Anda di halaman 1dari 8

D.

FORUM DISKUSI
Diskusikan kasus-kasus berikut dan buat rumusan bagaimana semestinya menurut
keyakinan anda:

1. Banyak guru yang tidak meyakini bahwa dirinya adalah seorang yang
dijadikan contoh atau teladan oleh siswanya, sehingga terkadang ia
menunjukan perilaku tidak berintegritas dihadapan siswanya. Mengapa ini
terjadi dan bagaimana meng atasinya?
Setiap hari kita menyaksikan maraknya perilaku tidak berintegritas
yang cukup menyesakkan dada. Mulai dari perilaku saling tidak percaya,
saling menyalahkan, lepas tanggungjawab, mencari jalan pintas, arogan,
inkonsisten, korupsi, perilaku koruptif, hingga aneka perilaku tak pantas
lainnya. Bahkan perilaku demikian diper-lihatkan oleh seluruh lapisan
masyarakat, dari rakyat hingga pejabat. Bahkan sosok yang selayaknya
menjadi teladan pun, tak luput dari perilaku tak berintegritas. Integritas sendiri
merupakan kesesuaian antara suara hati nurani sebagai kebe-naran, pola pikir
untuk hidup benar, tekad yang kuat untuk mewujudkan hidup benar, ucapan,
dan perilaku yang ditampilkan. Ketika keempat nilai inti ini kuat terpancar
dari dalam nurani, dan konsisten dalam perilaku yang ditampilkan, dapat
dipastikan seseorang berintegritas. Kesesuaian inilah yang menimbulkan
keselarasan hidup dan harmoni. Inilah landasan kebahagiaan hidup. Ketika
guru menunjukan perilaku tidak berintegritas karena guru, terbiasa tidak
memiliki konsep diri sebagai landasan profesinya. Karakter yang tidak jujur,
tidak disiplin, tidak bertanggung jawab dan tidak bertanggung jawab, apalagi
tidak peduli, membentuk perilaku tidak berintegrasi sesuai patokan moral dan
agama. Padahal secara umum ciri yang paling mendasar yang dimiliki guru
yakni (1) berintegritas, (2) terpercaya, (3) memiliki pengetahuan luas, dan (4)
selalu menebar kebaikan. Keempat ciri ini kemudian diurai ke dalam nilai
pembentuk yang menjadi landasan perilaku seorang guru. Kepribadian
mencerminkan baik atau tidaknya citra dan martabat guru. Kepribadian guru
akan tercermin dari sikap dan perbuatannya dalam mengajar, membina, dan
membimbing peserta didiknya. Semakin baik kepribadian guru, semakin baik
dedikasinya dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai pendidik. Tetapi
di lapangan, tidak sedikit di antara guru yang lupa dan melakukan tidakan
yang tidak terpuji. Ada oknum guru yang melakukan pemukulan atau tindak
kekerasan kepada siswanya karena sebab yang sepele, oknum guru bertindak
asusila dengan siswa atau lainnya, oknum guru terlibat menggunakan narkoba,
dan sebagainya merupakan contoh-contoh tindakan negatif yang banyak
menghiasi media massa, baik cetak maupun elektronik, baik di tingkat
nasional maupun tingkat lokal (daerah). Kejadian-kejadian tersebut,
menyebabkan terdapat oknum guru terlibat konflik dengan orang tua peserta
didik dan masyarakat, dan tidak sedikit pula yang harus berurusan dengan
hukum (polisi). Hal ini tentu saja mencidrai martabat dan citra guru, serta
dunia pendidikan dalam pengertian yang lebih luas. Sebagai manusia biasa,
guru memang tidak luput dari kehilafan dan kesalahan. Karena manusia
merupakan sumber kealfaan dan dosa. Tetapi berupaya semaksimal mungkin
untuk meminimalisir kejadian-kejadian yang tidak diinginkan (perbuatan
negatif).

Cara mengatasi guru tidak berintegrasi dengan pengenalan terhadap


diri sendiri akan mendorong kita untuk menjadi seseorang yang memiliki
kecerdasan intelegensi, emosi dan kecerdasan spiritual. Sehingga dengan
modal tersebut dapat melaksanakan tugas dan fungsi secara
bertanggungjawab, dan membantu untuk dapat tampil menjadi guru yang
profesional. Faktor pendukung ini bisa lahir melalui dirinya sendiri maupun
dari luar dirinya. Faktor pendukung dari dalam diri semangat dalam
menjalankan tugasnya Seorang pendidik hendaknya memiliki semangat yang
kuat dalam menjalankan tugasnya, sehingga ia dapat tanggung jawabnya
dengan baik dalam mendidik, mengarahkan, memotivasi, para peserta didik.
semangat dalam dirinya sangat berdampak pada cara sorang pendidik
mengajar. apabila semangat dalam dirinya rendah otomatis cara mengajarnya
akan seorang pendidik akan asal-asalan, bahkan guru akan tidak masuk kelas,
otomatis disini berdampak pada siswa juga apabila seorang guru itu tidak
semangat dalam mengajar, siswa akan menjadi bodoh, males dan menjadi
siswa yang terbelakang dalam mendapatkan informasi. Tingkat pendidikannya
Seorang pendidik akan menjadi profesional apabila ia mempunyai tingkat
pendidikan yang tinggi, kerena tingkat pendidikan sangat mendukung
terbentuknya kinerja yang profesional yang diharapkan oleh masyarakat,
untuk membentuk anak-anaknya menjadi anak yang mempunyai pengetahuan
yang luas dan menjadi anak yang berahlak baik (berbakti kepada orang tua).
Seorang pendidik yang intelektual atau pinter sangat mendukung dalam
mewujudkan kinerjanya sebagai pendidik yang profesional dan juga dapat
meningkatkan mutu pendidikan,. Intelektual yang dimaksud ialah kemampuan
seorang pendidik dalam menyusun materi pelajaran yang rumit menjadi
mudah di mengerti para siswanya. Kemampuan seorang pendidik dalam
menyesuaikan suasana pembelajaran yang nyaman, sehingga siswa mwnjadi
nyaman, senang, dan mudah menerima pelajaran yang di sampaikan oleh
gurunya. Kemampuan dalam menjaga sikap, prilaku saat di dalam kelas
maupun didalam kelas. Seorang guru menjadi lebih profesional dalam
menjalankan tugasnya karena merasa dirinya memiliki tanggung jawab yang
besar yang harus ia tekuni. Dengan adanya tuntutan tugas ini seorang pendidik
merasa dirinya mempunyai tanggung jawab dan harus menjalankan tugasnya
dengan sebaik-baiknya karena pendidik merasa ia sebagai suatu taauladan
yang akan diikuti oleh peserta didik. Seorang pendidik hendaknya mempunyai
etika yang baik, karena pendidik harus memperlihatkan etika yang baik saat
mengajar kepada para peserta didiknya. Etika ini sangat penting bagi para
pendidik untuk mencerminkan martabat guru sebagai tauladan yang patut di
contohi atau diikuti.
Sedangkan secara eksternal, dibutuhkan adanya dukungan yang
sungguh-sungguh, tidak bersifat setengah-setengah dari pemerintah pusat dan
daerah untuk membantu guru keluar dari kesulitan-kesulitannya itu. konsep
transformasi ataupun revolusi mental. Mengubah pola pikir dan langkah,
mengubah menjadi pribadi yang berintegritas, penguatan integritas harus
sejalan dengan tingkat perkembangan antara lain perkembangan kognitif,
iman, moral dilakukan dalam semua aktivitas kehidupan yang harus
bertumbuh memadukan antara pemahaman, penyadaran dan pengamalan di
semua segi kehidupan secara konsisten menjadi teladan dalam lingkungan di
mana individu hidup dan berkembang. Tidak berhenti sepanjang hayat
dikandung badan. Terus dilakukan dalam setiap aktivitas. Faktor pendukung
dari luar dirinya. Kurikulum ialah rancangan pembelajaran yang ditetapkan
oleh pemerintah sebagai acuan dalam mengajar dan belajar yang bertujuan
untuk membentuk pendidikan yang tepat dan sesuai dengan perkembangan
zaman dan kebutuhan masyarakat. Kurikulum ini sangat mendukung bagi
seorang guru dalam mewujudkan keprofesionalitasnya karena seorang guru
dapat mengetahui bagaimana cara/metode dalam mengajar yang sesuai dengan
perkembangan siswa. namun apabila kurikulum itu tidak ada seorang guru
akan menjadi bingung saat mengajar karena dia tidak mempunyai acuan
bagaimana seharusnya cara mengajar yang tepat dan apa buku yang harus ia
pakai dalam mengajar. Faktor yang mendukung guru dalam mewujudkan
kinerjanya yang profesionalitas yakni suasana atau kondisi dalam kelas,
karena kondisi sangat berpengaruh bagi eorang pendiddik dalam meengajar
dan juga siwanya. Contoh apabila didalam kelas suhunya panas otomatiss
proses belajar menjadi terganggu dan apa yang di sampaikan guru menjadi
siswa karena konsentrasi siswa menjadi terganggu karena panas. Namun
apabila didalam kelas suasananya sejuk, proses belajar pun menjadi lancar.
Sarana yang menunjang dapat mendukung seorang guru dalam mewujudkan
kinerjanya profesinalitas, karena sarana merupakan alat bantu seorang
pendidik dalam memberikan informasi atau sebagai alat tunjang dalam
menambah wawasannya. Apabila sarana sudah terpenuhi otomatis wawasan
seorang guru dalam mengajar semakin luas. Sarana yang di meksudd ialah :
buku, papan tulis, kompiuter, dan lain sebagainya
2. Persoalan bangsa tidak menjadi bahan yang menarik untuk didiskusikan oleh
guru. Guru tidak meyakini kemampuannya untuk mengatasi berbagai
persoalan bangsa karena merasa direpotkan oleh aktivitas teknis di kelas. Guru
sudah nyaman dengan berbagai tunjangan yang diberikan pemerintah atau
pengelola pendidikan sehingga persoalan anak tidak lagi menjadi penting.
Bagaimana menurut anda!
Tidak Setuju. Diakui atau tidak, disadari atau tidak, dunia pendidikan
kita saat ini masih diwarnai oleh perilaku-perilaku tidak berintegritas. Komisi
Pemberantasan Korupsi memiliki daftar potensi praktek tak berintegritas di
sekolah. Sebagai contoh, en-tri data sekolah yang berbeda sesuai
kepentingannya. Juga terjadi mark-up nilai, kongkalikong dan “mengakali”
kebijakan zonasi dalam penerimaan siswa baru. Mutasi guru, mutasi siswa,
sertifikasi, pelaksanaan ujian, termasuk ulangan ha-rian, pengisian nilai rapor,
dan ketidakadilan dalam pelayanan kepada murid. Semua itu menjadi potret
tidak berintegritas bahkan tindakan manipulatif.
Rasanya kita sudah cukup lelah untuk membicarakan persoalan
penyalahgunaan wewenang, korupsi, dan berbagai jenis perilaku inkonsisten
lainnya di negeri ini, termasuk di sekolah. Padahal, dilihat dari sudut pandang
manapun, peristiwa itu semestinya tidak terjadi. Negara kita adalah negara
religius yang menga-kui keberadaan Ilahi, Tuhan Yang Maha Esa. Di samping
itu, masyarakat kita terkenal dengan budaya luhurnya, berpegang teguh
kepada nilai-nilai dan nor-ma-norma yang telah disepakati dan diyakini
bersama sebagai pedoman hidup berbangsa dan bernegara bagi semua warga
Negara. Manakala hal itu ditanyakan pada para guru, jawabannya hanya
keluhan. Terla-lu banyak pekerjaan administratif sehingga tak cukup waktu
untuk itu. Sekalipun semua ini memang menjadi bagian dari tugas keseharian
guru, namun ketika semua harus didokumentasikan secara fisik, maka tugas-
tugas ini akan menjadi beban.
Persoalan bangsa merupakan suatu tantangan bagi guru dalam mulai
dari persoalan moral bangsa, perlunya upaya yang tidak biasa. Karena
Pembelajaran disekolah guru menjadi tonggak keberhasilan setiap
pembelajaran. Guru dituntut untuk melakukan suatu usaha agar dalam
pembelajaran di kelas menjadi lebih bermakna dan diharapkan akan mendapat
hasil belajar yang memuaskan. Selain itu guru juga harus bisa memberikan
nilai-nilai pendidikan karakter kepada anak sejak dini agar ketika beranjak
dewasa nanti anak memiliki karakter yang sesuai dengan harapan orang tua
yang telah percaya menitipkannya di sekolah, diharapkan dengan anak yang
memiliki karakter ini anak memiliki watak dan budi pekerti yang baik, di
sekolah, maupun di lingkungan sekitar rumah. Ada tiga fungsi dan peranan
guru dalam Proses Belajar Mengajar. Sebagai konsekuensi logis dan bagian
penting dari tanggung jawab yang harus dimiliki oleh guru, dalam
mengembangkan status guru kompeten. Fungsi dan peranan tersebut adalah
sebagai berikut :3 a) Guru sebagai designer of instruction (perancang
pengajaran) Guru hendaknya memiliki kemampuan dalam mengelola proses
belajar mengajar. Diantaranya menciptakan kondisi dan situasi sebaik-
baiknya, Guru hendaknya senantiasa mampu dan selalu siap merancang model
kegiatan belajar mengajar yang berhasil guna dan berdaya guna. Untuk
merelisasikan fungsi tersebut setidaknya ada 4 Pengetahuan yang harus
dimiliki guru, yaitu : 1) Kemampuan dalam memilih dan menentukan bahan
pelajaran. 2) Kemampuan merumuskan tujuan penyajian bahan pelajaran. 3)
Kemampuan memilih metode belajar bahan pelajaran yang tepat. 4)
Kemampuan menyelenggarakan evaluasi proses belajar. b) Guru Sebagai
Manajer Of Instruction (Pengelola Pengajaran) Guru hendaknya memiliki
kemampuan dalam mengelola proses belajarmengajar, diantaranya
menciptakan kondisi dan situasi sebaik-baiknya sehingga memungkinkan para
siswa belajar secara efektif dan efisien.selain itu guru perlu menciptakan
bentuk komunikasi dua arah maupun multi arah. Sehingga antara guru dan
murid tercipta iklim yang benar-benar demokratis. c) Guru Sebagai Evaluator
Of Student Learning (Penilai Hasil Pembelajaran Siswa) Guru hendaknya
senantiasa mengikuti perkembangan taraf kemajuan belajar siswa maupun
kesulitan-kesulitan yang dialami siswa dalam belajarnya. Pada dasarnya,
kegiatan Evaluasi merupakan kegiatan belajar itu sendiri, yakni kegiatan
akademik yang memerlukan kesinambungan. Apabila hasil evaluasi tertentu
menunjukkan kekurangan, maka siswa yang bersangkutan diharapkan merasa
terdorong untuk melakukan kegiatan pembelajaran perbaikan. Sebaliknya bila
evaluasi menunjukkan hasil yang memuaskan, maka siswa yang bersangkutan
diharapkan termotivasi untuk meningkatkan volume kegiatan belajarnya.
Guru memiliki peranan yang sangat strategis dalam menentukan
keberhasilan penyelenggaraan pendidikan. Guru mengemban tugas dan fungsi
yang tidak terbatas hanya mengajar semata, tetapi juga melatih dan mendidik
peserta didik. Melalui peranan yang dijalankannya itu, guru diharapkan
mampu mengembangkan potensi-potensi yang dimiliki peserta didik.
Sehingga dicapai hasil belajar yang bermutu, dan tercapainya tujuan
pendidikan yang berkualitas. Saking pentingnya peranan guru tersebut,
kedudukannya tidak dapat digantikan oleh mesin, radio, tape recorder ataupun
oleh komputer yang paling modern sekalipun. Masih banyak unsur-unsur
manusiawi seperti sikap, sistem nilai, perasaan motivasi, dan lain-lain yang
diharapkan merupakan hasil dari proses pengajaran, tidak dapat dicapai
melalui alat-alat tersebut (Sudjana, 2005; Saud, 2009). Oleh karena itu, tugas
dan fungsi guru harus dilaksanakan dengan profesional. Tuntutan ini
mengharuskan guru untuk memiliki, menguasai dan melaksanakan kompetensi
yang dipersyaratkan, sebagaimana telah diatur dalam Peraturan Pemerintah
(PP) Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru, yang meliputi kompetensi
pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi
profesional.
Namun demikian, tuntutan teoritis tersebut tidak semua dapat
diadopsi dan dilaksanakan dengan baik oleh para guru dalam melaksanakan
tugas dan fungsinya, dan pemerintah (pusat dan daerah) juga belum
sepenuhnya dapat menjalankan kebijakan yang telah ditetapkan dalam rangka
mendukung keberhasilan pelaksanaan tugas dan fungsi guru. Hal ini terbukti
dengan masih banyaknya persoalan menyangkut tentang kinerja guru yang
ditemukan di lapangan. Persoalan-persoalan yang timbul dipicu oleh berbagai
faktor yang mempengaruhi, baik internal maupun eskternal. Menurut Saodi,
dkk (2010), beberapa faktor yang mempengaruhi kinerja guru, antara lain: 1)
kepribadian dan dedikasi; 2) pengembangan profesi; 3) kemampuan mengajar;
4) komunikasi; 5) hubungan dengan masyarakat; 6) kedisiplinan; 7
kesejahteraan; dan 8) iklim kerja.
Persoalan pengembangan profesi guru merupakan aspek yang belum
mendapat perhatian secara maksimal, dan menjadi kendala serius bagi
pelaksanaan tugas dan fungsi guru secara profesional dewasa ini maupun di
masa depan apabila tidak ditangani dengan baik dan sungguh-sungguh.
Pada kenyataannya di lapangan, diakui atau tidak, masih, banyak guru yang
belum melaksanakan tugas dan fungsinya sesuai dengan ketentuan yang
berlaku dan tuntutan profesi yang sesungguhnya. Guru masih memiliki
kecenderungan menempatkan diri pada posisi sebagai pengajar semata, dan
mengabaikan tugasnya dalam mendidik dan melatih peserta didik. Guru
terkesan melaksanakan tugasnya secara asal-asalan, tidak mengikuti rambu-
rambu proses pembelajaran yang sebenarnya. Sehingga dalam melaksanakan
tugas dan fungsinya, terbatas hanya untuk menggugurkan kewajiban.

3. Dari materi tentang landasan dan prinsip penguatan integritas, nampak bahwa
proses pendidikan karakter bukanlah hal yang rumit, justru sebaliknya sangat
mudah, karena faktor penentunya adalah mengaktualisasikan pada diri sendiri.
Anak berintegritas akan lahir dari guru berintegritas. Jika demikian, mengapa
masih ada guru yang merasa keberatan untuk berintegritas?
Banyak anggapan bahwa hidup berintegritas di zaman ini sangat sulit.
Dalih yang dikemukakan beragam. Lingkungan tidak mendukung, tidak ada
teladan dari pimpinan yang berintegritas selalu dirugikan, dan seringkali
diposisikan sebagai ancaman bagi keberlangsungan system. Karena masih
banyak lagi kelemahan perilaku masyarakat yang terpotret dalam kese harian.
Semua itu menjangkiti semua sendi kehidupan. Kita menyaksikan beta-pa
sulitnya mendapat sosok teladan di sekitar kita. Bahkan para pucuk pimpinan
yang diharapkan dapat menjadi panutan, kerapkali malah mempertunjukkan
perilaku yang tidak sepatutnya. Orang dewasa mempertontonkan perilaku
yang tidak lagi sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku. Logika umum
mengangap bahwa upaya penguatan integritas tidak bisa lagi dilakukan karena
lingkungan yang sudah sangat tidak berintegritas. Kalaupun di sekolah
diajarkan pendidikan karakter, anak tidak menemukan praktek yang konsisten
dengan yang diajarkan, baik di sekolah maupuan di masyarakat. Mestinya
perilaku pimpinan dan orang-orang dewasa harus baik terlebih dulu, baru
pendidikan bisa berjalan baik. Ini logika umum yang berlaku.

4. Dalam kehidupan kita sering kali dipaksa untuk mengingkari berbagai aturan,
norma atau nilai karena untuk kepentingan tertentu. Kondisi tersebut kadang
memaksa sehingga kita mengikutinya. Demikian pula terkait integritas, orang
tahu dan bisa mempraktekkan, namun ternyata tidak bisa menjalankan secara
konsisten. Apa akibat hal tersebut terhadap diri pribadi dalam menjalani
kehidupan yang bermakna?
Secara singkat, konsisten dapat dimengerti sebagai kesesuaian antara
perkataan dan tindakan. Orang yang konsisten tidak terpengaruh oleh
perubahan di luar dirinya, Uang, kekuasaan, dan pengaruh lainnya, dapat
datang dan pergi tetapi sikap, perkataan, dan tindakan orang yang konsisten
tidak lepas dari nilai moral yang dianutnya. Orang yang konsisten biasanya
terus terang. Mereka merasa percaya diri dalam mengatakan apa yang mereka
yakini. Tanpa basa-basi. Mereka berani. Hal itu juga menghemat banyak
waktu dan merupakan praktik yang baik. Orang yang memiliki konsistensi
biasanya hampir dapat diduga (keterdugaan etis), yakni orang dapat menduga
dia bertindak atau bereaksi apa hampir dalam semua situasi. Kita tahu apa
yang akan mereka lakukan dan bagaimana hasilnya. Kalau dia seorang atasan
sedang berhadapan dengan bawahan yang melanggar aturan, kita dapat duga
dia akan bertindak apa. Kita tidak melihat tindakannya yang lain dari apa yang
selalu dia nyatakan dalam banyak kesempatan. Integritas tidak bisa
menjalankan secara konsisten akan menghasilkan kondisi yang carut marut.
Logika umum mengangap bahwa upaya penguatan integritas tidak bisa lagi
dilakukan karena lingkungan yang sudah sangat tidak berintegritas. Kalaupun
di sekolah diajarkan pendidikan karakter, anak tidak menemukan praktek yang
konsisten dengan yang diajarkan, baik di sekolah maupuan di masyarakat.
Mes tinya perilaku pimpinan dan orang-orang dewasa harus baik terlebih dulu,
baru pendidikan bisa berjalan baik. Ini logika umum yang berlaku.
5. Ketika di sekolah semua orang mengabaikan integritas karena dianggap menyulit-
kan diri sendiri dan tidak sosok teladan, bagaimana cara meyakinkan diri pribadi
bahwa perilaku berintegritas adalah kebutuhan yang harus diwujudkan sebagai
pertanggungjawaban kepada Tuhan!

Perilaku berintegritas terbentuk karena konsep diri berintegritas yang


kuat dalam diri seseorang yang kemudian dipraktekkan dalam kehidupan sehari-
hari. Prinsip konsep diri berintegritas terbentuk karena keyakinan yang ada di
dalam nurani. cara meyakinkan diri pribadi bahwa perilaku berintegritas adalah
kebutuhan yang harus diwujudkan sebagai pertanggungjawaban kepada Tuhan
yaitu memiliki tekad yang kuat. Revolusi mental diharapkan dimulai dari
sekolah. Sekolah adalah unit kecil untuk belajar segala hal tentang kehidupan,
termasuk menguatkan integritas. Kemudian, dengan energi yang dimilikinya, apa
yang dilakukan di sekolah ditularkan ke luar sekolah. Tidak bisa lagi kita
menunggu lingkungan di luar sekolah menjadi baik dulu, baru sekolah mengikuti.

Oleh karena itu, inilah saatnya untuk mengembalikan sekolah sebagai


lokomotif penguatan budaya integritas untuk jangka panjang. Kita awali dengan
melakukan penguatan integritas yang dimotori oleh guru sebagai tanggungjawab
individu kepada Sang Pencipta. Perlu upaya yang tidak biasa dengan cara
pandang yang tidak biasa. Sekolah adalah replika masyarakat masa depan. Semua
hal yang terjadi pada masa-masa sekolah akan menjadi cerminan masyarakat di
masa depan. Maka, sekolah harus ditempatkan sebagai lokomotif yang akan
membawa perubahan bangsa ini. Bergerak aktif dimulai dari pembangunan jiwa,
pembangunan bu-daya, dan diawali dari diri kita, dari kelas kita, dan dari sekolah,
dengan cara yang berbeda, bahkan mungkin berkebalikan dari yang dilakukan
saat ini. Diperkuat dengan landasan dan prinsip dasar penguatan integritas yang
mengacu pada prinsip dasar pendidikan, penguatan integritas yang merupakan
nilai karakter, bersifat jangka panjang yang memerlukan identifikasi dan rencana
sangat matang berkeyakinan yang sejalan dengan suara hati dan kemauan keras,
dan berpusat pada peserta didik.

Anda mungkin juga menyukai