Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

PERILAKU DAN ETIKA PROFESI

“Perlindungan Hukum dan Tanggung Jawab

Tenaga Teknis Kefarmasian”

Ananda Rezza Alimuddin

21802004

YAYASAN PENDIDIKAN DAN SOSIAL

POLITEKNIK KALTARA

TARAKAN

2020
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang maha pengasih lagi maha penyayang, kami

panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-nya, yang telah melimpah kan rahmat, hidayah,

dan inanyah-nya kepada kami, sehingga saya dapat menyelesaikan tugas saya dengan sebaik

baiknya.

Makalah ini telah saya susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak

sehingga dapat melancarkan pembuatan makalah ini. Untuk itu saya menyampaikan banyak

terimah kasih kepada semua pihak yang telah berkontrubusi dalam pembuatan makalah ini.

Tarakan, 29 Desember 2020

Ananda Rezza Alimuddin


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI .........................................................................................................iii
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................1
B. Manfaat Penulisan.........................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................3
A. Perlindungan Hukum TTK ( Tenaga Teknis Kesehatan ).............................3
B. Hukum atau Undang-Undang TTK...............................................................3
C. Hukum Kesehatan.........................................................................................4
D. Hubungan Hukum dan Kesehatan.................................................................5
E. Bentuk dan Pelayanan Kesehatan.................................................................7
F. Tanggung Jawab Seorang TTK.....................................................................7
BAB III PENUTUP.................................................................................................9
A. Kesimpulan..................................................................................................9
B. Saran............................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pekerjaan Kefarmasian dilakukan berdasarkan pada nilai ilmiah, keadilan,


kemanusiaan, keseimbangan, dan perlindungan serta keselamatan pasien atau masyarakat
yang berkaitan dengan Sediaan Farmasi yang memenuhi standar dan persyaratan keamanan,
mutu, dan kemanfaatan.

Kesehatan merupakan hak asasi manusia, artinya setiap orang mempunyai hak yang
sama dalam memperoleh akses pelayanan kesehatan. Kualitas pelayanan yang aman,
bermutu, dan terjangkau juga merupakan hak seluruh masyarakat Indonesia. Kesehatan
adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan
setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Dari batasan ini, terlihat jelas
bahwa aspek kesehatan atau dimensi sehat bukan hanya fisik, mental dan sosial saja, tetapi
ditambah satu aspek lagi, yakni ekonomi (produktif secara ekonomi). Untuk mewujudkan
derajat kesehatan yang mempunyai empat aspek tersebut
diperlukan sumber daya kesehatan. Yang dimaksud dengan sumber daya di bidang kesehatan
menurut Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan adalah segala bentuk dana,
tenaga, perbekalan kesehatan, sediaan farmasi, dan alat kesehatan serta fasilitas pelayanan
kesehatan dan teknologi yang dimanfaatkan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan yang
dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan/ atau masyarakat.

Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, dalam rangka melakukan


upaya kesehatan tersebut perlu didukung dengansumber daya kesehatan, khususnya tenaga
kesehatan yang memadai, baik dari segi kualitas, kuantitas, maupun penyebarannya.Standar
pelayanan kefarmasian di puskesmas telah diatur pada PERMENKES No.74 tahun 2016
tentang Standar Pelayanan Kefarmasian Di Puskesmas. Standar pelayanan kefarmasian di
Puskesmas itu meliputi, (a) pengelolaan sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai; dan,
(b) pelayanan farmasi klinik.Menurut PERMENKES No. 74 tahun 2016 tentang standar
pelayanan kefarmasian di Puskesmas, pelayanan kefarmasian di Puskesmas memiliki tujuan
yang salah satunya adalah melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan obat yang
tidak rasional dalam rangka keselamatan pasien (patient safety).
Salah satu tenaga kesehatan yang memiliki kewenangan dalam memberikan obat
kepada pasien adalah apoteker. Menurut Pasal 1 angka 7 Peraturan Menteri Kesehatan No 74
Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian Di Puskesmas, apoteker adalah sarjana
farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan Apoteker.
Apoteker harus memberikan konseling mengenai sediaan farmasi, pengobatan dan perbekalan
kesehatan lainnya sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup pasien atau yang bersangkutan
terhindar dari bahaya penyalahgunaan sediaan farmasi atau perbekalan kesehatan
lainnya.Namun nyatanya tidak semua puskesmas memiliki Apoteker. Oleh sebab itu apabila
puskesmas belum memiliki apoteker maka penyelenggaraan pelayanan kefarmasian
dilaksanakan secara terbatas oleh tenaga teknis kefarmasian atau tenaga kesehatan lain yang
ditugaskan oleh kepala dinas kesehatan kabupaten/kota.Pelayanan kefarmasian secara
terbatas sebagaimana dimaksud Pasal 12 angka 2 PERMENKES No 74 Tahun 2016 tentang
Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas meliputi, a) pengelolaan sediaan farmasi dan
bahan medis habis pakai: dan, b) pelayanan resep berupa peracikan obat, penyerahan obat,
dan pemberian informasi obat.Berarti tenaga teknis kefarmasian akan bertindak sebagai
pengganti apoteker dalam melaksanakan tugas sebagai apoteker di puskesmas. Apoteker atau
tenaga teknis kefarmasian sebagai kepala ruang farmasi di Puskesmas memiliki tugas dan
tanggung jawab untuk menjamin terlaksananya pengelolaan sediaan farmasi dan bahan medis
habis pakai yang baik.

Tujuan pengaturan Pekerjaan Kefarmasian untuk:


a. memberikan perlindungan kepada pasien dan masyarakat dalam memperoleh dan/atau
menetapkan sediaan farmasi dan jasa kefarmasian;
b. mempertahankan dan meningkatkan mutu penyelenggaraan Pekerjaan Kefarmasian sesuai
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta peraturan perundangan-
undangan
c. memberikan kepastian hukum bagi pasien, masyarakat dan Tenaga Kefarmasian.
Dalam Peraturan pemerentiah tentang tenaga kefarmasian adalah :
Pekerjaan Kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu Sediaan
Farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusi atau penyaluranan obat,
pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta
pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional. Sediaan Farmasi adalah obat, bahan
obat, obat tradisional dan kosmetika. Tenaga Kefarmasian adalah tenaga yang melakukan
Pekerjaan Kefarmasian, yang terdiri atas Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian.
Pelayanan Kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab
kepada pasien yang berkaitan dengan Sediaan Farmasi dengan maksud mencapai hasil yang
pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien. Apoteker adalah sarjana farmasi yang
telah lulus sebagai Apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan Apoteker.

Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga yang membantu Apoteker dalam menjalani
Pekerjaan Kefarmasian, yang terdiri atas Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis
Farmasi, dan Tenaga Menengah Farmasi/Asisten Apoteker. Fasilitas Kesehatan adalah sarana
yang digunakan untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan. Fasilitas Kefarmasian adalah
sarana yang digunakan untuk melakukan Pekerjaan Kefarmasian. Fasilitas Produksi Sediaan
Farmasi adalah sarana yang digunakan untuk memproduksi obat, bahan baku obat, obat
tradisional, dan kosmetika.

Fasilitas Distribusi atau Penyaluran Sediaan Farmasi adalah sarana yang digunakan
untuk mendistribusikan atau menyalurkan Sediaan Farmasi, yaitu Pedagang Besar Farmasi
dan Instalasi Sediaan Farmasi. Fasilitas Pelayanan Kefarmasian adalah sarana yang
digunakan untuk menyelenggarakan pelayanan kefarmasian, yaitu apotek, instalasi farmasi
rumah sakit, puskesmas, klinik, toko obat, atau praktek bersama.

Pedagang Besar Farmasi adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang memiliki
izin untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran perbekalan farmasi dalam jumlah besar
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Apotek adalah sarana pelayanan
kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh Apoteker. Toko Obat adalah sarana
yang memiliki izin untuk menyimpan obat-obat bebas dan obat-obat bebas terbatas untuk
dijual secara eceran. Standar Profesi adalah pedoman untuk menjalankan praktik profesi
kefarmasian secara baik. Standar Prosedur Operasional adalah prosedur tertulis berupa
petunjuk operasional tentang Pekerjaan Kefarmasian. Standar Kefarmasian adalah pedoman
untuk melakukan Pekerjaan Kefarmasian pada fasilitas produksi, distribusi atau penyaluran,
dan pelayanan kefarmasian.

Asosiasi adalah perhimpunan dari perguruan tinggi farmasi yang ada di Indonesia.
Organisasi Profesi adalah organisasi tempat berhimpun para Apoteker di Indonesia. Surat
Tanda Registrasi Apoteker selanjutnya disingkat STRA adalah bukti tertulis yang diberikan
oleh Menteri kepada Apoteker yang telah diregistrasi. Surat Tanda Registrasi Tenaga Teknis
Kefarmasian selanjutnya disingkat STRTTK adalah bukti tertulis yang diberikan oleh
Menteri kepada Tenaga Teknis Kefarmasian yang telah diregistrasi. Surat Izin Praktik
Apoteker selanjutnya disingkat SIPA adalah surat izin yang diberikan kepada Apoteker untuk
dapat melaksanakan Pekerjaan Kefarmasian pada Apotek atau Instalasi Farmasi Rumah
Sakit. Surat Izin Kerja selanjutnya disingkat SIK adalah surat izin yang diberikan kepada
Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian untuk dapat melaksanakan Pekerjaan Kefarmasian
pada fasilitas produksi dan fasilitas distribusi atau penyaluran.

Rahasia Kedokteran adalah sesuatu yang berkaitan dengan praktek kedokteran yang
tidak boleh diketahui oleh umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Rahasia Kefarmasian adalah Pekerjaan Kefarmasian yang menyangkut proses produksi,
proses penyaluran dan proses pelayanan dari Sediaan Farmasi yang tidak boleh diketahui oleh
umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Menteri adalah menteri yang
tugas dan tanggung jawabnya di bidang kesehatan.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Perlindungan Hukun TTK ( Tenaga Teknis Kefarmasian )


Upaya perlindungan hukum bagi tenaga kefarmasian telah dimulai seiring
lahirnya profesi farmasi. Di Indonesia profesi farmasi dibentuk dalam satu ikatan
yang disebut Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia (ISFI).

ISFI dibentuk pada tanggal 26 Februari 1965, yang merupakan kelanjutan dari
Ikatan Apoteker yang dibentuk pada tanggal 18 Juni 1955 dan ditetapkan dengan
Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 41846/KMB/121 tertanggal 16 September
1965. Tujuan dari terbentuknya organisasi ini salah satunya adalah memberikan
advokasi kepada anggota berkaitan dengan masalah hukum. Adanya tujuan tersebut
dapat dikatakan bahwa setiap anggota mempunyai hak untuk mendapatkan
perlindungan hukum dalam menjalankan profesinya.

B. Hukum atau Undang-Undang TTK ( Tenaga Teknis Kefarmasian )


a) Permenkes No.35 tahun 2014 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek
b) Permenkes No.30 tahun 2014 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di
Puskesmas.
c) Permenkes nomor 58 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di
Rumah Sakit.
d) UU No.36 tahun 2009 tentang kesehatan
e) UU No.36 tahun 2014 tentang tenaga kesehatan
f) PP 51 tahun 2009 tentang pekerjaan kefarmasian.

C. Hukum Kesehatan
Hukum kesehatan termasuk hukum “lex specialis”, melindungi secara khusus
tugas profesi kesehatan (provider) dalam program pelayanan kesehatan manusia
menuju ke arah tujuan deklarasi “health for all” dan perlindungan secara khusus
terhadap pasien “receiver” untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Dengan
sendirinya hukum kesehatan ini mengatur hak dan kewajiban masing-masing
penyelenggara pelayanan dan penerima pelayanan, baik sebagai perorangan (pasien)
atau kelompok masyarakat.

1. Pengertian hukum kesehatan menurut para ahli:


a) VAN DER MIJN :
Hukum kesehatan yaitu hukum yang berhubungan langsung dengan
pemeliharaan kesehatan meliputi perangkat hukum perdata, pidana dan
tata usaha negara.
b) LEENEN :
Hukum kesehatan meliputi :
- Semua ketentuan hukum yang langsung
Berhubung dengan pemeliharaan kesehatan & penerapan dari hukum
Perdata, hukum Pidana, & hukum Administrasi dalam hubungan
tersebut.
- Ada pula pedoman internasional, hukum kebiasaan dan juga
jurisprudensi yang berkaitan dengan pemeliharaan kesehatan.
- Hukum Otonom, Ilmu & literatur, menjadi sumber hukum kesehatan.
c) SOERJONO SOEKANTO :
Hukum kesehatan yaitu hukum hukum yang secara khusus berisikan
perangkat, kaidah maupun keteraturan sikap tindak yang berkaitan dengan
kesehatan.

D. Hubungan Hukum dan Kesehatan


Contohnya Hubungan antara dokter dengan pasien, sejak dahulu. Dokter
dianggap sebagai seseorang yang memberikan pengobatan terhadap orang yang
membutuhkannya. Hubungan hukum antara Dokter dengan pasien, berawal dari pola
hubungan vertikal paternalistik layaknya bapak dan anak yang bertolak pada prinsip “
Father knows best “ dimana seorang dokter dianggap lebih mengetahui dan mampu
untuk mengobati atas penyakit yang diderita oleh pasien. Kedudukan dokter lebih
tinggi daripada kedudukan pasien dan dokter memiliki peranan penting di dalam
perkembangannya. Pola hubungan antara dokter dan pasien yang demikian tersebut,
lambat laun telah mengalami pergeseran kearah yang lebih demokratis yaitu
hubungan horizontal kontraktual atau partisipasi bersama.
Kedudukan dokter tidak lagi dianggap lebih tinggi daripada pasien, melainkan
kedudukan dokter dan pasien dalam hubungannya tersebut sudahseimbang/sederajat.
Pasien tidak lagi dianggap sebagai objek hukum tetapi pasien sudah sebagai subjek
hukum. Segala sesuatunya dikomunikasikan diantara kedua belah pihak, sehingga
menghasilkan keputusan yang saling menguntungkan diantara kedua belah pihak, baik
dokter sebagai pemberi pelayanan kesehatan maupun si pasien sendiri selaku
penerima pelayanan kesehatan.
Hubungan antara dokter dan pasien, merupakan hubungan hukum yang
didasarkan pada transaksi terapeutik. Dikatakan demikian, karena adanya
kesanggupan dari dokter untuk mengupayakan kesehatan atau dokter berusaha
semaksimal mungkin untuk melakukan penyembuhan si pasien dari penderitaan
sakitnya. Penegasan mengenai hubungan ini sebagai suatu perjanjian (transaksi) dapat
dilihat pada alinea pertama Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI). Oleh
karenanya, hubungan hukum antara dokter dan pasien yang demikian lazim disebut
sebagai perjanjian yang bersifat Inspaningverbintenis.
Dari hubungan hukum dalam transaksi terapeutik tersebut, timbulah hak dan
kewajiban masing-masing pihak, pasien mempunyai hak dan kewajibannya, demikian
juga sebaliknya dengan dokter. Umumnya perikatan yang timbul dari transaksi
terapeutik termasuk golongan Inspanningsverbintenis yaitu perikatan yang prestasinya
berupa upaya penyembuhan, bukan kesembuhan. Jadi kalau ternyata tidak sembuh
setelah memperoleh pelayanan kesehatan, pasien tidak dapat menuntut ganti rugi
kepada dokter. Pasien dapat menuntut ganti rugi kepada dokter jika ternyata dokter
kurang berupaya dalam pelayanan kesehatan atau tidak sesuai dengan standar profesi
medik.
E. Bentuk Pelayanan Kesehatan
a) Pelayanan kesehatan primer (primary health care), atau pelayanan kesehatan
masyarakat adalah pelayanan kesehatan yang paling depan, yang pertama kali
diperlukan masyarakat pada saat mereka mengalami ganggunan kesehatan
atau kecelakaan.
b) Pelayanan kesehatan sekunder dan tersier (secondary and tertiary health care),
adalah rumah sakit, tempat masyarakat memerlukan perawatan lebih lanjut
rujukan. Di Indonesia terdapat berbagai tingkat rumah sakit, mulai dari rumah
sakit tipe D sampai dengan rumah sakit kelas A.

F. Tanggung Jawab seorang TTK ( Tenaga Teknis Kefarmasian )


Menurut PP 51 tahun 2009 pelayanan kefarmasian adalah suatu pelayanan
langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan
farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk menigkatkan mutu
kehidupan pasien. Bentuk pekerjaan kefarmasian yang wajib dilaksanakan oleh
seorang Tenaga Teknis Kefarmasian (menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI
No.1332/MENKES/X/2002 adalah sebagai berikut:
1) Melayani resep dokter sesuai dengan tanggung jawab dan standart profesinya.
2) Memberi informasi yang berkaitan dengan penggunaan/pemakaian obat.
3) menghormati hak pasien dan menjaga kerahasiaan idntitas serta data kesehatan
pasien.
4) Melakukan pengelolaan apotek.

5) Pelayanan informasi mengenai sediaan farmasi.


BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Hukum perlindungan tenaga teknis kefarmasian (TTK) upaya yang di lakukan untuk
memberikan perlindungan terhadap tenaga teknis kefarmasian bekerja di bidang “farmasi”.
Hukum tersebut di mulai seiring dengan lahirnya profesi farmasi di Indonesia dan tangung
jawab seorang tenaga teknis kefarmasian, kewajiban yang dilakukan dalam upaya
meningkatkan mutu hidup pasien dalam menggunakan sediaan obat.

B. SARAN
Perlindungan ,hukum dan tanggung jawab seseorang tenaga teknis farmasi dan tenaga
Kesehatan lainnya , seharusnya lebih di perketat agar tidak terjadi kelalaian suatu saat dan
tenaga kefarmasian lebih mengetahui peraturan agar lebih tepat dalam pemberian sediaan.
DAFTAR PUSTAKA
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 167/KAB/B.VIII/1972 tentang Pedagang Eceran Obat
sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
1331/Menkes/SK/X/2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
167/KAB/B.VIII/1972 tentang Pedagang Eceran Obat, perlu disesuaikan dengan
perkembangan dan kebutuhan hukum.

Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat
Kesehatan (Lembaran Negara Nomor. 138 Tahun 1998, Tambahan Lembaran Negara Nomor.
3781).

Undang-undang No.23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Tahun 1992
No.100, Tambahan Lembaran Negara No.3495).

Hermien Hadiati Koeswadji, 1998, Hukum Kedokteran, Studi Tentang Hubungan Hukum
Dalam Mana Dokter Sebagai Salah Satu Pihak, PT. Citra Aditya Bakti

Anda mungkin juga menyukai