Oleh :
Dosen Pembimbing :
DR. M. Arafah Sinjar, MHum
Fakultas Hukum
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta
2017
KATA PENGANTAR
Dengan nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, penulis
panjatkan puji dan syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah tentang
Konsep etika,moral dan akhlak dalam islam.
Makalah ini telah disusun secara maksimal untuk memenuhi nilai tugas kelompok dari
mata kuliah Pendidikan Agama Islam. Meskipun harapan penulis terhadap isi makalah ini
bebas dari kekurangan, namun pasti selalu ada yang kurang dari segi susunan kalimat
maupun tata bahasa. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih dan
mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar tugas makalah Pendidikan Agama
Islam ini dapat lebih baik lagi.
Penulis
i
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.....................................................................................................................i
KATA PENGANTAR....................................................................................................................ii
DAFTAR ISI..................................................................................................................................iii
BAB I : PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG........................................................................................................1
B. RUMUSAN MASALAH....................................................................................................1
C. TUJUAN ............................................................................................................................2
BAB II : PEMBAHASAN
A. KONSEP ETIKA, MORAL DAN AKHLAK……………………………………………
B. KARAKTERISTIK ETIKA ISLAM…………………………………………………….
C. HUBUNGAN TASAWUF DENGAN AKHLAK………………………………………
D. INDIKATOR MANUSIA BERAKHLAK………………………………………………
E. AKHLAK DAN AKTUALISASINYA DALAM KEHIDUPAN………………………
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................11
i
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Timbulnya kesadaran akhlak dan pendirian manusia terhadap-Nya adalah pangkalan yang
menetukan corak hidup manusia. Akhlak, atau moral, atau susila adalah pola tindakan yang
didasarkan atas nilai mutlak kebaikan. Hidup susila dan tiap-tiap perbuatan susila adalah
jawaban yang tepat terhadap kesadaran akhlak, sebaliknya hidup yang tidak bersusila dan
tiap-tiap pelanggaran kesusilaan adalah menentang kesadaran itu.
Kesadaran akhlak adalah kesadaran manusia tentang dirinya sendiri, dimana manusia
melihat atau merasakan diri sendiri sebagai berhadapan dengan baik dan buruk. Disitulah
membedakan halal dan haram, hak dan bathil, boleh dan tidak boleh dilakukan, meskipun dia
bisa melakukan. Itulah hal yang khusus manusiawi. Dalam dunia hewan tidak ada hal yang
baik dan buruk atau patut tidak patut, karena hanya manusialah yang mengerti dirinya
sendiri, hanya manusialah yang sebagai subjek menginsafi bahwa dia berhadapan pada
perbuatannya itu, sebelum, selama dan sesudah pekerjaan itu dilakukan. Sehingga sebagai
subjek yang mengalami perbuatannya dia bisa dimintai pertanggungjawaban atas
perbuatannya itu.
1.2Rumusan Masalah
1.3Tujuan
i
BAB II
PEMBAHASAN
Etika merupakan cabang filsafat yang membahas nilai dan norma, moral yang
mengatur interaksi perilaku manusia baik sebagai individu maupun sebagai kelompok.
Dalam pemahaman ini, etika yang digunakan sebagai landasan pijakan manusia dalam
perilakunya dapat diklasifikasikan dengan beberapa penafsiran sebagai refleksi kritis dan
refleksi aplikatif.
Etika di dalam Islam mengacu pada dua sumber yaitu Qur’an dan Sunnah atau
Hadits Nabi. Dua sumber ini merupakan sentral segala sumber yang membimbing segala
perilaku dalam menjalankan ibadah, perbuatan atau aktivitas umat Islam yang benar-
benar menjalankan ajaran Islam. Tetapi dalam implementasi pemberlakuan sumber ini
secara lebih substantif sesuai dengan tuntutan perkembangan budaya dan zaman yang
selalu dinamis ini diperlukan suatu proses penafsiran, ijtihad baik bersifat kontekstual
maupun secara tekstual.
Wahyu sebagai sistem pengaturan kehidupan manusia merupakan sumber pertama
yang melandasi filosofi dalam menentukan kriteria nilai baik dan nilai buruk. Adanya
misi Nabi Muhammad dengan landasan wahyu Qur’an dan Hadits di mana beliau diutus
ke muka bumi sebagai rasul guna mengemban untuk memperbaiki atau menyempurnakan
akhlak umat manusia. Ini jelas indikasi bahwa masalah etika dalam kehidupan umat
Islam adalah yang dicita-citakan dan dibutuhkan oleh umat manusia dalam pergaulan
hidupnya dan dalam sikap dan perilakunya terhadap hidup dan kehidupan bersama dalam
mengemban fungsi kehidupan di dunia.
Islam dengan wahyu Al Qur’an sangat mencela dan melarang atas perilaku yang
buruk dan merugikan terhadap diri sendiri, sesama manusia dan lingkungan. Bahkan
Allah sangat melaknat terhadap manusia atau kaum yang melakukan kejahatan dan
kemungkaran dan membuat bencana kerusakan di muka bumi ini.
i
Pada Al-Qur’an surat Muhammad ayat 22 dan 23, Allah berfirman:
(22) أَرْ َحا َم ُك ْم َو ُت َق ِّطعُوااأْل َرْ ضِ فِي ُت ْفسِ ُدواأَ ْن َت َولَّ ْي ُتمْ إِ ْن َع َس ْي ُت ْم َف َه ْل
i
Nilai baik atau ma’ruf dan nilai buruk atau mungkar ini bersifat universal. Hal ini
sesuai dengan perintah Allah kepada manusia untuk melakukan perbuatan ma’ruf dan
mengindari perbuatan mungkar atau jahat dalam surat Al-Imran ayat 104 sebagai berikut:
Artinya : dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada
kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf dan mencegah dari orang yang munkar. Dan
mereka itulah orang-orang yang beruntung
Maka secara filosofis, etika Islam mendasarkan diri pada nalar ilmu dan agama
untuk menilai suatu perilaku manusia. Landasan penilaian ini dalam praktek kehidupan
di masyarakat sering kita temukan bahwa secara agama dinilai baik atau buruk sering
diperkuat dengan alasan-alasan dan argumen-argumen ilmiah atau ilmu dan agama
Islam. Bahkan sering terbukti di dalam sejarah peradaban manusia bahwa landasan
kebenaran agama (Islam) yang telah berabad-abad dinyatakan di dalam agama (Qur’an)
dapat dibenarkan secara ilmiah oleh perjalanan sejarah mencari kebenaran oleh umat
manusia.
teori etika ini merupakan suatu penilaian baik atau buruk, benar atau salah
ditentukan oleh manusia sendiri baik sebagai individu maupun sebagai kelompok sosial
atau ditentukan oleh suatu institusi negara atas suatu aktivitas yang menjadi objek yang
dinilai.
i
2.1.1 Kaitan Moralitas, Norma, Perundangan, dan Etika
Moral itu adalah nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi pegangan bagi
seseorang atau kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Norma-norma atau nilai-nilai
di dalam moral selain sebagai standar ukur normatif bagi perilaku, sekaligus juga sebagai
perintah bagi seseorang atau kelompok untuk berperilaku sesuai dengan norma-norma
atau nilai-nilai tersebut.
Sedangkan etika pengertiannnya jauh lebih luas dan dalam cakupannya dibanding
dengan istilah moral. Menurut Fran Magnis Suseno (1993:14-18), etika merupakan
filsafat atau pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran, norma-norma, nilai-
nilai serta kebiasaan-kebiasaan dan pandangan moral secara kritis.
Jadi istilah moral, sopan santun, norma, nilai tersebut bermakna bagaimana
berperilaku sesuai dengan tuntunan norma-norma, nilai-nilai yang diakui oleh individu
atau kelompok ketika bergaul dengan individu atau kelompok lainnya di dalam
masyarakat. Sedangkan istilah etika (filsafat moral) selain seseorang diituntut dapat
berperilaku sesuai dengan norma-norma atau nilai-nilai tertentu, juga dituntut untuk
mampu mengetahui dan memahami sistem, alasan-alasan dan dasar-dasar moral serta
konsepsinya secara rasional guna mencapai kehidupan yang lebih baik.
i
2.1 Karakteristik Etika Islam
Karakter (khuluk) merupakan suatu keadaan jiwa dimana jiwa bertindak tanpa di pikir
atau di pertimbangkan secara mendalam. Karakter ini ada 2 jenis
Misalnya pada orang yang gampang sekali marah karena hal paling kecil atau takut menghadapi
insiden yang paling sepele. Juga pada orang yang terkesiap berdebar-debar di sebabkan suara
yang amat lemah yang menerpa gendang telinganya atau ketakutan lantaran mendengar suata
berita atau tertawa berlebih-lebihan hanya karena suatu hal yang amat sangat biasa yang telah
membuatnya kagum, atau sedih sekali cuma karena suatu hal yang tak terlalu memprihatinkan
yang telah menimpanya.
Pada mulanya keadaan ini terjadi karena di pertimbangkan dan dipikirkan, namun kemudian
melalui praktek terus-menerus menjadi karakter.
Karenanya para cendikiawan klasik sering berbeda pendapat mengenai karakter. Sebagian
berpendapat bahwa karakter di miliki oleh jiwa yang tidak berpikir (nonrasional). Sementara
yang lain berkata bahwa bisa juga karakter itu milik jiwa yang berpikir (rasional). Ada yang
berpendapat bahwa karakter itu alami sifatnya, dan juga dapat berubah cepat atau lamban melalui
disiplin serta nasihat-nasihat yang mulia. Pendapat yang terakhir inilah yang kami dukung karena
sudah kami kaji secara langsung. Adapun pendapat pertama akan menyababkan tidak berlakunya
fakultas nalar, tertolaknya segala bentuk norma dan bimbingan, tunduknya (kecendrungan )
orang kepada kekejaman dan kelalaian, serta banyak remaja dan anak berkembang liar tanpa
nasihat dan pendidikan. Ini tentu saja sangat negatif.
Dalam book on ethics dan book categories, aristoteles mengungkapkan bahwa orang yang buruk
bisa berubah manjadi baik melalui pendidikan. Namun tidak pasti. Dia beranggapan bahwa
nasihat yang berulang-ulang dan disiplin serta bimbingan yang baik akan melahirkan hasil-hasil
yang berbeda-beda pada berbagai orang. Sebagian tanggap dan segera menerimanya sebagian
lagi juga tanggap, tapi tidak segera menerimanya.
Dari penjelasan di atas kami buat silogisme seperti ini: setiap karakter dapat berubah. Apapun
yang bisa berubah berarti tidak alami. Kedua premis itu betul, dan konklusi silogismenya sesuai
dengan contoh yang kedua dari bentuk pertama. Sementara pembenaran premis yang pertama,
yaitu bahwa setiap karakter punya kemungkinan untuk di ubah, sudah kami urauikan. Jelaslah
dari observasi actual dari bukti yang kami dapatkan yang berkenaan dengan perlunya
pendidikan, manfaatnya, dan pengaruhya pada remaja dan anak-anak dan juga dari syariat agama
yang benar, merupakan petunjuk Allah buat para makhluk-Nya. Pembenaran premis yang kedua,
yaitu bahwa segala yang dapat berubah itu tidak mungkin alami, juga sudah jelas. Karena kita
tak pernah berupaya merubah sesuatu yang alami. Tak ada seorang pun yang mau mengubah
i
gerak api yang menjilat-jilat ke atas, dengan melatihnya supaya menjilat-jilat ke bawah. Juga tak
ada seorang pun yang mau membiasakan supaya gerak batu yang jatuh membumbung keatas,
sehingga gerak alaminya berubah. Andainya pun orang mau, dia tidak akan berhasil mengubah
hal-hal yang alami. Makanya kedua premis itu betul, komposisi(silogisme itu), yang ada pada
modus kedua dari bentuk pertama, juga benar dan menjadi dalil yang jelas.
Tingkatan Karakter
Sementara itu,tingkatan manusia dalam menerima tatanan yang baik yang kami namakan akhlak
(karakter) ini yang suka kepadanya, banyak sekali. Kita bisa menyaksikan perbedaan-perbedaan
ini, khususnya pada anak-anak. Karena karakter mereka muncul sejak awal pertumbuhan
mereka. Anak-anak tidak menutup-nutupinya dengan sengaja dan sadar, seperti yang di lakukan
orang dewasa.
Selain itu kita menyaksikan sendiri dan di antara mereka ada yang baik, kikir, lembut, keras
kepala, dengki, atau sebaliknya? Atau bahkan ada karakter-karakternya yang saling kontradiksi,
yang dari situ akhirnya anda bisa mengetahui tingkatan-tingkatan manusia dalam menerima
karakter yang mulia? Dari situ kita bisa mengerti bahwa mereka tidak sama tingkatannya. Di
antara mereka ada yang tanggap dan yang buruk, dan ada juga yang berada dalam posisi tengah
diantara dua kubu ini. Kalau tabiat-tabiat ini di abaikan dan tidak di disiplinkan serta dikoreksi,
maka dia bakal tumbuh dan berkembang mengikuti tabiatnya, dan selama hidupnya kondisinya
tidak akan berubah, dia memuaskan apa yang di anggapnya cocok menurut selera alamiahnya,
entah marah, senang, jahat, tamak, atau tabiat rendah lainnya.
Etika adalah sebuah tatanan perilaku berdasarkan suatu sistem tata nilai suatu masyarakat
tertentu. Moral adalah secara etimologis berarti adat kebiasaan,susila. Jadi moral adalah perilaku
yang sesuai dengan ukuran-ukuran tindakan yang oleh umum di terima, meliputi kesatuan
sosial/lingkungan tertentu. Sedangkan akhlak adalah ilmu yang menentukan batas antara baik
dan buruk tentang perkataan/perbuatan manusia lahir dan batin.
Didalam islam, etika yang diajarkan dalam islam berbeda dengan etika filsafat. Etika Islam
memiliki karakteristik sebagai berikut:
1. Etika Islam mengajarkan dan menuntun manusia kepada tingkah laku yang baik dan
menjauhkan diri dari tingkah laku yang buruk.
2. Etika Islam menetapkan bahwa yang menjadi sumber moral, ukuran baik dan buruknya
perbuatan seseorang didasarkan kepada al-Qur’an dan al-Hadits yang shohih.
3. Etika Islam bersifat universal dan komprehensif, dapat diterima dan dijadikan pedoman
oleh seluruh umat manusia kapanpun dan dimanapun mereka berada.
4. Etika Islam mengatur dan mengarahkan fitrah manusia kejenjang akhlak yang luhur dan
mulia serta meluruskan perbuatan manusia sebagai upaya memanusiakan manusia
i
2.2 Hubungan Tasawuf dengan Ahlak
Dalam islam terdapat istilah akhlak dan tasawuf. Akhlak dan Tasawuf memiliki beragam
pendapat dan hubungan yang saling melengkapi. Ajaran mengenai tasawuf, sebetulnya bukanlah
ajaran yang baku dalam islam dan disepakati oleh berbagai kalangan ulama. Terdapat berbagai
pandangan dan pemikiran yang memberikan sumbangsih pada tasawuf.
ads
Dalam artikel ini sekedar membahas benang merah Akhlak dan Tasawuf secara umum saja
namun tidak menggali lebih mendalam mengenai apa tasawuf dan berbagai aliran mengenai hal
tersebut. Hal ini agar dapat sesuai dengan Tujuan Penciptaan Manusia , Proses Penciptaan
Manusia , Hakikat Penciptaan Manusia , Konsep Manusia dalam Islam, dan Hakikat Manusia
Menurut Islam yang telah ditetapkan oleh Allah, ketika akan dilaksanakan.
Pengertian Tasawuf
Istilah tasawuf berasal dari kata sufi yang artinya suci. Tasawuf memang berasal dari golongan
para sufi yang senantiasa menghubungkan ajaran agama dengan perasaan cinta mendalam dan
kesucian hati. Untuk itu, tasawuf diartikan sebagai penyucian hati dan menjaganya agar tidak
mendapatkan cedera, kotor, dan selanjutnya dapat menjadikan hati jernih serta harmonis dengan
hubungan antara manusia dan Tuhan.
Ilmu Tasawuf sendiri menjelaskan mengenai cara cara mengembangkan ruhani manusia untuk
dapat mendekatkan diri kepada Allah. Dalam derajat tertentu, terdapat istilah Makrifat yang
berarti telah bersatu dengan Tuhan. Itulah yang menjadi pencapaian tertinggi atau tujuan
tertinggi dari tasawuf.
Dasar dari ajaran tasawuf adalah mensucikan diri dari dosa, mencari ridho Allah, dan hidup
dalam keadaan zuhud. Mereka menghiasi hati dengan cinta dan menghias diri dengan akhlak
yang mulia. Ajaran tasawuf ini disandarkan dari beberapa pandangan, diantaranya adalah.
Perilaku Nabi Muhammad bagi ulam sufisme adalah cerminan dari perilaku tasawuf.
Diantaranya adalah berdiam diri di gua hira, hidup zuhud atau sederhana, tidak memiliki
i
kecintaan terhadap harta duniawi, senantiasa melakukan pendekatan diri terhadap Allah baik
lewat zikir, doa, dan shalat.
Pandangan mengenai tasawuf juga timbul karena pandangan akan sifat Nabi Muhammad seperti
bertaubat, sabar, tawakal, dan ridha atas apa yang diberikan Allah. Perilaku tersebut dianggap
sesuai dengan ajaran tasawuf dan sesuai dengan tujuan untuk meraih keridhoan Allah SWT.
Di dalam ayat Al-Quran juga terdapat ayat-ayat yang menjadi dasar bagi ajaran Tasawuf,
diantaranya adalah:
“Sungguh beruntung orang yang menyucikan jiwanya, dan sungguh merugi orang yang
mengotori jiwanya” (QS Asy-Syams: 9)
Dalam ayat ini dijelaskan bahwa orang-orang yang beruntung adalah orang yang mensucikan
jiwa sebagaimana dari tasawuf. Untuk itu, ayat ini menjadi pendorong bagi muslim untuk
senantiasa memelihara hati dan menjaganya agar tidak terkotori oleh hal-hal duniawi atau hal-hal
yang merusak ketentraman jiwa.
Selain itu disampaikan pula dalam ayat berikut bahwa ayat ini mendorong untuk senantiasa
mencintai Allah dan Allah akan mengampuni dosa bagi yang mencintai Allah. Tentu ini pun juga
menjadi dasar akan tasawuf bahwa kecintaan pada Allah adalah segala-galanya.
“Katakanlah, “Jika kalian (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi
dan mengampuni dosa-dosa kalian.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Ali
Imran: 31)
Akhlak dalam islam adalah landasan mengenai perhitungan baik atau buruknya sesuatu.
Landasan akhlak dalam islam didasarkan pada aspek Ketuhanan dimana benar atau salahnya
serta baik atau buruknya akhlak bergantung kepada apa yang disampaikan oleh Allah SWT.
Pertimbangan akhlak islam diantaranya berdasar kepada:
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taati Rasul-Nya dan Ulil Amri diantara
kamu, kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia kepada
Allah (Al-Qur`an) dan Rasul (sunnahnya) jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan
hari akhir, yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (An-Nisa: 59)
Akhlak islam mengarahkan untuk taat kepada Allah SWT dan melarang untuk mengikuti selain
dari perintahnya. Untuk itu, akhlak islam didasarkan kepada keaptuhan dan ketaatan hanya
kepada Allah SWT. Baik dan Buruknya adalah sesuai dari perkataan Allah bukan manusia atau
ajaran-ajaran yang bukan berasal dari islam.
i
2. Contoh dari Rasulullah SAW
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (iaitu) bagi
orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut
Allah.” (QS Al Ahzab : 21)
Dalam islam sendiri telah dijelaskan bahwa Rasulullah adalah teladan bagi umat islam. Untuk
itu, akhlak yang baik akan tercermin dari bagaimana Rasulullah berperilaku dan mencontohkan.
Bisa dilihat dari tujuan perilaku atau teknis perilaku yang dicontohkan Rasulullah.
Selain dari apa yang Allah perintahkan dan rasul contohkan ada pula hukum-hukum Allah yang
ada di alam dan hanya dapat ditangkap dan dipahami oleh orang-orang yang berakal,
Diantaranya adalah ayat berikut yang melarang manusia untuk merusak hukum keseimbangan.
Akhlak yang buruk pasti akan merusak, akhlak yang baik akan mengarahkan pada
keseimbangan.
“Dan Tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi neraca itu.”
(QS Ar Rahman 7-9)
Dalam ajaran akhlak islam dan tasawuf tentu tidak ada yang bertentangan secara substansi.
Akhlak islam menginginkan umat islam mendapatkan kemuliaan akhlak berdasarkan agama
sedangkan tasawuf pun menuju kepada hal tersebut. Titik tekan akhlak islam berlandaskan 3 hal
yang telah disebutkan di atas, sedangkan tasawuf pada kecintaan dan kebersihan jiwa.
Penerapannya mungkin tasawuf memiliki hal yang berbeda, namun secara tujuan tidaklah
bertentangan. Ajaran Tasawuf dan akhlak sama-sama tidak menginginkan keburukan dan
kerusakan yang terjadi.
Hal ini dapat dirangkum dalam hal berikut mengenai Hubungan Akhlak dan Tasawuf :
Untuk memuliakan akhlak sejatinya kita juga bisa kembali melaksanakan sunnah rasul. Tasawuf
tentu tidak dilarang secara praktik jika tidak ada hal yang bertentangan dengan Al-Quran,
Sunnah, rukun iman, rukun islam, dan fungsi agama. Hal ini dapat diperkuat misalnya dengan
cara melaksanakan Sunnah Sebelum Tidur , Adab Ziarah Kubur , Cara Makan Rasulullah ,
melaksanakan Cara Mandi Dalam Islam , Zikir Sebelum Tidur , melaksanakan Macam Macam
Shalat Sunnah, melaksanakan Proses Pemakaman Jenazah Menurut Islam, dsb.
i
i
i