Anda di halaman 1dari 14

SKILL LAB

SKILL LAB

ADVANCED CARDIAC LIFE SUPPORT (ACLS)

DISUSUN OLEH:

YESI HASNELI N, S. Kp., MNS

FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS RIAU
TAHUN 2020
BANTUAN HIDUP DASAR

A. PENDAHULUAN
Resusitasi Jantung Paru (RJP) atau Cardiac Pulmonary Resusitation (CPR)
adalah teknik penyelamatan hidup yang bermanfaat pada banyak
kedaruratan, seperti serangan jantung, tenggelam, dimana pernafasan dan
denyut jantung seseorang berhenti. Ketika jantung berhenti, tiadanya
darah teroksigenasi dalam beberapa menit dapat menyebabkan kerusakan
otak yang tidak dapat diperbaiki. Kematian terjadi dalam 8 - 10 menit.
Perhitungan terhadap waktu adalah penting saat menolong pasien tidak
sadar yang tidak bernafas.

Pada tahun 1950, Peter Safar memperkenalkan nafas mulut ke mulut, bidan
mersesusitasi neonates. Pada tahun 1960, Kouwenhoven dkk mengenalkan
kompresi dada. selanjutnya Peter Safar memperkenalkan kombinasi keduanya,
sebagai dasar RJP yang saat ini digunakan. Yaitu yang dibutuhkan hanya dua
tangan.

Pemberian bantuan hidup dasar sangat diperlukan pada klien yang sedang
mengalami kegawadaruratan yaitu henti nafas dan atau henti jantung yang
bertujuan untuk mencegah berhentinya sirkulasi atau berhentinya respirasi dan
untuk memberikan bantuan eksternal terhadap sirkulasi dan ventilasi dari
korban yang mengalami henti jantung atau henti nafas.

B. TUJUAN PEMBELAJARAN
Mahasiswa dapat melakukan penatalaksanaan RJP. Tujuan khusus :
1. Mahasiswa dapat mengetahui indikasi RJP.
2. Mahasiswa mengetahui cara memeriksa dan mengatasi kegawatan C-A-B
3. Mahasiswa mengetahui jenis terapi yang diberikan sesuai kasus (secara
konsep).
C. ALAT DAN BAHAN
1. Panthom BHD
2. Monitor BHD
3. Face Shield BHD
4. Kapas alkohol (pembersih)
5. Ambu Bag
6. Oksigen por table
7. Spuit 5 cc
8. Alcohol swab
9. Handschoen
10. Masker
11. Infus set
12. Cairan infus RL
13. Stetoscope
14. Amiodaron
15. Epineprin
16. Dopamine
17. Atropine

D. PROSEDUR
Idealnya, RJP terdiri dari dua komponen : kompresi dada
dikombinasi dengan pernafasan bantuan mulut kemulut.Keterangan :
Perbandingan 30:2 antara lain juga untuk melatih anda melakukan tiupan
nafas buatan. Kompresi dada tapa diikuti tiupan dianjurkan AHA bagi orang
tidak atau kurang terlatih, tetap bisa life saving. Sejak 2015 AHA
menerapkan urutan CAB ( Compression-Airway-Breathing ) dengan alasan
bahwa masih ada sisa oksigen dari nafas terakhir diparu-paru dan aliran
darah, waktu yang terbuang dikala membuka jalan nafas, dan pemberian
nafas mouth to mouth yang sulit dilakukan oleh orang yang belum terlatih,
kecuali bagi bayu baru lahir karena biasanya penyebab arrest adalah asfiksia.
Nilai pasien sebelum mulai RJP:

1. Apakah pasien sadar atau tidak? Apakah pasien bernafas? Apakah


nadi karotis teraba?
2. Bila pasien tidak sadar, tepuk atau goyang bahunya dan berkata keras :
“Bagaimana keadaan anda ?”
3. Bila pasien tidak respons dan ada dua orang, seorang menelepon
nomor emergensi dan seorang mulai RJP. Bila anda sendiri dan
bisa segera menelepon, lakukan sebelum mulai RJP, kecuali anda
berpendapat bahwa pasien menjadi tidak sadar karena tidak dapat
bernafas atau tidak dapat udara (seperti pada tenggelam). Pada kasus
khusus ini, mulai RJP satu menit dan baru menelepon. Perhatikan
perbedaan pada RJP bayi dan anak.
4. Bila AED (Automatic External Defibrillator) tersedia, berikan
satu shock bila dianjurkan oleh mesin, lalu mulai RJP
INGAT Dr. CAB
Pikirkan Dr. CAB : Danger Remove (+ perlindungan diri), Cirulation,
Airway, and Breathing, untuk mengingat urutan yang akan dibahas
di bawah. Kerjakan cepat Kompresi dada dalam usaha memperbaiki
Sirkulasi, diikuti jalan Nafas dan Pernafasan.

CIRCULATION: Pulihkan sirkulasi darah dengan kompresi dada bila nadi


negative Push hard – Push fast
1. Letakkan telapak satu tangan di atas pertengahan dada pasien, antara
puting atau dua jari kaudal sudut kosta. Letakkan tangan lain di atas
tangan pertama. Posisikan siku lurus dan posisikan bahu tepat di posisi
segaris di atas posisi tangan.
2. Gunakan berat badan atas anda (tidak hanya tenaga lengan anda) saat anda
menekan lurus ke bawah (kompresi) pada dada sejauh 2 inci (sekitar 5 cm).
Tekan dengan kuat dan cepat, beri dua kompresi per detik, atau sekitar 120
kompresi per menit.
3. Setelah 30 kompresi, tekuk kepala ke belakang dan angkat dagu untuk
membuka jalan nafas. Siapkan memberi dua nafas bantuan. Pencet lubang
hidung dan berikan nafas pada mulut selama sedetik. Bila dada terangkat,
beri nafas bantu kedua. Bila dada tidak terangkat, ulangi menekuk
kepala, lakukan manuver angkat dagu dan berikan nafas bantu kedua.
Ini adalah satu siklus. Bila ada orang lain, perintahkan orang tersebut
memberikan dua nafas setelah anda melakukan 30 kompresi.
4. Bila pasien tidak respons setelah 5 siklus (sekitar 2 menit) dan AED (
automatic esternal defibrillator ) tersedia dan anda sudah pelatihan,
gunakan dan ikuti perintahnya. AHA ( American Heart Assosiation )
menganjurkan pemberian 1 shock, nilai RJP, mulai dengan kompresi
dada, untuk 2 menit sebelum memberikan shok kedua. Gunakan pad
pediatrik pada usia 1-8 tahun. Jangan gunakan AED pada bayi. Bila AED
/ petugas terlatih tidak tersedia, lanjut ke-5.
5. Lanjutkan RJP hingga ada tanda-tanda pergerakan atau hingga petugas
emergensi medik mengambil alih.

AIRWAY: Bersihkan jalan nafas


1. Letakkan pasien pada punggungnya di permukaan rata.
2. Berlutut antara leher dan bahu pasien.
3. Buka jalan nafas dengan menekuk kepala, manuver angkat dagu. Letakkan
telapak anda pada dahi pasien dan dengan mantap tekuk kepala
kebelakang. Kemudian tangan lain, dengan mantap angkat dagu ke depan
untuk membuka jalan nafas.
4. Periksa pernafasan normal, ambil waktu sekitar 5-10 detik: Lihat
gerakan dada, dengar bunyi nafas, dan rasakan nafas pasien pada pipi dan
telinga anda. Nafas cepat lewat mulut tidak dianggap akan menjadi
pernafasan normal. Bila pasien tidak bernafas, mulai pernafasan mulut ke
mulut.

BREATHING: Pernafasan untuk pasien tidak bernafas


Pernafasan pertolongan dapat dilakukan dari mulut ke mulut atau mulut ke
hidung bila mulut cedera berat atau tidak dapat dibuka.
1. Dengan jalan nafas terbuka (gunakan tekukan kepala, manuver angkat
dagu) pencet hidung untuk menutup lubang hidung untuk pernafasan
mulut ke mulut dan tutup mulut pasien dengan mulut anda, hingga tertutup
rapat.
2. Siapkan untuk pemberian dua nafas bantuan. Berikan nafas pertama,
berakhir dalam sedetik, sambil dilihat apakah dada bergerak naik. Bila
naik, berikan pernafasan kedua. Bila dada tidak naik, ulangi tekukan
kepala, manuver angkat dagu dan berikan nafas kedua. Ini adalah satu
siklus. Bila ada orang lain, perintahkan orang tersebut memberikan dua
nafas setelah anda melakukan 30 kompresi. (Perbandingan tetap 30:2, baik
bila dilakukan oleh satu maupun dua orang).
3. Kembali ke kompresi dada.

E. ALGORITMA BHD
BANTUAN HIDUP LANJUT

SKENARIO 1

Seorang laki-laki, usia 49 tahun ditemukan di depan Lift RS A dalam keadaan


terlentang tidak sadarkan diri. Oang pertama yang menemukan adalah perawat B.
Dengan segera perawat B mendekati orang tersebut.

Berdasarkan skenario di atas, apa yang harus dilakukan penolong untuk


penyelamatan awal?

SKENARIO 2
Seorang wanita, usia 60 Tahun dirawat di ruang CVCU dengan diagnosa medis
CHF, tampak terpasang monitor. Dari haemodinamik diketahui gambaran EKG
monitor sinus rhytm TD. 100/60 mmHg, HR 68 x/mnt, RR 24 x/mnt, sat O2 97 %.
Pada saat overran ganti sip dinas didapatkan pasien henti nafas dengan gambaran
EKG Vibrilasi Ventrikel.

Berdasarkan skenario di atas apa yang harus dilakukan oleh perawat?

A. PENDAHULUAN
Kejadian mati mendadak masih merupakan penyebab kematian utama baik
di Negara maju maupun negara berkembang seperti di Indonesia. Henti
jantung (cardiac arrest) bertanggungjawab terhadap 60 % dari angka
kematian penderita dewasa yang mengalami penyakit jantung koroner
(PJK). (PERKI, 2010)

Dari berbagai penelitian, pada sekitar 40 % pasien Sindroma Koroner


Akut (SKA) terjadi irama Fibrilasi Ventrikel yaitu suatu irama yang
menyebabkan henti jantung mendadak. Kebanyakan pasien mengalami
Takikardi Ventrikel sebelum akhirnya berubah menjadi VF. Dan pada saat
pasien alhirnya direkam irama jantungnya, irama jantung sudah
mengalami perburukan lagi menjadi asistol. Terapi Optimal mengatasi VF
adalah resusitasi jantung paru (RJP) dan Defibrilasi elektrik. (PERKI,
2010)

B. TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Mahasiswa mampu melakukan bantuan hidup lanjut pada kondisi henti
jantung
2. Mahasiswa mampu melakukan bantuan hidup lanjut pada kondisi
bradikardi
3. Mahasiswa mampu melakukan bantuan hidup lanjut pada kondisi
takikardi

C. SYARAT DAN PERSIAPAN


Pengetahuan dan keterampilan berikut ini dibutuhkan dalam melakukan
praktik Bantuan Hidup Jantung Lanjut.
- Keterampilan BHD
- Interpretasi irama EKG untuk irama inti BHJL
- Obat dan pengetahuan farmakologi dasar BHJL
- Aplikasi praktis irama dan obat-obatan BHJL
- Konsep tim resusitasi
Alat dan perlengkapan
- Panthom BHJL
- Defibrilator
- Ambu Bag
- O2
- Infus set
- Spuit + Obat-obatan
- Intubasi set (Jika ada)
Sumber Daya Manusia
Setiap tim terdiri dari 4 orang dengan pembagian sebagai berikut:
- Leader (1 orang)
- Sirkulator (1 orang)
- Resusitas (2 orang)

D. REFERENSI
AHA. 2015.
AGD 188. 2008. BTCLS
PERKI. 2010. Kursus Bantuan Hidup Lanjut. ACLS Indonesia

E. ALGORITMA

1. ALGORITMA HENTI JANTUNG

2. ALGORITMA BRADIKARDI

3. ALGORITMA TAKIKARDI

4. ALGORITMA ACUTE STROKE

F. PENUTUP
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam memberikan Bantuan Hidup
Jantung Lanjut:
 Kompresi kuat dan cepat (100-120x/mnt, kedalaman 5-6 cm
 Penghentian kompresi seminimal mungkin
 1 siklus RKP = 30 kompresi & 2 pernapasan, 5 siklus = 2 mnt
 Hindari hiperventilasi
 Bebaskan jalan napas
 Usahakan pasang ET
 Setelah ET terpasang, lakukan kompresi terus, berikan pernapasan 8-
10x/menit tanpa menghentikan kompresi
 Cek irama setiap 2 menit Usahakan setiap 2 menit ganti petugas
kompresi
 Menghentikan kompresi hanya pada saat cek irama & saat memberikan
shock
1. ALGORITMA HENTI JANTUNG
2. ALGORITMA BRADIKARDI

Managing Bradycardia
The ACLS Bradycardia Algorithm outlines the steps for assessing and managing a
patient who presents with symptomatic bradycardia. It begins with the decision
that the patient's heart rate is < 60 bpm and that is the reason for the patient’s
symptoms.
Steps
1. Decision: Heart rate is < 60 bpm and is symptomatic.
2. Assess and manage the patient using the primary and secondary surveys:
o Maintain patent airway.
o Assist breathing as needed.
o Administer oxygen if oxygen saturation is less than 94% or the
patient is short of breath.
o Monitor blood pressure and heart rate.
o Obtain a 12-lead ECG.
o Review patient's rhythm.
o Establish IV access.
o Complete a problem-focused history and physical exam.
o Search and treat possible contributing factors.
3. Answer two questions to help you decide if the patient's signs and
symptoms of poor perfusion are caused by the bradycardia (see Figure 2).
o Are the signs or symptoms serious, such as hypotension,
pulmonary congestion, dizziness, shock, ongoing chest pain,
shortness of breath, congestive heart failure, weakness or fatigue,
or acute altered mental status?
o Are the signs and symptoms related to the slow heart rate?
4. There may be another reason for the patient’s symptoms other than the
slow heart rate.
5. Decide whether the patient has adequate perfusion. The treatment
sequence is determined by the severity of the patient's clinical
presentation.
o If perfusion is adequate, monitor and observe the patient.
o If perfusion is poor, move quickly through the following actions:
 Prepare for transcutaneous pacing. Do not delay pacing. If
no IV is present pacing can be first.
 Consider administering atropine 0.5 mg IV if IV access is
available. This may be repeated every 3 to 5 minutes up to
3mg or 6 doses.
 If the atropine is ineffective, begin pacing.
 Consider epinephrine or dopamine while waiting for the
pacer or if pacing is ineffective.
 Epinephrine 2 to 10 µg/min
 Dopamine 2 to 20 µg/kg per minute
Progress quickly through these actions as the patient could be in pre-cardiac arrest
and need multiple interventions done in rapid succession: pacing, IV atropine, and
infusion of dopamine or epinephrine.
3. ALGORITMA TAKIKARDI
4. ALGORITME ACUTE STROKE
4. IMMEDIATE

The New 2010 guidelines for ACLS (Advanced cardiac life support)were change
last October 2010 by American Heart Association. Every 5 years they evaluates
the existing  guidelines base upon the data collected within previous 5 years to
determine if changes need to be made to improve the effectiveness of lifesaving
procedure. Therefore the New 2010 ACLS guidelines are also the guideline for
the next 4 years .

Below is just few of the many changes in the updated ACLS Guidelines, For
entire set of guidelines you may visit Circulation’s Journals.
New Guidelines of ACLS (Advanced cardiac life support) 2010
A-B-C to C-A-D

The ABCs alphabet that a lot of nurses know has changed to CAB- as in
Circulation first then Airway then Breathing ratio is still 30:2
compressions:breaths. Although ventilations are an important part of resuscitation,
evidence shows that compressions are the critical element in adult resuscitation.
Compressions are often delayed while providers open the airway and deliver
breaths. If a pulse is not detected within 10 seconds, do start compressions
without further delay.
Chest compression changes

The new changes to chest compression required that


 Depress the adult sternum at least 2 inches, rather than the previous
recommendation of 1 ½ to 2 inches deeper compressions are required to
generate the pressures necessary to perfuse the coronary and cerebral
arteries.
 Compressions should be performed at a rate of at least 100/minute each set
of 30 compressions should take approximately 18 seconds or less.
 Interval between stopping chest compression and shock delivery should be
encouraged. By minimizing the pause between compressions and shock
improves the chances of shock success
 Checking for a pulse in an unresponsive individual now requires less than
10 seconds chest compressions aren’t delayed.
 Lastly, mistakenly doing chest compression on someone with a pulse does
little harm compared to not doing compressions on someone without a
pulse.

The four most important points of changes in electrical therapy


1. Minimize the interval between stopping compressions and delivering
shocks .CPR should resume  immediately after the shock delivery.
2. Chest compressions should continue while the defibrillator is charging.
Prior to delivering a shock, team leader is responsible for the safety of
team members
3. Patients in asystolic cardiac arrest is not recommended for Pacing
4. In both defibrillation and cardioversion if the initial shock fails, providers
should increase the dose in gradual.
The four new ACLS (Advanced cardiac life support) medication protocols
recomended
1. Atropine is no longer recommended for routine use in the management of
pulseless electrical activity (PEA) or asystole, due to a lack of any
observed therapeutic benefit.
2. Adenosine is recommended for the treatment of stable, undifferentiated
wide-complex tachycardia when the rhythm is regular and the QRS
waveform is monomorphic.
3. Intravenous chronotropic agents are recommended as an effective
alternative to external pacing for individuals with symptomatic or unstable
bradycardia.
4. Oxygen supplementation for uncomplicated acute coronary syndromes is
no longer routinely indicated and should only be applied if the
oxyhemoglobin saturation is less than or equal to 94 percent.

Anda mungkin juga menyukai