Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN KASUS

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA

KASUS DEKUBITUS

OLEH :

NUR ILMI MARHIMI

PO.713241181026

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN MAKASSAR

PRODI D.III JURUSAN FISIOTERAPI

2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penanganan fisioterapi pada kondisi dekubitus ulces pasien post stroke.

Kita kehilangan sekitar satu gram sel kulit setiap harinya karena gesekan kulit pada

baju dan aktivitas higiene yang dilakukan setiap hari seperti mandi. Dekubitus dapat

terjadi pada setiap tahap umur, tetapi hal ini merupakan masalah yang khusus pada

penderita stroke dan lansia, karena masalah imobilitas.

Seseorang yang tidak im-mobil yang dan tidak hanya berbaring ditempat tidur

sampai berminggu-minggu tanpa terjadi dekubitus karena dapat berganti posisi beberapa

kali dalam sejam. Penggantian posisi ini, biarpun hanya bergeser, sudah cukup untuk

mengganti bagian tubuh yang kontak dengan alas tempat tidur.

Sedangkan im-mobilitas hampir menyebabkan dekubitus bila berlangsung lama.

Terjadinya ulkus disebabkan gangguan aliran darah setempat dan juga keadaan umum

dari penderita.

Dekubitus adalah kerusakan/kematian kulit sampai jaringan dibawah kulit, bahkan

menembus otot sampai mengenai tulang akibat adanya penekanan pada suatu area secara

terus menerus sehingga mengakibatkan gangguan sirkulasi darah setempat.

Walaupun semua bagian tubuh mengalami dekubitus, bagian bawah dari tubuhlah yang

terutama beresiko tinggi dan membutuhkan perhatian khsus.

Area yang biasa terjadi dekubitus adalah tempat diatas tonjolan tulang dan tidak

dilindungi oleh cukup dengan lemak sub kutan, misalnya daerah sakrum, daerah trokanter

mayor dan spina ischiadica superior anterior, daerah tumit dan siku.
Dekubitus merupakan suatu hal yang serius, dengan angka morbiditas dan

mortalitas yang tinggi pada penderita lanjut usia. Dinegara-negara maju, prosentase

terjadinya dekubitus mencapai sekitar 11% dan terjadi dalam dua minggu pertama dalam

perawatan.

Pasien stroke dan usia lanjut mempunyai potensi besar untuk terjadi dekubitus

karena perubahan kulit berkaitan dengan immobilitas tersebut, antara lain:

1. Berkurangnya jaringan lemak subkutan.

2. Berkurangnya jaringan kolagen dan elastin.

3. Menurunnya efesiensi kolateral kapiler pada kulit sehingga kulit menjadi lebih tipis

dan rapuh.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi dekubitus

Dekubitus sering disebut ulkus dermal / ulkus dekubitus atau luka tekan terjadi

akibat tekanan yang sama pada suatu bagian tubuh yang mengganggu sirkulasi

(Harnawatiaj, 2008).

Dekubitus adalah kerusakan atau kematian kulit sampai jaringan dibawah kulit,

bahkan menembus otot sampai mengenai tulang akibat adanya penekanan pada suatu area

secara terus-menerus sehingga mengakibtakan ganguan sirkulasi darah setempat

(Hidayat,2009).

Dekubitus merupakan nekrosis jaringan lokal yang cenderung terjadi ketika

jaringan lunak tertekan di antara tonjolan tulang dengan permukaan eksternal dalam

jangka waktu lama (National Pressure Ulcer Advisory Panel [NPUAP], 1989).

Ulkus Dekubitus  atau istilah lain Bedsores  adalah kerusakan/kematian kulit yang terjadi

akibat gangguan  aliran darah setempat dan iritasi pada kulit yang menutupi tulang yang

menonjol, dimana kulit tersebut mendapatkan tekanan dari tempat tidur, kursi roda, gips,

pembidaian atau benda keras lainnya dalam jangka waktu yang lama.

B. Epidemologi

Prevalensi adalah jumlah kasus yang ada dalam sebuah populasi pada saat waktu

tertentu (AHCPR, 1994). Angka prevalensi bervariasi pada berbagai keadaan klien .

Angka prevalensi yang dilaporkan dari rumah sakit berada di rentang antara 3% - 11%

(Allman, 1989), 11% (Meehan, 1994), 14% (Langemo dkk, 1989) dan 20% Leshem dan

Skelskey, 1994). (Angka prevalensi pada tempat perawatan pemulihan dan perawatan
jangka panjang berada pada rentang dari 3,5% Leshem dan Skelskey, 1994), 5% (Survey

McKnight, 1992), sampai 23% (Langemo dkk, 1989; Young 1989). Prevalensi dekubitus

pada individu yang dirawat di rumah tanpa supervisi atau dengan bantuan tenaga

professional tidak begitu jelas (AHCPR, 1994).

C. Etiologi

Luka Dekubitus disebabkan oleh kombinasi dari faktor ekstrinsik dan intrinsik

padapasien.

1. Faktor Ekstrinsik

a) Tekanan : kulit dan jaringan dibawahnya tertekan antara tulang dengan permukaan

keras lainnya, seperti tempat tidur dan meja operasi. Tekanan ringan dalam waktu

yang lama sama bahayanya dengan tekanan besar dalam waktu singkat. Terjadi

gangguan mikrosirkulasi lokal kemudian menyebabkan hipoksi dan

nekrosis. tekanan antar muka ( interface pressure). Tekanan antar muka adalah

kekuatan per unit area antara tubuh dengan permukaan matras. Apabila tekanan

antar muka lebih besar daripada tekanan kapiler rata rata, maka pembuluh darah

kapiler akan mudah kolap, daerah tersebut menjadi lebih mudah untuk terjadinya

iskemia dan nekrotik. Tekanan kapiler rata rata adalah sekitar 32 mmHg.

b) Gesekan dan pergeseran : gesekan berulang akan menyebabkan abrasi sehingga

integritas jaringan rusak. Kulit mengalami regangan, lapisan kulit bergeser terjadi

gangguan mikrosirkulasi lokal.

c) Kelembaban : akan menyebabkan maserasi, biasanya akibat inkontinensia, drain

dan keringat. Jaringan yang mengalami maserasi akan mudah mengalami


erosi. Selain itu kelembapan juga mengakibatkan kulit mudah terkena pergesekan

(friction) dan perobekan jaringan (shear). Inkontinensia alvi lebih signifikan dalam

perkembangan luka tekan daripada inkontinensia urin karena adanya bakteri dan

enzim pada feses dapat merusak permukaan kulit.

d) Kebersihan tempat tidur, alat-alat tenun yang kusut dan kotor, atau peralatan medik

yang menyebabkan klien terfiksasi pada suatu sikap tertentu juga memudahkan

terjadinya dekubitus.

2. Fase Intrinsik

a) Usia :  pada usia lanjut akan terjadi penurunan elastisitas dan vaskularisasi.Pasien

yang sudah tua memiliki resiko yang tinggi untuk terkena luka tekan karena kulit

dan jaringan akan berubah seiring dengan penuaan. Penuaan mengakibatkan

kehilangan otot, penurunan kadar serum albumin, penurunan respon inflamatori,

penurunan  elastisitas kulit, serta penurunan kohesi antara epidermis dan dermis.

Perubahan ini berkombinasi dengan faktor penuaan lain akan membuat kulit

menjadi berkurang toleransinya terhadap tekanan, pergesekan, dan tenaga yang

merobek.  Selain itu, akibat dari penuaan  adalah berkurangnya jaringan lemak

subkutan, berkurangnya jaringan kolagen dan elastin. menurunnya efesiensi

kolateral kapiler pada kulit sehingga kulit menjadi lebih tipis dan rapuh.

b) Penurunan sensori persepsi : Pasien dengan penurunan sensori persepsi akan

mengalami penurunan untuk merasakan sensari nyeri akibat tekanan diatas tulang

yang menonjol. Bila ini terjadi dalam durasi yang lama, pasien akan mudah terkena

luka tekan. karena nyeri merupakan suatu tanda yang secara normal mendorong

seseorang untuk bergerak. Kerusakan saraf (misalnya akibat


cedera, stroke, diabetes) dan koma bisa menyebabkan berkurangnya kemampuan

untuk merasakan nyeri.

c) Penurunan kesadaran : gangguan neurologis, trauma, analgetik narkotik.

d) Malnutrisi : Orang-orang yang mengalami kekurangan gizi (malnutrisi) tidak

memiliki lapisan lemak sebagai pelindung dan kulitnya tidak mengalami pemulihan

sempurna karena kekurangan zat-zat gizi yang penting.

Karena itu klien malnutrisi juga memiliki resiko tinggi menderita ulkus dekubitus.

Selain itu, malnutrisi dapat gangguan penyembuhan luka. Biasanya berhubungan

dengan hipoalbumin. Hipoalbuminemia, kehilangan berat badan, dan malnutrisi

umumnya diidentifikasi sebagai faktor predisposisi untuk terjadinya luka tekan.

Menurut penelitian Guenter (2000) stadium tiga dan empat dari luka tekan pada

orang tua berhubungan dengan penurunan berat badan, rendahnya kadar albumin,

dan intake makanan yang tidak mencukupi.

e) Mobilitas dan aktivitas : Mobilitas adalah kemampuan untuk mengubah dan

mengontrol posisi tubuh, sedangkan aktivitas adalah kemampuan untuk berpindah.

Pasien yang berbaring terus menerus ditempat tidur tanpa mampu untuk merubah

posisi beresiko tinggi untuk terkena luka tekan.Orang-orang yang tidak dapat

bergerak (misalnya lumpuh, sangat lemah, dipasung). Imobilitas adalah faktor yang

paling signifikan dalam kejadian luka tekan.

f) Merokok : Nikotin yang terdapat pada rokok dapat menurunkan aliran darah dan

memiliki efek toksik terhadap endotelium pembuluh darah. Menurut hasil

penelitian Suriadi (2002) ada hubungaan yang signifikan antara merokok dengan

perkembangan terhadap luka tekan.


g) Temperatur kulit : Menurut hasil penelitian Sugama (1992) peningkatan temperatur

merupakan faktor yang signifikan dengan resiko terjadinya luka tekan.

h) Kemampuan sistem kardiovaskuler menurun, sehingga perfusi kulit menurun.

i) Anemia

j) Hipoalbuminemia, beresiko tinggi terkena dekubitus dan memperlambat

penyembuhannya.

k) Penyakit-penyakit yang merusak pembuluh darah juga mempermudah terkena

dekubitus dan memperburuk dekubitus.

D. Patofisiologi

Tiga elemen yang mendasar terjadi dekubitus yaitu :

1) Intensitas tekanan dan tekanan yang menutup kapiler (Landis,1930)

2) Durasi dan besarnya tekanan (Koziak,1959)

3) Toleransi jaringan (Husain, 1953;Trumble, 1930)

Dekubitus terjadi sebagai hubungan antara waktu dengan tekanan(Stotts,

1988). Semakin besar tekanan, maka semakin besar pula insiden terbentuknya luka. Kulit

dan jaringan subkutan dapat mentoleransi beberapa tekanan. Tapi pada tekanan eksternal

terbesar daripada tekanan dasar kapiler akan menurunkan atau menghilangkan aliran

darah ke dalam jaringan sekitarnya. Jaringan ini menjadi hipoksia sehingga terjadi cedera

iskemia. Jika tekanan ini lebih besar dari 32mmHg dan tidak dihilangkan dari tempat

yang mengalami hipoksia, maka pembuluh darah kolaps dan thrombosis

(Maklebust,1987). Jika tekanan dihilangkan sebelum titik kritis maka sirkulasi pada

jaringan tersebut akan pulih kembali melalui mekanisme fisiologis hyperemia

reaktif.”karena kulit mempunyai kemampuan yang lebih besar untuk mentoleransi


iskemia dari otot, maka dekubitus dimulai di tulang dengan iskemia otot yang

berhubungan dengan tekanan yang akhirnya melebar ke epidermis”(Maklebust, 1995).

Pembentukan dekubitus juga berhubungan dengan adanya gaya gesek yang terjadi

saat menaikan posisi klien di atas tempat tidur . Efek tekanan juga dapat ditingkatkan

oleh distribusiberat badan yang tidak merata. Jika tekanan tekanan tidak terdistribusi

secara merata pada tubuh maka gradien tekanan jaringan yang mendapatkan tekanan akan

meningkat. Metabolisme sel kulit di titik tekanan mengalami gangguan. Respon

kompensasi jaringan terhadap iskemi yaitu hyperemia reaktif memungkinkan jaringan

iskemia dibanjiri dengan darah ketika tekanan dihilangkan. Peningkatan aliran darah

meningkatkan pengiriman oksigen dan nutrient ke dalam jaringan. Gangguan metabolic

yang disebabkan oleh tekanan dapat kembali normal. Hyperemia reaktif akan efektif 

hanya apabila tekanan dihilangkan sebelum terjadi kerusakan. Beberapa penelitian

merasa bahwa interval sebelum terjadi kerusakan berkisar antara 1 sampai 2 jam. Tetapi,

hal ini interval waktu subjectif, dan tidak berdasarkan data pengkajian klien.

E. TIPE ULKUS DEKUBITUS

Berdasarkan waktu yang diperlukan untuk penyembuhan dari suatu ulkus dekubitus

dan perbedaan temperatur dari ulkus dengan kulit sekitarnya, dekubitus dapat dibagi

menjadi tiga :

1) Tipe normal mempunyai beda temperatur sampai dibawah lebih kurang 2,5oC

dibandingkan kulit sekitarnya dan akan sembuh dalam perawatan sekitar 6 minggu.

Ulkus ini terjadi karena iskemia jaringan setempat akibat tekanan, tetapi aliran darah

dan pembuluh-pembuluh darah sebenarnya baik.


2) Tipe arterioskelerosis mempunyai beda temperatur kurang dari 1°C antara daerah

ulkus dengan kulit sekitarnya. Keadaan ini menunjukkan gangguan aliran darah akibat

penyakit pada pembuluh darah (arterisklerotik) ikut perperan untuk terjadinya

dekubitus disamping faktor tekanan. Dengan perawatan, ulkus ini diharapkan sembuh

dalam 16 minggu.

3) Tipe terminal terjadi pada penderita yang akan meninggal dunia dan tidak akan

sembuh.

F. PATOFISIOLOGI TERJADINYA DEKUBITUS

Tekanan daerah pada kapiler berkisar antara 16 mmHg-33 mmHg. Kulit akan tetap

utuh karena sirkulasi darah terjaga, bila tekanan padanya masih berkisar pada batas-batas

tersebut. Tetapi sebagai contoh bila seorang penderita immobil/terpancang pada tempat

tidurnya secara pasif dan berbaring diatas kasur busa maka tekanan daerah sakrum akan

mencapai 60-70 mmHg dan daerah tumit mencapai 30-45 mmHg.

Tekanan akan menimbulkan daerah iskemik dan bila berlanjut terjadi nokrosis

jaringan kulit. Percobaan pada binatang didapatkan bahwa sumbatan total pada kapiler

masih bersifat reversibel bila kurang dari 2 jam. Seorang yang terpaksa berbaring

berminggu-minggu tidak akan mengalami dakubitus selama dapat mengganti posisi

beberapa kali perjammnya. Selain faktor tekanan, ada beberapa faktor mekanik tambahan

yang dapat memudahkan terjadinya dekubitus;

1) Faktor teregangnya kulit misalnya gerakan meluncur ke bawah pada penderita dengan

posisi dengan setengah berbaring

2) Faktor terlipatnya kulit akiab gesekan badan yang sangat kurus dengan alas tempat

tidur, sehingga seakan-akan kulit “tertinggal” dari area tubuh lainnya.


3) Faktor teragangnya kulit akibat daya luncur antara tubuh dengan alas tempatnya

berbaring akan menyebabkan terjadinya iskemia jaringan setempat.

Keadaan ini terjadi bila penderita immobil, tidak dibaringkan terlentang mendatar,

tetapi pada posisi setengah duduk. Ada kecenderungan dari tubuh untuk meluncur

kebawah, apalagi keadaannya basah. Sering kali hal ini dicegah dengan memberikan

penhalang, misalnya bantal kecil/balok kayu pada kedua telapak kaki. Upaya ini hanya

akian mencegah pergerakan dari kulit, yang sekarang terfiksasi dari alas, tetapi rangka

tulang tetap cederung maju kedepan. Akibatnya terjadi garis-garis penekanan/peregangan

pada jaringan subkutan yang sekan-akan tergunting pada tempat-tempat tertentu, dan

akan terjadi penutupan arteriole dan arteri-arteri kecil akibat terlalu teregang bahkan

sampai robek. Tenaga menggunting ini disebut Shering Forces.

Sebagai tambahan dari shering forces ini, pergerakan dari tubuh diatas alas

tempatnya berbaring, dengan fiksasi kulit pada permukaan alas akan menyebabkan

terjadinya lipatan-lipatan kulit (skin folding). Terutama terjadi pada penderita yang kurus

dengan kulit yang kendur. Lipatan-lipatan kulit yang terjadi ini dapat

menarik/mengacaukan (distorsi) dan menutup pembuluh-pembuluh darah.

Sebagai tambahan dari efek iskemia langsung dari faktor-faktor diatas, masih harus

diperhatikan terjadinya kerusakan edotil, penumpukan trombosit dan edema. Semua

inidapat menyebabkan nekrosis jarigan akibat lebih terganggunya aliran darah kapiler.

Kerusakan endotil juga menyebabkn pembuluh darah mudah rusak bila terkena trauma.
G. KARAKTERISTIK DEKUBITUS

Karakteristik penampilan klinis dari dekubitus dapat dibagi sebagai berikut;

1) Derajat I : Reaksi peradangan masih terbatas pada epidermis, tampak sebagai daerah

kemerahan/eritema indurasi atau lecet.

2) Derajat II : Reaksi yang lebih dalam lagi sampai mencapai seluruh dermis hingga

lapisan lemah subkutan, tampak sebagai ulkus yang dangkal, degan tepi yang jelas dan

perubahan warna pigmen kulit.

3) Derajat III : Ulkus menjadi lebih dalam, meliputi jaringan lemak subkutan dan

menggaung, berbatasan dengan fascia dari otot-otot. Sudah mulai didapat infeksi

dengan jaringan nekrotik yang berbau.

4) Derajat IV : Perluasan ulkus menembus otot, hingga tampak tulang di dasar ulkus

yang dapat mengakibatkan infeksi pada tulang atau sendi.


Mengingat patofisiologi terjadinya dekubitus adalah penekanan pada daerah-daerah

tonjolan tulang, harusla diingat bahwa kerusakan jaringan dibawah tempat yang

mengalami dekubitus adalah lelih luas dari ulkusnya.

Jika tidak ditangani dengan baik, maka dekubitus dapat meningkat dari iritasi yang

kecil tanpa disertai dengan robeknya kulit sampai tahap yang dapat mengancam jiwa

pasien, baik oleh luasnya kerusakan kulit maupun infeksi.

H. DEKUBITUS PADA PENDERITA STROKE

Stroke merupakan penyakit gangguan fungsional otak berupa kelumpuhan

saraf/deficit neurologik akibat gangguan aliran darah pada salah satu bagian otak. Secara

sederhana stroke didefinisi sebagai penyakit otak akibat terhentinya suplai darah ke otak

karena sumbatan atau perdarahan, dengan gejala lemas / lumpuh sesaat atau gejala berat

sampai hilangnya kesadaran, dan kematian. Stroke bisa berupa iskemik maupun

perdarahan (hemoragik).

Pada stroke iskemik, aliran darah ke otak terhenti karena aterosklerotik atau bekuan

darah yang telah menyumbat suatu pembuluh darah, melaui proses aterosklerosis. Pada

stroke pendarahan (hemoragik), pembuluh darah pecah sehingga aliran darah menjadi

tidak normal, dan darah yang keluar merembes masuk ke dalam suatu daerah di otak dan

merusaknya.

Gejala dan Tanda Stroke

Secara detil gejala dan tanda stroke adalah:

1) Adanya serangan defisit neurologis fokal, berupa Kelemahan atau kelumpuhan

lengan atau tungkai atau salah satu sisi tubuh


2) Hilangnya rasa atau adanya sensasi abnormal pada lengan atau tungkai atau salah

satu sisi tubuh. Baal atau mati rasa sebelah badan, terasa kesemutan, terasa seperti

terkena cabai, rasa terbakar

3) Mulut, lidah mencong bila diluruskan

4) Gangguan menelan : sulit menelan, minum suka keselek

5) Bicara tidak jelas (rero), sulit berbahasa, kata yang diucapkan tidak sesuai

keinginan atau gangguan bicara berupa pelo, sengau, ngaco, dan kata-katanya

tidak dapat dimengerti atau tidak dipahami (afasia). Bicara tidak lancar, hanya

sepatah-sepatah kata yang terucap

6) Sulit memikirkan atau mengucapkan kata-kata yang tepat

7) Tidak memahami pembicaraan orang lain

8) Tidak mampu membaca dan menulis, dan tidak memahami tulisan

9) Tidak dapat berhitung, kepandaian menurun

10) Tidak mampu mengenali bagian dari tubuh

11) Hilangnya kendalian terhadap kandung kemih, kencing yang tidak disadari

12) Berjalan menjadi sulit, langkahnya kecil-kecil

13) Menjadi pelupa ( dimensia)

14) Vertigo ( pusing, puyeng ), atau perasan berputar yang menetap saat tidak

beraktifitas

15) Awal terjadinya penyakit (Onset) cepat, mendadak dan biasanya terjadi pada saat

beristirahat atau bangun tidur


16) Hilangnya penglihatan, berupa penglihatan terganggu, sebagian lapang pandangan

tidak terlihat, gangguan pandangan tanpa rasa nyeri, penglihatan gelap atau ganda

sesaat

17) Kelopak mata sulit dibuka atau dalam keadaan terjatuh

18) Pendengaran hilang atau gangguan pendengaran, berupa tuli satu telinga atau

pendengaran berkurang

19) Menjadi lebih sensitif: menjadi mudah menangis atau tertawa

20) Kebanyakan tidur atau selalu ingin tidur

21) Kehilangan keseimbangan, gerakan tubuh tidak terkoordinasi dengan baik,

sempoyongan, atau terjatuh

22) Gangguan kesadaran, pingsan sampai tidak sadarkan diri

Jadi perlu diperhatikan titik potensial untuk terjadinya dekubitus pada pasien post stroke
BAB III

PROSES FISIOTERAPI

A. FISIOTERAPI PADA PASIEN DEKUBITUS

PENGELOLAAN DEKUBITUS

Pengelolaan dekubitus diawali dengan kewaspadaan untuk mencegah terjadinya

dekubitus dengan mengenal penderita risiko tinggi terjadinya dekubitus, misalnya pada

penderita yang immobil dan konfusio.

Usaha untuk meremalkan terjadinya dekubitus ini antara lain dengan memakai

sistem skor Norton. Skor dibawah 14 menunjukkan adanya risiko tinggi untuk terjadinya

dekubitus. Dengan evaluasi skor ini dapat dilihat perkembangan penderita.

Tindakan berikutnya adalan menjaga kebersihan penderita khususnya kulit, dengan

memandikan setiap hari. Sesudah keringkan dengan baik lalu digosok dengan lotion,

terutama dibagian kulit yang ada pada tonjolan-tonjolan tulang. Sebaiknya diberikan

massase untuk melancarkan sirkulasi darah, semua ekskreta/sekreta harus dibersihkan

dengan hati-hati agari tidak menyebabkan lecet pada kulit penderita.


Tindakan selanjutnya yang berguna baik untuk pencegahan maupun setelah terjadinya

dekubitus adalah:

a. Meningkatkan status kesehatan penderita; umum; memperbaiki dan menjaga keadaan

umum penderita, misalnya anemia diatasi, hipoalbuminemia dikoreksi, nutirisi dan

hidrasi yang cukup, vitamin (vitamin C) dan mineral (Zn) ditambahkan. khusus; coba

mengatasi/mengobati penyakit-penyakit yang ada pada penderita, misalnya DM.

b. Mengurangi/memeratakan faktor tekanan yang mengganggu aliran darah;

1) Alih posisi/alih baring/tidur selang seling, paling lama tiap dua jam. Keberatan pada

cara ini adalah ketergantungan pada tenaga perawat yang kadang-kadang sudah

sangat kurang, dan kadang-kadang mengganggu istirahat penderita bahkan

menyakitkan.

2) Kasur khusus untuk lebih membagi rata tekan yang terjadi pada tubuh penderita,

misalnya; kasur dengan gelembung tekan udara yang naik turun, kasur air yang

temperatur airnya dapat diatur. (keberatan alat canggih ini adalah harganya mahal,

perawatannya sendir harus baik dan dapat rusak)

3) Regangan kulit dan lipatan kulit yang menyebabkan sirkulasi darah setempat

terganggu, dapat dikurangi antara lain;

a) Menjaga posisi penderita, apakah ditidurkan rata pada tempat tidurnya, atau

sudah memungkinakan untuk duduk dikursi.

b) Bantuan balok penyangga kedua kaki, bantal-bantal kecil utuk menahan tubuh

penderita, “kue donat” untuk tumit,

c) Diluar negeri sering digunakan kulit domba dengan bulu yang lembut dan tebal

sebagai alas tubuh penderita.


d) Pemberian electrical stimulation electrical stimulation pada kasus ulcer adalah

kombinasi yang efektif, dimana digunakan impuls LF DC dan dapat

diaplikasikan baik pada pengobatan kasus akut, subakut dan luka kronis.

electrical therapy terdiri dari alat terapi stimulasi dengan electrode yang dibalut

dan electrode yang dicelupkan. Elektrode yang kontak dengan luka adalah

electrode yang dibalut dengan balutan steril lapisan medical grade hydrogel yang

tidak hanya melembabkan luka tetapi juga mengabsorbsi cairan luka yang

berlebihan.

Begitu tampak kulit yang hiperemis pada tubuh penderita, khsusnya pada tempat-

tempat yang sering terjadi dekubitus, semua usaha-usahan diatas dilakukan dengan

lebih cermat untuk memperbaiki iskemia yang terjadi, sebab sekali terjadi

kerusakan jaringa upaya penyembuhan akan lebih rumit.

Bila sudah terjadi dekubitus, tentukan stadium dan tindakan medik menyesuaikan

apa yang dihadapi:

a) Dekubitus derajat I

Dengan reaksi peradangan masih terbatas pada epidermis;

kulit yang kemerahan dibersihkan hati-hati dengan air hangat dan sabun, diberi

lotion, kemudian dimassase 2-3 kali/hari.

b) Dekubitus derajat II.

Dimana sudah terjadi ulkus yang dangkal; Perawatan luka harus memperhatikan

syarat-syarat aseptik dan antiseptik. Daerah bersangkutan digesek dengan es dan

dihembus dengan udara hangat bergantian untuk meransang sirkulasi.


Dapat diberikan salep topikal, mungkin juga untuk meransang tumbuhnya

jaringan muda/granulasi, Penggantian balut dan salep ini jangan terlalu sering

karena malahan dapat merusakkan pertumbuhan jaringan yang diharapkan.

c) Dekubitus derajat III.

Dengan ulkus yang sudah dalam, menggaung sampai pada bungkus otot dan

sering sudah ada infeksi; Usahakan luka selalu bersih dan eksudat disusahakan

dapat mengalir keluar. Balut jangan terlalu tebal dan sebaliknya transparan

sehingga permeabel untuk masukknya udara/oksigen dan penguapan.

Kelembaban luka dijaga tetap basah, karena akan mempermudah regenarasi sel-

sel kulit. Jika luka kotor dapat dicuci dengan larutan NaCl fisiologis.

Antibiotik sistemik mungkin diperlukan.

d) Dekubitus derajat IV.

Dengan perluasan ulkus sampai pada dasar tulang dan sering pula diserta

jaringan nekrotik; Semua langkah-langkah diatas tetap dikerjakan dan jaringan

nekrotik yang adal harus dibersihkan , sebab akan menghalangi pertumbuhan

jaringan/epitelisasi.

Beberapa preparat enzim coba diberikan untuk usaha ini, dengan tujuan

mengurangi perdarahan, dibanding tindakan bedah yang juga merupakan

alternatif lain. Setelah jaringan nekrotik dibuang danluka bersih, penyembuhan

luka secara alami dapat diharapkan. Beberapa usaha mempercepat adalah antara

lain dengan memberikan oksigenisasi pada daerah luka,

Angka mortalitas dekubitus derajat IV ini dapat mencapai 40%.


BAB IV

PENUTUP

1. KESIMPULAN

Dekubitus adalah kerusakan/kematian kulit sampai jaringan dibawah kulit, bahkan

menembus otot sampai mengenai tulang akibat adanya penekanan pada suatu area secara

terus menerus sehingga mengakibatkan gangguan sirkulasi darah setempat . Dekubitus

dapat terjadi pada setiap tahap umur, tetapi hal ini merupakan masalah yang khusus pada

penderita stroke dan lansia, karena masalah imobilitas.

Luka Dekubitus disebabkan oleh kombinasi dari faktor ekstrinsik dan intrinsik pada

pasien.

Pasien stroke dan usia lanjut mempunyai potensi besar untuk terjadi dekubitus

karena perubahan kulit berkaitan dengan immobilitas tersebut, antara lain:

a. Berkurangnya jaringan lemak subkutan.

b. Berkurangnya jaringan kolagen dan elastin.

c. Menurunnya efesiensi kolateral kapiler pada kulit sehingga kulit menjadi lebih tipis

dan rapuh.
2. SARAN

a. Penderita dekubitus atau masyarakat pembaca untuk mengenali keluhan dekubitus

agar dapat sedini mungkin dan segera memeriksakan diri ke dokter atau fisioterapis.

b. Disarankan kepada para mahasiswa atau tenaga fisioterapis agar senantiasa

meningkatkan pengetahuan dan skill atau keterampilannya, mulai dari keterampilan

assessment hingga metode penanganan penyakit dekubitus, sehingga mampu

memberikan hasil terapi yang optimal kepada penderita.

c. Disarankan kepada para mahasiswa fisioterapis agar kelak dapat meningkatkan

edukasi pasien untuk latihan dekubitus pada post stroke khususnya.


DAFTAR PUSTAKA

http://Ansharphysio.blogspot.com/search/label/dekubitus ulcer diakses pada tanggal 13

agustus 2017.

www.fisioterapimakassar.info/search/penanganan-dekubitus-ppt diakses pada tanggal 13

agustus 2017.

Http.sairomaito.wordpress.com/beranda diakses pada tanggal 13 agustus 2017.

Anda mungkin juga menyukai