Disusun oleh ,
Kelompok :2
Group : 3K-1
Nama : Adira Dixie Lestari (11020001)
Ahmad Taufik K (11020002)
Alifah Murni N (11020004)
Anne Fitriyani (11020006)
Gilang YS (11020031)
Dosen : Hardianto,S.ST,M.Eng
Asisten :1. Drs.Solehudin
2. Yolanda I,S.ST
I. MAKSUD
- Mengetahui proses pencapan rintang pada kain kapas dengan menggunakan zat warna
reaktif diatas zat warna reaktif secara langssung.
- Mengamati pengaruh konsentrasi zat perintang (SnCl2), suhu baking dan suhu steaming
terhadap ketuaan warna hasil pencapan pada proses pencapan rintang putih pada kain
kapas dengan zat warna reaktif diatas zat warna reaktif.
Serat kapas dihasilkan dari rambut biji tanaman jenis Gossypium. Dimensi serat
yang terpenting adalah panjangnya. Kapas yang lebih panjang cenderung mempunyai
diameter lebih halus, lembut, dan mempunyai konvolusinya lebih banyak[1].
Serat kapas adalah serat selulosa yang merupakan serat hidrofil yang strukturnya
berupa polimer selubiosa, dengan derajat polimerisasi. Derajat polimerisasi selulosa pada
kapas kira-kira 10.000 dengan berat molekul kira-kira 1.580.000. Semakin rendah derajat
polimerisasinya maka daya serap airnya semakin besar. Gugus –OH primer pada selulosa
merupakan gugus fungsi yang berperan untuk mengadakan ikatan dengan zat warna,
adapun struktur dari serat kapas[1].
Gambar 2.1.1
Struktur molekul serat selulosa. (P. Soeprijono S.Teks, dkk, Serat Serat
Tekstil, ITT, Bandung, 1974)
Gambar diatas merupakan skema dari strukur molekul serat selulosa. Struktur
molekul diatas tersusun dari molekul selulosa yang merupakan pengulangan dari α-
anhidroglukosa. Pada serat kapas diatas memiliki gugus hidroksil (OH)- yang
memberikan sifat kelarutan di dalam air. Meskipun demikian, selulosa yang banyak
mengandung gugus hidroksil dapat bersifat tidak larut di dalam air. Hal tersebut
dimungkinkan karena berat molekul selulosa yang sangat besar, juga karena terjadinya
ikatan hidrogen antar molekul selulosa yang mempersukar kelarutan selulosa di dalam
air[1].
Gugus hidroksil tersebut selain dapat menarik gugus hidroksil dari molekul
lainnya, juga dapat menarik gugus hidroksil air. Hal tersebut membuat serat yang
mengandung banyak gugus hidroksil akan mudah menyerap air sehingga serat
tersebut memiliki moisture regain yang tinggi. Dengan kemudahan molekul air
terserap kedalam serat, menyebabkan serat mudah dicelup. Pereaksi-pereaksi oksidasi,
asam dan alkali kuat dengan disertai oksigen dari udara pada umumnya akan
menyerang bagian atom oksigennya dan memutuskannya, sehingga panjang
molekulnya lebih pendek, yang berarti menurunkan kekuatan seratnya[1].
Memanjang
Bentuk memanjang serat kapas, pipih seperti pita yang terpuntir, ke arah
panjang, serat dibagi menjadi tiga bagian ialah:
- Dasar
Berbentuk kerucut pendek yang selama pertumbuhan serat tetap tertanam
diantara sel-sel epidermis. Dalam proses Pemisahan serat dari bijinya (ginning),
pada umumnya dasar serat ini putus, sehingga jarang sekali ditemukan pada
serat kapas yang diperdagangkan[1].
- Badan
Merupakan bagian utama serat kapas, kira-kira sampai panjang serat.
Bagian ini mempunyai diameter yang sama, dinding yang tebal, dan lumen
yang sempit[1].
- Ujung
Ujung serat merupakan bagian yang lurus dan mulai mengecil dan pada
umumnya kurang dari 1/4 bagian panjang serat. Bagian ini mempunyai sedikit
konvolusi dan tidak mempunyai lumen. Diameter bagian ini lebih kecil dari
diameter badan dan berakhir dengan ujung yang runcing[1].
Melintang
Bentuk penumpang serat kapas sangat bervariasi dari pipih sampai bulat
tetapi pada umumnya berbentuk seperti ginjal. Serat kapas dewasa, penumpang
lintangnya terdiri dari 6 bagian :
a. Kutikula
Merupakan lapisan terluar yang mengandung lilin, pectin, dan protein.
Lapisan ini merupakan penutup halus yang tahan air, dan melindungi bagian
dalam serat[1].
b. Dinding Primer
Merupakan dinding sel tipis yang asli, terutama terdiri dari selulosa, tetap
juga mengandung pectin, protein, dan zat-zat yang mengandung lilin. Dinding
ini tertutup oleh zat-zat yang menyusun kutikula. Tebal dinding primer kurang
dari 0,5 m. Selulosa dalam dinding primer berbentuk benang-benang yang
sangat halus atau ribril. Fibril tersebut tidak terususn sejajar panjang serat tetapi
membentuk spiral dengan sudut 650 – 700 mengelilingi sumbu serat. Spiral
tersebut mengelilingi serat dengan arah S maupun Z dan ada juga yang tersusun
hampir tegak lurus pada sumbu serat[1].
c. Lapisan Antara
Merupakan lapisan pertama dari dinding sekunder dan struktur nya sedikit
berbeda dengan dinding sekunder maupun dinding primer[1].
d. Dinding Sekunder
Merupakan lapisan-lapisan selulosa, yang merupakan bagian utama serat
kapas. Dinding sekunder juga merupakan lapisan fibril fibril yang membentuk
spiral dengan sudut 200 sampai 300 mengelilingi sumbu serat. Tidak seperti
spiral fibril pada dinding primer, spiral fibril pada dinding sekunder arah
putaran nya berubah-ubah pada interval yang random sepanjang serat[1].
e. Dinding Lumen
Dinding lumen lebih tahan terhadap pereaksi-pereaksi tertentu
dibandingkan dengan dinding sekunder[1].
f. Lumen
Merupakan ruangan kosong didalam serat. Bentuk dan ukurannya bervariasi
dari serat ke serat yang lain maupun sepanjang satu serat. Lumen berisi zat-zat
padat yang merupakan sisa-sisa protoplasma yang sudah kering, yang
komposisinya sebagian besar terdiri dari nitrogen[1].
2.2 Zat Warna Reaktif
Zat warna reaktif adalah zat warna yang dapat bereaksi dengan serat selulosa secara
kovalen. Oleh karenanya mempunyai ketahanan luntur yang sangat baik. Zat warna ini
terdiri dari dua jenis yaitu reaktif panas dan reaktif dingin. Reaktif dingin mempunyai
gugus reaktif yang lebih banyak sehingga kurang memerlukan suhu tinggi (jenis
triklorotriazin) sedang reaktif panas memerlukan suhu tinggi dalam penggunaannya.
Keunggulan zat warna reaktif dalam pemakaiannya adalah warna yang dihasilkannya
sangat cerah dan mudah sekali penggunaannya [2].
Menurut reaksi yang terjadi, zat warna reaktif dapat dibagi menjadi 2 golongan:
Golongan 1: zat warna reaktif yang mengadakan reaksi subtitusi dengan serat dan
membentuk ikatan pseude ester, misalnya : zat warna procion, cibanon,
drimaren dan levafix.
Golongan 2: zat warna reaktif yang dapat mengadakan reaksi adisi dengan serat dan
membentuk ikatan ester, misalnya : zat warna remasol dan remalan.
Secara umum struktur zat warna yang larut dalam air dapat digambarkan sebagai
berikut :
S–K–P–R–X
S = gugus pelarut misalnya gugus asam sulfonat dan karboksilat.
K = khromofor misalnya sistem yang mengandung gugus azo dan akinon.
P = gugus penghubung antara kromofor dan sistem yang reaktif misalnya gugus
amina dan amida.
R = sistem yang reaktif misalnya pirimidin dan vinil.
X = gugus reaktif yang mudah terlepas dari sistem yang reaktif misalnya gugus
khlor dan sulfat.
Struktur kimia zat warna reaktif dapat digambarkan sebagai berikut :
C Cl
SO3Na N N
N=N NH C C Cl
N
SO3Na
Khromofor zat warna reaktif mempunyai berat molekul yang kecil agar daya
serap terhadap serat tidak besar sehingga zat warna yang tidak bereaksi dengan serat
mudah dihilangkan. Gugus penghubung dapat mempengaruhi daya serap dan ketahanan
zat warna terhadap asam atau basa. Agar reaksi dapat berjalan dengan baik diperlukan
penambahan alkali misalnya Natrium Silikat dan KOH karena apabila telah dikerjakan
dengan alkali bahan akan tahan pencucian dan penyabunan. Disamping terjadi reaksi
antara zat warna dengan serat yang membentuk ikatan pseude ester dan eter, molekul air
juga dapat mengadakan reaksi hidrolisa dengan molekul zat warna, dengan memberikan
komponen zat warna yang tidak reaktif lagi. Reaksi hidrolisa tersebut akan bertambah
cepat dengan penaikan temperature [2].
Pemakaian zat warna reaktif secara panas yaitu untuk zat warna reaktif yang
mempunyai kereaktifan rendah, misalnya procion H, cibacron dengan sistem reaktif
mono-khlorotriazin, dan remazol denagan sistem reaktif vinil sulfon.
Khromofor zat warna reaktif biasanya merupakan system azo dan antrakinon
dengan berat molekul yang kecil, supaya daya penetrasi pada serat besar, sehingga zat
warna yang tidak bereaksi dengan serat mudah dihilangkan. Sedangkan gugusan-
gugusan reaktif merupakan bagian dari zat warna dan mudah lepas, sehingga bagian zat
yang berwarna mudah bereaksi dengan serat [2].
III. Percobaan
3.1. Alat
- Screen Printing - Pengaduk
- Meja Printing - Neraca
- Rakel - Gelas ukur
- Mesin Stenter - Pengaduk
3.2. Bahan :
- Zat Warna reaktif - Zat Perintang (SnCl2)
- polyprint - Na2CO3
- Zat anti reduksi - Kain kapas
- Gliserin
Drying
Drying
Backing Steaming
Wash off
3.4. Resep Pencapan
A. Pasta Blok
- Zat Warna Reaktif : 10 – 40 g/L
- Pengental : 600 – 700 g/L
- Gliserin : 50 – 100 g/L
- Zat anti reduksi : 5 – 10 g/L
- Na2CO3 : 20 g/L
IV. DISKUSI
Berdasarkan data yang dilihat dari grafik di atas, didapatkan bahwa kain yang
menggunakan metoda steaming mempunyai nilai ketuaan warna lebih besar dari pada kain
yang menggunakan metoda baking.Namun, ketuaan warna tidak terlihat terlalu jauh,
sehingga ketuaan warna hasil pencapan berbanding lurus dengan kenaikan/lamanya waktu
steaming. Semakin lama waktu steaming, maka hasil pencapannya pun semakin tua.
Hal tersebut diduga disebabkan oleh dimana fiksasi zat warna reaktif di dalam serat
dilakukan dengan cara menggunakan panas dari aliran udara panas, kemudian zat warna
reaktif bermigrasi ke dalam serat dengan adanya panas, sehingga zat warna reaktif tersebut
akan teradsorpsi oleh serat dan karena dalam pasta cap menggandung alkali kemudian
menggunakan suhu tinggi, alkali yang ada dalam pasta cap akan semakin bereaksi dengan
zat warna reaktif sehingga proses fiksasi zat warna reaktif dengan serat semakin maksimal
sehingga ketuaan warna yang didapatkan pun maksimal. Meskipun pada saat baking
digunakan suhu yang tinggi , zat warna yang masuk ke dalam kain kurang terfiksasi
dengan baik , sehingga ketuaan warna yang dihasilkan kurang maksimal.
Dalam pencapan rintang zat warna yang akan masuk dihalangi oleh zat perintang
sehingga tidak terjadi fiksasi zat warna. Jadi dalam pencapan rintang kain dicap dulu dengan
pasta cap yang mengandung zat perintang, kemudian dicelup dengan zat warna yang tidak
tahan zat perintang. Setelah dicap dengan pasta yang diberi zat perintang, kain keseluruhaan
kemudian diwarnai (dicelup pad atau dicap blok) menggunakan zat warna yang tidak tahan
terhadap zat perintang tadi sehingga tidak terjadi fiksasi.Pemberian warna dasar pada kain
yang sudah dicap dengan pasta rintang harus secepat mungkin, supaya zat perintang tidak
larut.
Pada pencapan rintang putih ini , kain yang di cap rintang putih setelah dilakukan
proses pencucian, didapatkan hasil cap rintang putih yang telah diblok kurang mengeluarkan
warnanya. Hal tersebut disebabkan karena pemberian konsentrasi zat perintang ( SnCl 2)
terlalu sedikit pada kelompok kami, sehingga motif gambar yang telah di rintang putih
dengan zat warna reaktif tidak terlalu terlihat. Maka pada hasil pencapan rintang putih ini
kurang begitu baik jika dibandingkan dengan pencapan rintang warna. Pada pencapan
rintang warna, warna kain yang dirintangi begitu jelas dengan bantuan oleh konsentrasi
SnCl2 yang besar pula. Maka sebaiknya Hal yang harus diperhatikan dalam pencapan
rintang putih pada kain kapas dengan zat warna reaktif ini adalah konsentrasi zat perintang
(SnCl2) yang digunakan karena apabila konsentrasi zat perintang yang digunakan kurang
maka motif pada gambar tidak akan muncul karena seluruh permukaan akan terblok.
V. KESIMPULAN
Berdasarkan data hasil praktikum maka dapat disimpulkan bahwa konsentrasi zat
perintang dapat mempengaruhi hasil pencapan. Namun dari hasil pencapan yang didapatkan
, kain yang menggunakan metode steaming mempunyai ketuaan warna lebih tua daripada
proses baking dan semakin lama proses steaming yang dilakukan, ketuaan warna yang
didapatkan pun akan semakin tua ini terbukti pada resep 5 yang mengunakan waktu
steaming selama 25 menit.
HASIL PENCAPAN
Resep 1 dengan suhu baking 1400C