Anda di halaman 1dari 5

B. Tujuan 1.

Tujuan Umum Tujuan surveilans kesehatan anak adalah menyediakan informasi secara
berkala dan terus menerus tentang permasalahan kesehatan anak dan faktor-faktor yang
mempengarhuinya sebagai dasar bagi pembuat keputusan untuk merumuskan kebijakan, menyusun
perencanaan dan pengelolaan program yang lebih baik dalam rangka menurunkan angka kesakitan
dan kematian anak. 2. Tujuan Khusus a. Tersedianya informasi secara berkala dan terus menerus
tentang penyebab utama kesakitan pada neonatal, bayi dan balita. b. Tersedianya informasi secara
berkala dan terus menerus tentang penyebab utama kematian pada neonatal, bayi dan balita. c.
Tersedianya hasil analisis terintegrasi penyebab utama kesakitan dan kematian pada neonatal, bayi
dan balita. d. Tersedianya hasil analisis continuum of care pelayanan kesehatan anak e. Tersedianya
rekomendasi dan

3.Fungsi Surveilans Pada dasarnya data yang dihasilkan dalam suatu sistem surveilans, digunakan
untuk : a. Mengetahui gambaran kesehatan suatu populasi masyarakat b. Mengambil kebijakan yang
dapat diterapkan dalam populasi tersebut, baik mengenai pola perilaku maupun pencegahan suatu
penyakit. c. Monitor dan evaluasi program kesehatan yang dijalankan di masyarakat d. Melakukan
penelitian lebih lanjut berkaitan dengan data surveilans e. Identifikasi masalah yang ada di populasi
Cakupan kegiatan surveilans sendiri cukup luas, mulai dari deteksi dini kejadian luar biasa/ wabah,
pencegahan penyakit menular, sampai kepada pencegahan penyakit kronik (tidak menular) yang
dapat dilakukan dalam jangka waktu perubahan pola perilaku sampai kepada timbulnya penyakit
tersebut. Surveilans dapat digunakan untuk mengumpulkan data berbagai elemen rantai penyakit,
mulai dati faktor resiko perilaku, tindakan preventif, maupun evaluasi program dan cost unit.
Dengan kata lain, sistem surveilans diperlikan untuk mendapatkan gambaran beban penyakit suatu
komunitas, termasuk jumlah kasus, insidensi, prevalensi, case-fatality rate, rate mortalitas dan
morbiditas, biaya pengobatan, pencegahan, potensi epidemik dan informasi mengenai timbulnya
penyakit baru.

A. Jenis Surveilans Sistem surveilans sendiri, walaupun pada dasarnya terdiri dari empat proses,
yaitu pengumpulan data, analisis, interpretasi, serta diseminasi dan feedback, memiliki
fleksibilitas dalam penerapannya. Berdasarkan cara pengumpulan data, sistem surveilans
dapat dibagi menjadi: 1) Surveilans aktif Pada sistem surveilans ini dituntut keaktivan dari
petugas surveilans dalam mengumpulkan data, baik dari masyarakat maupun ke unit-unit
pelayanan kesehatan. Sistem surveilans ini memberikan data yang paling akurat serta sesuai
dengan kondisi waktu saat itu. Namun kekurangannya, sistem ini memerlukan biaya lebih
besar dibandingkan surveilans pasif. 2) Surveilans pasif Dasar dari sistem surveilans ini
adalah pelaporan. Dimana dalam suatu sistem kesehatan ada sistem pelaporan yang
dibangun dari 10 unit pelayanan kesehatan di masyarakat sampai ke pusat, ke pemegang
kebijakan. Pelaporan ini meliputi pelaporan laporan rutin program serta laporan rutin
manajerial yang meliputi logistik, administrasi dan finansial program (laporan manajerial
program). Penyakit menular fungsi surveilans yang paling mendasar ada 2 yaitu: deteksi dini
kejadian luar biasa dan fungsi monitoring program untuk penyakit-penyakit spesifik maupun
penyakit yang umum di masyarakat. Sistem surveilans tidak saja konsentrasi dengan
penyakit-penyakit menular saja melaikan menaruh perhatian yang besar terhadap penyakit-
penyakit tidak menular.
B. Pendekatan surveilans dapat dibagi menjadi dua jenis:

(1) Surveilans pasif;

Surveilans pasif memantau penyakit secara pasif, dengan menggunakan data penyakit yang harus
dilaporkan (reportable diseases) yang tersedia di fasilitas pelayanan kesehatan. 

(2) Surveilans aktif

Surveilans aktif menggunakan petugas khusus surveilans untuk kunjungan berkala ke lapangan,
desa-desa, tempat praktik pribadi dokter dan tenaga medis lainnya, puskesmas, klinik, dan rumah
sakit, dengan tujuan mengidentifikasi kasus baru penyakit atau kematian, disebut penemuan kasus
(case finding), dan konfirmasi laporan kasus indeks. 

Sistem pengumpulan data pasif 1) Sistem ini merupakan sistem yang lebih mudah dan lebih murah
daripada sitem pengumpula data aktif 2) Sumber data berasal dari catatan kesehatan dari lembaga
pelayanan kesehatan maupun badan statistik yang ada. 3) Data yang didapatkan terbatas variabilitas
dan kelengkapannya 32 4) Data yang didapatkan mungkin saja tidak representatif dan tidak dapat
digunakan untuk deteksi dini wabah. Sistem pengumpulan data aktif 1) Biaya yang dikeluarkan lebih
besar daripada sistem pengumpulan data pasif. 2) Biasa digunakan untuk kondisi yang
membutuhkan deteksi dini ataupun pada kasus yang memerlukan evaluasi berkesinambungan
secara ketat, misalnya kasus TB paru. 3) Kualitas data yang dihasilkan lebih representatif dan lebih
lengkap sesuai dengan kebutuhan dibanding sistem pengumpulan data pasif.

1.  Surveilans Individu

mendeteksi dan memonitor individu-individu yang mengalami kontak dengan penyakit serius,
misalnya pes, cacar, tuberkulosis, tifus, demam kuning, sifilis.

2.  Surveilans Penyakit

melakukan pengawasan terus-menerus terhadap distribusi dan kecenderungan insidensi penyakit,


melalui pengumpulan sistematis, konsolidasi, evaluasi terhadap laporan-laporan penyakit dan
kematian, serta data relevan lainnya. Jadi fokus perhatian  surveilans penyakit adalah penyakit,
bukan individu.

3.  Surveilans  Sindromik

melakukan pengawasan terus-menerus terhadap sindroma (kumpulan gejala) penyakit, bukan


masing-masing penyakit.

4.  Surveilans Berbasis Laboratorium

digunakan untuk mendeteksi dan menonitor penyakit infeksi. 

5.  Surveilans Terpadu

menata dan memadukan semua kegiatan surveilans di suatu wilayah yurisdiksi (negara/ provinsi/
kabupaten/ kota) sebagai sebuah pelayanan publik bersama.
6.  Surveilans Kesehatan Masyarakat Global

Perdagangan dan perjalanan internasional di abad modern, migrasi manusia dan binatang serta
organisme, memudahkan transmisi penyakit infeksi lintas negara. Konsekunsinya, masalah-masalah
yang dihadapi negara-negara berkembang dan negara maju di dunia makin serupa dan bergayut.

E.     Waktu Pengumpulan Data


Waktu pengumpulan data pada sistem surveilans meliputi :
1.      Rutin bulanan. Laporan yang berkaitan dengan perencanaan dan
evaluasi program dari sumber data yang dilakukan oleh Puskesmas yaitu SP2TP(Sistem
Pencatatan dan Pelaporan Terpadu Puskesmas)
2.      Rutin harian dan mingguan. Laporan tersebut berkaitan dengan Sistem Kewaspadaan Dini
(SKD) dari kejadian Luar Biasa (KLB)
3.      Insidensitil adalah laporan sewaktu-waktu seperti laporan W1 untuk Kejadian Luar Biasa
(KLB)
4.      Laporan berdasarkan hasil survei.
Weraman, Pius. 2010. Dasar Surveillans Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Gramata Publishing

e. Langkah-langkah kegiatan surveilans


1. Perencanaan surveilans
Perencanaan kegiatan surveilans dimulai dengan penetapan tujuan surveilans, dilanjutkan dengan
penentuan definisi kasus, perencanaan perolehan data, teknik pengumpulan data, teknik analisis
dan mekanisme penyebarluasan informasi.
2. Pengumpulan data
Pengumpulan data merupakan awal dari rangkaian kegiatan untuk memproses data selanjutnya.
Data yang dikumpulkan memuat informasi epidemiologi yang dilaksanakan secara teratur dan terus-
menerus dan dikumpulkan tepat waktu. Pengumpulan data dapat bersifat pasif yang bersumber dari
Rumah sakit, Puskesmas dan lain-lain, maupun aktif yang diperoleh dari kegiatan survei (Budioro,
1997).
Pengumpulan data dilakukan dengan mengadakan pencatatan insidensi terhadap orang-orang yang
dianggap penderita malaria atau population at risk melalui kunjungan rumah (active surveillance)
atau pencatatan insidensi berdasarkan laporan sarana pelayanan kesehatan yaitu dari laporan rutin
poli umum setiap hari, laporan bulanan Puskesmas desa dan Puskesmas pembantu, laporan petugas
surveilans di lapangan, laporan harian dari laboratorium dan laporan dari masyarakat serta petugas
kesehatan lain (pasive surveillance). Atau dengan kata lain, data dikumpulkan dari unit kesehatan
sendiri dan dari unit kesehatan yang paling rendah, misalnya laporan dari Pustu, Posyandu, Barkesra,
Poskesdes (Arias, 2010).
Proses pengumpulan data diperlukan sistem pencatatan dan pelaporan yang baik. Secara umum
pencatatan di Puskesmas adalah hasil kegiatan kunjungan pasien dan kegiatan luar gedung.
Sedangkan pelaporan dibuat dengan merekapitulasi data hasil pencatatan dengan menggunakan
formulir tertentu, misalnya form W1 Kejadian Luar Biasa (KLB) , form W2 (laporan mingguan) dan
lain-lain (Noor, 2000).
3. Pengolahan dan penyajian data
Data yang sudah terkumpul dari kegiatan diolah dan disajikan dalam bentuk tabel, grafik (histogram,
poligon frekuensi), chart (bar chart, peta/map area). Penggunaan komputer sangat diperlukan untuk
mempermudah dalam pengolahan data diantaranya dengan menggunakan program (software)
seperti epi info, SPSS, lotus, excel dan lain-lain (Budioro, 1997).
4. Analisis data
Analisis merupakan langkah penting dalam surveilans epidemiologi karena akan dipergunakan untuk
perencanaan, monitoring dan evaluasi serta tindakan pencegahan dan penanggulangan penyakit.
Kegiatan ini menghasilkan ukuran-ukuran epidemiologi seperti rate, proporsi, rasio dan lain-lain
untuk mengetahui situasi, estimasi dan prediksi penyakit (Noor, 2000).
Data yang sudah diolah selanjutnya dianalisis dengan membandingkan data bulanan atau tahun-
tahun sebelumnya, sehingga diketahui ada peningkatan atau penurunan, dan mencari hubungan
penyebab penyakit malaria dengan faktor resiko yang berhubungan dengan kejadian malaria (Arias,
2010).
5. Penyebarluasan informasi
Penyebarluasan informasi dapat dilakukan ketingkat atas maupun ke bawah. Dalam rangka kerja
sama lintas sektoral instansi-instansi lain yang terkait dan masyarakat juga menjadi sasaran kegiatan
ini. Untuk diperlukan informasi yang informatif agar mudah dipahami terutama bagi instansi diluar
bidang kesehatan (Budioro, 1997).
Penyebarluasan informasi yang baik harus dapat memberikan informasi yang mudah dimengerti dan
dimanfaatkan dalam menentukan arah kebijakan kegiatan, upaya pengendalian serta evaluasi
program yang dilakukan. Cara penyebarluasan informasi yang dilakukan yaitu membuat suatu
laporan hasil kajian yang disampaikan kepada atasan, membuat laporan kajian untuk seminar dan
pertemuan, membuat suatu tulisan di majalah rutin, memanfaatkan media internet yang setiap saat
dapat di akses dengan mudah (Depkes RI, 2003).
6. Umpan balik
Kegiatan umpan balik dilakukan secara rutin biasanya setiap bulan saat menerima laporan setelah
diolah dan dianalisa melakukan umpan balik kepada unit kesehatan yang melakukan laporan dengan
tujuan agar yang mengirim laporan mengetahui bahwa laporannya telah diterima dan sekaligus
mengoreksi dan memberi petunjuk tentang laporan yang diterima. Kemudian mengadakan umpan
balik laporan berikutnya akan tepat waktu dan benar pengisiannya. Cara pemberian umpan balik
dapat melalui surat umpan balik, penjelasan pada saat pertemuan serta pada saat melakukan
pembinaan/suvervisi (Arias, 2010).
Bentuk dari umpan balik bisa berupa ringkasan dari informasi yang dimuat dalam buletin (news
letter) atau surat yang berisi pertanyaan-pertanyaan sehubungan dengan yang dilaporkan atau
berupa kunjungan ke tempat asal laporan untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya. Laporan
perlu diperhatikan waktunya agar terbitnya selalu tepat pada waktunya, selain itu bila
mencantumkan laporan yang diterima dari eselon bawahan, sebaliknya yang dicantumkan adalah
tanggal penerimaan laporan (Depkes RI, 2003).
7. Investigasi penyakit
Setelah pengambilan keputusan perlunya mengambil tindakan maka terlebih dahulu dilakukan
investigasi/penyelidikan epidemiologi penyakit malaria. Dengan investigator membawa
ceklis/format pengisian tentang masalah kesehatan yang terjadi dalam hal ini adalah penyakit
malaria dan bahan untuk pengambilan sampel di laboratorium. Setelah melakukan investigasi
penyelidikan kemudian disimpulkan bahwa benar-benar telah terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB)
malaria yang perlu mengambil tindakan atau sebaliknya (Arias, 2010).
8. Tindakan penanggulangan
Tindakan penanggulangan yang dilakukan melalui pengobatan segera pada penderita yang sakit,
melakukan rujukan penderita yang tergolong berat, melakukan penyuluhan mengenai penyakit
malaria kepada masyarakat untuk meningkatkan kesadaran agar tidak tertular penyakit atau
menghindari penyakit tersebut, melakukan gerakan kebersihan lingkungan untuk memutuskan
rantai penularan (Arias, 2010).

9. Evaluasi data sistem surveilans


Program surveilans sebaiknya dinilai secara periodik untuk dapat dilakukan evaluasi manfaat
kegiatan surveilans. Sistem dapat berguna apabila memenuhi salah satu dari pernyataan berikut:
a. Apakah kegiatan surveilans dapat mendeteksi kecenderungan dan mengidentifikasi perubahan
dalam kejadian kasus.
b. Apakah program surveilans dapat mendeteksi epidemik kejadian kasus di wilayah tersebut.
c. Apakah kegiatan surveilans dapat memberikan informasi tentang besarnya morbiditas dan
mortalitas yang berhubungan dengan kejadian penyakit di wilayah tersebut.
d. Apakah program surveilans dapat mengidentifikasi faktor-faktor resiko yang berhubungan dengan
kasus atau penyakit (Arias, 2010).
f. Indikator surveilans
Indikator surveilans meliputi:
a. Kelengkapan laporan.
b. Jumlah dan kualitas kajian epidemiologi dan rekomendasi yang dapat dihasilkan.
c. Terdistribusinya berita epidemiologi lokal dan nasional.
d. Pemanfaatan informasi epidemiologi dalam manajemen program kesehatan.
e. Meningkatnya kajian Sistem Kewaspadaan Dini (SKD) penyakit (Depkes RI, 2003).

Anda mungkin juga menyukai