Anda di halaman 1dari 28

APLIKASI KEPERAWATAN TRANSKULTURAL DALAM BERBAGAI

MASALAH KESEHATAN PASIEN

DISUSUN OLEH :

AYU PRATIKAWATI (2014901055)


INDIRA ARIANI ( 2014901065)

POLITENIK KESEHATAN KEMENKES TANJUNGKARANG

JURUSAN KEPERAWATAN

PRODI PROFESI NERS

TAHUN 2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT karena dengan ridho-Nya juga
lah, kami dapat menyusun serta dapat menyelesaikan tugas makalah ini yang berjudul
"Aplikasi Keperawatan Transkultural Dalam Berbagai Masalah Kesehatan Pasien".
Penyusunan makalah ini bertujuan untuk menyelesaikan tugas mata kuliah
Keperawatan Psikososial dan Budaya .

Kami menyadari, meskipun kami telah berusaha dengan sebaik-baiknya dalam


menyelesaikan makalah ini. Tetapi, kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari
kesempurnaan.

Karena itu, kami mohon kritik serta saran, yang kiranya dapat membangun bagi
kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang lebih baik lagi dan kami
berharap makalah ini dapat memberikan manfaat bagi seluruh pembacanya. Amin Ya
robbal alamin.

B. Lampung, September 2020

Kelompok 14

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..................................................................................................i

DAFTAR ISI................................................................................................................ii

BAB I .............................................................................................................................
A. Latar Belakang....................................................................................................3
B. Rumusan Masalah...............................................................................................3

C. Tujuan ..........................................................................................................................3

BAB II ............................................................................................................................
2.1 Perspektif Transkultural dalam Keperawatan...................................................4
2.2 Aplikasi Transkultural Pada Masalah Kesehatan............................................13
2.3 Aplikasi Transkultural Pada Gangguan Mental..............................................15
BAB III PENUTUP.......................................................................................................
A. Kesimpulan.......................................................................................................18
B. Saran.................................................................................................................18

DAFTAR PUSTAKA

i
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Dengan menjalankan tugas sebagai perawat banyak perubahan-perubahan yang
ada baik di lingkungan maupun klien. Perawat harus menghadapi berbagai perubahan
di era globalisasi ini termasuk segi pelayanan kesehatannya. Perpindahan penduduk
menuntut perawat agar dapat menyesuaikan diri dengan budayanya dan sesuai dengan
teori-teori yang dipelajari. Dalam ilmu keperawatan banyak sekali teori-teori yang
mendasari ilmu tersebut. Termasuk salah satunya teoru yang mendasari bagaimana
sikap perawat dalam menerakan asuhan keperawatan. Salah satu teori yang
diaplikasikan dalam asuhan keperawatan adalah teori Leininger tentang
“Transcultural Nursing”.
Dalam teori ini transcultural nursing didefinisikan sebagai area yang luas dalam
keperawatan yang fokusnya dalam komparatif studi dan analisis perbedaan kultur dan
subkultur dengan menghargai perilaku caring, nursing care, dan nilai sehat sakit,
kepercayaan dan pola tingkah laku dengan tujuan perkembangan ilmu dan humanistik
body of knowledge untuk kultur yang universal dalam keperawatan. Dalam hal ini
diharapkan adanya kesadaran terhadap perbedaan kultur berarti perawat yang
profesional memiliki pengetahuan dan praktik berdasarkan kultur secara konsep
perencanaan dalam praktik keperawatan. Tujuan penggunaan keperawatan
transkultural adalah untuk mengembangkan sains dan keilmuan yang humanis
sehingga tercipta praktik keperawatan pada kultur yang spesifik dan kultur yang
universal. Kultur yang spesifik adalah kultur dengan nilai-nilai dan norma spesifik
yang dimiliki olh kelompok tertentu. Kultur yang universal adalah nilai-nilai dan
norma-norma yang diyakini dan dilakukan hampir semua kultur (Leininger, 1979).
Leininger mengembangkan teorinya dari perbedaan kultur dan universal
berdasarkan kepercayaan bahwa masyarakat dengan perbedaan kultur dapat menjadi
sumber informasi dan menentukan jenis perawatan yang diinginkan karena kultur
adalah pola kehidupan masyarakat yang berpengaruh terhadap keputusan dan

2
tindakan. Cultur Care adalah teori yang holistik karena meletakkan di dalamnya
ukuran dari totalitas kehidupan manusia dan berada selamanya, termasuk sosial
struktur, pandangan dunia, nilai kultural, ekspresi bahasa dan etnik serta sistem
profesional.

1.2.Rumusan Masalah
1.   Apa perspektif kultural pada keperawatan?
2.   Bagaimana aplikasi transkultural pada masalah kesehatan?
3.   Bagaimana aplikasi transkultural pada gangguan mental?

1.3.Tujuan
1.      Untuk mengetahui perspektif kultural pada keperawatan
2.      Untuk mengetahui aplikasi transkultural pada masalah kesehatan
3.      Untuk mengetahui aplikasi transkultural pada gangguan mental

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Perspektif Transkultural dalam Keperawatan


2.1.1 Keperawatan Transkultural dan globalisasi dalam pelayanan kesehatan
Budaya dapat didefinisikan sebagai sifat nonfisik, seperti nilai, keyakinan,
sikap dan kebiasaan yang dibagi bersama oleh sekelompok orang dan diwariskan dari
satu generasi ke generasi berikutnya (Spector, 2000). Budaya juga menentukan
persepsi tentang kesehatan, bagaimana informasi perawatan kesehatan diterima,
bagaimana hak dan perlindungan dilaksanakan, apa yang dianggap sebagai masalah
kesehatan dan bagaimana gejala serta kekhawatiran mengenai masalah kesehatan
diungkapkan, siapa yang harus memberikan pengobatan dan bagaiman, serta jenis
pengobatan apa yang harus dilakukan (Kozier, 2010).

Keperawatan transkultural didefinisikan oleh Leininger (2002) sebagai


penelitian perbandingan budaya untuk memahami persamaan (budaya universal) dan
perbedaan (budaya tertentu) di antara kelompok manusia. Tujuan keperawatan
transkultural adalah bentuk pelayanan yang sama secara budaya atau pelayanan yang
sesuai pada nilai kehidupan individu dan arti yang sebenarnya. Mengetahui nilai-nilai
pelayanan budaya klien, arti, kepercayaan, dan praktiknya sebagai hubungan antara
perawat dan pelayanan kesehatan mewajibkan perawat untuk menerima aturan pelajar
atau teman sekerja dengan klien dan keluarganya dalam bentuk karakteristik arti dan
keuntungan dalam pelayanan (Leininger, 2002).

Pelayanan kompeten secara budaya adalah kemampuan perawat


menghilangkan perbedaan dalam pelayanan, bekerja sama dengan budaya yang
berbeda, serta membuat klien dan keluarganya mencapai pelayan yang penuh arti dan
suportif. Contohnya, perawat yang mengetahui tentang kebudayaan kliennya, maka

4
perawat memerlukan dukungan dalam menyesuaikan keadaan klien. Klien juga
membutuhkan informasi, perundingan, dan permintaan.

Kompetensi budaya adalah proses perkembangan kesadaran budaya,


pengetahuan, keterampilan, pertemuan, dan keinginan. Perawat harus bisa
mengintrospeksi tentang latar belakang dirinya. Perawat juga harus memiliki
pengetahuan yang merupakan perbandingan antar kelompok. Keterampilan budaya
termasuk pengkajian social maupun budaya yang mempengaruhi pengobatan dan
perawatan klien. Pertemuan sebagai mediapembelajaran. Keinginan sebagai motivasi
dan komitmen pelayanan.

Konflik budaya juga dapat muncul dalam proses keperawatan. Konflik budaya
yang muncul dapat berupa etnosentrisme, pemikiran bahwa cara hidup yang dianut
lebih baik dibandingkan dengan budaya lain. Hal ini menyebabkan adanya pilihan
untuk mengabaikan budaya dan menggunakkan nili-nili dan gaya hidup mereka
sebagai petunjuk dalam berhubungan dengan klien dan menafsirkan tingkah laku
mereka.

Globalisasi menyebabkan tuntutan asuhan keperawatan semakin besar.


Perpindahan penduduk dan pergeseran tuntutan keperawatan dapat terjadi. Perawat
yang tidak mampu menyesuaikan asuhan keperawatan terhadap kondisi yang ada
akan menyebabkan penurunan kualitas pada pelayanan keperawatan. Oleh karena itu,
hal ini menyebabkan dibutuhkannnya peningkatan terhadap profesi keperawatan.
Peningkatan pengetahuan, koordinasi antar profesi atau tenaga kerja kesehatan lain
sangat diperlukan. Perawat harus lebih aktif dalam menghadapi globalisasi terutama
dalam pelayanan kesehatan.

2.1.2 Konsep dan Prinsip dalam Asuhan Keperawatan Transkultural

Jika pemahaman mengenai latar belakang etnik, budaya, dan agama yang
berbeda antar klien baik, maka akan dapat meningkatkan pemberian asuhan

5
keeperawatan secara efektif. Kozier (2004) menjelaskan beberapa konsep yang
berhubungan dengan asuhan keperawatan transkultural ini.

a) Subkultur

Sebuah subkultur biasanya terdiri dari orang-orang yang mempunyai suatu identitas
yang berbeda. Namun masih dihubungkan dengan suatu kelompok yang lebih besar.

b) Enkultural

Enkultural digunakan untuk mendeskripsikan orang yang menggabungkan


(persilangan) dua budaya, gaya hidup, dan nilai-nilai (Giger & Davidhizar, 1999).

c) Keanekaragaman

Keanekaragaman menunjuk pada fakta atau status yang menjadikan perbedaan.


Diantaranya, ras, jenis kelamin, orientasi seksual, etnik kebudayaan, status ekonomi-
sosial, tingkat pendidikan, dan lain-lain.

d) Akulturasi

Proses akulturasi terjadi saat seseorang beradaptasi dengan ciri budaya lain. Anggota
dari sebuah kelompok budaya yang tidak dominan seringnya terpaksa belajar
kebudayaan baru untuk bertahan. Hal ini juga dapat didefinisikan sebagai perubahan
pola kebudayaan terhadap masyarakat dominannya (Spector, 2000).

e) Asimilasi

Asimilasi merupakan proses seorang individu berkembang identitas kebudayaannya.


Asimilasi berarti menjadi seperti anggota dari kebudayaan yang dominan. Beberapa
aspeknya, seperti tingkah laku, kewarganegaraan, ciri perkawinan, dan sebagainya.
Di sini, seseorang atau kelompok kehilangan beberapa kebudayaan aslinya untuk
kemudian membentuk kebudayaan baru bersama dengan yang lain. Hal ini ditujukan
untuk membentuk interaksi yang baik.

6
Ada beberapa faktor kebudayaan yang menjadi pertimbangan toleransi, diantaranya:

1. Ras

Ras merupakan klasifikasi orang-orang yang dibagi berdasarkan karakteristik


biologis, tanda keturunan (genetik) dan corak. Orang dengan ras yang sama,
umumnya mempunyai banyak persamaan karakter. Namun, penting untuk diketahui
bahwa tidak semua orang dengan ras yang sama memiliki kebudayaan yang sama
pula.

2. Prasangka

Prasangka merupakan sebuah kepercayaan negatif atau kecenderungan yang


menyamaratakan pada satu kelompok dan hal tersebut akan menuntut pada dakwaan.
Hal ini terjadi karena orang yang berprasangka tidak mengetahui penuh budaya orang
yang diprasangkai atau orang tersebut membuat penyamarataan pandangan
berdasarkan pengalamannya dengan seorang individu dari kelompok tersebut
terhadap semua anggota kelompok itu.

3. Stereotipe

Stereotipe adalah menyamakan seluruh anggota dari sebuah kebudayaan atau


kelompok etnik bahwa mereka semua mirip/ sama. Stereotipe mungkin berdasarkan
penyamaan yang ditemukan pada penelitian atau mungkin tidak berhubungan dengan
kenyataan. Di sini, perawat harus tahu bahwa tidak semua orang dari kelompok
tertentu memiliki kepercayaan kesehatan yang sama, praktik dan nilai yang sama
pula.

4. Diskriminasi

7
Diskriminasi merupakan pembedaan perlakuan individu atau kelompok
berdasarkan kategori, seperti ras, etnik, jenis kelamin, dan kelas sosial. Terjadi jika
seseorang bertindak merugikan atau menyangkal hak pokok individu lain atau lebih.

5. Culture Shock

Culture shock adalah suatu guncangan atau ketidaknyamanan yang terjadi


sebagai respons atas pergantian/ perpindahan dari satu kebudayaan ke kebudayaan
lain. Ini terjadi jika seseorang pindah dari satu lokasi geografi ke lokasi lain atau
berimigrasi ke negara baru.

Salah satu cara untuk menganalisis keyakinan adalah dengan menggunakan


heritage consistensy. Heritage consistensy dikembangkan oleh Estes dan Zitzaw
(1980). Teori ini menggambarkan tingkat gaya hidup yang mencerminkan konteks
kultural (Potter & Perry, 2009). Hal ini memungkinkan kita mengkaji keyakinan
tentang kesehatan dengan menentukan ikatannya dengan keyakinan tradisionalnya.

A. Budaya

Budaya menggambarkan sifat nonfisik, seperti keyakinan, sikap atau adat-


istiadat suatu masyarakat yang diturunkan dari generasi ke generasi selanjutnya.
Budaya merupakan kumpulan keyakinan, kebiasaan, praktik, kesukaan, norma, adat-
istiadat, ketidaksukaan dan ritual yang dipelajari dari keluarga selama sosialiasasi
bertahun-tahun (Potter & Perry, 2009). Di dalam budaya tidak hanya terbatas pada
komunikasi lisan, tetapi juga yang lain. Contoh, cara membuat kontak mata,
menyentuh tubuh, dan memegang tangan.

B. Etnisitas

Etnisitas adalah rasa identitas diri yang berkaitan dengan kelompok kultur
sosial umum dan warisan budaya (Potter & Perry, 2009). Karakteristik dari suatu
etnik mencakup bahasa dan dialek, status perpindahan, suku bangsa, dan kepercayaan

8
serta praktek religius. Sehingga, etnisitas sangat kompleks, sukar dipahami dan
didefinisikan dengan kurang jelas.

C. Religi

Religi adalah keyakinan dalam suatu kekuatan sifat ketuhanan atau di luar
kekuatan manusia yang harus dipatuhi dan diibadatkan sebagai pencipta dan pengatur
alam semesta ((Abramsom, 1980) dalam Fundamental Keperawatan). Nilai religi
berfungsi untuk mengklarifikasi etnisitas lebih jauh. Klien berasal dari budaya yang
berbeda. Di dalamnya mencakup latar belakang etnis, keagamaan, dan budaya.
Konsistensi warisan budaya ini membantu cara pemahaman terhadap klien bagaimana
mereka menginterpretasikan kesehatan atau penyakit dengan cara modern atau
tradisional. Selain heritage consistensy, ada 6 fenomena kultural yang diidentifikasi
oleh Giger & Davidhizar (1995). Keenam fenomena ini terdiri dari:

1. Kontrol Lingkungan

Mengacu pada kemampuan dari anggota kelompok kultural tertentu untuk


merencanakan aktivitas yang mengontrol sifat dan faktor keturunan langsung (Giger
& Davidhizar, 1995). Di dalamnya mencakup keyakinan tradisional tentang
kesehatan dan penyakit, pengobatan tradisional dan penggunaan penyembuh
tradisional. Sehingga, fenomena ini berperan penting dalam cara klien berespons
terhadap pengalaman yang berhubungan dengan kesehatan.

2. Variasi Biologis

Seseorang dari satu kelompok kultural pasti mempunyai variasi biologis berbeda
dengan kelompok kultural lainnya. Beberapa contoh signifikan yang dapat dijadikan
pertimbangan, yaitu:

- Struktur dan bentuk tubuh

- Warna kulit

9
- Variasi enzimatik dan genetik

- Kerentanan terhadap penyakit

- Variasi nutrisi

3. Organisasi Sosial

Lingkungan sosial tempat seseorang dibesarkan dan bertempat tinggal berperan


penting dalam perkembangan dan identitas kultural mereka. Proses sosialisasi ini
menjadi suatu bagian warisan yang diturunkan dan mengacu pada unit keluarga dan
organisasi kelompok sosial yang dapat diidentifikasi oleh klien.

4. Komunikasi

Perbedaan bahasa antara perawat dengan klien menjadi hal terpenting dalam
memberikan asuhan keperawatan. Perbedaan ini akan berpengaruh pada setiap aspek
dan tahapan asuhan keperawatan. Ketidakberhasilan berkomunikasi secara efektif
akan membuat penundaan dalam diagnosis dan tindakan terhadap klien. Bahkan bisa
lebih dari itu. Perawat tidak seharusnya menganggap klien dapat memahami apa yang
sudah diucapkannya. Istilah-istilah medis harus dijelaskan dengan jelas dan terang
terutama klien yang mempunyai keterbatasan ketrampilan dalam bahasa perawat.

5. Ruang

Ruang personal di sini mencakup perilaku individu dan sikap yang ditujukan pada
ruang di sekitar mereka. Teritorialitas merupakan suatu sikap yang ditujukan pada
area seseorang yang diklaim dan dipertahankan atau reaksi emosional ketika orang-
orang lain memasuki area tersebut. Keduanya ini dipengaruhi oleh budaya. Perawat
harus berusaha menghargai teritorial klien. Ruang personal ini banyak berhubungan
dengan aktivitas keperawatan dan perawat harus sensitif terhadap respons klien
berkenaan dengan ruang personal ini. Misalnya, saat memberikan asuhan
keperawatan yang mengharuskan perawat menyentuh tubuh klien.

10
6. Orientasi Waktu

Orientasi waktu berbeda antara kelompok satu dengan yang lain. Perawat yang
mempunyai sikap yang berhubungan dengan waktu mungkin menemukan kesulitan
untuk memahami dan merencanakan asuhan keperawatan terhadap klien yang
mempunyai orientasi waktu yang berbeda. Perbadaan orientasi waktu dapat menjadi
hal penting dalam perawatan kesehatan, seperti perencanaan jangka panjang dan
penjelasan tentang jadwal medikasi. Misalnya, penjelasan pentingnya keteraturan
minum obat pada penderita tekanan darah tinggi.

Dari banyak penjelasan di atas, asuhan keperawatan transkultural memang sangatlah


kompleks. Sebelum kita membuat perencanaan dan tindakan perawatan, kita perlu
mengetahui konsep, prinsip, fenomena, dan faktor-faktor lain yang dapat dijadikan
pertimbangan yang berhubungan dengan budaya ini. Diharapkan, setelah kita
mengetahuinya, kelak asuhan keperawatan yang kita berikan terhadap klien akan
efektif dan berlangsung dengan lancar.

2.1.3 Pengkajian dan Instrumennya dalam Asuhan keperawatan Budaya

Penting bagi perawat untuk memahami bahwa klien mempunyai wawasan


pandangan dan interprestasi mengenai penyakit dan kesehatan yang berbeda,
berdasarkan keyakinan sosial-budaya dan agama klien sehingga terjalin hubungan
baik. Hubungan ini akan meningkatkan pemberian asuhan keperawatan yang aman
dan efektif secara budaya.

Karena terdapat rentang yang luas tentang keyakinan dan praktik kesehatan
yang berlatar belakang etnik, budaya, sosial dan agama dari individu, keluarga atau
komunitas. Klien dapat mengantisipasi saat mengalami suatu penyakit dengan
pendekatan modern ataupun pendekatan tradisional, dapat juga menggunakan kedua
pendekatan tersebut.

11
Hubungan dan komunikasi transkultular terjadi ketika setiap individu
berusaha untuk memahami sudut pandang orang lain melalui budayanya. Setelah
mencapai kultular, perawat harus mempertimbangkan faktor-faktor budaya klien
sepanjang proses keperawatan.

Heritage Consistency adalah melihat akulturasi sebagai suatu kontinum.


Dengan menggunakan teori ini, dikaji tingkat diamana masyarakat menjadi bagian
dari kultur dominan dan tradisional.

- Budaya, menggambarkan sifat non-fisik, seperti nilai, keyakinan, sikap atau adat
istiadat yang disepakati oleh kelompok masyarakat dan diwariskan dari satu generasi
ke generasi berikutnya.

- Etnisitas, rasa identitas diri yang berkaitan dengan kelompok sosial dan warisan
budaya.

- Religi, keyakinan dalam suatu kekuatan sifat ketuhanan atau diluar kekuatan
manusia yang harus dipatuhi dan diibadatkan sebagai pencipta dan pengatur alam
semesta (Abramsom, 1980).

Keyakinan Tradisional Tentang Kesehatan Penyakit

Keyakinan kesehatan tradisional tentang penyebab dari suatu penyakit dapat sangat
berbeda dengan model epidemiologi orang barat sehingga penting untuk memahami
epidemiologi tradisional, atau penyebab penyakit di dalam sistem keyakinan. Dalam
model epidemiologi orang barat, penyebab suatu penyakit mungkin stress dan
maladaptasi, virus, bakteri atau karsinogen. Pada model epidemiologi tradisional,
terdapat perbedaan yang sangat menonjol tentang agens penyebab, termasuk
kekosongan jiwa, mantra, mata setan dan guna-guna yang dapat disebabkan oleh
orang-orang yang memiliki kemampuan untuk membuat orang lain sakit. Orang yang
percaya dengan kekuatan ini harus dihindari, termasuk iri, benci atau cemburu.

Praktik Tradisional

12
Pengobatan rakyat terus ada, sejalan dengan tekanan yang harus meningkat dari
pengobatan modern yang telah diturunkan dari sekolah kedokteran dan generasi
sebelumnya. Praktik rakyat dahulu hanya memiliki bagian yang telah diabaikan oleh
sistem keyakinan perawatan kesehatan modern. Berikut ini adalah keragaman dari
pengobatan rakyat tradisional (Yoder, 1972).

1. Pengobatan Rakyat Alamiah

Pengobatan rakyat alamiah adalah salah satu penggunaan lingkungan alamiah dan
menggunakan herbal, tumbuhan, mineral dan substansi hewan untuk mencegah dan
mengatasi penyakit. Umumnya pengobatan ini ditemukan pada ramuan tradisional
tradisional dan obat-obatan rumah tangga. Aspek umum dari penggunaan herbal
adalah pengetahan bahwa segala yang terdapat di alam merupakan sumber terapi.
Secara umum, tradisi pengobatan rakyat yang menggambarkan tahun dimana herbal
itu dipetik; cara herbal itu dikeringkan; dan metode; jumlah; dan frekuensi
penggunaan.

2. Pengobatan Rakyat Magisoreligius

Salah satu contoh dari pengobatan ini adalah bentuk penyembuhan keagamaan tidak
resmi. Dalam praktik ini lues, jimat, air suci dan manipulasi fisik digunakan dalam
upaya penyembuhan penyakit.

a. Penggunaan Benda Pelindung


Jimat adalah benda dengan kekuatan magis. Jimat dikenal dengan
perlindungan yang dikenal oleh semua masyarakat di seluruh dunia dan
berkaitan dengan perlindungan terhadap masalah (Budge, 1978). Seseorang
juga ada yang menggunakan talisman atau benda keagamaan lainnya yang
telah disucikan. Tulisman diyakini memiliki kekuatan yang luar biasa dan
dapat dipakai dengan tali mengelilingi pinggang atau dibawa di dalam saku
baju atau tas. Orang yang mengenakan jimat atau tulisman harus
diperbolehkan untuk melakukannya di lembaga perawatan tempat ia dirawat.

13
b. Penggunaan Makanan
Banyak orang percaya bahwa sistem tubuh terjaga keseimbangannya dengan
memakan tipe makanan tertentu, sehingga terdapat banyak makanan dan
kombinasi makanan yang dianggap tabu. Seperti contoh, dipercaya bahwa
beberapa bahan makanan dapat dimakan untuk mencegah penyakit. Orang
dari banyak latar belakang etnik memakan bawang putih atau memakainya
ditubuh mereka atau menggantungkannya di rumah untuk tujuan ini.
c. Praktik Religius
Pendekatan tradisional lain terhadap pencegahan penyakit berpusat pada
sekitar agama termasuk praktik nseperti membakar lilin, ritual penebusan dan
sembahyang. Banyak orang percaya bahwa penyakit dapat dicegah dengan
mengikuti secara ketat aturan, moral dan praktik serta memandang penyakit
sebagai hukuman terhadap pelecehan religius.
d. Ramuan Tradisional
Ketika seseorang menggunakan obat-obatan yang berasal dari warisan budaya
etnokultular mereka,maka penggunaan obat-obatan ini disebut pengobatan
alternatif. Sifat farmasitis dari vegetasi tumbuhan, akar0akaran, batang,
bunga, biji dan herbal telah banyak diteliti, dicoba, dibuatkan katalog dan
digunakan di banyak Negara.
e. Penyembuh (Dukun)
Dalam komunitas tertentu, orang tertentu dikenal mempunyai kekuatan untuk
menyembuhkan. Dukun dianggap mendapat anugerah dari Tuhan. Banyak
contoh seseorang dengan warisan budaya konsisten terlebih dahulu
berkinsultasi dengan dukun sebelum ia berhubungan dengan pemberi
perawatan kesehatan modern. Terdapat banyak perbedaan antara dokter Barat
dengan dukun tradisional (Kaptchuk & Croucher, 1987) Hubungan antara
seseorang dengan dukun sering lebih dekat dibandingkan dengan tenaga
perawatan kesehatan professional. Orang menganggap dukun sebagai

14
seseorang yang mampu memahami masalah dalam konteks kultural, berbicara
dengan bahasa yang sama, dan memiliki pandangan yang sama tentang dunia.

Faktor Kultural dan Proses Keperawatan

1. Pengkajian Komunitas

Perawat harus memberikan perawatan yang sensitif dan kompeten secara


kultular di komunitas.

2. Diagnosa Keperawatan

Mengelompokkan data yang relevan dan mengembangkan diagnose keperawatan


aktual dan potensial yang berhubungan dengan kebutuhan kultular dan etnik klien.

3. Perencanaan

Perawat sekali lagi mempertimbangkan variable kultular yang berkaitan klien


yang melibatkan keluarga besar dalam proses perawatan.

4. Implementasi

Perawat mengetahui perawatan seperti apa yang dianggap klien sesuai dengan
mereka dan melibatkan keluarga tentang harapan mereka.

5. Evaluasi

Mengevaluasi hasil asuhan keperawatan dengan menentukan sejauh mana tujuan


dan hasil yang diharapkan dari perawatan telah terpenuhi.

2.2. Aplikasi transkultural pada beberapa masalah kesehatan

2.2.1. Aplikasi transkultural pada masalah penyakit kronik

15
Penyakit kronik adalah penyakit yang timbul bukan secara tiba-tiba, melainkan
akumulasi dari sesuatu penyakit hingga akhirnya menyebabkan penyakit itu sendiri.
(Kalbe medical portal) Penyakit kronik ditandai banyak penyebab. Contoh penyakit
kronis adalah diabetes, penyakit jantung, asma, hipertensi dan masih banyak lainnya.
Ada hubungan antara penyakit kronis dengan depresi. Depresi adalah kondisi kronis
yang mempengaruhi pikiran seseorang, perasaan dan perilaku sehingga sulit untuk
mengatasi peristiwa kehidupan sehari-hari. (Andres Otero-Forero, Queensland
Transcultural Mental Health Centre).

Seseorang yang menderita depresi memiliki kemungkinan lebih tinggi menderita


penyakit kronis seperti diabetes, penyakit jantung atau asma. Penyebab depresi itu
sendiri kompleks, terkait dengan lingkungan interaksi seseorang maupun
kepribadiaannya sendiri. Beberapa faktor penyebab umum adalah:

• Faktor herediter • Trauma

• Isolasi atau kesepian • Pengangguran

• konflik Keluarga • Kesulitan penyelesaian

• Stres • Nyeri

Berbagai jenis depresi memerlukan cara yang berbeda dalam jenis pengobatannya.
Untuk depresi ringan, dapat dianjurkan untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu.
Dalam kasus depresi parah, dianjurkan untuk mengkonsumsi obat dan psikoterapi.
Salah satu pendekatan yang muncul menjadi lebih umum untuk segala bentuk depresi
adalah manajemen diri. Manajemen diri mengacu pada strategi orang menggunakan
untuk berurusan dengan kondisi mereka. Dimana seseorang melibatkan tindakan,
sikap atau tujuan dalam mengambil atau membuat keputusan untuk mempertahankan
dan meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan.

16
Pengobatan terhadap penyakit kronik yang telah dilakukan di masyarakat saat ini
amat beragam. Tidak dapat dipungkiri bahwa sistem pengobatan tradisional juga
merupakan sub unsur kebudayaan masyarakat sederhana yang telah dijadikan sebagai
salah satu cara pengobatan. Pengobatan inilah yang juga menjadi aplikasi dari
transkultural dalam mengobati suatu penyakit kronik. Pengobatan tradisional ini
dilakukan berdasarkan budaya yang telah diwariskan turun-temurun. Beberapa
contohnya adalah sebagai berikut:

1. Masyarakat negeri Pangean lebih memilih menggunakan ramuan dukun untuk


menyembuhkan penyakit TBC, yaitu daun waru yang diremas dan airnya dimasak
sebanyak setengah gelas.

2. Masyarakat di Papua percaya bahwa penyakit malaria dapat disembuhkan


dengan cara minta ampun kepada penguasa hutan lalu memetik daun untuk dibuat
ramuan untuk diminum dan dioleskan ke seluruh tubuh.

3. Masyarakat Jawa memakan pisang emas bersamaan dengan kutu kepala (Jawa:
tuma) tiga kali sehari untuk pengobatan penyakit kuning.

Pengobatan tradisional yang sering dipakai berupa pemanfaatan bahan-bahan herbal.


Herba sambiloto menjadi sebuah contoh yang khasiatnya dipercaya oleh masyarakat
dapat mengobati penyakit-penyakit kronik, seperti hepatitis, radang paru
(pneumonia), radang saluran nafas (bronchitis), radang ginjal (pielonefritis), radang
telinga tengah (OMA), radang usus buntu, kencing nanah (gonore), kencing manis
(diabetes melitus). Daun lidah budaya dan tanaman pare juga dijadikan sebagai
pengobatan herbal. Tumbuhan tersebut berkhasiat menyebuhkan diabetes melitus.
Tidak hanya di Indonesia, di luar negeri pun masih ada negara yang meyakini bahwa
pengobatan medis bukan satu-satunya cara mengobati penyakit kronik. Misalnya, di
Afrika, penduduk Afrika masih memiliki keyakinan tradisional tentang kesehatan dan
penyakit. Mereka menganggap bahwa obat-obatan tradisional sudah cukup untuk

17
mengganti produk yag akan dibeli, bahkan mereka menggunakan dukun sebagai
penyembuh tradisional. Hal seperti ini juga terjadi di Amerika, Eropa, dan Asia.

2.2.2 Aplikasi transkultural pada gangguan nyeri

Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat
dari kerusakan jaringan yang actual atau potensial. Nyeri adalah alasan utama
seseorang untuk mencari bantuan perawatan kesehatan. Selanjutnya, definisi nyeri
menurut keperawatan adalah apapun yang menyakitkan tubuh yang dikatakan
individu yang mengalaminya, yang ada kapanpun individu mengatakannya. Peraturan
utama dalam merawat pasien nyeri adalah bahwa semua nyeri adalah nyata, meskipun
penyebabnya belum diketahui. Keberadaan nyeri adalah berdasarkan hanya pada
laporan pasien bahwa nyeri itu ada.

Aplikasi transkultural pada gangguan nyeri baik yang dilakukan oleh pasien
berdasarkan apa yang dipercaya olehnya atau yang dilakukan oleh perawat setelah
melakukan pengkajian tentang latar belakang budaya pasien adalah sebagai berikut:

1. Dengan membatasi gerak dan istirahat. Seorang pasien yang mengalami nyeri
diharuskan untuk tidak banyak bergerak karena jika banyak bergerak dapat
memperparah dan menyebabkan nyeri berlangsung lama. Menurut pandangan umat
Islam, seseorang yang menderita nyeri untuk mengurangi tau meredakannya dengan
posisi istirahat atau tidur yang benar yaitu badan lurus dan dimiringkan ke sebelah
kanan. Hal ini menurut sunah rasul. Dengan posisi tersebut diharapkan dapat
meredakan nyeri karena peredaran darah yang lancer akibat jantung yang tidak
tertindih badan sehingga dapat bekerja maksimal.

2. Mengkonsumsi obat-obatan tradisional. Beberapa orang mempercayai bahwa ada


beberapa obat tradisional yang dapat meredakan nyeri bahkan lebih manjur dari obat
yang diberikan oleh dokter. Misalnya, obat urut dan tulang ‘Dapol Siburuk’ dari
burung siburuk yang digunakan oleh masyarakat Batak.

18
3. Dengan dipijat atau semacamnya. Kebanyakan orang mempercayai dengan
dipijat atau semacamnya dapat meredakan nyeri dengan waktu yang singkat. Namun,
harus diperhatikan bahwa apabila salah memijat akan menyebabkan bertambah nyeri
atau hal-hal lain yang merugikan penderita. Dalam budaya Jawa ada yang disebut
dukun pijat yang sering didatangi orang banyak apabila mengalami keluhan nyeri
misalnya kaki terkilir.

Dalam menerapkan transkultural pada gangguan nyeri harus tetap mempertahankan


baik buruknya bagi si pasien. Semua aplikasi transkultural sebaiknya dikonsultasikan
kepada pihak medis agar tidak menimbulkan hal yang tidak diinginkan.

2.2.3 Aplikasi transkultural pada gangguan kesehatan mental

Berbagai tingkahlaku luar biasa yang dianggap oleh psikiater barat sebagai
penyakit jiwa ditemukan secara luas pada berbagai masyarakat non-barat. Adanya
variasi yang luas dari kelompok sindroma dan nama-nama untuk menyebutkannya
dalam berbagai masyarakat dunia, Barat maupun non-Barat, telah mendorong para
ilmuwan mengenai tingkahlaku untuk menyatakan bahwa penyakit jiwa adalah suatu
‘mitos’, suatu fenomena sosiologis, suatu hasil dari angota-anggota masyarakat yang
‘beres’ yang merasa bahwa mereka membutuhkan sarana untuk menjelaskan,
memberi sanksi dan mengendalikan tingkah laku sesama mereka yang menyimpang
atau yang berbahaya, tingkahlaku yang kadang-kadang hanya berbeda dengan
tingkahlaku mereka sendiri. Penyakit jiwa tidak hanya merupakan ‘mitos’, juga
bukan semata-semata suatu masalah sosial belaka. Memang benar-benar ada
gangguan dalam pikiran, erasaan dan tingkahlaku yang membutuhkan pengaturan
pengobatan.(Edgerton 1969 : 70). Nampaknya, sejumlah besar penyakit jiwa non-
barat lebih dijelaskan secara personalistik daripada naturalistik.

Sebagaimana halnya dengan generalisasi, selalu ada hal-hal yang tidak dapat
dimasukkan secara tepat ke dalam skema besar tersebut. Kepercayaan yang tersebar

19
luas bahwa pengalaman-pengalaman emosional yang kuat seperti iri, takut, sedih,
malu, dapat mengakibatkan penyakit, tidaklah tepat untuk diletakkan di dalam salah
satu dari dua kategori besar tersebut. Mungkin dapat dikatakan bahwa tergantung
situasi dan kondisi, kepercayaan-kepercayaan tersebut boleh dikatakan cocok untuk
dikelompokkan ke dalam salah satu kategori. Misalnya, susto, penyakit yang
disebabkan oleh ketakutan, tersebar luas di Amerika Latin dan merupakan angan-
angan. Seseorang mungkin menjadi takut karena bertemu dengan hantu, roh, setan,
atau karena hal-hal yang sepele, seperti jatuh di air sehingga takut akan mati
tenggelam. Apabila agen-nya berniat jahat, etiologinya sudah tentu bersifat
personalistik. Namun, kejadian-kejadian tersebut sering merupakan suatu kebetulan
atau kecelakaan belaka bukan karena tindakan yang disengaja. Dalam ketakutan akan
kematian karena tenggelam, tidak terdapat agen-agen apa pun.

Kepercayaan-kepercayaan yang sudah dijelaskan di atas menimbulkan


pemikiran-pemikiran untuk melakukan berbagai pengobatan jika sudah terkena agen.
Kebanyakan pengobatan yang dilakukan yaitu mendatangi dukun-dukun atau tabib-
tabib yang sudah dipercaya penuh. Terlebih lagi untuk pengobatan gangguan mental,
hampir seluruh masyarakat desa mendatangi dukun-dukun karena mereka percaya
bahwa masalah gangguan jiwa/mental disebabkan oleh gangguan ruh jahat. Dukun-
dukun biasanya melakukan pengobatan dengan cara mengambil dedaunan yang
dianggap sakral, lalu menyapukannya ke seluruh tubuh pasien. Ada juga yang
melakukan pengobatan dengan cara menyuruh pihak keluarga pasien untuk membawa
sesajen seperti, berbagai macam bunga atau binatang ternak.

Para ahli antropologi menaruh perhatian pada ciri-ciri psikologis shaman.


Shaman adalah seorang yang tidak stabil dan sering mengalami delusi, dan mungkin
ia adalah seorang wadam atau homoseksual.namun apabila ketidakstabilan jiwanya
secara budaya diarahkan pada bentuk-bentuk konstruktif, maka individu tersebut
dibedakan dari orang-orang lain yang mungkin menunjukkan tingkahlaku serupa,
namun digolongkan sebagai abnormal oleh para warga masyarakatnya dan

20
merupakan subyek dari upacara-upacara penyembuhan. Dalam pengobatan, shaman
biasanya berada dalam keadaan kesurupan (tidak sadar), dimana mereka berhubungan
dengan roh pembinanya untuk mendiagnosis penyakit. para penganut paham
kebudayaan relativisme yang ekstrim menggunakan contoh shamanisme sebagai
hambatan utama dalam arguentasi mereka bahwa apa yang disebut penyakit jiwa
adalah sesuatu yang bersifat kebudayaan.

Dalam banyak masyarakat non-Barat, orang yang menunjukkan tingkahlaku


abnormal tetapi tidak bersifat galak maka sering diberi kebebasan gerak dalam
masyarakat mereka, kebutuhan mereka dipenuhi oleh anggota keluarga mereka.
Namun, jika mereka mengganggu, mereka akan dibawa ke sutu temapt di semak-
semak untuk ikuci di kamrnya. Sebuah pintu khusus (2 x 2 kaki) dibuat dalam rumah,
cukup untuk meyodorkan makanan saja bagi mereka dan sebuah pintu keluar untuk
keluar masuk komunitinya.

Usaha-usaha untuk membandingkan tipe-tipe gangguan jiwa secara lintas-


budaya umumnya tidak berhasil, sebagian disebabkan oleh kesulitan-kesulitan pada
tahapan penelitian untuk membongkar apa yang diperkirakan sebagai gejala primer
dari gejala sekunder. Misalnya, gejala-gejala primer yaitu yang menjadi dasar bagi
depresi. Muncul lebih dulu dan merupakan inti dari gangguan. Gejala-gejala sekunder
dilihat sebagai reaksi individu terhadap penyakitya ; gejala-gejala tersebut
berkembang karena ia berusaha untuk menyesuaikan diri dengan tingkahlakunya
yang berubah (Murphy, Wittkower, dan Chance 1970 : 476)

2.2.4 Aplikasi Transkultural dalam Pemenuhan Nutrisi

a. Definisi Makanan
Makanan adalah zat yang kita makan sehari-hari, yang mengandung nilai gizi
dan juga kandungan lain di dalam makanan yang tidak mengandung gizi sama
sekali. Jadi makanan sangat diperlukan oleh tubuh kita untuk mengganti sel-sel yang
rusak, sebagai zat pembangun, dan sebagai sumber energi.

21
b. Kualitas Makanan
1) Makanan Direbus dan Dikukus
Merebus sayuran dapat menghilangkan vitamin C dan beberapa vitamin B
yang memang bersifat larut air. Merebus dalam waktu lama juga dapat memengaruhi
indeks glikemik makanan.
Indeks glikemik adalah besaran angka yang digunakan untuk mengukur
kecepatan makanan diserap tubuh menjadi gula darah. Semakin tinggi indeks
glikemik, semakin cepat dampaknya terhadap kenaikan gula darah.
2) Makanan Digoreng
Menggoreng akan menambah kalori pada makanan. Meski begitu, menggunakan
minyak dalam jumlah moderat bisa menjadi cara menyehatkan. Selain cepat
matang juga meminimalkan kerusakan akibat panas.
3)Makanan Dipanggang atau Dibakar
Metode ini merupakan alternatif yang lebih sehat ketimbang
menggoreng. Menggunakan alas memasak dengan rak secara khusus akan
efektif terutama untuk daging olahan. Metode ini merupakan pilihan paling
menyehatkan, tetapi perlu ditekankan bahwa membakar makanan terlalu lama
hingga menimbulkan warna kehitaman bisa menghasilkan bahan kimia pencetus
kanker.
4) Dimasak Menggunakan Microwave
Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa memasak menggunakan
microwave merupakan cara paling efektif untuk mempertahankan vitamin larut air
seperti vitamin C karena paparan panas berkurang dan sedikit air digunakan.
Tetapi, hal ini dapat merusak antioksidan larut lemak.
5) Makanan Dipanaskan Kembali
Pada saat dipanaskan kembali akan lebih banyak zat gizi yang rusak. Bila
makanan perlu disimpan, menekankan harus didinginkan dulu dan segera
disimpan di lemari es atau freezer.

22
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Keperawatan transkultural merupakan suatu tindakan pelayanan kesehatan
yang berfokus kepada analisis dan perbandingan tentang perbedaan budaya.

2. Perawat diharapkan dapat memiliki kemampuan dalam memahami pasien


lebih mendalam sehingga dalam memberikan kesimpulan interpretasi selama
penilaian dapat berjalan dengan tepat dan sesuai dengan landasan teori dan
praktik keperawatan.

3.2 Saran

Walaupun dalam kenyataanya mungkin konsep keperawatan transkultural


efektif digunakan pada klien, namun pengkajian lebih lanjut juga sangat diperlukan
untuk mencapai hasil yang maksimal dalam proses penyembuhan.

23
DAFTAR PUSTAKA

Clinical Practice Guidelines Management of Type 2 Diabetes Melitus 4th ed. (2009).
Ministry of Health Malaysia. MOH/P/PAK/184.09(GU)

Dorland’s medical dictionary. 29th ed. Jakarta: EGC; 2006. Diabetes mellitus; 602-3

http://fk.uho.ac.id/dokumenhpeq/modul_Berat _Badan_Menurun.pdf

Kozier, B., Erb, G.,Berman,A.J., & Snyder. (2004).Fundamentals of Nursing:


Concepts, Process, and Practice. 7th Ed. New Jersey: Pearson Education, Inc.

National Diabates Institute. Signs and Symptoms of Diabetes. Diakses dari:


www.nadidiabetes.com.my 30 Desember 2014 pukul 19:15

Potter, P.A. & Perry,A.G.(2009). Fundamentals of Nursing: Concepts, Process, and


Practice.7th Ed. St. Louis, MI: Elsevier Mosby.

Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. Diabetes


melitus dapat dicegah. Diunduh dari http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-
release/1314-diabetes-melitus-dapat-dicegah.html, 15 November 2010

24
R., Nicki, R., Brian, dan H., Stuart. (2010). Davidson’s Principle and Practice of
Medicine (21st ed.) Churchill Livingstone.

Tim Redaksi VitaHealth. Diabetes. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2005; 3:


39-60

transkulturalnursing.pdf oleh Efy Afifah, S.Kp., M. Kes diakses dari staff.ui.ac.id

BERBAGI

Label

KDKKonsep Dasar Keperawatannursingperspektif transkultural dalam


keperawatantrancultural nursingTranskultural dalam asuhan keperawatan

25

Anda mungkin juga menyukai