PROPOSAL SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Mencapai
Gelar Sarjana Keperawatan (S-1)
Oleh :
VICKY RIYAN PRANATA
NIM : 920173139
PEMBIMBING :
1. Indanah, M.Kep.,Ns.Sp.Kep.An
2. Sri Karyati, M.Kep.,Ns.Sp.Kep.Mat
1. Pengertian
Anak usia prasekolah adalah fase perkembangan individu sekitar 2 -
6 tahun, ketika anak memiliki kesadaran tentang dirinya sebagai pria atau
wanita, dapat mengatur diri dalam buang air (toilet training), dan mengenal
beberapa hal yang dianggap berbahaya (Yusuf, 2011).
Anak usia prasekolah adalah anak yang berusia antara 3 sampai 6
tahun, pada periode ini pertumbuhan fisik melambat dan perkembangan
psikososial serta kognitif mengalami peningkatan. Anak mulai
mengembangkan rasa ingin tahunya, dan mampu berkomunikasi dengan
lebih baik. Permainan merupakan cara yang digunakan anak untuk belajar
dan mengembangkan hubungannya dengan orang lain (DeLaune &
Ladner, 2011).
2. Perkembangan anak prasekolah
Menurut Yusuf (2011) mengemukakan beberapa perkembangan fisik
pada anak prasekolah yang meliputi perkembangan fisik, perkembangan
intelektual, perkembangan emosional, perkembangan bahasa,
perkembangan social, perkembangan bermain, perkembangan
kepribadian, perkembangan moral dan perkembangan kesadaran
beragama.
a. Perkembangan Fisik
Perkembangan fisik merupakan dasar bagi kemajuan
perkembangan berikutnya. Perkembangan fisik yang baik ditandai
dengan meningkatnya pertumbuhan tubuh, perkembangan sistem
syaraf pusat, dan berkembangnya kemampuan atau keterampilan
motorik kasar maupun halus (Yusuf, 2011).
b. Perkembangan Intelektual
Menurut Piaget (dalam Yusuf, 2011) perkembangan kognitif pada
usia ini berada pada tahap praoperasional, yaitu tahapan dimana anak
2 belum mampu menguasai operasional secara logis. Karakteristik
periode praoperasional adalah egosentrisme, kaku dalam berpikir dan
semilogical reasoning.
c. Perkembangan Emosional
Beberapa jenis emosi yang berkembang pada masa anak yaitu
takut, cemas, marah, cemburu, kegembiraan, kesenangan,
kenikmatan, kasihsayang, dan ingin tahu.Perkembangan emosi yang
sehat sangat membantu bagi keberhasilan anak belajar (Yusuf, 2011).
d. Perkembangan Bahasa
Perkembangan bahasa anak usia prasekolah dapat
diklasifikasikan ke dalam dua tahap (Yusuf, 2011):
1) Usia 2,0 tahun sampai 2,6 tahun yang bercirikan; anak sudah bisa
menyusun kalimat tunggal, anak mampu memahami
perbandingan, anak banyak bertanya nama dan tempat, dan
sudah mampu menggunakan kata-kata yang berawalan dan
berakhiran.
2) Usia 2,6 tahun sampai 6,0 tahun yang bercirikan; anak sudah
mampu menggunakan kalimat majemuk beserta anak kalimatnya,
dan tingkat berpikir anak sudah lebih maju.
e. Perkembangan Sosial
Tanda-tanda perkembangan sosial menurut Yusuf (2011) adalah;
anak mulai mengetahui peraturan dan tunduk pada peraturan, anak
mulai menyadari hak atau kepentingan orang lain, dan anak mulai
dapat bermain bersama anak-anak lain.
f. Perkembangan Bermain
Kegiatan bermain adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan
kebebasan batin untuk memperoleh kesenangan (Yusuf, 2011).
Dengan bermain anak akan memperoleh perasaan bahagia, dapat
mengembangkan kepercayaan diri dan dapat mengembangkan sikap
sportif.
g. Perkembangan Kepribadian
Pada masa ini, berkembang kesadaran dan kemampuan untuk
memenuhi tuntutan dan tanggung jawab. Anak mulai menemukan
bahwa tidak setiap keinginannya dipenuhi orang lain.
h. Perkembangan Moral
Pada usia prasekolah berkembang kesadaran sosial anak, yang
meliputi sikap simpati dan murah hati yaitu kepedulian terhadap
kesejahteraan orang lain. Anak sudah memiliki dasar tentang sikap
moralitas terhadap kelompok sosialnya. Hal tersebut berkembang
melalui pengalaman berinteraksi dengan orang lain (Yusuf, 2011).
i. Perkembangan Kesadaran Beragama
Pengetahuan anak tentang agama terus berkembang berkat
mendengarkan ucapan-ucapan orangtua, melihat sikap dan perilaku
orangtua dalam mengamalkan ibadah, serta pengalaman dan meniru
ucapan dan perbuatan orangtuanya (Yusuf, 2011).
3. Tugas Perkembangan Anak Usia Prasekolah
Menurut Gunarsa (dalam Pratisti, 2010), tugas-tugas perkembangan
anak usia dini (0-6 tahun) adalah sebagai berikut:
a. Belajar berjalan
Belajar berjalan terjadi pada usia antara 9 sampai 15 bulan, pada
usia ini tulang kaki, otot dan susunan syarafnya telah matang untuk
belajar berjalan.
b. Belajar memakan makanan padat
Hal ini terjadi pada tahun kedua, sistem alat-alat pencernaan
makanan dan alat-alat pengunyah pada mulut telah matang untuk hal
tersebut.
c. Belajar berbicara
Diperlukan kematangan otot-otot dan syaraf dari alat-alat bicara
untuk dapat mengeluarkan suara yang berarti dan menyampaikannya
kepada orang lain dengan perantara suara itu.
d. Belajar buang air kecil dan buang air besar
Sebelum usia 4 tahun, anak pada umunya belum dapat menahan
buang air besar dan kecil karena perkembangan syaraf yang mengatur
pembuangan belum sempurna, sehingga diperlukan pembiasaan untuk
memberikan pendidikan kebersihan.
e. Belajar mengenal perbedaan jenis kelamin
Agar anak dapat mengenal jenis kelamin dengan baik, maka
orang tua perlu memperlakukan anaknya, baik dalam memberikan alat
mainan, pakaian maupun aspek lainnya sesuai dengan jenis kelamin
anak.
f. Mencapai kestabilan jasmaniah fisiologis
Untuk mencapai kestabilan jasmaniah, bagi anak diperlukan waktu
sampai usia 5 tahun. Dalam proses tersebut, orangtua perlu
memberikan perawatan yang intensif, baik menyangkut pemberian
makanan yang bergizi maupun pemeliharaan kebersihan.
g. Membentuk konsep sederhana tentang realitas sosial dan fisik
Dunia bagi anak merupakan suatu keadaan yang kompleks.
Perkembangan lebih lanjut, anak menemukan keteraturan dan
membentuk generalisasi.
h. Belajar melibatkan diri secara emosional dengan orangtua, saudara,
dan orang lain
Anak akan berinteraksi dengan orang-orang disekitarnya, cara
yang diperoleh dalam belajar mengadakan hubungan emosional
dengan orang lain, akan menentukan sikapnya di kemudian hari.
i. Belajar membentuk konsep tentang benar-salah sebagai landasan
membentuk nurani
Seiring berkembangnya anak, ia harus belajar pengertian baik-
buruk, benar dan salah, sebab sebagai makhluk social manusia tidak
hanya memperhatikan kepentingan sendiri saja, tetapi harus
memperhatikan kepentingan orang lain juga.
4. Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Anak Usia Prasekolah
Perdebatan tentang pengaruh lingkungan dengan pengasuhan
terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak sudah berlangsung lama.
Manakah faktor yang merupakan pengaruh yang lebih kuat dalam
pembentukan esensi seseorang? Lingkungan menggambarkan sifat-sifat
yang melekat di dalamnya. Pengasuhan anak diterima, budaya, atau
“waktu” di dalam kehidupan anak. Tampaknya keduanya secara intrinsik
berpengaruh. “Secara umum, gen bertanggung jawab atas untuk
membentuk semua sel (neuron) dan koneksi umum antara berbagai area
otak sementara pengalaman bertanggung jawab untuk memperbaiki hal itu
koneksi, membantu setiap anak beradaptasi dengan yang khusus dengan
lingkungan (geografis, budaya, keluarga, sekolah, peer group). Potensi
genetik diperlukan, tetapi DNA saja tidak dapat membuat anak untuk
berbicara (Ward & Hisley, 2015)
B. Konsep Pola Asuh di Era Digital
C. Faktor Lingkungan
Lingkungan adalah tempat tinggal yang berpengaruh untuk
keberlangsungan makhluk hidup. Lingkungan hidup diharuskan terdapat
komponen biotik dan komponen abiotik di dalamnya. Komponen biotik adalah
kondisi alam yang berhubungan dengan makhluk hidup seperti manusia,
hewan, dan tumbuhan. Sedangkan komponen abiotik adalah suatu hal yang
berhubungan dengan benda mati seperti air, udara, tanah, angin, batu-batuan,
sinar matahari, dan lain sebagainya. Pengertian lingkungan dijelaskan dalam
Undang-undang Negara Republik Indonesia No. 23 tahun 2007 yang berbunyi
kesatuan dengan semua hal ruang atau kesatuan makhluk hidup termasuk
manusia dan semua perilaku oleh mata pencaharian dan kesejahteraan
manusia dan makhluk hidup lain di sekitarnya. Secara etimologi, lingkungan
diartikan sebagai “Semua yang mempengaruhi pertumbuhan manusia dan
hewan”. Sedangkan secara terminologi oleh Abdul Aziz el-Qussiy, lingkungan
didefinisikan sebagai “Semua faktor yang mempengaruhi seseorang sejak
permulaan pertumbuhannya”. Definisi tersebut sangat umum, tentunya
mencakup aspek fisik dan aspek psikis, jadi lingkungan tidak hanya
merupakan lingkungan fisik, melainkan ada pula lingkungan yang berbentuk
psikis. Pendapat di atas dapat dilihat dengan jelas pada pengertian yang
dikemukakan oleh F. Patty yaitu “Segala sesuatu yang mengelilingi di dalam
hidupnya, baik dalam bentuk lingkungan fisik, seperti orang tuanya,
rumahnya, kawan-kawannya, masyarakat sekitarnya maupun dalam bentuk
lingkungan psikis, seperti misalnya perasaan yang dialaminya, cita-citanya,
persoalan yang dihadapinya, dan sebagainya”.
Lingkungan pengasuhan orangtua sering dikonseptualisasikan sebagai
suatu interaksi antara dua dimensi perilaku orangtua. Dimensi pertama
berkenaan dengan hubungan emosional antara orangtua dengan anak.
Dimensi ini mempunyai sebaran mulai dari sikap penerimaan responsif, dan
memusatkan perhatian pada anak hingga sikap penolakan terhadap anak,
perilaku tidak responsif, dan orangtua yang memusatkan perhatian kepada
kebutuhan dan keinginan diri sendiri. Dimensi kedua adalah cara-cara
orangtua dalam mengontrol perilaku anak-anaknya, meliputi kontrol orangtua
yang bersifat membatasi, permisif atau sama sekali tidak ada pembatasan
perilaku anak. Pola asuh merupakan suatu sistem atau cara pendidikan,
pembinaan yang diberikan oleh seseorang pada orang lain. Dalam hal ini
adalah pola asuh yang diberikan orang tua atau pendidik terhadap anak
adalah mengasuh dan mendidiknya penuh pengertian. Dan yang
mempengaruhi pola asuh yang diberikan orang tua adalah lingkungan sosial
eksternal dan internal. Orangtua mempunyai berbagai macam fungsi yang
salah satu di antaranya ialah mengasuh putra-putrinya. Dalam mengasuh
anaknya orangtua dipengaruhi oleh budaya yang ada di lingkungannya. Di
samping itu, orang tua juga diwarnai oleh sikap-sikap tertentu dalam
memelihara, membimbing, dan mengarahkan putra-putrinya. Sikap tersebut
tercermin dalam pola pengasuhan kepada anaknya yang berbeda-beda,
karena orang tua mempunyai pola pengasuhan tertentu. Pola asuhan itu
menurut Stewart dan Kloch dalam Tarsis Tarmuji terdiri dari tiga
kecenderungan pola asuh orangtua yaitu: pola asuh otoriter, pola asuh
demokartis, dan pola asuh permisif (Tarsis Tarmuji, 2012).
Wibowo (2012:75) menguraikan bahwa keberhasilan keluarga dalam
mendidik anaknya sangat tergantung pada model dan jenis pola asuh yang
diterapkan para orang tua. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Baumrind
(dalam Wibowo, 2012:78) menunjukkan bahwa pola asuh orang tua yang
demokratis berkorelasi positif dengan perkembangan karakter anak, terutama
dalam hal kemandirian dan tanggung jawab. Pola asuh orang tua yang otoriter
amat sangat merugikan karakter dan tumbuh kembang anak. Selain membuat
anak kurang nyaman, merasa terkekang, tidak mandiri, kurang bertanggung
jawab, juga akan menyebabkan anak cenderung agresif, sedangkan pola
asuh orang tua yang permisif mengakibatkan anak kurang mampu dalam
menyesuaikan diri di luar rumah. Adapun menurut Albert Bandura (dalam
Susanto, 2015:113) mengungkapkan bahwa perilaku agresif diperoleh dari
hasil pengamatan (observasi) perilaku agresif orang lain melalui modelling.
Selanjutnya perilaku agresif tersebut ditiru (imitated) oleh si anak atau
individu. Seorang anak dalam mengimitasi perilaku agresif tidak hanya
sekedar mencontoh dari modelnya saja, tetapi juga bergantung dari norma
dan nilai yang melingkupinya. Jika seorang anak diajarkan bahwa perilaku
agresif itu dapat diterima, maka perilaku tersebut akan bertambah luas. Akan
tetapi sebaliknya apabila pada anak diajarkan bahwa perilaku agresif adalah
jelek dan tidak sesuai dengan norma-norma yang berlaku, maka tentu saja
perilaku agresif pada anak tidak akan berkembang. Pengasuhan atau pola
asuh yang tepat terhadap anak, dapat mengoptimalkan tumbuh kembang
anak agar anak menjadi pribadi yang kuat dan mandiri yang tidak bergantung
pada orang lain. Tentu tidak terlepas dari peran orangtua yang mampu
menciptakan kondisi maupun lingkungan yang nyaman dan harmonis karena
tingkah laku anak adalah cerminan dari pengasuhan orangtua, semua perilaku
tidak terkecuali perilaku agresif yang merupakan hasil dari proses belajar dari
lingkungan, baik secara langsung maupun tidak langsung.