hingga daerah panggul.
S : 8 dari 10
T : Saat terjadi pergerakan.

35
ANALISA DATA

Nama Pasien : Ny. R Dokter : Dr. R


No. RM : 004 Perawat : Z
Dx. Medis : Kehamilan Ektopik Terganggu Ruangan : Kemuning

NO ANALISA DATA PROBLEM ETIOLOGI


1. 1. Pasien merasakan nyeri Nyeri Akut Agen Pencedera Fisiologis
abdomen selama 2 minggu (Massa Adnexa Kiri)
terakhir.
2. Pola Persepsi-Konsep diri :
Pasien mengatakan merasa tidak
nyaman karena nyeri yang
dirasakan.
P : Adanya massa adnexa
kiri.
Q : Seperti di tusuk-tusuk
R : adomen sebelah kiri
bawah hingga daerah
panggul.
S : 8 dari 10
T : Saat terjadi pergerakan.
3. Pola Tidur dan Istirahat
Saat sakit : Pasien mengatakan
pasien mengalami gangguan
pola tidur, tidur pasien menjadi
tidak nyenyak karena cemas
terhadap nyeri yang dirasakan.
4. Latihan :
Saat sakit : Pasien mengatakan
saat sakit aktivitasnya menjadi
terganggu karena nyeri yang
dirasakan.

36
DO :
1. Keadaan umum :Composmentis
2. GCS : 14
3. Tanda-tanda Vital
Tekanan Darah :130/90 mmHg
Nadi : 100x/menit
Suhu : 36,80C
Respirasi : 16x/menit
4. Abdomen        :
- Palpasi : teraba
massa adnexa disebelah
kiri, pasien tampak
meringis dan nyeri goyang
portio, tegang.
- Perkusi : terdengar
bunyi dullness pada kiri
bawah.
5. Genetalia :
- Palpasi :Nyeri tekan
pada area genitalia
pasien.
6. Pemeriksaan Penunjang :
USG(+) Adnexsa bagian kiri.
(+) Aktivitas jantung fetal
2. DS : Hipovolemia Kehilangan Cairan Aktif
1. Pasien mengatakan 2
minggu terakhir keluar
darah kecoklatan dari jalan
lahir.
2. Riwayat kehamilan
sebelumnya yaitu terjadi
kematian janin intrauterine
dengan usia kehamilan 9

37
bulan.
DO :
1. Keadaan umum
:Composmentis
2. GCS : 14
3. Tanda-tanda Vital
Tekanan Darah :130/90mmHg
Nadi : 100x/menit
Suhu : 36,80C
Respirasi : 16x/meni
4. Mata
Inspeksi : konjungtiva
tampak anemis, pasien
terlihat lesu.
5. Wajah : Pasien tampak
lemah.
6. Mulut :
Inspeksi : Mukosa bibir
pucat.
7. Integumen :
Inspeksi : Turgor
kulit menurun.
Palpasi : turgor kulit elastis
kembali >3 detik.
3. DS : Ansietas Kurang Terpapar
1. Pasien mengatakan cemas Informasi
karena tidak bisa melakukan
aktivitas yang biasanya
dilakukan, dan terganggu karena
nyerinya.
2. Pasien mengatakan cemas akan
penyakit yang dialaminya
karena sebelumnya pasien tidak
telalu paham tanda dan gejala

38
yang dirasakan.
3. Pasien mengatakan cemas dan
mengalami gangguan pola tidur,
tidur pasien menjadi tidak
nyenyak karena cemas terhadap
nyeri yang dirasakan.
4. Pasien mengatakan cemas akan
hubungan keluarganya karena
kehamilannya yang terganggu.
Pasien mengatakan cemas tidak
bisa menjadi wanita yang
diinginkan suaminya
DO :
1. Keadaan umum :Composmentis
2. GCS : 14
3. Tanda-tanda Vital
Tekanan Darah :130/90 mmHg
Nadi : 100x/menit
Suhu : 36,80C
Respirasi : 16x/menit
4. Pemeriksaan Fisik
Wajah : Pasien tampak lemah
dan cemas

39
DIAGNOSA KEPERAWATAN

Nama Pasien : Ny. R Dokter : Dr. R


No. RM : 004 Perawat : Z
Dx. Medis : Kehamilan Ektopik Terganggu Ruangan : Kemuning

1. Nyeri Akut b.d Agen Pencedera Fisiologis (Massa Adnexa Kiri) d.d mengeluh nyeri
2. Hipovolemia b.d Kehilangan Cairan Aktif d.d Turgor kulit menurun
3. Ansietas b.d Kurang Terpapar Informasi d.d pasien tampak cemas

40
NURSING CARE PLANING

Nama Pasien : Ny. R Dokter : Dr. R


No. RM : 004 Perawat : Z
Dx. Medis : Kehamailan Ektopik Terganggu Ruangan : Kemuning
NO Dx.Kep Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Justifikasi
1. Nyeri Akut b.d Setelah dilakukan Mandiri :
Agen Pencedera tindakan keperawatan 1. Lakukan pengkajian 1. Membandingkan
Fisiologis (Massa selama 2x24 jam nyeri komprehensif perubahan nyeri
Adnexa Kiri) d.d diharapkan keparahan yang meliputi lokasi, sebelum dan
mengeluh nyeri dari nyeri yang diamati karakteristik, sesudah dilakukan
atau dilaporkan dapat onset/durasi frekuensi intervensi
berkurang dengan kualitas,intensitas,
kriteria hasil : atau beratnya nyeri
1. Nyeri berkurang dan factor pencetus.
dengan rentang skala 2. Ajarkan pasien teknik 2. Memfokuskan
nyeri 5 distraksi dan kembali perhatian,
2. Pasien tampak rileks relaksasi untuk meningkatkan rasa
3. Pasien tidak tampak pengontrolan nyeri control, dan dapat
meringis. sebelum nyeri meningkatkan
4. Pasien dapat bertambah berat. kemampuan
beristirahat koping dalam
5. Pasien mendapat manajemen nyeri
informasi untuk
mengurangi nyeri 3. Mempengaruhi
6. Memberikan pilihan- 3. Evaluasi pengalaman pilihan
pilihan untuk nyeri dimasa lalu /pengawasan
managemen nyeri. yang meliputi riwayat keefektifan
nyeri kronik individu intervensi
atau keluarga
4. Tentukan kebutuhan
frekuensi untuk
melakukan

41
pengkajian
ketidaknyamanan 4. Menghilangkan
pasien dan nyeri pada bagian
mengimplementasika yang cedera
n rencana monitor.
5. Dukung istirahat 5. Meningkatkan
tidur yang adekuat kenyamanan
untuk membantu
penurunan nyeri.
6. Kendalikan factor 6. Agar mengetahui
lingkungan yang dan bisa
dapat mempengaruhi mengendalikan
respon pasien dalam menurunkan
terhadap ketidak tingkat nyeri
nyamanan misalnya,
suhu ruangan,
pencahayaan, suara
bising.
7. Berikan informasi
mengenai nyeri,
seperti penyebab
nyeri, berapa lama
nyeri akan di rasakan,
dan antisipasi
kenyaman akibat
prosedur.

Kolaborasi : Kolaborasi :
1. Berikan obat penurun 1. Diberikan untuk
nyeri atau analgestik menurunkan nyeri
dan/atau sppasme
otot
(Menurut Buku
Rencana Asuhan
42
Keperawatan.
Halaman 755)
2. Hipovolemia b.d Setelah dilakukan Mandiri : Mandiri :
Kekurangan cairan tindakan keperawatan 1. Catat respons 1. Simtomatologi
aktif d.d Turgor selama 3x24 jam fisiologis individual dapat berguna
kulit menurun diharapkan pasien terhadap dalam mengukur
keseimbangan cairan perdarahan (mis. berat/lamanya
didalam ruang Perubahan mental, episode
intraselular dan kelemahan, gelisah, perdarahan.
ekstraselular tubuh dapat ansietas, pucat, dan Memburuknya
kembali normal dengan berkeringat) gejala dapat
kriteria hasil : menunjukan
1. Tanda-tanda vital berlanjutnya
dapat kembali normal. perdarahan atau
2. Keseimbangan intake tidak adekuatnya
dan output dalam 24 penggantian cairan.
jam .
3. Kelembaban 2. Perubahan TD dan
membrane mukosa. 2. Monitor adanya nadi dapat digunakan
4. Turgor kulit elastis. tanda-tanda dehidrasi untuk perkiraan kasar
(misalnya, turgor kulit kehilangan darah (mis.
buruk, CRT Tekanan darah <90
terlambat, nadi lemah, mmHg, dan nadi >110
dan sangat haus) diduga 25%
penurunan volume
atau kurang lebih
1000 ml). Hipotensi
postural menunjukan
penurunan volume
sirkulasi.
3. Potensial kelebihan
3. Pertahankan transfuse cairan,
pencatatan akurat khususnya bila
subtotal cairan/darah volume tambahan

43
selama terapi diberikan sebelum
penggantian. transfuse darah.

Kolaborasi :
Kolaborasi : 1. Penggantian
1. Berikan cairan atau cairan tergantung
drah sesuai indikasi. pada derajat
1. hypovolemia dan
lamanya
perdarahan (akut
atau kronis).
Tambahan volume
(albumin) dapat
diinfuskan sampai
golongan darah
dan pencocokan
silang dapat
diselesaikan dan
transfuse darah
dimulai. Kurang
lebih 80-90%
perdarahan
dikontrol oleh
resusitasi cairan
dan manajemen
medis.
3. Ansietas b.d Setelah dilakukan Mandiri : Mandiri :
Kurang Terpapar tindakan keperawatan 1. Gunakan pendekatan 1.Hubungan saling
Informasi d.d selama 1x24 jam yang tenang dan percaya adalah dasar
pasien tampak diharapkan keparahan meyakinkan. hubungan terpadu
cemas dari tanda-tanda yang mendukung
ketakutan, ketegangan, klien dalam

44
atau kegelisahan dapat mengatasi perasaan
berkurang dengan cemas.
kriteria hasil : 2. Instruksikan pasien 2.Tekhnik relaksasi
1. Pasien dapat untuk menggunakan yang diberikan pada
beristirahat. teknik relaksasi. klien dapat
2. Perasaan gelisah mengurangi
pasien berkurang. ansietas.

3. Mendengarkan 3.Klien dapat


1 penyebab kecemasan mengungkapkan
klien dengan penuh penyebab
perhatian kecemasannya
sehingga perawat
dapat menentukan
tingkat kecemasan
klien dan
menentukan
intervensi untuk
klien selanjutnya.

4. Mengobservasi
4. Observasi tanda
tanda verbal dan non
verbal dan non verbal
verbal dari
dari kecemasan klien
kecemasan klien
dapat mengetahui
tingkat kecemasan
yang klien alami.

Kolaborasi : Kolaborasi :
1. Menganjurkan 1. Dukungan keluarga
keluarga untuk tetap dapat memperkuat
mendampingi klien mekanisme koping
klien sehingga tingkat
ansietasnya berkurang

45
IMPLEMENTASI

Nama Pasien : Ny. R Dokter : Dr. R


No. RM : 004 Perawat : Z
Dx. Medis : Kehamilan Ektopik Terganggu Ruangan : Kemuning
Waktu NO TANDA
IMPLEMENTASI RESPON PASIEN
Tgl Jam DX TANGAN
19- 07.00- 1 Mandiri : Mandiri :
09-18 10.00 1. 07.00 WIB
1. Lakukan pengkajian nyeri
s/d S : Pasien mengatakan dapat
komprehensif yang meliputi
20- menjelaskan tentang rasa nyeri yang
lokasi, karakteristik,
03- ia rasakan meliputi lokasi,
onset/durasi frekuensi
2018 karakteristik, durasi, frekuensi,
kualitas,intensitas, atau
kualitas, intensitas, berat nyeri, dan
beratnya nyeri dan factor
factor pencetus kepada perawat.
pencetus.
O : Pasien dapat memaparkan
gambaran nyeri yang dirasakan
meliputi lokasi, karakteristik,
durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas, berat nyeri, dan factor
pencetus.
2. 07.10 WIB
2. Ajarkan pasien teknik
S : Pasien mengatakan setelah
distraksi dan relaksasi untuk
melakukan pengalihan rasa nyeri
pengontrolan nyeri sebelum
dan relaksasi dapat mengontrol
nyeri bertambah berat.
nyeri saat timbul.
O : Pasien melakukan tindakan
distraksi dan relaksasi dibantu oleh
perawat dan kelarga dan tampak
dapat mengontrol saat nyeri timbul.

3. Evaluasi pengalaman nyeri


dimasa lalu yang meliputi3. 07.20 WIB
riwayat nyeri kronik S : Pasien mengatakan dirinya dan

46
individu atau keluarga. keluarga tidak pernah merasakan
nyeri yang sama dimasa lalu
O : Pasien dan anggota keluarga
tidak memiliki riwayat penyakit
yang sama dimasa lalu.

4. Dukung istirahat tidur yang4. 07.30 WIB


adekuat untuk membantu S : Pasien mengatakan tidur dapat
penurunan nyeri. membantu mengontrol nyeri
O : Pasien diberikan dukungan oleh
perawat dan keluarga untuk tidur
yang adekuat.

5. Kendalikan factor
lingkungan yang dapat
mempengaruhi respon5. 07.40 WIB
pasien ketidak S : Pasien mengatakan suhu
terhadap
nyamanan misalnya, suhu ruangan yang sejuk dan keadaan
ruangan, pencahayaan, suara ruangan hening membantunya
bising. mengendalikan timbul nyeri tidak
terlalu sering
O : Setelah suhu ruangan
disesuaikan dan tidak ada
kebisingan pada ruangan pasien
tampak tenang.

6. Berikan informasi mengenai


nyeri, seperti penyebab6. 07.50 WIB
nyeri, berapa lama nyeri S : Pasien mengatakan memahami
akan di rasakan, dan berapa lama nyeri akan berlangsung
antisipasi kenyaman akibat dan antisipasi ketidaknyamanan
prosedur. saat nyeri timbul.

47
O : Saat diberikan pemahaman
kondisi nyeri pasien tampak
mengerti dan antusias

Kolaborasi :
Kolaborasi :
1. Berikan obat penurun nyeri
1. 08.00 WIB
atau analgestik
S : Pasien mengatakan sudah
meminum obat sesuai resep dokter.
O : Nyeri perlahan-lahan turun
dalam skala nyeri menggunakan
Comparative Pain Scale menjadi 5.
7.
8.

19- 13.00- 2 Mandiri : Mandiri :


09- 15.00
1. Catat respons fisiologis1. 08.30 WIB
2018
individual pasien terhadap S : Pasien mengatakan masih
s/d
perdarahan (mis. mudah lelah dan gelisah.
20-
Perubahan mental, O : Pasien tampak gelisah, pucat,
09-
kelemahan, gelisah, dan berkeringat.
2018
ansietas, pucat, dan
berkeringat).

2. 08.40 WIB
2. Monitor adanya tanda-
S : Pasien mengatakan sering
tanda dehidrasi (misalnya,
merasa haus.
turgor kulit buruk, CRT
O : Tugor kulit masih tampak
terlambat, nadi lemah, dan
buruk, CRT >3 detik.
sangat haus)

48
3. Pertahankan pencatatan
akurat subtotal
3. 09.00 WIB
cairan/darah selama terapi
penggantian. S : Tidak ada
O : Pasien mendapatkan cairan RL
500ml/8 jam

Kolaborasi :
Kolaborasi :

1. Berikan cairan atau darah


1. 09.00 WIB
sesuai indikasi.
S : Tidak ada
O : Perawat memberikan cairan IV
sesuai indikasi Dokter.

19- 16.00- 3 Mandiri : Mandiri :


09- 18.00 1. Gunakan pendekatan yang1. 09.30 WIB
2018 tenang dan meyakinkan. S : Pasien mengatakan merasa
s/d sedikit lebih tenang dari
19- sebelumnya
09- O : Peraawat melakukan
2018 pendekatan yang tenang dan
meyakinkan

2. Instruksikan pasien untuk2. 09.40 WIB


menggunakan teknik S : Pasien mengatakan lebih
relaksasi. tenang saat menggunakakn
Teknik relaksasi.
O : Perawat mengajarkan Teknik
relaksasi yang tepat.
3. Mendengarkan penyebab
kecemasan klien dengan3. 09.50 WIB
penuh perhatian S : Pasien mau bercerita tentang
masalah yang dihadapi

49
O : Perawat mendengarkan
dengan penuh perhatian.
4. 10.00 WIB
4. Observasi tanda verbal dan S : Tidak ada
non verbal dari kecemasan O : Perawat mengobservasi tanda
klien verbal dan non-verbal.

Kolaborasi :

Kolaborasi : 1. 10.10 WIB

1. Menganjurkan keluarga S : Pasien mengatakan


untuk tetap mendampingi mendapatkan dukungan dari
klien keluarga

O : Keluarga tampak berada selalu


Bersama klien.

50
EVALUASI
Nama Pasien : Ny. R Dokter : Dr. R
No. RM : 004 Perawat : Z
Dx. Medis : Kehamilan Ektopik Terganggu Ruangan : Kemuning
Waktu
DX SOAP TTD
Tgl Jam
21 07.00 Nyeri Akut b.d Agen S :
September WIB Pencedera Fisiologis - Pasien mengatakan dapat
2018 (Massa Adnexa Kiri) menjelaskan tentang rasa nyeri
d.d mengeluh nyeri yang ia rasakan meliputi lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi,
kualitas, intensitas, berat nyeri,
dan factor pencetus kepada
perawat.
- Pasien mengatakan setelah
melakukan pengalihan rasa nyeri
dan relaksasi dapat mengontrol
nyeri saat timbul.
- Pasien mengatakan dirinya dan
keluarga tidak pernah merasakan
nyeri yang sama dimasa lalu
- Pasien mengatakan tidur dapat
membantu mengontrol nyeri
- Pasien mengatakan suhu ruangan
yang sejuk dan keadaan ruangan
hening membantunya
mengendalikan timbul nyeri tidak
terlalu sering
- Pasien mengatakan memahami
berapa lama nyeri akan
berlangsung dan antisipasi
ketidaknyamanan saat nyeri
timbul.

51
- Pasien mengatakan sudah
meminum obat sesuai resep
dokter.

O:
- Pasien dapat memaparkan
gambaran nyeri yang dirasakan
meliputi lokasi, karakteristik,
durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas, berat nyeri, dan factor
pencetus.
- Pasien melakukan tindakan
distraksi dan relaksasi dibantu
oleh perawat dan kelarga dan
tampak dapat mengontrol saat
nyeri timbul.
- Pasien dan anggota keluarga tidak
memiliki riwayat penyakit yang
sama dimasa lalu.
- Pasien diberikan dukungan oleh
perawat dan keluarga untuk tidur
yang adekuat.
- Setelah suhu ruangan disesuaikan
dan tidak ada kebisingan pada
ruangan pasien tampak tenang.
- Saat diberikan pemahaman kondisi
nyeri pasien tampak mengerti dan
antusias
- Nyeri perlahan-lahan turun dalam
skala nyeri menggunakan
Comparative Pain Scale menjadi
5.

A : Masalah Teratasi
52
P : Intervensi Dihentikan

21 07.30 Hipovolemia b.d S :


September WIB Kehilangan Cairan - Pasien mengatakan masih mudah
2018 Aktif d.d Turgor kulit lelah dan gelisah.
menurun - Pasien mengatakan sering merasa
haus.
- Tidak ada
- Tidak ada

O:
- Pasien tampak gelisah, pucat, dan
berkeringat
- Tugor kulit masih tampak buruk,
CRT >3 detik.
- Pasien mendapatkan cairan RL
500ml/8 jam
- Perawat memberikan cairan IV
sesuai indikasi Dokter.

A : Masalah Teratasi Sebagian

P : Intervensi Dilanjutkan
20 08.00 Ansietas b.d Kurang S :
September WIB Terpapar Informasi - Pasien mengatakan merasa sedikit
2018 d.d pasien tampak lebih tenang dari sebelumnya
cemas - Pasien mengatakan lebih tenang
saat menggunakakn Teknik
relaksasi
- Pasien mau bercerita tentang
masalah yang dihadapi
- Tidak ada
- Pasien mengatakan mendapatkan

53
dukungan dari keluarga

O:
- Peraawat melakukan pendekatan
yang tenang dan meyakinkan
- Perawat mengajarkan Teknik
relaksasi yang tepat.
- Perawat mendengarkan dengan
penuh perhatian.
- Perawat mengobservasi tanda
verbal dan non-verbal.
- Keluarga tampak berada selalu
Bersama klien.

A : Masalah Teratasi

P : Intervensi Dihentikan

BAB IV

54
PENUTUP

1. Kesimpulan
Kehamilan ektopik adalah suatu kehamilan dimana sel telur yang dibuahi
berimplantasi dan tumbuhan diluar endometrium kavum uteri. Kehamilan ektopik
dapat mengalami abortus atau ruptur pada dinding tuba dan peristiwa ini dapat
disebut sebagai kehamilan ektopik terganggu.
Sebagian besar kehamilan ektopik terganggu berlokasi di tuba (90%) terutama
di ampula dan isthmus. Sangat jarang terjadi di ovariu, rongga abdomen, maupun
uterus. Keadaan- keadaan memungkinkan terjadinya kehamilan ektopik
sebelumnya, intertilitas, kontrasepsi yang memakai progestin dan tindakan abrsi.
Gejala yang muncul pada kehamilan ektopik terganggu tergantung lokasi dari
implantasi. Dengan adanya implantasi dapat meningkatkan vaskularisasi di tempat
tersebut dan berpotensial menimbulkan ruptur organ, terjadi perdarahan masif,
intertilitas, dan kematian. Hal ini dapat mengakibatkan meningkatnya angka
mortalitas dan morbilitas Ibu jika tidak mendapatkan penanganan secara tepat dan
cepat. Insiden kehamilan ektopik terganggu semakin meningkat pada semua
wanita terutama pada mereka yang berumur lebih dari 30 tahun. selain itu, adanya
kecenderungan pada kalangan wanita untuk menunda kehamilan sampai usia yang
cukup lanjut menyebabkan angka kejadiannya semakin berlipat ganda.

2. Saran
Guna penyempurnaan makalah ini, kelompok kami sangat mengharapkan
kritik, saran serta memasukan dari rekan-rekan pembaca khususnya dosen
pembimbing. Semoga makalah ini bermanfaat bagi rekan-rekan dalam membantu
kegiatan belajar kita.

DAFTAR PUSTAKA

55
Doenges, Marilynn E, Mary Frances Moorhouse dan Elice C. Geisser. 2000. Rencana
Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan
Pasien. Jakarta: EGC

Dochterman, J. M., & Bulechek, G. M. (2004). Nursing Interventions classification (NIC) (5th
ed.). America: Mosby Elseiver

Keliat, Budi Anna, dkk. 2015. Nanda Internasional Inc Diagnosis Keperawatan Edisi 10.
Jakarta: EGC

Moorhead, S., Jhonson, M., Maas, M., dan Swanson, L. (2008). Nursing Outcomes
Classification (NOC) (5th ed.). United state of America: Mosby Elsevier

Tim Pojka SDKI DPP PPNI, (2016) Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.Dewan
Pengurus Pusat PPNI

Leveno, Kenneth J. 2013. Manual Williams Komplikasi Kehamilan. Jakarta: EGC

Prawirohardjo, Sarwono. 1991. Ilmu Kebidanan. Jakarta :Bina Pustaka Sarwono


Prawirohardjo.

Cunningham, dkk. 2012. Obstetri Williams. Jakarta: EGC

56
57

Anda mungkin juga menyukai