OLEH
KELOMPOK 5
1. ARYANI C LALAY
2. YARNI NABUASA
3. JENI LIMAHELU
4. NINGSI NENDIR
5. GUSTI NABU
6. CORI MOWATA
7. HILDEGARDIS RUNESI
KUPANG
2021
KATA PENGANTAR
Tim selaku dosen mata kuliah Riset Keperawatan yang telah membimbingan
kami untuk menyelesaikan tugas ini.
Rekan-rekan seperjuangan kami yang telah memberikan support dan do’a
semoga Alloh membalas dengan yang lebih baik.
penyusun
i
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...............................................................................................
KATA PENGANTAR............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Pengertian Populasi................................................................................3
B. Pembagian Populasi...............................................................................3
C. Kriteria Populasi.....................................................................................5
D. Pengertian Sampel..................................................................................6
E. Kriteria Sampel.......................................................................................6
F. Sampeling...............................................................................................7
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan............................................................................................19
B. Saran......................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................20
2
BAB I
PENDAHULUAN
3
tentang besar sampel untuk uji hipotesis 2 proporsi populasi didalam makalah
kami.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian populasi dan sampel?
2. Apa saja pembagian populasi ?
3. Apa sajakah kriteria populasi dan sampel?
4. Bagaimanakah teknik sampling ?
5. Bagaimanakah uji hipotesis 2 proporsi populasi?
6. Bagaimanakah besar sampel untukk uji hipotesis beda 2 proporsi populasi?
D. Metodologi Penulisan
Penulisan makalah ini menggunakan metode kepustakaan, yakni
mendapatkan sumber informasi yang berasal dari media cetak berupa buku.
E. Manfaat
Dengan adanya penyusunan makalah ini, diharapkan dapat mempermudah
penyusun dan pembaca guna memahami materi tentang besar sampel untuk uji
hipotesis 2 proporsi populasi.
4
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian Populasi
Populasi atau universe adalah jumlah keseluruhan dari satuan – satuan atau
individu – individu yang karakteristiknya hendak diteliti. Dan satuan – satuan
tersebut dinamakan unit analisis, dan dapat berupa orang – orang institusi –
institusi, benda – benda, dst. (Djawrantom1994 : 420)
Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian. Apabila seseorang ingin
meneliti semua elemen yang ada dalam wilayah penelitian, maka penelitiannya
merupakan penelitian populasi atau studi populasi atau study sensus (Sabar,
2007).
Sedangkan menurut Sugiyono pengertian populasi adalah wilayah
generalisasi yang terdiri atas: obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan
karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian
ditarik kesimpulannya (Sugiyono,2011:80).
Jadi populasi bukan hanya orang tapi juga obyek dan benda-benda alam
yang lain. Populasi juga bukan sekedar jumlah yang ada pada obyek/subyek yang
dipelajari, tetapi meliputi karakteristik/sifat yang dimiliki oleh subyek atau obyek
itu.
B. Pembagian Populasi
Pembagian populasi menurut Sastroasmoro & Ismail (1995) meliputi :
populasi target dan populasi terjangkau.
1. Populasi Target
Populasi target adalah populasi yang memenuhi kriteria sampling dan
menjadi sasaran akhir penelitian. Menurut Polit & Hungler (1999) populasi
target bersifat umum dan biasanya pada penelitian klinis dibatasi oleh
karakteristik demografis (meliputi jenis kelamin atau usia). Misalnya, kita
mempunyai kelompok populasi target pada klien diabetes melitus di Surabaya.
5
2. Populasi Terjangkau (Accessible Population)
Populasi terjangkau adalah populasi yang memenuhi kriteria penelitian dan
biasanya dapat dijangkau oleh peneliti dari kelompoknya. Misalnya, semua
klien diabetes melitus yang menjadi anggota Askes di Surabaya. Peneliti
biasanya menjadikan sampel pada populasi target tersebut dan diharapkan
dapat dipergunakan untuk mewakili kelompok populasi klien diabetes melitus
yang ada di Surabaya.
6
C. Kriteria Populasi
Dalam mendefinisikan populasi, peneliti harus berfokus pada kriteria yang
telah ditetapkan. Dasar pertimbangan penentuan kriteria populasi, meliputi :
1. Biaya
Jika kita ingin meneliti pada populasi suku Dayak, maka peneliti harus
belajar budaya dan bahasa Dayak agar dapat terjadi interaksi yang baik.
Keadaan tersebut memerlukan waktu yang lama sehingga juga memerlukan
biaya tambahan.
2. Praktik
7
C. Pengertian Sampel
Pengertian dari sampel adalah sebagian dari subyek dalam populasi yang
diteliti, yang sudah tentu mampu secara representative dapat mewakili
populasinya (Sabar,2007).
D. Kriteria Sampel
Penentuan kriteria sampel sangat membantu penelitian untuk mengurangi
bias hasil penelitian, khususnya jika terhadap variabel – variabel kontrol ternyata
mempunyai pengaruh terhadap variabel yang kita teliti. Kriteria sampel dapat
dibedakan menjadi dua bagian, yaitu : inklusi dan eksklusi.
1. Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian dari suatu
populasi target yang terjangkau dan akan diteliti. Pertimbangan ilmiah harus
menjadi pedoman saat menentukan kriteria inklusi. Misalnya, kita akan
meneliti tentang pengaruh mobilisasi pada klien pascaoperasi terhadap
percepatan peristaltik usus, maka yang menjadi bahan pertimbangan dalam
kriteria inklusi adalah jenis anastesi yang digunakan dan umur klien, karena
kedua faktor tersebut sangat memengaruhi hasil dari intervensi yang
dilakukan.
2. Kriteria eksklusi
8
a. Terdapat keadaan atau penyakit yang mengganggu pengukuran maupun
interpretasi hasil. Misalnya, dalam studi komparatif (kasus kontro) yang
mencari hubungan suatu faktor risiko dengan kejadian penyembuhan luka
pascaoperasi laparastomi,maka subjek dengan kelainan hemonologis tidak
boleh diikutsertakan dalam kelompok kasus.
b. Terdapat keadaan yang menganggu kemampuan pelaksana, seperti subjek
yang tidak mempunyai tempat tinggal tetap sehingga sulit ditindaklanjuti.
c. Hambatan etis
d. Subjek menolak berpartisipasi
E. Sampeling
Sampeling adalah proses menyeleksi porsi dari populasi untuk dapat
mewakili populasi. Teknik sampeling merupakan cara-cara yang ditempuh dalam
pengambilan sampel, agar memperoleh sampel yang benar-benar sesuai dengan
keseluruhan objek penelitian. cara pengambilan sampel dapat dgolongkan menjadi
dua, yaitu: probability sampling dan non probability sampling.
1. Probability sampeling
9
Pemilihan sampel dengan cara ini merupakan jenis probabilitas
yang paling sederhana. Untuk mencapai sampling ini, setiap elemen
diseleksi secara acak. Jika sampling frame kecil, nama bisa ditulis pada
secarik kertas, diletakan di kotak, diaduk, dan diambil secara acak
setelah semuanya terkumpul. Misalnya, kita ingin mengambil sampel
30 orang dari seratus orang populasi yang tersedia, maka secara acak
kita mengambil 30 sampel melalui lemparan dadu atau pengambilan
nomor yang telah ditulis.
c. Cluster sampling
d. Systematic sampling
10
Pengambilan sampel secara sistematik dapat dilaksanakan jika
tersedia daftar subjek yang dibutuhkan. Jika jumlah populasi adalah N =
1200 dan sampel yang dipilih = 50 maka setiap kelipatan 24 orang akan
menjadi sampel (1200 : 50 = 24). Maka sampel yang dipilih didasarkan
pada nomor kelipatan 24, yaitu sampel no. 24, 48, dan seterusnya.
2. Nonprobability sampling
a. Purposive sampling
Purposive sampling disebut juga judgement sampling. Adalah suatu
teknik penetapan sampel dengan cara memilih sampel di antara populasi
sesuai dengan yang dikehendaki peneliti (tujuan / masalah dalam penelitian),
sehingga sampel tersebut dapat mewakili karakteristik populasi yang telah
dikenal sebelumnya. Misal kita ingin meneliti peran keluarga dalam perawatan
klien skizofenia di rumah, maka peneliti memilih subjek pada keluarga klien
yang mempunyai anak dengan skizofenia.
b. Consecutive sampling
c. Convinienve sampling
11
memungkinkian untuk mengontrol bias. Subjek dijadikan sampel karena
kebetulan dijumpai di tempat dan waktu secara bersamaan pada pengumpulan
data. Dengan cara ini, sampel diambil tanpa sistematika tertentu, sehingga
tidak dapat dianggap mewakili populasi sumber, apalagi populasi target.
Misalnya, pada waktu peneliti praktik di ruangan kebetulan menjumpai klien
yang diperlukan (sesuai masalah penelitian), maka peneliti langsung
menetapkan subjek tersebut untuk diambil datanya. Kemudian peneliti cuti
dan tidak melanjutkan. Setelah beberapa lama, peneliti melanjutkan lagi
pemilihan subjek, demikian seterusnya.
12
BAB III
PEMBAHASAN
Pengujian atas perbedaan di antara dua proporsi populasi itu pada dasarnya
merupakan masalah sampel yang besar. Sampel – sampel dari setiap populasi itu
pada dasarnya merupakan masalah sampel yang besar. Sampel – sampel dari
setiap populasi harus cukup besar sehingga perkiraan normal terhadap distribusi
binomial yang tepat dari proporsi sampel dapat digunakan. Sebagai masalah
praktis, hal ini berarti bahwa np dan nq harus lebih besar dari 10 untuk masing –
masing sampel, dimana p adalah proporsi “keberhasilan” dan q adalah proporsi
“kegagalan” sampel dan n adalah ukuran sampel.
13
mahasiswa perguruan tinggi secara signifikan lebih tinggi daripada nonmahasiswa
dalam menggunakn hair spray ?
Karena kita ingin menentukan apakah kedua proporsi populasi induk itu
berbeda, hipotesis nol adalah bahwa mereka sama, yaitu,
H0 : π1 = π2
Ha : π1 ≠ π2
dimana Populasi 1 adalah populasi mahasiswa pria perguruan tinggi dan populasi
2 adalah populasi pria non mahasiswa. Proporsi sampel adalah p1 = 0,30 dan p2 =
0,20 sehingga n1p1 = 30, n1q1 = 70, n2p2 = 20, n2q2 = 80, dan perkiraan normal
terhadap distribusi binomial dapat digunaka. Statistik uji adalah z = proporsi
sampel pertama dikurangi proporsi sampel kedua dikurangi kuantitas, yaitu
proporsi yang dihipotesiskan untuk populasi pertama dikurangi proporsi yang
dihipotesiskan untuk proporsi kedua, dibagi dengan kesalahan standar perbedaan
dalam kedua proporsi sampel, atau
( p 1−p 2 ) −( π 1−π 2)
z=
σ p 1− p 2
dimana 𝜎p1-p2 adalah kesalahan standar perbedaan dalam kedua proporsi sampel.
Pertanyaan yang masih tetap mengganjal dalam kalkulasi z adalah, apakah 𝜎p1-p2
nya sama?
Suatu hasil statistik umum yang berguna untuk memahami kalkulasi 𝜎p1-p2
adalah bahwa varian jumlah perbedaan dua variabel acak yang independen adalah
sama dengan jumlah varian individual. Untuk proporsi tunggal variansnya adalah
π (1-π) / n, sehingga varians perbedaan adalah
π 1(1−π 1) π 2(1−π 2)
σ 2p1− p 2 = σ 2p1 + σ 2p2 = +
m1 n2
14
estimasi varians yang dikelompokkan “(pooled variance)” ; S2p 1− p 2 digunakan
q=1–p
untuk contoh,
30+ 20 50
p= = = 0,25
100+100 200
dan
S p 1− p 2 = 0,061
15
B. Besar sampel untuk uji hipotesis beda 2 proporsi
1. Uji hipotesis beda 2 proporsi dengan satu sisi (one tail)
Dalam penelitian sering kali peneliti ingin mengetahui uji hipotesis H 0:P1 ≤ P2
dan Ha:P1 > P2. Hal ini berarti bahwa rata-rata dari distribusi sampel dari p 1-p2
dibawah H0 adalah 0, dan variannya adalah (Lemeshow, 1997):
Var (p1-p2) = Var (p1) + Var (p2) = P1 (1-P1)/n1 + P2 (1-P2)/n2
Jika P1 sama dengan P2 dan dilambangkan dengan P, maka:
Var (p1-p2) = P1 (1-P1)/n1 + P2 (1-P2)/n2 = (1-P1) (1/n1 + 1/n2)
c= z1-α
√2 P ( 1−P )
n
z
1-α adalah nilai z pada derajat kepercayaan 1-α, atau derajat kemaknaan α
pada uji satu sisi (one tail). Jika derajat kemaknaan 5%, berarti jika pada
populasi tidak ada perbedaan proporsi (P1 ≤ P2), maka peluang penelitian kita
untuk memperlihatkan ada perbedaan proporsi P1 > P2 (atau salah mengambil
kesimpulan) adalah 5%. Derajat kepercayaan ini sama dengan 1- α, dengan
nilai sebagai berikut:
z
Α 1-α
1% 2,33
5% 1,64
10% 1,28
16
Sedangkan dibawah Ha, titik c dapat dituliskan:
c= (P1 - P2) – z1-β √ P1(1−P1)/n 1+ P2(1−P 2)/n 2
z1-β adalah nilai z pada kekuatan uji (power) 1-β. Jika kekuatan uji 90%,
berarti jika pada populasi memang ada perbedaan proporsi, maka peluang
penelitian kita untuk memperlihatkan ada perbedaan proporsi adalah 90%
(Ariawan, 1998).
1-β z1-β
99%
2,33
95%
1,64
90%
1,28
80%
0,84
n= ¿ ¿
n = besar sampel
z1-α = z score berdasarkan derajat kemaknaan (α) yang dikehendaki
P = P1 + P2 / 2
P1 & P2 = proporsi penelitian sebelumnya.
17
Contoh 4 :
Suatu obat “A” dikatakan dapat menghentikan diare pada 70% pasien diare.
Sedangkan obat “B”, dapat menghentikan diare pada 50 % pasien diare.
Seorang peneliti ingin menguji apakah obat “A” memang lebih efektif dari
obat “B”. Berapa besar sample yang dibutuhkan jika peneliti menginginkan
derajat kemaknaan 1 % dan kekuatan uji 90 % ?
Jawaban :
Pada penelitian ini, H0 adalah proporsi pasien diare yang berhenti diarenya
dengan pengobatan “A” lebih kecil atau sama dengan proporsi pasien diare
yang berhenti diarenya dengan pengobatan “B”. Dan Ha adalah proporsi
pasien diare yang berhenti diarenya dengan pengobatan “A” lebih besar dari
proporsi pasien diare yang berhenti diarenya dengan pengobatan “B”.
H0 : P1 ≤ P2 Ha : P1 > P2
P = P1 + P2 /2 = 0, 70 + 0, 50 / 2 = 0, 60
z z
1-α = 2,33 1-β = 1,28
n= ¿ ¿ ¿
n = ¿¿¿
= 154,06
18
Jadi untuk membuktikan bahwa obat “A” lebih efektif dari obat “B”
diperlukan 154 pasien diare yang diobati dengan obat “A” dan 154 pasien
diare yang diobati dengan obat “B”.
n= ¿ ¿ ¿
19
n = besar sampel
z1-α/2 = z score berdasarkan derajat kemaknaan (α) yang dikehendaki
P = P1 + P2 / 2
P1 & P2 = proporsi penelitian sebelumnya.
Contoh 5 :
Suatu penelitian pendahuluan memperlihatkan bahwa kadar glukosa darah
mungkin merupakan faktor prognostik pada pasien dengan trauma kepala
berat. Pada penelitian tersebut, dari 20 pasien trauma kepala berat dengan
kadar glukosa darah tinggi, 15 orang meninggal dalam 7 hari perawatan.
Sedangkan pada 20 pasien trauma kepala berat dengan kadar glukosa darah
rendah, 5 orang meninggal dalam 7 hari perawatan. Seorang peneliti ingin
mengetahui apakah ada perbedaan proporsi kematian pasien antara pasien
dengan kadar glukosa darah tinggi dan pasien dengan kadar glukosa darah
rendah. Berapa besar sampel yang diperlukan jika peneliti menginginkan
derajat kemaknaan 5 % dan kekuatan uji 80 % ?
Jawaban :
H0 : P1 = P2 Ha : P1 ≠ P2
P = 15/20 = 75% = 0, 75 P2 = 5/ 20 = 25% = 0,25
P = P1 + P2 /2 = 0, 75 + 0, 25 / 2 = 0, 50
z z
1-α/2 = 1,96 1-β = 0,84
c2 = z1-α /2 (√ 2 Ṕ(1− Ṕ)/n)
c2 = (P1P2) - z1-β√ P1(1− p1)/n 1+ P2(1−P 2)/n 2
n= ¿ ¿ ¿
Jadi untuk membuktikan bahwa proporsi kematian pasien trauma kepala berat
dengan kadar glukosa darah tinggi tidak sama dengan proporsi kematian
pasien trauma kepala berat dengan kadar glukosa darah rendah, diperlukan 15
pasien pada masing – masing kelompok.
20
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Didalam menyusun suatu laporan karya tulis ilmiah terutama penelitian
kualitatif di dalamnya tidak akan terlepas dari yang namanya merumuskan
hipotesis, tujuan, dan kegunaan penelitian. Hipotesis ilmiah mencoba
mengutarakan jawaban sementara terhadap masalah yang kan diteliti. Hipotesis
menjadi teruji apabila semua gejala yang timbul tidak bertentangan dengan
hipotesis tersebut. Dalam upaya pembuktian hipotesis, peneliti dapat saja dengan
sengaja menimbulkan/menciptakan suatu gejala. Kesengajaan ini disebut
percobaan atau eksperimen. Hipotesis yang telah teruji kebenarannya disebut
teori. Hipotesis juga berarti sebuah pernyataan atau proposisi yang mengatakan
bahwa diantara sejumlah fakta ada hubungan tertentu Proposisi inilah yang akan
membentuk proses terbentuknya sebuah hipotesis di dalam penelitian.
Ada dua kemungkinan dalam pengujian hipotesis yaitu menolak atau
menerima hipotesis. Menolak hipotesis artinya bahwa hipotesis tidak benar.
Menerima hipotesis artinya tidak cukup bukti untuk menolak hipotesis
B. Saran
Demikian makalah yang telah kami susun, semoga dengan makalah ini
dapat menambah pengetahuan serta lebih bisa memahami tentang pokok bahasan
21
makalah ini bagi para pembacanya dan khususnya bagi mahasiswa yang telah
menyusun makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua.
DAFTAR PUSTAKA
22