Anda di halaman 1dari 26

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Otak


Otak memperoleh darah melalui dua sistem yakni sistem karotis (arteri
karotis interna kanan dan kiri) dan sistem vertebral. Arteri koritis interna,
setelah memisahkan diri dari arteri karotis komunis, naik dan masuk ke rongga
tengkorak melalui kanalis karotikus, berjalan dalam sinus kavernosum,
mempercabangkan arteri oftalmika untuk nervus optikus dan retina, akhirnya
bercabang dua: arteri serebri anterior dan arteri serebri media. Untuk otak,
sistem ini memberi darah bagi lobus frontalis, parietalis dan beberapa bagian
lobus temporalis. Sistem vertebral dibentuk oleh arteri vertebralis kanan dan
kiri yang berpangkal di arteri subklavia, menuju dasar tengkorak melalui
kanalis tranversalis di kolumna vertebralis servikal, masuk rongga kranium
melalui foramen magnum, lalu mempercabangkan masing-masing sepasang
arteri serebeli inferior. Pada batas medula oblongata dan pons, keduanya
bersatu arteri basilaris, dan setelah mengeluarkan 3 kelompok cabang arteri,
pada tingkat mesensefalon, arteri basilaris berakhir sebagai sepasang cabang:
arteri serebri posterior, yang melayani darah bagi lobus oksipitalis, dan bagian
medial lobus temporalis. Ke 3 pasang arteri serebri ini bercabang-cabang
menelusuri permukaan otak, dan beranastomosis satu bagian lainnya. Cabang-
cabang yang lebih kecil menembus ke dalam jaringan otak dan juga saling
berhubungan dengan cabang-cabang arteri serebri lainya.1
Untuk menjamin pemberian darah ke otak, ada sekurang-kurangnya 3
sistem kolateral antara sistem karotis dan sitem vertebral, yaitu: Sirkulus
Willisi, yakni lingkungan pembuluh darah yang tersusun oleh arteri serebri
media kanan dan kiri, arteri komunikans anterior (yang menghubungkan
kedua arteri serebri anterior), sepasang arteri serebri media posterior dan arteri
komunikans posterior (yang menghubungkan arteri serebri media dan
posterior) kanan dan kiri. Anyaman arteri ini terletak di dasar otak.
Anastomosis antara arteri serebri interna dan arteri karotis eksterna di daerah

26
27

orbita, masing-masing melalui arteri oftalmika dan arteri fasialis ke arteri


maksilaris eksterna. Hubungan antara sitem vertebral dengan arteri karotis
ekterna (pembuluh darah ekstrakranial). Selain itu masih terdapat lagi
hubungan antara cabang-cabang arteri tersebut, sehingga menurut Buskrik tak
ada arteri ujung (true end arteries) dalam jaringan otak. Darah vena dialirkan
dari otak melalui 2 sistem: kelompok vena interna, yang mengumpulkan darah
ke vena Galen dan sinus rektus, dan kelompok vena eksterna yang terletak
dipermukaan hemisfer otak, dan mencurahkan darah ke sinus sagitalis superior
dan sinus-sinus basalis laterales, dan seterusnya melalui vena-vena jugularis
dicurahkan menuju ke jantung.1

Gambar 2.1 Anatomi Otak


28

Gambar 2.2 Vaskularisasi

2.2 Fisiologi Otak


Sistem karotis terutama melayani kedua hemisfer otak, dan sistem
vertebrabasilaris terutama memberi darah bagi batang otak, serebelum dan
bagian posterior hemisfer. Aliran darah di otak (ADO) dipengaruhi terutama 3
faktor. Dua faktor yang paling penting adalah tekanan untuk memompa darah
dari sistem arteri-kapiler ke sistem vena, dan tahanan (perifer) pembuluh darah
otak. Faktor ketiga, adalah faktor darah sendiri yaitu viskositas darah dan
koagulobilitasnya (kemampuan untuk membeku).1 Dari faktor pertama, yang
terpenting adalah tekanan darah sistemik (faktor jantung, darah, pembuluh
darah, dll), dan faktor kemampuan khusus pembuluh darah otak (arteriol)
untuk menguncup bila tekanan darah sistemik naik dan berdilatasi bila tekanan
darah sistemik menurun. Daya akomodasi sistem arteriol otak ini disebut daya
otoregulasi pembuluh darah otak (yang berfungsi normal bila tekanan sistolik
antara 50-150 mmHg).1
29

Faktor darah, selain viskositas darah dan daya membekunya, juga di


antaranya seperti kadar/tekanan parsial CO2 dan O2 berpengaruh terhadap
diameter arteriol. Kadar/tekanan parsial CO2 yang naik, PO2 yang turun, serta
suasana jaringan yang asam (pH rendah), menyebabkan vasodilatasi,
sebaliknya bila tekanan darah parsial CO2 turun, PO2 naik, atau suasana pH
tinggi, maka terjadi vasokonstriksi. Viskositas/kekentalan darah yang tinggi
mengurangi ADO. Sedangkan koagulobilitas yang besar juga memudahkan
terjadinya trombosis, aliran darah lambat, akibat ADO menurun.1
Jika terjadi kerusakan gangguan otak maka akan mengakibatkan
kelumpuhan pada anggota gerak, gangguan bicara, serta gangguan dalam
pengaturan nafas dan tekanan darah. Gejala di atas biasanya terjadi karena
adanya serangan stroke.2

2.3 Definisi Stroke


Menurut definisi WHO, stroke adalah suatu tanda klinis yang berkembang
secara cepat akibat gangguan otak fokal (atau global) dan gejala-gejala yang
berlangsung selama 24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian
tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskular. Stroke iskemik
disebabkan oleh oklusi fokal pembuluh darah otak yang menyebabkan turunnya
suplai oksigen dan glukosa ke bagian otak yang mengalami oklusi. Munculnya
tanda dan gejala fokal atau global pada stroke disebabkan oleh penurunan aliran
darah otak. Oklusi dapat berupa trombus, embolus, atau tromboembolus,
menyebabkan hipoksia sampai anoksia pada salah satu daerah percabangan
pembuluh darah di otak tersebut.3

2.4 Epidemiologi Stroke dan Stroke Non Hemoragik 


Stroke penyebab kematian ketiga di dunia setelah penyakit
jantung koroner dan kanker baik di negara maju maupun negara
berkembang. Satu dari 10 kematian disebabkan oleh stroke. Secara
global, 15 juta orang terserang stroke setiap tahunnya, satu pertiga
meninggal dan sisanya mengalami kecacatan permanen. 4
30

Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2013 Prevalensi stroke di


Indonesia berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan adalah 7%.
Prevalensi stroke tertinggi adalah Sulawesi Utara (10,8%) dan terendah
adalah Papua (2,3%). Prevalensi stroke di Sumatera Selatan
berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan adalah 5,2%. 5
Pada suatu survei di RS Vermont, stroke pada usia muda
merupakan 8,5% dari seluruh pasien rawat; stroke perdarahan
intraserebral didapatkan pada 41% pasien, dengan penyebab tersering
adalah aneurisma, AVM (arteriovenous malformation), hipertensi, dan
tumor. Perdarahan subaraknoid didapatkan pada 17% pasien, dan stroke
iskemik terjadi pada 42% pasien. Angka kejadian stroke iskemik pada
usia di bawah 45 tahun hanya sekitar 5% dari seluruh kejadian dari
stroke iskemik. 6

2.5 Etiologi Stroke Non Hemoragik 

a. Trombosis
Aterosklerosis adalah salah satu obstruksi vaskular yang terjadi
akibat perubahan patologis pada pembuluh darah, seperti hilangnya
elastisitas dan menyempitnya lumen pembuluh darah. Aterosklerosis ini
merupakan respon normal terhadap injury yang terjadi pada lapisan
endotel pembuluh darah arteri. Proses aterosklerosis ini lebih mudah
terjadi pada pembuluh darah arteri karena arteri lebih banyak memiliki sel
otot polos dibandingkan vena. Proses aterosklerosis ditandai oleh
penimbunan lemak yang terjadi secara lambat pada dinding-dinding arteri
yang disebut plak, sehingga dapat memblokir atau menghalangi sama
sekali aliran pembuluh darah ke otak. Akibat terjadinya aterosklerosis ini
bisa juga disebabkan oleh terbentuknya bekuan darah atau trombus yang
teragregasi platelet pada dinding pembuluh darah dan akan membentuk
ibrin kecil ya ng menjadikan sumbatan atau plak pada pembuluh darah,
ketika arteri dalam otak buntu akibat plak tersebut, menjadikan
kompensasi sirkulasi dalam otak akan gagal dan perfusi terganggu,
31

sehingga akan mengakibatkan kematian sel dan mengaktifkan banyak


enzim fosfolipase yang akan memacu mikroglia memproduksi Nitrit
Oxide secara banyak dan pelepasan sitokin pada daerah iskemik yang
akan menyebabkan kerusakan atau kematian sel.7

b. Emboli
Hampir 20%, stroke iskemik disebabkan emboli yang berasal dari
jantung. Sekali stroke emboli dari jantung terjadi, maka kemungkinan
untuk rekuren relatif tinggi. Resiko stroke emboli dari jantung meningkat
dengan bertambahnya umur, karena meningkatnya prevelansi fibrilasi
atrial pada lansia. Umumnya prognosis stroke kardioemboli buruk dan
menyebabkan kecacatan yang lebih besar. Timbulnya perdarahan otak
tanpa tanda-tanda klinis memburuk dan terjadi 12-48 jam setelah onset
stroke emboli yang disertai infark besar.7

2.6 Faktor Risiko Stroke Non Hemoragik8,9,10,11


a. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi:
1. Usia
Stroke dapat terjadi pada semua orang dan pada semua usia,
termasuk anak-anak. Kejadian penderita stroke iskemik biasanya berusia
lanjut (60 tahun keatas) dan resiko stroke meningkat seiring
bertambahnya usia dikarenakan mengalaminya degeneratif organ-organ
dalam tubuh.
2. Jenis Kelamin
Pria memiliki kecenderungan lebih besar untuk terkena stroke pada
usia dewasa awal dibandingkan dengan wanita dengan perbandingan 2:1.
Insiden stroke lebih tinggi terjadi pada laki-laki daripada perempuan
dengan rata-rata 25%-30% Walaupun para pria lebih rawan daripada
wanita pada usia yang lebih muda, tetapi para wanita akan menyusul
setelah usia mereka mencapai menopause. Hal ini, hormon merupakan
32

yang berperan dapat melindungi wanita sampai mereka melewati masa-


Masa melahirkan anak.
Usia dewasa awal (18-40 Tahun) perempuan memiliki peluang
yang sama juga dengan laki-laki untuk terserang stroke. Hal ini
membuktikan bahwa resiko laki-laki dan perempuan untuk terserang
stroke pada usia dewasa awal adalah sama. Pria memiliki risiko terkena
stroke iskemik atau perdarahan intra sereberal lebih tinggi sekitar 20%
daripada wanita. Namun, wanita memiliki resiko perdarahan subaraknoid
sekitar 50%. Sehingga baik jenis kelamin laki-laki maupun perempuan
memiliki peluang yang sama untuk terkena stroke pada usia dewasa awal
18-40 Tahun.
3. Genetik
Beberapa penelitian menunjukkan terdapat pengaruh genetik pada
risiko stroke. Namun, sampai saat ini belum diketahui secara pasti gen
mana yang berperan dalam terjadinya stroke.

b. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi:


1. Hipertensi
Hipertensi dapat mempengaruhi hampir seluruh organ tubuh,
terutama otak, jantung, ginjal, mata, dan pembuluh darah perifer. Insiden
stroke dapat bertambah dengan meningkatnya tekanan darah dan
berkurang bila tekanan darah dapat dipertahankan di bawah 140/90
mmHg, baik pada stroke iskemik, perdarahan intrakranial, maupun
perdarahan subaraknoid.
2. Hiperkolesterolemia
Hiperkolestrol akan meningkatkanya LDL (lemak jahat) yang akan
mengakibatkan terbentuknya arterosklerosis yang kemudian diikuti
dengan penurunan elastisitas pembuluh darah yang akan menghambat
aliran darah.
3. Diabetes Melitus
Diabetes melitus mempercepat terjadinya atherokelorosis baik pada
33

pembuluh darah kecil maupun pembuluh darah besar atau pembuluh


darah otak dan jantung. Kadar glukosa darah yang tinggi akan
menghambat aliran darah dikarenakan pada kadar gula darah tinggi
terjadinya pengentalan darah sehingga menghamabat aliran darah ke
otak. Hiperglikemia dapatmenurunkan sintesis prostasiklin yang
berfungsi melebarkan saluran arteri, meningkatkanya pembentukan
trombosis dan menyebabkan glikolisis protein pada dinding arteri.
4. Penyakit Jantung
Penyakit atau kelainan jantung dapat mengakibatkan iskemia pada
otak. Ini disebabkan karena denyut jantung yang tidak teratur dapat
menurunkan total curah jantung yang mengakibatkan aliran darah di otak
berkurang (iskemia). Selain itu terjadi pelepasan embolus yang kemudian
dapat menyumbat pembuluh darah otak. Ini disebut dengan stroke
iskemik akibat trombosis. Seseorang dengan penyakit atau kelainan
jantung beresiko terkena atroke 3 kali lipat dari yang tidak memiliki
penyaki atau kelainan jantung.
5. Obesitas
Obesitas dapat juga mempercepat terjadinya proses aterosklerosis
pada remaja dan dewasa muda (Madiyono, 2003). Oleh karena itu,
penurunan berat badan dapat mengurangi risiko terserang stroke.
6. Merokok
Merokok memicu produksi fibrinogen (faktor penggumpal darah)
lebih banyak sehingga merangsang timbulnya aterosklerosis

2.7 Patofisiologi Stroke Non Hemoragik12,13


Iskemia jaringan otak timbul akibat sumbatan pada pembuluh darah
servikokranial atau hipoperfusi jaringan otak oleh berbagai faktor seperti
aterotrombosis, emboli, atau ketidakstabilan hemodinamik.Aterotrombosis
terjadi pada arteri-arteri besar dari daerah kepala dan leher dan dapat juga
mengenai pembuluh arteri kecil atau percabangannya. Trombus yang terlokalisasi
terjadi akibat penyempitan pembuluh darah oleh plak aterosklerotik sehingga
34

menghalangi aliran darah pada bagian distal dari lokasi penyumbatan. Gejala
neurologis yang muncul tergantung pada lokasi pembuluh darah otak yang
terkena.
Penyumbatan pembuluh darah merupakan 80% kasus dari kasus stroke.
Penyumbatan sistem arteri umumnya disebabkan oleh terbentuknya trombus
pada ateromatous plaque pada bifurkasi dari arteri karotis. Erat hubungannya
dengan aterosklerosis (terbentuknya ateroma) dan arteriolosclerosis.5,7
Aterosklerosis dapat menimbulkan bermacam-macam manifestasi klinik
dengan cara :
1. Menyempitkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan
insufisiensi aliran darah.
2. Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadinya trombus atau
perdarahan aterom.
3. Merupakan terbentuknya trombus yang kemudian terlepas sebagai
emboli.
4. Menyebabkan dinding pembuluh menjadi lemah dan terjadi
aneurisma yang kemudian dapat robek

2.8 Gejala Klinis Stroke Non Hemoragik3,13,14


Gejala stroke non hemoragik yang timbul akibat gangguan
peredaran darah di otak bergantung pada berat ringannya gangguan
pembuluh darah dan lokasi tempat gangguan peredaran darah terjadi, maka
gejala-gejala tersebut adalah.
a. Gejala akibat penyumbatan arteri karotis interna
- Buta mendadak (amaurosis fugaks).
- Ketidakmampuan untuk berbicara atau mengerti bahasa lisan (disfasia)
bila gangguan terletak pada sisi dominan.
- Kelumpuhan pada sisi tubuh yang berlawanan (hemiparesis kontralateral)
dan dapat disertai sindrom Horner pada sisi sumbatan.
b. Gejala akibat penyumbatan arteri serebri anterior
- Hemiparesis kontralateral dengan kelumpuhan tungkai lebih menonjol.
35

- Gangguan mental
- Gangguan sensibilitas pada tungkai yang lumpuh
- Ketidakmampuan dalam mengendalikan buang air
- Bisa terjadi kejang-kejang.
c. Gejala akibat penyumbatan arteri serebri media
- Bila sumbatan di pangkal arteri, terjadi kelumpuhan yang lebih ringan.
Bila tidak dipangkal maka lengan lebih menonjol
- Gangguan saraf perasa pada satu sisi tubuh
- Hilangnya kemampuan dalam berbahasa (aphasia)
d. Gejala akibat penyumbatan sistem vertebrobasiliar
- Kelumpuhan di satu sampai keempat ektremitas
- Meningkatnya refleks tendon
- Gangguan dalam koordinasi gerakan tubuh
- Gejala-gejala sereblum seperti tremor dan kepala berputar (vertigo)
- Ketidakmampuan untuk menelan (disfagia)
- Gangguan motoris pada lidah, mulut, rahang dan pita suara sehingga
pasien sulit bicara (disatria)
- Kehilangan kesadaran sepintas (sinkop), penurunan kesadaran secara
lengkap (strupor), koma, pusing, gangguan daya ingat, kehilangan daya
ingat terhadap lingkungan (disorientasi)
- Gangguan penglihatan, seperti penglihatan ganda (diplopia), gerakan arah
bola mata yang tidak dikehendaki (nistagmus), penurunan kelopak mata
(ptosis), kurangnya daya gerak mata, kebutaan setengah lapangan pandang
pada belahan kanan atau kiri kedua mata (hemianopia homonim).
- Gangguan pendengaran
- Rasa kaku di wajah, mulut dan lidah.
e. Gejala akibat penyumbatan arteri serebri posterior
- Koma
- Hemiparesis kontralateral
- Ketidakmampuan membaca (aleksia)
- Kelumpuhan saraf kranialis ketiga
36

f. Gejala akibat gangguan fungsi luhur


Aphasia yaitu hilangnya kemampuan dalam berbahasa. Aphasia dibagi dua
yaitu, Aphasia motorik adalah ketidakmampuan untuk berbicara,
mengeluarkan isi pikiran melalui perkataannya sendiri, sementara
kemampuannya untuk mengerti bicara orang lain tetap baik. Aphasia
sensorik adalah ketidakmampuan untuk mengerti pembicaraan orang lain,
namun masih mampu mengeluarkan perkataan dengan lancar, walau
sebagian diantaranya tidak memiliki arti, tergantung dari luasnya
kerusakan otak.
Alexia adalah hilangnya kemampuan membaca karena kerusakan
otak.Dibedakan dari Dyslexia (yang memang ada secara kongenital), yaitu
Verbal alexia adalah ketidakmampuan membaca kata, tetapi dapat
membaca huruf.Lateral alexia adalah ketidakmampuan membaca huruf,
tetapi masih dapat membaca kata. Jika terjadi ketidakmampuan keduanya
disebut Global alexia.
Agraphia adalah hilangnya kemampuan menulis akibat adanya
kerusakan otak.Acalculia adalah hilangnya kemampuan berhitung dan
mengenal angka setelah terjadinya kerusakan otak.
Right-Left Disorientation & Agnosia jari (Body Image) adalah
sejumlah tingkat kemampuan yang sangat kompleks, seperti penamaan,
melakukan gerakan yang sesuai dengan perintah atau menirukan gerakan-
gerakan tertentu. Kelainan ini sering bersamaan dengan Agnosia jari
(dapat dilihat dari disuruh menyebutkan nama jari yang disentuh
sementara penderita tidak boleh melihat jarinya).
Hemi spatial neglect (Viso spatial agnosia) adalah hilangnya
kemampuan melaksanakan bermacam perintah yang berhubungan dengan
ruang.Syndrome Lobus Frontal, ini berhubungan dengan tingkah laku
akibat kerusakan pada kortex motor dan premotor dari hemisphere
dominan yang menyebabkan terjadinya gangguan bicara.
Amnesia adalah gangguan mengingat yang dapat terjadi pada trauma
capitis, infeksi virus, stroke, anoxia dan pasca operasi pengangkatan massa
37

di otak.Dementia adalah hilangnya fungsi intelektual yang mencakup


sejumlah kemampuan.

2.9 Diagnosis dan Pemeriksaan Penunjang Stroke Non Hemoragik

Hemoragik Iskemik
Intraserebral Subaraknoid Trombosis Emboli
 Sering pada  Penyebab  Sering  Gejala mendadak
usia dekade terbanyak didahului  Sering terjadi
5-8 pecahnya aneurisma dengan TIA pada waktu
 Tidak ada  Sering terjadi pada  Sering terjadi bergiat
gejala dekade 3-5 dan 7 pada waktu  Umumnya
prodormal  Gejala prodormal istirahat dan kesadaran bagus
yang jelas. yaitu nyeri kepala bangun pagi  Sering terjadi
Kadang hebat  Biasanya pada dekade 2-3
hanya  Kesadaran sering kesadaran dan 7.
berupa nyeri terganggu bagus  Harus ada sumber
kepala hebat,  Rangsang meningeal  Sering terjadi emboli
mual, positif pada dekade
muntah. 6-8

 Sering
terjadi waktu
siang, waktu
bergiat,
waktu emosi
 Sering
disertai
penurunan
kesadaran
Hasil CT Scan: Hasil CT Scan: Hasil CT Scan: Hasil CT Scan:
hiperdens hiperdens hipodens hipodens

(2,5 X DK) + (2 X MT) + (2 X NK) + (0,1 X TD) – (3 X TA) – 12

1 Kesadaran ( x 2,5 ) Bersiaga 0


38

  Pingsan 1
  Semi koma, koma 2
2 Muntah ( x 2 ) No 0
  Yes 1
3 Nyeri kepala dalam No 0
  2 jam ( x 2 ) Yes 1
4 Tekanan Diastolik ( DBP ) DBP x 0,1

5 Atheroma markers ( x 3 ) None 0


  diabetes, angina, 1/> 1
  claudicatio intermitten  
       
Konstanta   - 12
Total skor =    
Interpretasi skor  
  Skor ≤ -1 = Infark
    ≥1 = Hemoragik
Algoritma Gajah Mada

1. Penurunan kesadaran
2. Sakit kepala
Penderita Stroke Akut è 3. Refleks patologi

Ketiganya atau 2 dari ketiganya ada

Penurunan kesadaran (+), sakit kepala (-), refleks patologis (-) Stroke
Hemoragik
Penurunan kesadaran (-), sakit kepala (+), reflek patolgi (-)

Penurunan kesadaran (-), sakit kepala (-), refleks patologi (+) à Stroke
Infark

Pemeriksaan penunjang:
a. CT-Scan dan MRI
Pemeriksaan paling penting untuk mendiagnosis subtipe dari sroke
adalah Computerised Topography Scan (CT-Scan) dan Magnetic
Resonance Imaging (MRI) pada kepala. Mesin CT-Scan dan MRI
masing-masing merekam citra sinar X atau resonansi magnet.Setiap citra
individual memperlihatkan irisan melintang otak, mengungkapkan
39

daerah abnormal yang ada di dalamnya. Pada CT-Scan, pasien diberi


sinar X dalam dosis sangat rendah yang digunakan menembus kepala.
Sinar X yang digunakan serupa dengan pada pemeriksaan dada, tetapi
dengan panjang ke radiasi yang jauh lebih rendah. Pemeriksaan
memerlukan waktu 15 – 20 menit, tidak nyeri, dan menimbulkan resiko
radiasi minimal keculi pada wanita hamil. CT-Scan sangat handal
mendeteksi perdarahan intrakranium, tetapi kurang peka untuk
mendeteksi stroke iskemik ringan, terutama pada tahap paling awal. CT-
Scan dapat memberi hasil negatif-semu (yaitu, tidak memperlihatkan
adanya kerusakan) hingga separuh dari semua kasus stroke
iskemik.Mesin MRI menggunakan medan magnetik kuat untuk
menghasilkan dan mengukur interaksi antara gelombang-gelombang
magnet dan nukleus di atom yang bersangkutan (misalnya nukleus
Hidrogen) di dalam jaringan kepala.Pemindaian dengan MRI biasanya
berlangsung sekitar 30 menit. Alat ini tidak dapat digunakan jika
terdapat alat pacu jantung atau alat logam lainnya di dalam tubuh. Selain
itu, orang bertubuh besar mungkin tidak dapat masuk ke dalam mesin
MRI, sementara sebagian lagi merasakan ketakutan dalam ruangan
tertutup dan tidak tahan menjalani prosedur meski sudah mendapat obat
penenang.

b. Ultrasonografi (USG)
Pemindaian arteri karotis dilakukan dengan menggunakan gelombang
suara untuk menciptakan citra. Pendaian ini digunakan untuk mencari
kemungkinan penyempitan arteri atau pembekuan di arteri utama.
Prosedur ini aman, tidak menimbulkan nyeri, dan relatif cepat (sekitar
20-30 menit) resiko kematian pada satu dari setiap 200 orang yang
diperiksa.

c. Pungsi lumbal
Pungsi lumbal kadang dilakukan jika diagnosa stroke belum jelas.
Sebagai contoh, tindakan ini dapat dilakukan untuk menyingkirkan
40

infeksi susunan saraf pusat serta cara ini juga dilakukan untuk
mendiagnosa perdarahan subaraknoid. Prosedur ini memerlukan waktu
sekitar 10-20 menit dan dilakukan di bawah pembiusan lokal.

d. EKG
EKG digunakan untuk mencari tanda-tanda kelainan irama jantung atau
penyakit jantung sebagai kemungkinan penyebab stroke. Prosedur EKG
biasanya membutuhkan waktu hanya beberapa menit serta aman dan
tidak menimbulkan nyeri.

e. Foto toraks
Foto sinar-X toraks adalah proses standar yang digunakan untuk mencari
kelainan dada, termasuk penyakit jantung dan paru. Bagi pasien stroke,
cara ini juga dapat memberikan petunjuk mengenai penyebab setiap
perburukan keadaan pasien. Prosedur ini cepat dan tidak menimbulkan
nyeri, tetapi memerlukan kehati-hatian khusus untuk melindungi pasien
dari pajanan radiasi yang tidak diperlukan.
f. Pemeriksaan darah dan urine
Pemeriksaan ini dilakukan secara rutin untuk mendeteksi penyebab
stroke dan untuk menyingkirkan penyakit lain yang mirip stroke.
Pemeriksaan yang direkomendasikan:
 Hitung darah lengkap untuk melihat penyebab stroke seperti
trombositosis,trombositopenia, polisitemia, anemia (termasuk sikle
cell disease).
 Laju endap darah untuk medeteksi terjadinya giant cell arteritis
atau vaskulitislainnya.
 Serologi untuk sifilis.
 Glukosa darah untuk melihat DM, hipoglikemia, atau
hiperglikemia
 Lipid serum untuk melihat faktor risiko stroke
41

2.10 Penatalaksanaan Stroke Non Hemoragik13,14,15,16,17,18


Penatalaksanaan di Ruang Gawat Darurat
1. Evaluasi Cepat dan Diagnosis
Oleh karena jendela terapi dalam pengobatan stroke akut sangat
pendek, maka evaluasi dan diagnosis harus dilakukan dengan cepat,
sistematik, dan cermat.Evaluasi gejala dan klinik stroke akut

meliputi:
a. Anamnesis, terutama mengenai gejala awal, waktu awitan,
aktivitas penderita saat serangan, gejala seperti nyeri kepala,
mual, muntah, rasa berputar, kejang, cegukan (hiccup),
gangguan visual, penurunan kesadaran, serta faktor risiko
stroke (hipertensi, diabetes, dan lain-lain).
b. Pemeriksaan fisik, meliputi penilaian respirasi, sirkulasi,
oksimetri, dan suhu tubuh. Pemeriksaan kepala dan leher
(misalnya cedera kepala akibat jatuh saat kejang, bruit karotis,
dan tanda-tanda distensi vena jugular pada gagal jantung
kongestif). Pemeriksaan torak (jantung dan paru), abdomen,
kulit dan ekstremitas.
c. Pemeriksaan neurologis dan skala stroke. Pemeriksaan
neurologis terutama pemeriksaan saraf kranialis, rangsang
selaput otak, sistem motorik, sikap dan cara jalan refleks,
koordinasi, sensorik dan fungsi kognitif.
2. Terapi Umum
a. Stabilisasi Jalan Napas dan Pernapasan
 Pemantauan secara terus menerus terhadap status
neurologis, nadi, tekanan darah, suhu tubuh, dan Saturasi
oksigen dianjurkan dalam 72 jam, pada pasien dengan
defisit neurologis yang nyata.
 Pembetian oksigen dianjurkan pada keadaan dengan
saturasi oksigen< 95%.
42

 Perbaiki jalan nafas termasuk pemasangan pipa orofaring


pada pasien yang tidak sadar.Berikan bantuan ventilasi
pada pasien yang mengalami penurunan kesadaran atau
disfungsi bulbar dengan gangguan jalan napas.
 Terapi oksigen diberikan pada pasien hipoksia. Pasien
stroke iskemik akut yang nonhipoksia tidak mernerlukan
terapi oksigen.
 Intubasi ETT (Endo Tracheal Tube) atau LMA (Laryngeal
Mask Airway) diperlukan pada pasien dengan hipoksia
(pO250 mmHg), atau syok, atau pada pasien yang berisiko
untuk terjadi aspirasi. Pipa endotrakeal diusahakan
terpasang tidak lebih dari 2 minggu. Jika pipa terpasang
lebih dari 2 rninggu, maka dianjurkan dilakukan
trakeostomi.

b. Stabilisasi Hemodinamik
 Berikan cairan kristaloid atau koloid intravena (hindari
pernberian cairan hipotonik seperti glukosa).
 Dianjurkan pemasangan CVC (Central Venous Catheter),
dengan tujuan untuk memantau kecukupan cairan dan
sebagai sarana untuk rnemasukkan cairan dan nutrisi.
Usahakan CVC 5 -12 mmHg.
 Optimalisasi tekanan darah. Bila tekanan darah sistolik <
120 mmHg dan cairan sudah mencukupi, maka obat
vasopressor dapat diberikan seperti dopamin dengan target
sistolik berkisar 140 mmHg
 Pemantauan jantung (cardiac monitoring) harus dilakukan
selama 24 jam pertama setelah serangan stroke iskernik.
Bila terdapat adanya penyakit jantung kongestif, segera
atasi (konsultasi Kardiologi).
43

 Hipotensi arterial harus dihindari dan dicari penyebabnya.


Hipovolemia harus dikoreksi dengan larutan salin normal
dan aritmia jantung yang mengakibatkan penurunan curah
jantung sekuncup harus dikoreksi
Pemeriksaan Awal Fisik Umum
 Tekanan darah
 Pemeriksaan jantung
 Pemeriksaan neurologi umum awal:
i. Derajat kesadaran
ii. Pemeriksaan pupil dan okulomotor
iii. Keparahan hemiparesis

a. Pengendalian Peninggian Tekanan Intrakranial (TIK)


Penatalaksanaan penderita dengan peningkatan tekanan
intrakranial meliputi:
1. Tinggikan posisi kepala 20o- 30o
2. Posisi pasien hendaklah menghindari tekanan vena jugular
3. Hindari pemberian cairan glukosa atau cairan hipotonik iv
4. Hindari hipertermia
5. Jaga normovolernia
6. Osmoterapi atas indikasi:
a) Manitol 0.25 - 0.50 gr/kgBB, selama >20 menit,
diulangi setiap 4 - 6 jam dengan target ≤ 310 mOsrn/L.
Osmolalitas sebaiknya diperiksa 2 kali dalam sehari
selama pemberian osmoterapi.
b) Kalau perlu, berikan furosemide dengan dosis inisial 1
mg/kgBB i.v

b. Pemberian obat neuroprotektif


Stabilisator membran, citicholine bekerja memperbaiki
membran sel dengan cara menambah sintesis fosfatidilkolin
44

dan mengurangi kadar asam lemak bebas. Menaikkan sintesis


asetilkolin, suatu neurotransmitter untuk fungsi kognitif.

c. Pengendalian Kejang
Bila kejang, berikan diazepam bolus lambat intravena 5-20mg
dan diikuti oleh fenitoin, loading dose 15-20 mg/kg bolus
dengan kecepatan maksimum 50 mg/menit.

d. Menghindari stress ulcer


Untuk mencegah timbulnya perdarahan lambung pada stroke,
sitoprotektor atau penghambat reseptor H2 perlu
diberikan.Tidak ada perbedaan hasil antara pemberian
penghambat reseptor H2, sitoprotektor agen ataupun inhibitor
pompa proton.

e. Pengendalian tekanan darah


Sebagian besar (70-94%) pasien stroke akut mengalami
peningkatan tekanan darah sistolik >140 mmHg. Penelitian di
Indonesia didapatkan kejadian hipertensi pada pasien stroke
akut sekitar 73,9%. Sebesar 22,5- 27,6% diantaranya
mengalami peningkatan tekanan darah sistolik >180 mmHg.
1. Pada pasien stroke iskemik akut, tekanan darah diturunkan
sekitar 15% (sistolik maupun diastolic) dalam 24 jam
pertama setelah awitan apabila tekanan darah sistolik
(TDS) >220 mmHg atau tekanan darah diastolic (TDD)
>120 mmHg. Pada pasien stroke iskemik akut yang akan
diberi terapi trombolitik (rtPA), tekanan darah diturunkan
hingga TDS <185 mmHg dan TDD <110 mmHg.
f. Pengendalian demam
Berikan Asetaminofen 650 mg bila suhu lebih dari 37,5oC

g. Pemeriksaan Penunjang
45

 EKG
 Laboratorium (kimia darah, fungsi ginjal, hematologi, faal
hemostasis, kadar gula darah, analisis urin, analisa gas
darah, dan elektrolit)
 Bila perlu pada kecurigaan perdarahan subaraknoid,
lakukan punksi lumbal untuk pemeriksaan cairan
serebrospinal
 Pemeriksaan radiologi.

A. Penatalaksanaan umum di ruang rawat


1. Cairan
a. Berikan cairan isotonis seperti 0,9% salin dengan tujuan
menjaga euvolemi. Tekanan vena sentral dipertahankan antara
5-12 mmHg.
b. Pada umumnya, kebutuhan cairan 30 ml/kgBB/hari (parenteral
maupun enteral).
c. Keseimbangan cairan diperhitungkan dengan mengukur
produksi urin sehari ditambah dengan pengeluaran cairan yang
tidak dirasakan (produksi urin sehari ditambah 500 ml untuk
kehilangan cairan yang tidak tampak dan ditambah lagi 300 ml
per derajat Celcius pada penderita panas).

2. Nutrisi
a. Nutrisi enteral paling lambat sudah harus diberikan dalam 48
jam, nutrisi oral hanya boleh diberikan setelah hasil tes fungsi
menelan baik.
b. Bila terdapat gangguan menelan atau kesadaran menurun
makanan, nutrisi diberikan melalui pipa nasogastrik.
c. Pada keadaan akut, kebutuhan kalori 25-30 kkal/kg/hari dengan
komposisi:
- Karbohidrat 30-40 % dari total kalori;
46

- Lemak 20-35 % (pada gangguan nafas dapat lebih tinggi


35-55 %);
- Protein 20-30% (pada keadaan stress kebutuhan protein
1.4-2.0 g/kgBB/hari (pada gangguan fungsi ginjal <0,8)

d. Apabila kemungkinan pemakain pipa nasogastrik lebih dari 6


minggu, peritimbangkan untuk gastrotomi pertimbangkan
untuk gastrostomi.
e. Pada keadaan tertentu yaitu pemberian nutrisi enteral tidak
memungkinkan, dukungan nutrisi boleh diberikan secara
parenteral.
f. Perhatikan diet pasien yang tidak bertentangan dengan obat-
obatan yang diberikan. Contohnya, hindarkan makanan yang
banyak mengandung vitamin K pada pasien yang mendapat
warfarin.

3. Pencegahan dan Penanganan Komplikasi


a. Mobilisasi dan penilaian dini untuk mencegah komplikasi
subakut (aspirasi, malnutrisi, pneumonia, thrombosis vena
dalam, emboli paru, dekubitus, komplikasi ortopedi dan
kontraktur) perlu dilakukan (AHA/ASA, Level of evidence B
and C).
b. Berikan antibiotika atas indikasi dan usahakan sesuai dengan tes
kultur dan sensitivitas kuman atau minimal terapi empiris
sesuai dengan pola kuman (AHA/ASA, Level of evidence A).
c. Pencegahan dekubitus dengan mobilisasi terbatas dan atau
memakai kasur antidekubitus.
d. Pencegahan thrombosis vena dalam dan emboli paru.
e. Pada pasien tertentu yang beresiko menderita thrombosis vena
dalam, heparin subkutan 5000 IU dua kali sehari atau
heparinoid perlu diberikan (AHA/ASA, Level of evidence A). 8
47

Resiko perdarahan sistemik dan perdarahan intraserebral perlu


diperhatikan.6 Pada pasien imobilisasi yang tidak bias
menerima antikoagulan, penggunaan stocking eksternal atau
aspirin direkomendasikan untuk mencegah thrombosis vena
dalam. (AHA/ASA, Level of evidence A and B).

4. Penatalaksanaan Medis Lain


a. Pemantauan kadar glukosa darah sangat diperlukan.
Hiperglikemia (kadar glukosa darah >180 mg/dl) pada stroke
akut harus diobati dengan titrasi insulin (AHA/ASA, Class I,
Level of evidence C).8 Target yang harus dicapai adalah
normoglikemia. Hipoglikemia berat (<50 mg/dl) harus diobati
dengan dekstrosa 40% intravena atau infuse glukosa 10-20%.
b. Jika gelisah lakukan terapi psikologi, kalau perlu berikan minor
dan mayor tranquilizer seperti benzodiazepine short acting atau
propofol bias digunakan.
c. Analgesik dan antimuntah sesuai indikasi.
d. Berikan H2 antagonis, apabila ada indikasi (perdarahan
lambung).
e. Hati-hati dalam menggerakkan, penyedotan lender, atau
memandikan pasien karena dapat mempengaruhi TIK.
f. Mobilisasi bertahap bila hemodinamik dan pernafasan stabil.
g. Kandung kemih yang penuh dikosongkan, sebaiknya dengan
kateterisasi intermiten.
h. Pemeriksaan penunjang lanjutan seperti pemerikssan
laboratorium, MRI, Dupleks Carotid Sonography, Transcranial
Doppler, dan lain-lain sesuai dengan indikasi.
i. Rehabilitasi.
j. Edukasi.
k. Discharge planning (rencana pengelolaan pasien di luar rumah
sakit).
48

2.11 Komplikasi Stroke Non Hemoragik19


 Fase Akut
- Neurologis: stroke susulan, edema otak, infrk berdarah, hidrosefalus
- Non Neurologis: hipertensi/ hiperglikemia reaktif, edema paru,
gangguan jantung, infeksi, gangguan keseimbangan cairan dan
elektrolit
 Fase Lanjut
- Neurologis: gangguan fungsi luhur
- Non Neurologis: kontraktur, dekubitus, infeksi, depresi.

2.12 Pencegahan Stroke Non Hemoragik


Pencegahan primer pada stroke meliputi upaya memperbaiki gaya hidup dan
mengatasi berbagai faktor risiko. Upaya ini ditujukan pada orang sehat maupun
kelompok risiko tinggi yang berlum pernah terserang stroke. Beberapa
pencegahan yang dapat dilakukan adalah:1
a. Mengatur pola makan yang sehat
b. Melakukan olah raga yang teratur
c. Menghentikan rokok
d. Menhindari minum alkohol dan penyalahgunaan obat
e. Memelihara berat badan yang layak
f. Perhatikan pemakaian kontrasepsi oral bagi yang beresiko tinggi
g. Penanganan stres dan beristirahat yang cukup
h. Pemeriksaan kesehatan teratur dan taat advis dokter dalam hal diet dan
obat
i. Pemakaian antiplatelet
Pada pencehagan sekunder stroke, yang harus dilakukan adalah
pengendalian faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi, dan pengendalian faktor
risiko yang dapat dimodifikasi seperti hipertensi, diabetes mellitus, riwayat TIA,
dislipidemia, dan sebagainya.1
49

2.13 Prognosis
Stroke berikutnya dipengaruhi oleh sejumlah faktor, yang paling penting
adalah sifat dan tingkat keparahan defisit neurologis yang dihasilkan. Usia pasien,
penyebab stroke, gangguan medis yang terjadi bersamaan juga mempengaruhi
prognosis. Secara keseluruhan, agak kurang dari 80% pasien dengan stroke
bertahan selama paling sedikit 1 bulan, dan didapatkan tingkat kelangsungan
hidup dalam 10 tahun sekitar 35%. Angka yang terakhir ini tidak mengejutkan,
mengingat usia lanjut di mana biasanya terjadi stroke. Dari pasien yang selamat
dari periode akut, sekitar satu setengah samapai dua pertiga kembali fungsi
independen, sementara sekitar 15% memerlukan perawatan institusional.3

DAFTAR PUSTAKA

1. Kelompok Studi Stroke Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf


Indonesia.Guideline Stroke 2007. Edisi Revisi. Perhimpunan Dokter Spesialis
Saraf Indonesia: Jakarta, 2007.
2. Nasissi, Denise. Hemorrhagic Stroke Emedicine. Medscape, 2010. Available
at: http://emedicine.medscape.com/article/793821-overview. Access on :
September 29, 2012.
50

3. Price, Sylvia A. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit ed.6.EGC,


Jakarta. 2014
4. Ralph LS, Scott EK, Joseph PB, Louis RC. American Heart Association. An
Updated Definition of Stroke for the 21st Century: A statement for Healthcare
Professionals From the American Heart Association/American Stroke
Association. Stroke. AHA Journal. 2013; 44:2064-2089.
5. Kementrian Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar. 2013
6. Primara, A. B. & Amalia, L., 2015. Stroke pada Usia Muda. Cermin Dunia
Kedokteran, 42(10), pp. 736-737.
7. Lakhan S E. et al. Inflammatory mechanism in ischemic stroke:Therapeutic
approaches. Journal of Translational Medicine. 2009;7:97-99.
8. Nurarif, Amin Huda & Kusuma, Hardi. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC NOC Jilid 2. Jakarta:EGC
9. Burhanuddin, M., Wahiduddin, Jumriani, 2012, Faktor Risiko Kejadian Stroke
pada Dewasa Awal (18 –40 tahun), UNHAS Makassar.
10. Junaidi, Iskandar., 2011.Stroke Waspadai Ancamannya. Yogyakarta : ANDI.
11. Pinzon R dan Asanti. 2010. Awas Stroke! Pengertian, Gejala, Tindakan,
Perawatan dan Pencegahan. Yogyakarta : Andi Offset.
12. Misbach, J. 2000. Clinical Pattern of Hospitalized Strokes in 28 Hospitals in
Indonesia. Medical Journal Indonesia.
13. Rumantir, C. U. 2007. Gangguan Peredaran Darah Otak. SMF Saraf RSUD
Arifin Achmad/ FK UNRI Pekanbaru
14. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia ( Perdossi). 2011. Guidline
Stroke Tahun 2011. Jakarta :Perdossi.
15. Corwin, E. J. 2000. Stroke dalam buku saku patofisiologi. Endah P (editor).
Jakarta: EGC.
16. Bambang, M, Suhartik, K.S., 2003. Pencegahan Stroke Dan Jantung Pada
Usia Muda. Jakarta: FKUI.
17. Henderson, L, 2002. Stroke Panduan Perawatan. Jakarta: Arcan.
18. Pudiastuti, Ratna D. (2011). Penyakit Pemicu Stroke. yogyakarta: nuha
medika.
51

19. Mardjono M, Priguna S. 2009. Neurologi klinis dasar.Edisi ke-6. Jakarta :


Dian Rakyat. Hal. 270–90.

Anda mungkin juga menyukai