Perekonomian merupakan salah satu penentu posis tawar setiap negara dalam
pergaulan internasional. Kondisi ekonomi sangat menentukan dalam pertahanan negara dari
ancaman ekonomi baik dari internal dan eksternal. Potensi ancaman dari internal dapat
berupa inflasi, pengangguran, infrastruktur yang tidak memadai, dan sistem ekonomi yang
tidak jelas. Sementara ancaman dari eksternal dapat berbentuk kinerja ekonomi yang buruk,
daya saing rendah, ketidaksiapan mengahadapi globalisasi dan tingkat ketergantungan
terhadap pihak asing Berdasarkan The Global Competitiveness Index, (GCI) tahun 2012-
2013 Indonesia berada di ranking 50 dengan score 4.4 atau sudah masuk dalam Stage 2
Development Global, dengan Efficiency Driven. Ini artinya, perekonomian Indonesia sudah
dikendalikan oleh efisiensi dari penggunaan berbagai faktor produksi.
Sementara ini Indonesia masih sangat menarik sebagai tujuan investasi. Pertumbuhan
ekonomi kuat pada 2012-2013 karena Indonesia punya perekonomian yang begitu beragam,
basis komoditas, konsumsi yang kuat, dan sektor jasa yang kuat. Pemerintah Indonesia juga
punya program investasi yang menarik untuk investor. Gambaran jangka panjang Indonesia
sangat baik. Kalau melihat 10 tahun kebelakang, Indonesia membuat progres yang luar biasa
dalam iklim usaha dan regulasi. Namun harus diakui, tantangan ekonomi Indonesia saat ini
lebih condong persoalan korupsi dalam pemerintahan dan semua sektor kegiatan ekonomi.
Masalah korupsi kini telah menjadi hambatan pembangunan di hampir seluruh sektor
pembangunan di Indonesia. Tantangan berikutnya adalah bagaimana mengatasi perilaku
birokrasi dalam mengkoordinasi pembangunan, baik diantara internal pemerintahan maupun
pusat dengan daerah. Kalau dua hal ini sudah berhasil diatasi, yaitu pemberantasan korupsi
dan merubah perilaku birokrasi menjadi lebih efisien, bersifat melayani, dan mampu
mensinergikan instansi terkait untuk mendukung pembangunan maka Indonesia berpeluang
menjadi lebih maju dan mampu bertahan di tengah persaingan global.
Ketika wawasan kebangsaan suatu Negara sasaran hancur dan jati diri bangsa hilang,
maka praktis negara sasaran sudah dengan kata lain dapat dikuasai atau negara sasaran dalam
penguasaan dan terjajah dalam berbagai aspek kehidupan. Berikutnya tinggal membentuk
Negara boneka yang diwakili oleh komperador asing.
Sadar ataupun tidak dari situasi dan kondisi saat ini, sesungguhnya sudah dan sedang
berlangsung perang modern di wilayah Indonesia, dengan menjalankan strategi sesuai
tahapan perang modern di atas; kapitalisme internasional yang dipimpin oleh Negara maju
dan sekutunya, berusaha mengkikis wawasan kebangsaan, berusaha memecah belah
persatuan bangsa Indonesia agar lemah dan akhirnya mampu mempengaruhi berbagai
kebijakan dan pelaksanaannya untuk tujuan akhir yakni menguasai mayoritas Sumber daya
alamnya (SDA).
Banyak masyarakat Indonesia tidak menyadarinya bahwa saat ini sedang dijajah dan
menjadi korban dari perang modern. Satu alasan pasti bahwa melakukan invasi fisik sangat
tidak memungkinkan sehingga mereka merubah konsep dari konvensional menjadi non
konvensional (perang modern). Perang modern, dengan biaya yang murah namun hasilnya
sangat dahsyat karena dapat merusak sendi-sendi kekuatan negara sasaran. Hal tersebut
sangat berbahaya bagi keutuhan wilayah NKRI karena didalamnya hidup jutaan manusia
yang berasal dari berbagai macam elemen suku, agama, ras dan budaya (SARA) sehingga
sangat memungkinkan bagi mereka untuk
“bermain” untuk memecah belah struktur masyarakat yang demikian majemuk.
Lalu apa menariknya Indonesia untuk dikuasai? Faktor utama yang menjadi daya tarik adalah
kekayaan yang dimiliki Indonesia yang luar biasa besarnya. Dapat dibayangkan jumlah
penduduk lebih kurang 230 juta jiwa merupakan pasar yang besar bagi penjualan barang-
barang produksi
Berikutnya potensi ekonomi baik dari aspek letak geografis maupun sumber daya alam yang
menjadi sasaran tujuan untuk dikuasai.
POTENSI EKONOMI
- Produksi ikan dari wilayah Timur dapat meberikan konsumsi hampir separuh penduduk
dunia
—
bila dikelola dengan benar
- Energi alternatif panas bumi, hydro, solar, angin dan biduel dari tumbuhan (jarak, sagu,
tebu, ubi kayu dll) -à ethanol, alcohol dll
- Penghasil Aspal
- Penghasil Bauxit
- Penghasil Nikel
- Penghasil Granit
- Penghasil Perak
- Penghasil Uranium
- Penghasil Marmer & Mineral ikutan lainnya
Faktor inilah yang mengundang pihak asing ingin menguasai Indonesia, dengan
strategi penguasaan secara tidak langsung yang dibungkus dengan cara mempengaruhi baik
cara hidup maupun cara berpikir masyarakat melalui globalisasi komunikasi, media,
kebudayaan, ekonomi, keuangan, sosial dan politik.
Dari sisi jumlah penduduk, masyarakat Indonesia di dorong agar konsumtif atau
menjadi pasar potensial dengan membelanjakan uangnya. Sementara, untuk menguasai sisi
potensi sumber daya alamnya, didorong adanya aturan atau kebijakan investasi yang
mengikuti atau berpihak kepada pasar bebas yang lebih banyak menguntungkan investor.
Sejalan dengan tujuan dari perang modern maka sasaran antaranya adalah
melemahnya wawasan kebangsaan serta menghilangkan jati diri dimana berikutnya akan
muncul persoalan-persoalan kebangsaan mulai dari pelecehan terhadap negara, tumbuhnya
terorisme, penguasaan dan pengelolaan sumberdaya alam oleh pemodal asing, konflik
horizontal terutama di masyarakat kelas bawah, korupsi merajalela, perseteruan antar
lembaga negara dan banyak lagi contoh persoalan yang memprihatinkan. Demikian juga
adanya campur tangan asing dalam pembuatan berbagai undang-undang merupakan bagian
dari agenda perang modern untuk merusak sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara.
# Contoh ancaman, hambatan, dan tantangan NKRI di bidang ekonomi adalah PERTANIAN
LEMAH AWAL KEHANCURAN MASA DEPAN NKRI
Kebijakan apapun untuk melemahkan kondisi Pertanian di Indonesia, khususnya
sektor pangan, dinilai sama saja dengan langkah awal menghancurkan masa depan Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Hal tersebut disampaikan Ketua Komisi Keamanan
Hayati Produk Rekayasa Genetika 2010-2013, Agus Pakpahan, dalam diskusi 'Menatap Masa
Depan Dunia Pertanian di Indonesia Menuju Kemandirian Pangan Nasional,' yang
diselenggarakan Public Trust Institute (PTI), dalam pernyataan tertulis di Jakarta, Minggu
(22/12/2013). Pembicara lain yang hadir dalam diskusi tersebut, Dosen Ilmu Komunikasi
FISIP UI yang juga peneliti senior Public Trust Institute Eman Sulaeman Nasim. "Apabila
kondisi Pertanian di Indonesia lemah maka Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur terancam. Titik masuk kehancuran adalah dari
kelaparan dan kemiskinan. Ini merupakan bukti dunia," kata Agus. Lebih lanjut, Agus
Pakpahan menjelaskan salah satu faktor penting dalam dunia pertanian adalah perbenihan.
Jika diibaratkan dalam dunia mekanik, benih berfungsi sebagai mesin, sementara pupuk
berperan sebagai bensin atau bahan bakar jenis lain. Oleh karena itu, ketika dirinya menjabat
Direktur Jenderal Perkebunan, pernah mengusulkan untuk mengkonsolidasikan direktorat
perbenihan di masing-masing ditjen, menjadi satu yakni Direktorat Jenderal Perbenihan
Nasional. "Dengan yurisdiksi setingkat Ditjen maka kebijaksanaannya bisa lebih terarah,"
kata Agus. Dijelaskan, Indonesia sendiri memiliki Badan Usaha Milik Negara (BUMN), PT
Sang Hyang Seri (persero) yang bertugas memproduksi benih tanaman pangan dan palawija
yang berkualitas untuk memenuhi kebutuhan benih di dalam negeri maupun ekspor ke manca
negara.
Namun, sejak pertengahan Oktober 2013, PT Sang Hyang Seri dirubah statusnya
bukan lagi BUMN yang mandiri, tetapi menjadi anak perusahaan PT Pupuk Indonesia
(Persero). Perubahan yang belum dilandasai dasar hukum yang kuat berupa peraturan
pemerintah atau sejenisnya itu, selain menimbulkan keresahan di kalangan pegawai dan
manajemen PT Sang Hyang Seri di seluruh Indonesia, juga membatasi ruang gerak dan
kreativitas manajemen untuk membawa perusahaan menjadi lebih maju. Menurut Agus,
kebijakan tersebut tidak tepat pada saat Indonesia sedang berusaha memperkuat sektor
pertanian di tanah air menuju negara yang berdaulat dan mandiri di bidang pangan. Saat ini,
tegasnya, negara memerlukan perusahaan perbenihan nasional yang kuat dan maju. "BUMN
harus mengambil kepeloporan dalam bidang ini. Setidaknya PT Sang Hyang Seri sebagai
BUMN dapat menjalankan tugas untuk pengembangan benih padi dan tanaman khas tropika
Nusantara," katanya. Agus Pakpahan berharap PT Sang Hyang Seri dikembalikan menjadi
BUMN yang mandiri sehingga menjadi perusahaan benih yang sejajar dengan perusahaan
benih di negara yang lebih maju. Selain itu, dapat dibangun menjadi PT Sang Hyang Seri
baru agar lebih siap dalam menghadapi tantangan berat NKRI di bidang pangan, sekarang
dan masa yang akan datang.
Agus Pakpahan juga berpendapat, agar dapat menghasilkan inovasi yang tinggi dan
benih benih tanaman pangan dan palawija yang berkualitas, PT Sang Hyang Seri juga masih
perlu dukungan sistem ekonomi benih yang andal agar investasi dalam bidang perbenihan ini
berkembang. Untuk itu, tambahnya, pemerintah masih perlu memberikan dukungan kepada
PT Sang Hyang Seri. Saling Memperkuat Menyinggung hasil Sidang Tingkat Menteri (KTM)
Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) yang antara lain memutuskan agar subsidi di bidang
pertanian dalam waktu empat tahun mendatang tidak melebihi angka 10 persen, Agus
Pakpahan menyatakan persetujuannya. Hal itu karena kemajuan pertanian di tanah air tidak
harus dibangun dengan subsidi melainkan dengan pembangunan nasional, regional dan
sektoral yang saling memperkuat. "Pertanian kita harus maju dan mampu bersaing. Jawaban
kemajuan pertanian itu memang bukan dengan memberikan subsidi, melainkan dengan
pembangunan nasional dan pembangunan sektoral serta pembangunan regional yang saling
memperkuat membuat pertanian maju," katanya.
Dia menilai dan sependapat dengan usulan negara maju bahwa subsidi tidak
diperlukan. Yang diperlukan adalah, tegasnya, pembangunan pertanian dengan anggaran
yang besar untuk memajukan pertanian seperti membangun irigasi, industri benih, pupuk
organik, teknologi pemulihan kesuburan tanah, pasar pertanian di seluruh pelosok negeri,
penelitian dan pengembangan pertanian yang memadai, stabilisasi harga pertanian, kredit
pertanian, bank pertanian