Anda di halaman 1dari 14

ASUHAN KEPERAWATAN

KRITIKAL PADA LANSIA

Di susun :

MAFTUHA
JAMALLUDIN MUCHTAR
HADI PUTRA GOWA

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA JAYA PALU


PROGRAM STUDI KEPERAWATAN
TAHUN 2020
A. Pengertian Kondisi Kritis/Kritikal
Kritis: adalah suatu kondisi dimana pasien dalam keadaan gawat tetapi
masih ada kemungkinan untuk mempertahankan kehidupan.
Progresi: Kondisi kesehatan menjadi lebih buruk atau menjadi lebih parah
seiring perjalanan waktu. Periodenya mungkin meliputi seluruh rentang kehidupan
atau dalam waktu yang lama. Selama kondisi kesehatan kronis, mungkin terdapat
periode diam yang diikuti oleh periode ekserbarsi/bertambah parahnya penyakit
atau memburuk secara perlahan. Contoh kondisi kesehatan kronis progresif adalah
beberapa jenis kanker yang tumbuh perlahan pada penderitanya dan tidak dapat
disembuhkan serta menyebabkan kematian yang tidak terelakkan.Penyakit paru
obstruktif menahun/kronis ditandai dengan penurunan kapasitas paru yang
progresif secara perlahan. Periode gagal jantung kronis meliputi periode diam dan
kontrol terhadap pola serangan akut gagal jantung. Diabetes melitus, terutama tipe
DM bergantung-insulin, menjadi progresif sehingga lebih sulit ditanggulangi.
Ireversibel: kondisi yang tidak dapat disembuhkan. Kondisi kesehatan kronis
dapat menyebabkan kematian. Muncul kerusakan yang tidak dapat dikoreksi.
Contohnya adalah kanker pankreas, yang menghancurkan kemampuan klien untuk
memproduksi enzim digesti, yang menyebabkan defisit nutrisi. Terdapat beberapa
tipe penyakit ginjal yang pada akhirnya menyebabkan penyakit gagal ginjal total
dan dan dapat merusak sistem utama lainnya seperti sistem saraf pusat dan sistem
kardiovaskular. Penyakit Paru Obstruktif Kronis dapat menyebabkan penurunan
fungsi paru, yang tidak dapat kembali normal/ireversibel. Skizofrenia dan penyakit
hipolar tidak dapat disembuhkan, tetapi keduanya dapat dikontrol; bagaimanapun,
individu yang pernah menderita penyakit ini dalam waktu yang lama dapat
mengalami gangguan penilaian, keterampilan sosial, dan aktivitas hidup sehari-
hari.
Kompleks: kondisi kronis yang dapat memengaruhi berbagai sistem.
Pengaruh dari kondisi kesehatan kronis dapat menjangkau area yang lebih luas
dibandingkan pada saat permulaan proses. Contohnya Penderita asma tidak hanya
mengalami manifestasi fisik, tetapi mereka sering kali membatasi aktivitas dalam
cara-cara tertentu yang dapat menyebabkan isolasi, sehingga dapat memengaruhi
kesehatan mental dan rekreasional mereka. Depresi adalah sekuel yang sering
ditimbulkan oleh kondisi kesehatan kronis (Davidson & Meltzer-Brody, 1999).
Terapi terhadap kondisi kronis mungkin menimbulkan efek samping, seperti nyeri
dan defisit nutrisi yang menjadi bagian dari kondisinya. Diabetes melitus dapat
menyebabkan neuropati; retinopati menyebabkan kebutaan; masalah sirkulasi
menyebabkan amputasi, umumnya terjadi pada kaki dan tungkai. Hipertensi dapat
menyebabkan penyakit jantung, stroke, dan gagal ginjal.
Terapi yang diarahkan untuk mengontrol gejala, tujuan terapi tidak bertujuan
untuk menyembuhkan penyakit, tetapi untuk mengontrol gejala. Hal ini terkait
dengan penyebab penyakit yang tidak diketahui dan atau rendahnya teknologi
untuk menyembuhkan penyakit terkait. Dalam beberapa kasus, kondisi menjadi
akut dan terapi ditujukan untuk menyembuhkan kondisi akut tersebut, tetapi jika
hal ini tidak dapat dicapai, kondisi akan menjadi kronis.
Masalah keluarga dan kesedihan kronis: kondisi kesehatan kronis selalu
memiliki pengaruh terhadap orang-orang dekat individu yang terkena penyakit
tersebut. Bergantung pada budaya dan dinamika didalam keluarga, hal ini akan
dimanifestasikan dalam bermacam-macam cara. Kesedihan kronis adalah suatu
kondisi yang dapat di alami oleh individu dan atau keluarganya. Fenomena ini
akan bertahan lama dan dapat terus berlanjut, bahkan setelah kematian individu
yang menderita penyakit kronis. Kesedihan yang dirasakan akan berlangsung
tanpa akhir dan meliputi akumulasi kehilangan terus menerus sepanjang waktu.
(krafft & krafft 1998).
Karakteristik penyakit lansia di Indonesia:
1. Penyakit persendian dan tulang, misalnya: rheumatik, osteoporosis,
ostepatritis
2. Penyakit kardiovaskuler misalnya: hipertensi, kholesterolemia, angina,
cardiac attack, stroke, trigliserida, anemia, PJK.
3. Penyakit pencernaan yaitu gastritis, ulcus pepticum
4. Penyakit urogenital, seperti infeksi saluran kemih (ISK), gagal ginjal
akut/kronis, benigna prostat hyperplasia.
5. Penyakit metabolik/endokrin, misalnya: diabetes mellitus, obesitas
6. Penyakit pernafasan, misalnya asma, TB paru
7. Penyakit keganasan, misalnya: carsinoma/kanker
8. Penyakit lainnya, antara lain: senilis/pikun/dimensia, alzeimer, Parkinson,
dan sebagainya.

B. Tanda dan Gejala


1. Masalah fisik sehari-hari yang sering ditemukan pada lansia :
1) Mudah jatuh
a. Jatuh merupakan suatu kejadian yang dilaporkan penderita atau saksi
mata yang melihat kejadian, yang mengakibatkan seseorang mendadak
terbaring/terduduk di lantai atau tempat yang lebih rendah dengan atau
tanpa kehilangan kesadaran atau luka (Ruben, 1996).
b. Jatuh dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya faktor intrinsik:
gangguan gaya berjalan, kelemahan otot ekstremitas bawah, kekuatan
sendi dan sinkope-dizziness, faktor ekstrinsik: lantai yang licin dan tidak
rata, tersandung oleh benda-benda, penglihatan kurang karena cahaya
yang kurang terang dan sebagainya.
2) Mudah lelah, disebabkan oleh :
a. Faktor psikologis: perasaan bosan, keletihan, depresi.
b. Gangguan organis: anemia, kurang vitamin, osteomalasia, dll.
c. Pengaruh obat: sedasi, hipnotik

2. Beberapa penyebab kondisi kritis pada lansia :


a. Kecelakaan (Accident)
Suatu kejadian dimana terjadi interaksi berbagai factor yang datangnya
mendadak, tidak dikehendaki sehinga menimbulkan cedera (fisik, mental,
sosial).
b. Cedera
Masalah kesehatan yang didapat/dialami sebagai akibat kecelakaan.

Kecelakaan dan cedera dapat diklasifikasikan menurut :

 Tempat kejadian
 kecelakaan lalu lintas
 kecelakaan di lingkungan rumah tangga
 kecelakaan di lingkungan pekerjaan
 kecelakaan di sekolah
 kecelakaan di tempat-tempat umum lain seperti halnya: tepat
rekreasi, perbelanjaan, di arena olah raga dan lain-lain.
 Mekanisme kejadian
Tertumbuk, jatuh, terpotong, tercekik oleh benda asing.tersengat,
terbakar baik karena efek kimia, fisik maupun listrik atau radiasi.
 Waktu kejadian
 Waktu perjalanan (traveling/trasport time)
 Waktu bekerja, waktu sekolah, waktu bermain dan lain- lain
c. Bencana
Peristiwa atau rangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam dan atau
manusia yang mengakibatkan korban dan penderitaan manusia. Kerugian
harta benda, kerusakan lingkungan, kerusakan sarana dan prasarana umum
serta menimbulkan gangguan terhadap tata kehidupan dan penghidupan
masyarakat dan pembangunan nasional yang memerlukan pertolongan dan
bantuan.
Kematian dapat terjadi bila seseorang mengalami kerusakan atau kegagalan
dan salah satu sistem/organ dibawah ini yaitu:
1. Susunan saraf pusat
2. Pernapasan
3. Hati
4. Ginjal
5. Pancreas
Penyebab kegagalan organ :
1. Trauma/cedera
2. Infeksi
3. Keracunan (poisoning)
4. Degenerasi (failure)
5. Asfiksia
6. Kehilangan cairan dan elektrolit dalam jumlah besar (excessive loss
of wafer and electrolit)
7. Shock
8. Pendarahan akut
9. Tumor/kanker
Kegagalan sistem organ susunan saraf pusat, kardiovaskuler,
pernapasan dan hipoglikemia dapat menyebabkan kematian dalam waktu
singkat (4-6 menit), sedangkan kegagalan sistem/organ yang lain dapat
menyebabkan kematian dalam waktu yang lebih lama.

C. Pengkajian
Penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) atau penyakit paru obstruksi
menahun (PPOM) adalah klasifikasi luas dari gangguan yang mencakup bronchitis
kronis, bronkiektasis, emfisema dan asma, (Bruner & Suddarth, 2002).
Pengkajian pada pernafasan dengan klien PPOM yang didasarkan pada
kegiatan sehari-hari. Ukuran kualtas pernafasan antara skala 1-10, dan juga
mengidentifikasi faktor sosial dan lingkungan yang merupakan faktor pendukung
terjadinya gejala. Perawat juga mengidentifikasi type dari gejala yang muncul,
tiba-tiba atau membahayakan dan faktor presipitasi lainnya antara lain perjalanan
penularan temperature dan stress.
Pengkajian fisik termasuk pengkajian bentuk dan kesimetrisan dada,
respiratory rate dan pola pernafasan, posisi tubuh menggunakan otot bantu
pernafasan dan juga warna, jumlah, kekentalan dan bau sputum.
Palpasi dan perkusi pada dada diidentifikasi untuk mengkaji terhadap
peningkatan gerakan fremitus, gerakan dinding dada dan penyimpanan diafragma.
Ketika mengauskultasi dinding dada pada dewasa tua /akhir seharusnya di beri
cukup waktu untuk kenyamanan dengan menarik nafas dalam tanda Tanpa adanya
rasa pusing.

Hal-hal yang juga perlu dikaji adalah :

1. Aktifitas / istirahat, Keletihan, kelemahan, malaise, ketidak mampuan


melakukan aktifitas sehari-hari karena sulit bernapas.
2. Sirkulasi, Pembengkakan pada ekstremitas bawah, peningkatan tekanan darah,
takikardi.
3. Integritas ego, Perubahan pola hidup, ansietas, ketakutan, peka rangsang.
4. Makanan / cairan, Mual/muntah, anoreksia, ketidak mampuan untuk makan
karena distress perrnapasan, turgor kulit buruk, berkeringat.
5. Hygiene, Penurunan kemampuan / peningkatan kebutuhan bantuan melakukan
aktifitas sehari-hari, kebersihan buruk, bau badan.
6. Pernafasan, Nafas pendek, rasa dada tertekan, dispneu, penggunaan otot bantu
pernafasan.
7. Keamanan, Riwayat reaksi alergi / sensitive terhadap zat atau faktor
lingkungan.
8. Seksualitas, Penurunan libido.
9. Interaksi sosial, Hubungan ketergantungan, kurang sistem pendukung,
keterbatasan mobilitas fisik.(Doengoes, 2000 : 152).
 Pemeriksaan diagnostic
1. Sinar X –Ray dada
2. Tes fungsi paru
3. TLC
4. EKG
 Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan PPOM adalah :
1. Memperbaiki kemampuan penderita mengatasi gejala tidak hanya pada fase
akut, tetapi juga fase kronik.
2. Memperbaiki kemampuan penderita dalam melaksanakan aktivitas harian.
3. Mengurangi laju progresivitas penyakit apabila penyakitnya dapat dideteksi
lebih awal.
Penatalalaksanaan PPOM pada usia lanjut adalah sebagai berikut :
1. Meniadakan faktor etiologi/presipitasi, misalnya segera menghentikan
merokok, menghindari polusi udara.
2. Membersihkan sekresi bronkus dengan pertolonan berbagai cara.
3. Memberantas infeksi dengan antimikroba. Apabila tidak ada infeksi
antimikroba tidak perlu diberikan. Pemberian antimikroba harus tepat sesuai
dengan kuman penyebab infeksi yaitu sesuai hasil uji sensitivitas atau
pengobatan empirik.
4. Mengatasi bronkospasme dengan obat-obat bronkodilator. Penggunaan
kortikkosteroid untuk mengatasi proses inflamasi (bronkospasme) masih
controversial.
5. Pengobatan simtomatik.
6. Penanganan terhadap komplikasi-komplikasi yang timbul.
7. Pengobatan oksigen, bagi yang memerlukan. Oksigen harus diberikan
dengan aliran lambat 1-2 liter/menit.

D. Diagnosa dan intervensi


1. Ketidak efektifan jalan nafas berhubungan dengan tertahannya sekresi.
 Kriteria hasil
1) Mampu mempertahankan jalan nafas paten dengan bunyi nafas
berssih/jelas.
2) Klien menunjukkan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan napas
dengan batuk efektif maupun pengeluaran sekret.
 Intervensi
1) Auskultasi bunyi napas catat adanya bunyi napas tambahan.
2) Kaji/pantau frekuensi pernapasan dan catat adanya dispnea, ansietas,
distress pernapasan.
3) Berikan pasien posisi yang nyaman
4) Dorong/bantu latihan napas abdomen atau bibir.
5) Observasi karakteristik batuk
6) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat (bronkodilator,
analgesic, antimicrobial, obat steroid)
7) Kolaborasi pemberian humidifikasi tambahan (nebulizer)

2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kurangnya suplai oksigen.


 Kriteria hasil
1) Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat dan
bebas gejala distress pernapasan
 Intervensi
1) Kaji frekuensi kedalam pernafasan.
2) Dorong pengeluaran sputum, penghisapan bila diindikasikan
3) Observasi tanda-tanda vital
4) Kolaborasi dengan petugas laboratorium untuk pemeriksaan GDA

3. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuat pertahanan


primer dan sekunder
 Kriteria hasil
1) Klien menyatakan pemahaman penyebab/ faktor resiko individu
2) Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah dan menurunkan resiko
infeksi
3) Menunjukkan teknik perubahan pola hidup untuk meningkatkan
lingkungan yang aman
 Intervensi
1) Kaji pentingnya latihan napas, batuk efektif, perubahan posisi, dan
masukan cairan adekuat
2) Observasi warna, karakter, bau sputum
3) Dorong keseimbangan antara aktivitas dan istirahat
4) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk kebutuhan nutrisi yang adekuat
5) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat antimicrobial sesuai
indikasi.

4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


anoreksia, mual/muntah, kelemahan, efek samping dari obat, produksi
sputum.
 Kriteria hasil
1) Klien menunjukan adanya peningkatan berat badan
2) Menunjukan perilaku/perubahan pola hidup untuk meningkatkan atau
mempertahankan berat yang tepat.
 Intervensi
1) Kaji kebiasaan diet
2) Berikan perawatan oral sering, buang sekret, berikan wadah khusus
untuk sekali pakai dan tisu
3) Dorong periode istirahat semalam 1 jam sebelum dan sesudah makan
4) Anjurkan untuk makan sedikit tapi sering
5) Anjurkan keluarga untuk menghindari makanan penghasil gas dan
minuman karbonat.
6) Anjurlan untuk menghindari makanan yan terlalu panas atau dingin
7) Kolaborasi denga ahli gizi untuk pemberian makanan yang mudah
dicerna

5. Defisit pengetahuan tentang PPOM berhubungan dengan kurang informasi,


salah mengerti tentang informasi, kurang mengingat/keterbatasan kognitif.
 Kriteria hasil
1) Klien/keluarga menunjukkan pemahaman kondisi serta proses penyakit
dan tindakan
2) Mampu melakukan perubahan pola hidup dan berpartisipasi dalam
program pengobatan
3) Mampu mengidentifikas hubungan tanda/gejala yang ada dari proses
penyakit.
 Intervensi
1) Jelaskan prose penyakit individu
2) Tekankan pentingnya perawatan oral/kebersihan gigi
3) Kaji efek bahanya merokok dan nasehatkan menghentikan rokok pada
pasien atau orang terdekat
4) Berikan informasi tentang pembatasan aktivitas dan aktivitas pilihan
dengan periode istirahat untuk mencegah kelemahan
5) Anjurkan pasien/keluarga terdekat dalam penggunaan oksigen aman.
E. Implementasi
Implementasi keperawatan adalah tindakan perawat sesuai dengan intervensi
yang telah di rencanakan dan di lakukan sesuai dengan kebutuhan klien / pasien
tergantung pada kondisinya. Implementasi keperawatan merupakan langkah nyata
yang dilakukan perawat pada klien untuk melaksanakan rencana perawatan yang
telah dirancang untuk menangani masalah klien seperti memberikan rasa
nyaman,menjamin kesehatan klien dan mencegah terjadinya kompilkasi serta
menyesuaikan implementasi yang dilakukan dokter dengan perawat.

Dalam pelaksanaannya terdapat tiga jenis implementasi keperawatan, antara


lain:

1. Independent adalah implementasi yang diprakarsai sendiri oleh perawat untuk


membantu klien dalam mengatasi masalahnya sesuai dengan
kebutuhan.misalnya : membantu dalam memenuhi activity daily living
(ADL), memberikan perawatan diri, mengatur posisi tidur, menciptakan
lingkungan yang terapeutik, memberikan dorongan motivasi, pemenuhan
kebutuhan psiko-sosio-spiritual, perawatan alat invasive yang dipergunakan
klien, melakukan dokumentasi, dan lainlain.
2. Interdependen/ Collaborative adalah tindakan keperawatan atas dasar
kerjasama sesama tim keperawatan atau dengan tim kesehatan lainnya, seperti
dokter. Contohnya dalam hal pemberian obat oral, obat injeksi, infus, kateter
urin, naso gastric tube (NGT), dan lain-lain. Keterkaitan dalam tindakan
kerjasama ini misalnya dalam pemberian obat injeksi, jenis obat, dosis, dan
efek samping merupakan tanggungjawab dokter tetapi benar obat, ketepatan
jadwal pemberian, ketepatan cara pemberian, ketepatan dosis pemberian, dan
ketepatan klien, serta respon klien setelah pemberian merupakan tanggung
jawab dan menjadi perhatian perawat.
3. Dependent adalah tindakan keperawatan atas dasar rujukan dari profesi lain,
seperti ahli gizi, physiotherapies, psikolog dan sebagainya, misalnya dalam
hal: pemberian nutrisi pada klien sesuai dengan diit yang telah dibuat oleh ahli
gizi, latihan fisik (mobilisasi fisik) sesuai dengan anjuran dari bagian
fisioterapi

F. Evaluasi
fokus utama pada klien lansia dengan PPOM adalah untuk mengembalikan
kemampuan dalam ADLS, mengontrol gejala, dan tercapainya hasil yang
diharapkan. Klien lansia mungkin membutuhkan perawatan tambahan di rumah,
evaluasi juga termasuk memonitor kemampuan beradaptasi dan menggunakan
teknik energy conserving, untuk mengurangi sesak nafas, dan kecemasan yang
diajarkan dalam rehabilitasi paru.
Klien lansia membutuhkan waktu yang lama untuk mempelajari teknik
rehabilitasi yang diajarkan. Bagaimanapun saat pertama kali mengajar, mereka
harus mempunyai pemahaman yang baik dan mampu untuk beradaptasi dengan
gaya hidup mereka (leukenotte, MA, 2000:502).
DAFTAR PUSTAKA

http://id,scribd.com/presentation/445363470/Askep-Kritis-pada-Lansia.

Anda mungkin juga menyukai