Anda di halaman 1dari 5

TUGAS I

MATA KULIAH KEWARGANEGARAAN

Disusun Oleh:

Nama : INAYAH AFIFAH


NIM : 321 18 063
Kelas : II C

PROGRAM STUDI D3 TEKNIK LISTRIK


JURUSAN TEKNIK ELEKTRO
POLITEKNIK NEGERI UJUNG PANDANG
TAHUN 2019
1. Bagaimana proses lepasnya Pulau Sipadan dan Ligitan, apakah pulau-pulau Indonesia
dapat diklaim lagi pihak asing?
2. Lalu strategi apa yang diterapkan demi menjaga pertahanan dan keamanan pulau-pulau
Indonesia?

Jawaban:

1.
a. Sengketa Sipadan dan Ligitan adalah persengketaan Indonesia dan Malaysia atas
pemilikan terhadap kedua pulau yang berada di Selat Makassar yaitu pulau
Sipadan (luas: 50.000 meter²) dengan
koordinat: 4°6′52.86″N 118°37′43.52″E dan pulau Ligitan (luas: 18.000 meter²)
dengan koordinat: 4°9′N 118°53′E. Sikap Indonesia semula ingin membawa masalah
ini melalui Dewan Tinggi ASEAN namun akhirnya sepakat untuk menyelesaikan
sengketa ini melalui jalur hukum Mahkamah Internasional
 Kronologi sengketa
Persengketaan antara Indonesia dengan Malaysia, mencuat pada tahun 1967
ketika dalam pertemuan teknis hukum laut antara kedua negara, masing-masing
negara ternyata memasukkan pulau Sipadan dan pulau Ligitan ke dalam batas-batas
wilayahnya. Kedua negara lalu sepakat agar Sipadan dan Ligitan dinyatakan dalam
keadaan status status quo akan tetapi ternyata pengertian ini berbeda. Pihak
Malaysia membangun resor pariwisata baru yang dikelola pihak swasta Malaysia
karena Malaysia memahami status quo sebagai tetap berada di bawah Malaysia
sampai persengketaan selesai, sedangkan pihak Indonesia mengartikan bahwa
dalam status ini berarti status kedua pulau tadi tidak boleh ditempati/diduduki
sampai persoalan atas kepemilikan dua pulau ini selesai. Sedangkan Malaysia malah
membangun resort di sana SIPADAN dan Ligitan tiba-tiba menjadi berita, awal
bulan lalu. Ini, gara-gara di dua pulau kecil yang terletak di Laut Sulawesi itu
dibangun cottage. Di atas Sipadan, pulau yang luasnya hanya 4 km 2 itu, siap menanti
wisatawan. Pengusaha Malaysia telah menambah jumlah penginapan menjadi
hampir 20 buah. Dari jumlahnya, fasilitas pariwisata itu memang belum bisa disebut
memadai. Tapi pemerintah Indonesia, yang juga merasa memiliki pulau-pulau itu,
segera mengirim protes ke Kuala Lumpur meminta agar pembangunan di sana
dihentikan terlebih dahulu. Alasannya, Sipadan dan Ligitan itu masih dalam
sengketa, belum diputus siapa pemiliknya. Pada tahun 1969 pihak Malaysia secara
sepihak memasukkan kedua pulau tersebut ke dalam peta nasionalnya.
Pada tahun 1976, Traktat Persahabatan dan Kerja Sama di Asia
Tenggara atau TAC (Treaty of Amity and Cooperation in Southeast Asia) dalam KTT
pertama ASEAN di pulau Bali ini antara lain menyebutkan bahwa akan membentuk
Dewan Tinggi ASEAN untuk menyelesaikan perselisihan yang terjadi di antara
sesama anggota ASEAN akan tetapi pihak Malaysia menolak beralasan karena
terlibat pula sengketa dengan Singapura untuk klaim pulau Batu Puteh, sengketa
kepemilikan Sabah dengan Filipina serta sengketa kepulauan Spratley di Laut Cina
Selatan dengan Brunei Darussalam, Filipina, Vietnam, Cina, dan Taiwan. Pihak
Malaysia pada tahun 1991 lalu menempatkan sepasukan polisi hutan (setara
Brimob) melakukan pengusiran semua warga negara Indonesia serta meminta
pihak Indonesia untuk mencabut klaim atas kedua pulau.
Sikap pihak Indonesia yang ingin membawa masalah ini melalui Dewan
Tinggi ASEAN dan selalu menolak membawa masalah ini ke ICJ kemudian melunak.
Dalam kunjungannya ke Kuala Lumpur pada tanggal 7 Oktober 1996,
Presiden Soeharto akhirnya menyetujui usulan PM Mahathir tersebut yang pernah
diusulkan pula oleh Mensesneg Moerdiono dan Wakil PM Anwar Ibrahim, dibuatkan
kesepakatan "Final and Binding,"pada tanggal 31 Mei 1997, kedua negara
menandatangani persetujuan tersebut. Indonesia meratifikasi pada tanggal 29
Desember 1997 dengan Keppres Nomor 49 Tahun 1997 demikian pula Malaysia
meratifikasi pada 19 November 1997.
 Keputusan Mahkamah Internasional
Pada tahun 1998 masalah sengketa Sipadan dan Ligitan dibawa ke ICJ,[1][2]
kemudian pada hari Selasa 17 Desember 2002 ICJ mengeluarkan keputusan tentang
kasus sengketa kedaulatan Pulau Sipadan-Ligitan antara Indonesia dengan Malaysia.
Hasilnya, dalam voting di lembaga itu, Malaysia dimenangkan oleh 16 hakim,
sementara hanya 1 orang yang berpihak kepada Indonesia. Dari 17 hakim itu, 15
merupakan hakim tetap dari MI, sementara satu hakim merupakan pilihan Malaysia
dan satu lagi dipilih oleh Indonesia. Kemenangan Malaysia, oleh karena berdasarkan
pertimbangan effectivity (tanpa memutuskan pada pertanyaan dari perairan
teritorial dan batas-batas maritim), yaitu pemerintah Inggris (penjajah Malaysia)
telah melakukan tindakan administratif secara nyata berupa penerbitan ordonansi
perlindungan satwa burung, pungutan pajak terhadap pengumpulan telur penyu
sejak tahun 1930, dan operasi mercu suar sejak 1960-an. Sementara itu, kegiatan
pariwisata yang dilakukan Malaysia tidak menjadi pertimbangan, serta penolakan
berdasarkan chain of title (rangkaian kepemilikan dari Sultan Sulu) akan tetapi
gagal dalam menentukan batas di perbatasan laut antara Malaysia dan Indonesia di
selat Makassar.
b. Ya, pulau-pulau Indonesia dapat diklaim lagi oleh pihak asing terlebih lagi pulau
terluar tanpa penduduk dan terpencil menjadi incaran negara lain untuk menguasai
dan mengklaim pulau yang harusnya menjadi wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Untuk itu, kita perlu strategi dalam menjaga keamanan dan pertahanan
pula-pulau Indonesia yang akan dibahas pada nomor 2.
2. Setelah lepasnya pulau Sipadan dan Ligitan, negara jiran Malaysia, kini mulai
beropini bahwa Kepulauan Natuna secara historis adalah miliknya. Begitu juga
pulau-pulau yang berada di garis perbatasan Kalimantan Utara, tidak terlepas dari
potensi gugatan hukum internasional negara lain. Melihat fakta, bahwa pulau-pulau
terluar Indonesia merupakan wilayah "rawan direbut" negara lain, khusunya negara
tetangga, maka perlu perhatian dan langkah-langkah konkrit yang harus dilakukan
Pemerintah Pusat. Langkah-langkah itu diantaranya :
a. Membangun "frontyard" atau halaman depan itu dengan serius, khususnya
dibuat sebagai kawasan khusus pariwisata laut yang dikelola BUMD/BUMN
secara profesional agar hasil (yield) nya juga maksimal. Ini perlu karena
Malaysia telah jauh-jauh hari membangun pulau-pulau perbatasannya dengan
sangat serius, dengan menggelontorkan milyaran dollar demi misalnya
mendapatkan pulau Sipadan dan Ligitan;
b. Menjadikan provinsi/kawasan perbatasan itu sebagai daerah khusus. Ini
merupakan tugas Kemendagri, Kemenhan, dan Kementerian terkait. Daerah
khusus perbatasan atau Propinsi khusus ini diberikan perhatian lebih. Jangan
hanya Daerah Khusus Ibukota dan Daerah-daerah Istimewa saja yang
diperhatikan, tetapi propinsi seperti Sulawesi Utara, Kalimantan Utara,
Kepulauan Riau, Kalimantan Barat dan Tengah juga harus diperhatikan demi
terjaganya wilayah Nasional Indonesia. Mengapa ? karena patok-patok di
perbatasan darat dengan Malaysia sudah mulai tergeser bukan oleh orang-
orang Malaysia, tetapi oleh warga kita yang mulai nyaman dengan fasilitas dari
Pemerintah Malaysia. Sehingga mereka dengan sengaja dan suka rela
menggeser patok-patok batas wilayah negara.
c. Opini. Lembaga-lembaga Penelitian Nasional dan Media harus bersatu apabila
ada opini terkait tentang wilayah negara yang akan direbut. Selama ini
kordinasinya lemah dan media tidak kompak dan kurang kuat mengeluarkan
opini dengan bukti-bukti sejarah yang valid bahwa wilayah itu bagian integral
NKRI.
d. Perkuat SDM Deplu. Dimasa yang akan datang ahli-ahli Hukum Internasional
yang fasih berbahasa asing, khususnya Inggris dikementerian Luar Negeri
perlu untuk dikembangkan. Sekarang ini konon sudah semakinmeningkat
kualitas SDM Deplu, namun di masa yang akan datang perlu untuk lebih
diperkuat, khususnya Kemenlu/Deplu dapat saja menerima lulusan Magister
atau Doktor yang ahli di bidang perbatasan dan hukum Internasional;
e. Penempatan personil TNI yang lebih banyak di daerah perbatasan. Banyaknya
masalah perbatasan dengan negara tetangga, maka keberdaaan lebih banyak
personil TNI adalah untuk secara nyata menjaga kedaulatan negara, dengan
kata lain jumlah personil anggota TNI perlu ditambah dan perwira tinggi
bintang satu lah ( bukan Kolonel TNI AD) yang layak mengepalai Komando
Resort Militer (Korem) diwilayah perbatasan, khusus untuk menjaga setiap
wilayah perbatasan NKRI. Sebenarnya masih banyak variabel yang diperlukan
untuk menjaga garis depan, halaman depan NKRI, namun kelima variabel
diatas layak untuk diperhatikan terlebih dahulu, sehingga seluruh wilayah
negara kita akan secara utuh terjaga dengan baik.
Sumber:
https://id.wikipedia.org/wiki/Sengketa_Sipadan_dan_Ligitan
https://www.kompasiana.com/irhamwidiasthaprabowo/54f7c778a33311fc208b497d/menanggula
ngi-ancaman-lepasnya-pulaupulau-terluar-ri
https://mediaindonesia.com/read/detail/3906-pulau-pulau-terluar-rentan-diklaim-pihak-asing

Anda mungkin juga menyukai