Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN

PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENCAPAN 2


PENGARUH KONSENTRASI ZAT PERINTANG (SnCl2) , SUHU STEAMING DAN SUHU
BACKING TERHADAP PENCAPAN RINTANG PUTIH PADA KAIN KAPAS DENGAN
ZAT WARNA REAKTIF

Disusun oleh ,
Kelompok :2
Group : 3K-1
Nama : Adira Dixie Lestari (11020001)
Ahmad Taufik K (11020002)
Alifah Murni N (11020004)
Anne Fitriyani (11020006)
Gilang YS (11020031)
Dosen : Hardianto,S.ST,M.Eng
Asisten :1. Drs.Solehudin
2. Yolanda I,S.ST

SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TEKSTIL


BANDUNG
2013
PENGARUH KONSENTRASI ZAT PERINTANG (SnCl2) , SUHU STEAMING DAN SUHU
BACKING TERHADAP PENCAPAN RINTANG PUTIH PADA KAIN KAPAS DENGAN
ZAT WARNA REAKTIF

I. MAKSUD
- Mengetahui proses pencapan rintang pada kain kapas dengan menggunakan zat warna
reaktif diatas zat warna reaktif secara langssung.
- Mengamati pengaruh konsentrasi zat perintang (SnCl2), suhu baking dan suhu steaming
terhadap ketuaan warna hasil pencapan pada proses pencapan rintang putih pada kain
kapas dengan zat warna reaktif diatas zat warna reaktif.

II. TEORI DASAR


2.1 Serat Kapas

Serat kapas dihasilkan dari rambut biji tanaman jenis Gossypium. Dimensi serat
yang terpenting adalah panjangnya. Kapas yang lebih panjang cenderung mempunyai
diameter lebih halus, lembut, dan mempunyai konvolusinya lebih banyak[1].
Serat kapas adalah serat selulosa yang merupakan serat hidrofil yang strukturnya
berupa polimer selubiosa, dengan derajat polimerisasi. Derajat polimerisasi selulosa pada
kapas kira-kira 10.000 dengan berat molekul kira-kira 1.580.000. Semakin rendah derajat
polimerisasinya maka daya serap airnya semakin besar. Gugus –OH primer pada selulosa
merupakan gugus fungsi yang berperan untuk mengadakan ikatan dengan zat warna,
adapun struktur dari serat kapas[1].

Penampang Membujur Penampang Melintang


Sumber : W. Kauser and W. V. Bergen., Textile Fiber Atlas, 1994.

Serat kapas mempunyai komposisi :


 Selulosa 80-90 %
 Protein dan zat yang mengandung nitrogen 5%
 Lemak, minyak dan malam 0,5-1%
 Pektat 0,5-1%
 Mineral dan warna alam 1%
 Air 8% [1]

Gambar 2.1.1
Struktur molekul serat selulosa. (P. Soeprijono S.Teks, dkk, Serat Serat
Tekstil, ITT, Bandung, 1974)
Gambar diatas merupakan skema dari strukur molekul serat selulosa. Struktur
molekul diatas tersusun dari molekul selulosa yang merupakan pengulangan dari α-
anhidroglukosa. Pada serat kapas diatas memiliki gugus hidroksil (OH)- yang
memberikan sifat kelarutan di dalam air. Meskipun demikian, selulosa yang banyak
mengandung gugus hidroksil dapat bersifat tidak larut di dalam air. Hal tersebut
dimungkinkan karena berat molekul selulosa yang sangat besar, juga karena terjadinya
ikatan hidrogen antar molekul selulosa yang mempersukar kelarutan selulosa di dalam
air[1].
Gugus hidroksil tersebut selain dapat menarik gugus hidroksil dari molekul
lainnya, juga dapat menarik gugus hidroksil air. Hal tersebut membuat serat yang
mengandung banyak gugus hidroksil akan mudah menyerap air sehingga serat
tersebut memiliki moisture regain yang tinggi. Dengan kemudahan molekul air
terserap kedalam serat, menyebabkan serat mudah dicelup. Pereaksi-pereaksi oksidasi,
asam dan alkali kuat dengan disertai oksigen dari udara pada umumnya akan
menyerang bagian atom oksigennya dan memutuskannya, sehingga panjang
molekulnya lebih pendek, yang berarti menurunkan kekuatan seratnya[1].

 Sifat fisika Serat Kapas


1. Warna
Warna kapas tidak betul – betul putih, biasanya sedikit cream. Warna kapas akan
makin tua setelah penyimpaan selama 2 – 5 tahun. Karena pengaruh cuaca yang lama,
debu, dan kotoran akan menyebabkan warna keabu – abuan [1].
2. Kekuatan
Kekuatan serat kapas dipengaruhi oleh kadar selulosa dalam serat, panjang rantai
dan orientasinya. Kekuatan serat kapas per bundel rata – rata adalah 96.000 pound per
inchi2 dengan minimum 70000 dan maksimum 116000 pound per inchi 2. Kekuatan
serat kapas dalam basah makin tinggi dibanding dengan kekuatan kapas kering. Pada
kapas kering distribusi tegangan dalam serat tidak merata karena bentuk serat kapas
yang terpuntir dan tidak teratur. Dalam keadaan basah serat menggelembung berbentuk
silinder, diikuti dengan kenaikan derajat orientasi sehingga distribusi tegangan lebih
merata dan kekuatan seratnya naik[1].
3. Mulur
Mulur serat kapas erkisar antara 4 – 13 % bergantung pada jenisnya, dengan mulur
rata – rata 7 %[1].
4. Moisture regain
Kapas mempunyai afinitas yang besar terhadap air. MR kapas bervariasi dengan
perubahan kelembaban atmosfer sekelilingnya. Serat kapas memiliki afinitas yang
besar terhadap air, dan air mempunyai pengaruh yang nyata pada sifat-sifat serat. Serat
kapas yang sangat kering bersifat kasar, rapuh, dan kekuatannya rendah. Moisture
regain serat kapas pada kondisi standart berkisar antara 7 – 8,5% [1].
5. Berat jenis
Berat jenis kapas adalah 1.5 sampai 1.58[1].

 Sifat kimia Serat Kapas


Serat kapas tidak tahan terhadap asam yang akan menghidrolisa rantai selulosa
mmembentuk hidroselulosa. Asam kuat menyebabkan degradasi cepat dan asam encer
mengakibatkan menurunnya kekuatan. Alkali mempunyai sedikit pengaruh terhadap
kapasm, kecuali alkali kuat dengan konsentrasi tinggi menyebabkan penggelembungan
serat besar seperti pada meserisasi. Pelarut yang digunakan untuk kapas adalah
kupramonium hidroksida dan kuprietilen diamina[2].
Serat kapas pada umumnya tahan terhadap kondisi penyimpanan, pengolahan, dan
pemakaian yang normal, tetapi beberapa zat oksidasi atau penghidrolisa menyebabkan
kerusakan dengan akibat penurunan kekuatan. Kerusakan karena oksidasi dengan
terbentuknya oksiselulosa biasanya terjadi dalam proses pemutihan yang berlebihan,
penyinaraan dalam keadaan lembab atau pemanasan yang lama dalam suhu diatas
1400C[2].

 Sifat biologi Serat Kapas


Serat kapas mudah diserang oleh jamur dan bakteri terutama pada keadaan lembab
dan pada suhu yang hangat[2].
Morfologi
Bentuk memanjang serat kapas pipih seperti pita terpuntir. Bentuk melintang serat
kapas seperti ginjal[1].
Secara umum serat kapas berwarna purtih sedikit cream, memiliki kekuatan tarik
sekitar 3 – 5 g/l dengan mulur 7 %. Moisture regain serat kapas pada kondisi standar
(27 0C, RH 65 %) adalah 7-8,5 %. Sifat Kimia Serat Kapas, antara lain :
 Tidak tahan terhadap asam, terutama asam an-organik misal :H2SO4.HCl.
 Tahan terhadap alkali dengan syarat tidak ada udara, karena adanya udara
(oksigen pada udara) akan menyebabkan oksiselulosa.
 Dalam keadaan kering, tahan terhadap jamur, bakteri dan serangga.
 Mempunyai daya adsorpsi yang tinggi terhadap air, asam, gram, alkali, dan zat
lain.
 Tahan dalam penyimpanan[1].

Memanjang
Bentuk memanjang serat kapas, pipih seperti pita yang terpuntir, ke arah
panjang, serat dibagi menjadi tiga bagian ialah:
- Dasar
Berbentuk kerucut pendek yang selama pertumbuhan serat tetap tertanam
diantara sel-sel epidermis. Dalam proses Pemisahan serat dari bijinya (ginning),
pada umumnya dasar serat ini putus, sehingga jarang sekali ditemukan pada
serat kapas yang diperdagangkan[1].
- Badan
Merupakan bagian utama serat kapas, kira-kira  sampai  panjang serat.
Bagian ini mempunyai diameter yang sama, dinding yang tebal, dan lumen
yang sempit[1].
- Ujung
Ujung serat merupakan bagian yang lurus dan mulai mengecil dan pada
umumnya kurang dari 1/4 bagian panjang serat. Bagian ini mempunyai sedikit
konvolusi dan tidak mempunyai lumen. Diameter bagian ini lebih kecil dari
diameter badan dan berakhir dengan ujung yang runcing[1].

Melintang
Bentuk penumpang serat kapas sangat bervariasi dari pipih sampai bulat
tetapi pada umumnya berbentuk seperti ginjal. Serat kapas dewasa, penumpang
lintangnya terdiri dari 6 bagian :
a. Kutikula
Merupakan lapisan terluar yang mengandung lilin, pectin, dan protein.
Lapisan ini merupakan penutup halus yang tahan air, dan melindungi bagian
dalam serat[1].
b. Dinding Primer
Merupakan dinding sel tipis yang asli, terutama terdiri dari selulosa, tetap
juga mengandung pectin, protein, dan zat-zat yang mengandung lilin. Dinding
ini tertutup oleh zat-zat yang menyusun kutikula. Tebal dinding primer kurang
dari 0,5 m. Selulosa dalam dinding primer berbentuk benang-benang yang
sangat halus atau ribril. Fibril tersebut tidak terususn sejajar panjang serat tetapi
membentuk spiral dengan sudut 650 – 700 mengelilingi sumbu serat. Spiral
tersebut mengelilingi serat dengan arah S maupun Z dan ada juga yang tersusun
hampir tegak lurus pada sumbu serat[1].
c. Lapisan Antara
Merupakan lapisan pertama dari dinding sekunder dan struktur nya sedikit
berbeda dengan dinding sekunder maupun dinding primer[1].
d. Dinding Sekunder
Merupakan lapisan-lapisan selulosa, yang merupakan bagian utama serat
kapas. Dinding sekunder juga merupakan lapisan fibril fibril yang membentuk
spiral dengan sudut 200 sampai 300 mengelilingi sumbu serat. Tidak seperti
spiral fibril pada dinding primer, spiral fibril pada dinding sekunder arah
putaran nya berubah-ubah pada interval yang random sepanjang serat[1].
e. Dinding Lumen
Dinding lumen lebih tahan terhadap pereaksi-pereaksi tertentu
dibandingkan dengan dinding sekunder[1].
f. Lumen
Merupakan ruangan kosong didalam serat. Bentuk dan ukurannya bervariasi
dari serat ke serat yang lain maupun sepanjang satu serat. Lumen berisi zat-zat
padat yang merupakan sisa-sisa protoplasma yang sudah kering, yang
komposisinya sebagian besar terdiri dari nitrogen[1].
2.2 Zat Warna Reaktif
Zat warna reaktif adalah zat warna yang dapat bereaksi dengan serat selulosa secara
kovalen. Oleh karenanya mempunyai ketahanan luntur yang sangat baik. Zat warna ini
terdiri dari dua jenis yaitu reaktif panas dan reaktif dingin. Reaktif dingin mempunyai
gugus reaktif yang lebih banyak sehingga kurang memerlukan suhu tinggi (jenis
triklorotriazin) sedang reaktif panas memerlukan suhu tinggi dalam penggunaannya.
Keunggulan zat warna reaktif dalam pemakaiannya adalah warna yang dihasilkannya
sangat cerah dan mudah sekali penggunaannya [2].
Menurut reaksi yang terjadi, zat warna reaktif dapat dibagi menjadi 2 golongan:
Golongan 1: zat warna reaktif yang mengadakan reaksi subtitusi dengan serat dan
membentuk ikatan pseude ester, misalnya : zat warna procion, cibanon,
drimaren dan levafix.
Golongan 2: zat warna reaktif yang dapat mengadakan reaksi adisi dengan serat dan
membentuk ikatan ester, misalnya : zat warna remasol dan remalan.
Secara umum struktur zat warna yang larut dalam air dapat digambarkan sebagai
berikut :
S–K–P–R–X
S = gugus pelarut misalnya gugus asam sulfonat dan karboksilat.
K = khromofor misalnya sistem yang mengandung gugus azo dan akinon.
P = gugus penghubung antara kromofor dan sistem yang reaktif misalnya gugus
amina dan amida.
R = sistem yang reaktif misalnya pirimidin dan vinil.
X = gugus reaktif yang mudah terlepas dari sistem yang reaktif misalnya gugus
khlor dan sulfat.
Struktur kimia zat warna reaktif dapat digambarkan sebagai berikut :

C Cl
SO3Na N N
N=N NH C C Cl
N
SO3Na

Khromofor zat warna reaktif mempunyai berat molekul yang kecil agar daya
serap terhadap serat tidak besar sehingga zat warna yang tidak bereaksi dengan serat
mudah dihilangkan. Gugus penghubung dapat mempengaruhi daya serap dan ketahanan
zat warna terhadap asam atau basa. Agar reaksi dapat berjalan dengan baik diperlukan
penambahan alkali misalnya Natrium Silikat dan KOH karena apabila telah dikerjakan
dengan alkali bahan akan tahan pencucian dan penyabunan. Disamping terjadi reaksi
antara zat warna dengan serat yang membentuk ikatan pseude ester dan eter, molekul air
juga dapat mengadakan reaksi hidrolisa dengan molekul zat warna, dengan memberikan
komponen zat warna yang tidak reaktif lagi. Reaksi hidrolisa tersebut akan bertambah
cepat dengan penaikan temperature [2].
Pemakaian zat warna reaktif secara panas yaitu untuk zat warna reaktif yang
mempunyai kereaktifan rendah, misalnya procion H, cibacron dengan sistem reaktif
mono-khlorotriazin, dan remazol denagan sistem reaktif vinil sulfon.
Khromofor zat warna reaktif biasanya merupakan system azo dan antrakinon
dengan berat molekul yang kecil, supaya daya penetrasi pada serat besar, sehingga zat
warna yang tidak bereaksi dengan serat mudah dihilangkan. Sedangkan gugusan-
gugusan reaktif merupakan bagian dari zat warna dan mudah lepas, sehingga bagian zat
yang berwarna mudah bereaksi dengan serat [2].

2.3 Pencapan rintang


Pencapaan rintang (resist/reserve printing) analog dengan pencapan etsa yaitu
meniadakan zat warna tertentu. Dalam pencapan rintang zat warna yang akan masuk
dihalangi oleh zat perintang sehingga tidak terjadi fiksasi zat warna. Jadi dalam
pencapan rintang kain dicap dulu dengan pasta cap yang mengandung zat perintang,
kemudian dicelup dengan zat warna yang tidak tahan zat perintang. Apabila kedalam
pasta cap ditambahkan zat warna disebut rintang warna apabila tidak ditambahkan zat
warna disebut rintang putih [2].
Setelah dicap dengan pasta yang diberi zat perintang, kain keseluruhaan kemudian
diwarnai (dicelup pad atau dicap blok) menggunakan zat warna yang tidak tahan
terhadap zat perintang Tadi sehingga tidak terjadi fiksasi [2].
Jenis zat perintang dapat bekerja secara kimia dan fisika :
1. Zat perintang yang ditambahkan dapat bekerja secara fisika, secara kimia atau kedua-
duanya. Zat perintang yang bekerja secara fisika misalnya lilin (wax), lemak, resin,
pengentaal dan pigmen seperti kaolin, ZnO, TiO2, atau BaSO4 [2].
2. Zat perintang yang bekerja secara kimia termasuk bermacam – macam zat kimia
seperti asam, alkali, garam, zat pengoksidasi dan zat pereduksi [2].
Pemberian warna dasar pada kain yang sudah dicap dengan pasta rintang harus
secepat mungkin, supaya zat perintang tidak larut. Untuk pencelupan menggunakan
padder (nip padding) yang dapat mengurangi waktu kontak dan menghindarkan
bleeding dari zat perintang [2].

III. Percobaan
3.1. Alat
- Screen Printing - Pengaduk
- Meja Printing - Neraca
- Rakel - Gelas ukur
- Mesin Stenter - Pengaduk

3.2. Bahan :
- Zat Warna reaktif - Zat Perintang (SnCl2)
- polyprint - Na2CO3
- Zat anti reduksi - Kain kapas
- Gliserin

3.3. Diagram Alir Proses

Cap Pasta Rintang

Drying

Cap Pasta Blok

Drying

Backing Steaming

Wash off
3.4. Resep Pencapan
A. Pasta Blok
- Zat Warna Reaktif : 10 – 40 g/L
- Pengental : 600 – 700 g/L
- Gliserin : 50 – 100 g/L
- Zat anti reduksi : 5 – 10 g/L
- Na2CO3 : 20 g/L

B. Resep Pasta Pencapan


- Zat Perintang (SnCl2) : 10 – 40 g
- Pengental : 600 g

C. Variasi Resep Pencapan


Resep Contoh Uji
50 g pasta cap 1 2 3 4 5
Zw. Reaktif (g/L) 20 20 20 20 20
Gliserin (g/L) 50 50 50 50 50
Zat anti reduksi (g/L) 5 5 5 5 5
Na2CO3 (g/L) 20 20 20 20 20
Pengental (polyprint) (g/L) 700 700 700 700 700
Suhu Backing (0C) 140 150 - - -
Waktu Steaming (menit) - - 15 20 25

3.5. Data Perhitungan


A. Pasta Cap
- Zat warna Reaktif : 20 x 50 = 1 g/L
1000
- Polyprint : 600 x 50 = 30 g/L
1000
- Zat anti reduksi : 5 x 50 = 0,25 g/L
1000
- Gliserin : 50 x 50 = 2,5 g/L
1000
- Na2CO3 : 20 x 50 = 1 g/L
1000
B. Pasta Blok ( Cap rintang putih )
Polyprint : 600 x 50 = 30 g/L
1000
- SnCl2 : 20 x 50 = 1 g/L
1000

3.6. Fungsi Zat


Zat warna dispersi : Untuk mewarnai bahan serat kapas
Zat anti reduksi : Untuk mereduksikan zat warna reaktif yang tidak larut
Polyprint : Berfungsi sebagai zat pengental
Gliserin : Berfungsi sebagai zat hidroskopis.
Na2CO3 : Berfungsi sebagai pemberi suasana alkali, membantu proses fiksasi
zat warna reaktif.
SnCl2 : berfungsi sebagai zat perintang yang akan membantu proses fiksasi
zat warna masuk ke dalam serat

3.7. Langkah Kerja


1. Persiapan Alat dan Bahan
2. Pembuatan Pengental
a. Polyprint ditimbang sesuai kebutuhan, sementara air hangat untuk pembuat
pengental disiapkan sesuai kebutuhan. ( dibuat secara terpisah )
b. Ke dalam air hangat, polyprint dimasukkan sedikit demi sedikit sambil dikocok
dengan mixer sampai terbentuk larutan yang kental.
3. Pelarutan Zat warna
Zat warna reaktif ditambahkan zat anti reduksi dan gliserin sambil diaduk kemudian
tambahkan sedikit air.
4. Pembuatan Pasta cap
Pengental sesuai kebutuhan ditakar, kemudian zat warna yang didiseprsikan
dimasukkan ke dalam pengental sedikit demi sedikit sampai merata. Bila perlu
dilakukan pengadukan dengan mixer.
5. Saat pasta cap akan di capkan tambahkan Na 2CO3 terlebih dahulu yang telah
dilarutkan dengan sedikit air terlebih dahulu.
6. Proses Pencapan
a. Kain yang akan dicap dipasang pada meja cap dengan posisi terbuka sempurna
dan konstan pada meja cap.
b. Screen diletakkan tepat berada pada bahan yang akan dicap
c. Dengan bantuan rakel, pasta cap ditaburkan pada screen pada bagian pinggir
kasa (tidak mengenai motif) secara merata pada seluruh permukaan.
d. Frame ditahan agar mengepres pada bahan, kemudian dilakukan proses
pencapan dengan cara memoles screen dengan pasta cap menggunakan rakel.
e. Pada proses pencapan, penarikan rakel harus kuat dan menekan ke bawah agar
dapat mendorong zat warna masuk ke motif.
f. Screen dilepaskan ke atas.
g. Setelah selesai, biarkan pasta pada kain sedikit mongering kemudian angkat
secara hati-hati
7. Setelah dicap dengan pasta cap, bahan dikeringkan pada mesin stenter
8. Kemudian bahan diblok dengan pasta blok, kemudian keringkan
9. Kemudian Bahan dibacking, bahan pertama dibacking dengan suhu 140 0C, bahan 2
dengan suhu 1500C, sedangkan untuk bahan 3,4 dan 5 di steaming dengan waktu
yang berbeda, bahan 3 dengan waktu 15 menit, bahan 4 dengan waktu 20 menit dan
bahan 5 dengan waktu 25 menit.
10. Lalu bahan di cuci sabun, cuci bilas
11. bahan dikeringkan.

3.8. Data Hasil Praktikum


Contoh Uji Suhu Backing Waktu Steaming Nilai Ketuaan Warna
1 140 0C - 75
2 150 0C - 80
3 - 15 menit 85
4 - 20 menit 90
5 - 25 menit 95

Grafik Ketuaan Warna


Nilai Ketuaan Warna
100
90
80
70
60 Nilai Ketuaan Warna
50
40
30
20
10
0
Contoh uji 1 contoh uji 2 contoh uji 3 contoh uji 4 contoh uji 5

IV. DISKUSI
Berdasarkan data yang dilihat dari grafik di atas, didapatkan bahwa kain yang
menggunakan metoda steaming mempunyai nilai ketuaan warna lebih besar dari pada kain
yang menggunakan metoda baking.Namun, ketuaan warna tidak terlihat terlalu jauh,
sehingga ketuaan warna hasil pencapan berbanding lurus dengan kenaikan/lamanya waktu
steaming. Semakin lama waktu steaming, maka hasil pencapannya pun semakin tua.
Hal tersebut diduga disebabkan oleh dimana fiksasi zat warna reaktif di dalam serat
dilakukan dengan cara menggunakan panas dari aliran udara panas, kemudian zat warna
reaktif bermigrasi ke dalam serat dengan adanya panas, sehingga zat warna reaktif tersebut
akan teradsorpsi oleh serat dan karena dalam pasta cap menggandung alkali kemudian
menggunakan suhu tinggi, alkali yang ada dalam pasta cap akan semakin bereaksi dengan
zat warna reaktif sehingga proses fiksasi zat warna reaktif dengan serat semakin maksimal
sehingga ketuaan warna yang didapatkan pun maksimal. Meskipun pada saat baking
digunakan suhu yang tinggi , zat warna yang masuk ke dalam kain kurang terfiksasi
dengan baik , sehingga ketuaan warna yang dihasilkan kurang maksimal.
Dalam pencapan rintang zat warna yang akan masuk dihalangi oleh zat perintang
sehingga tidak terjadi fiksasi zat warna. Jadi dalam pencapan rintang kain dicap dulu dengan
pasta cap yang mengandung zat perintang, kemudian dicelup dengan zat warna yang tidak
tahan zat perintang. Setelah dicap dengan pasta yang diberi zat perintang, kain keseluruhaan
kemudian diwarnai (dicelup pad atau dicap blok) menggunakan zat warna yang tidak tahan
terhadap zat perintang tadi sehingga tidak terjadi fiksasi.Pemberian warna dasar pada kain
yang sudah dicap dengan pasta rintang harus secepat mungkin, supaya zat perintang tidak
larut.
Pada pencapan rintang putih ini , kain yang di cap rintang putih setelah dilakukan
proses pencucian, didapatkan hasil cap rintang putih yang telah diblok kurang mengeluarkan
warnanya. Hal tersebut disebabkan karena pemberian konsentrasi zat perintang ( SnCl 2)
terlalu sedikit pada kelompok kami, sehingga motif gambar yang telah di rintang putih
dengan zat warna reaktif tidak terlalu terlihat. Maka pada hasil pencapan rintang putih ini
kurang begitu baik jika dibandingkan dengan pencapan rintang warna. Pada pencapan
rintang warna, warna kain yang dirintangi begitu jelas dengan bantuan oleh konsentrasi
SnCl2 yang besar pula. Maka sebaiknya Hal yang harus diperhatikan dalam pencapan
rintang putih pada kain kapas dengan zat warna reaktif ini adalah konsentrasi zat perintang
(SnCl2) yang digunakan karena apabila konsentrasi zat perintang yang digunakan kurang
maka motif pada gambar tidak akan muncul karena seluruh permukaan akan terblok.

V. KESIMPULAN
Berdasarkan data hasil praktikum maka dapat disimpulkan bahwa konsentrasi zat
perintang dapat mempengaruhi hasil pencapan. Namun dari hasil pencapan yang didapatkan
, kain yang menggunakan metode steaming mempunyai ketuaan warna lebih tua daripada
proses baking dan semakin lama proses steaming yang dilakukan, ketuaan warna yang
didapatkan pun akan semakin tua ini terbukti pada resep 5 yang mengunakan waktu
steaming selama 25 menit.

VI. DAFTAR PUSTAKA


1. Serat-Serat Tekstil, Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil, Bandung.
2. Djufri, Rasjid.Dkk. Teknologi Pengelantangan Pencelupan dan Pencapan. Institut
Teknologi Tekstil. Bandung.
3. Sumikaron Chemical, Sumikaron colors Basic, Japan, Sumikaron Chemical co.,LTD

HASIL PENCAPAN
 Resep 1 dengan suhu baking 1400C

 Resep 2 dengan suhu baking 1500C


 Resep 3 dengan waktu steaming 15 menit
 Resep 4 dengan waktu steaming 20 menit
 Resep 5 dengan waktu steaming 25 menit

Anda mungkin juga menyukai