Anda di halaman 1dari 5

1.

Analisis multivariat Faktor-Faktor Kejadian Skabies

Analisis multivariat dilakukan untuk mengetahui faktor yang paling

berpengaruh terhadap kejadian skabies di Pondok Pesantren Nurul Islam

Desa Karangjati Sampang Cilacap menggunakan uji regresi logistik

dengan menggunakan metode Enter. Seluruh variabel bebas dimasukan

dengan pertimbangan dari hasil uji bivariat diperoleh nilai p < 0,25

(Dahlan, 2011). Berdasarkan hasil uji regresi logistik diketahui semua

variabel bebas masuk dalam regresi logistik. Hasil anaalisis disajikan

pada tabel berikut ini :

Tabel 4.3. Hasil Analisis multivariat dengan Regresi Logistik

Variabel B OR 95%CI p
Lower Upper
Pengetahuan Kurang baik 1,276 3,583 0,486 - 26,397 0,210
Sikap Negatif 2,922 6,835 1,658 - 28,182 0,008
Personal Hygiene Kurang baik 0,908 2,479 0,217 - 28,262 0,465
Status Ekonomi <UMK 2,346 10,446 0,677 -161,178 0,093
Jenis Kelamin Laki-laki 1,494 4,456 1,122 - 17,700 0,054

Constant -4,234 0,014


2
Nagelkerke R 0,482
Tabel 4.3, menunjukan bahwa dari 5 variabel bebas yaitu

pengetahuan, sikap,personal hygiene, status ekonomi dan jenis kelamin,

didapatkan hasil bahwa sikap merupakan sebagai faktor paling dominan.

Ada hubungan yang signifikan antara sikap dengan kejadian skabies, OR

= 6,835 (95%CI : 1,658-28,182). Sikap negatif berpeluang hampir 7 kali

lipat lebih besar mengalami skabies daripada sikap positif.


Konstribusi variabel pengetahuan, sikap, personal hygiene, status

ekonomi dan jenis kelamin terhadap kejadian skabies sebesar 48,2%,

sisanya dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diteliti.

Proporsi (persentase) besarnya peluang santri bersikap negatif

terhadap kejadian skabies, adalah sebagai berikut :

1 1
P= −y
¿ P= −(−4,234 +2,922(1))
1+e 1+2,7

1
P=
1+2,7−(−1 ,312)

1
P=
3,71 , 312

1
P= = 0,18 = 18%
5,56

Dengan demikian, probabilitas untuk kejadian skabies pada santri

jika sikapnya negatif yaitu sebesar 18%, sisanya (100%-18%) = 82%

disebabkan oleh faktor lain yang tidak diteliti.

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil uji regresi logistik terhadap 5 variabel bebas

yaitu pengetahuan, sikap, personal hygiene, status ekonomi dan jenis

kelamin, didapatkan hasil bahwa sikap santri dianggap sebagai faktor

paling dominan terhadap kejadian skabies, Ada hubungan yang

signifikan antara sikap dengan kejadian skabies, OR = 6,835 (95%CI :

1,658-28,182). Sikap negatif berpeluang hampir 7 kali lipat lebih besar

mengalami skabies daripada sikap positif. Konstribusi tiap variabel


terhadap kejadian skabies sebesar 48,2%, sisanya dipengaruhi oleh

variabel lain yang tidak diteliti. Probabilitas untuk kejadian skabies pada

santri jika sikapnya negatif yaitu sebesar 18%, sisanya 82% disebabkan

oleh faktor lain yang tidak diteliti.

Sikap merupakan faktor yang paling besar berpengaruh dalam

penelitian ini, sikap yaitu respon perilaku santri dalam kejadian skabies.

Sikap ini diartikan sebagai semakin negatif sikap santri tentang penyakit

skabies, maka akan semakin besar angka kejadian skabies di Pondok

Pesantren Nurul Islam Desa Karangjati.

Yusli (2016) dalam penelitiannya menyatakan bahwa sikap yang

buruk dapat menciptakan timbulnya perilaku santri yang berisiko dalam

penularan skabies. Status kesehatan dipengaruhi oleh beberapa faktor

diantaranya adalah sikap seseorang dalam merespon suatu penyakit.

Sikap santri sangat penting peranannya dalam pencegahan skabies

dilingkungan asrama pondok yang membutuhkan kebersihan perorangan

serta perilaku yang sehat. Sikap yang dimiliki oleh santri diharapkan

dapat berpengaruh terhadap perilaku mereka.

Sesuai penelitian Raza (2009) di barak asrama tentara Pakistan

menunjukan bahwa orang-orang yang tinggal di asrama berasal dari

sosialkultural yang berbeda dan memiliki kebiasaan yang berbeda yang

erat kaitannya mempengaruhi sikap seseorang. Dalam kehidupan

bermasyarakat, individu yang mempunyai sikap buruk dapat berdampak


buruk juga pada orang lain disekitar, akibatnya dalam penyebaran

penyakit menular yaitu skabies.

Hasil penelitian Hasna (2016), menyatakan bahwa hasil analisis

multivariat menunjukkan santri dengan sikap kurang 1,937 kali lebih

berisiko terhadap kejadian skabies daripada santri dengan sikap cukup

atau baik. Variabel ini merupakan variabel kedua yang berpengaruh

terhadap kejadian penyakit skabies, setelah perilaku. Hal ini dikarenakan

sikap dapat dipengaruhi oleh pengetahuan, yang kemudian dibenarkan

dengan tindakan atau perilaku dari seseorang. Apabila sikap mengenai

skabies minim, maka akan berpengaruh terhadap perilaku santri dalam

pencegahan skabies.

Ma’rufi (2012) menambahkan bahwa sikap santri yang buruk,

misalnya menganggap bahwa tidak akan dikatakan santri kalau kita tidak

terkena skabies merupakan faktor yang berperan dalam kejadian skabies.

Dengan adanya sikap tersebut, maka santri terkesan menerima penyakit

skabies sebagai suatu penyakit yang wajib diderita, dan bukannya suatu

penyakit yang bisa kita hindari bahkan kalaupun terkena bisa kita obati.

Sikap santri yang cenderung menerima penyakit skabies, dan tidak

berusaha untuk mengobati bisa menjadi faktor yang berperan dalam

tingginya angka kejadian skabies di pondok pesantren. Untuk itu ke

depan, perlunya pihak pondok pesantren dan petugas kesehatan

memberikan pengertian dan pengetahuan yang benar mengenai penyakit

gatal ini. Sehingga, santri sendiri bersikap bahwa skabies dan penyakit
gatal lainnya itu bisa disembuhkan dan bukannya suatu penyakit yang

“wajib” mereka derita.

Anda mungkin juga menyukai