REVIEW JURNAL 1 Ismail
REVIEW JURNAL 1 Ismail
Hasil Penelitian Hasil penelitian menurut penulis memberi kesan bahwa data
berbasis klinik dapat menangkap struktur spasial yang luas
dari epidemi HIV di rangkaian hiperendemik ini. Analisis
informasi ini secara akurat mengidentifikasi daerah beban
HIV yang tinggi ('hotspot' HIV), sehingga menawarkan
sumber data alternatif yang lebih murah dan tersedia untuk
identifikasi geografis dari populasi rentan yang berisiko tinggi
terinfeksi.
Keakuratan prediksi ini bervariasi tergantung pada skala
geografis tempat perbandingan dilakukan. Keberhasilan data
prevalensi HIV berbasis klinik sepenuhnya menangkap
struktur spasial yang luas dari epidemi HIV di daerah yang
diteliti, tetapi keakuratannya berkurang sampai batas tertentu
ketika resolusi skala geografis ditingkatkan (yaitu dari skala
nasional ke lokal). Misalnya, hasil LISA menunjukkan
konsistensi perkiraan HIV di 59% wilayah wilayah studi
ACDIS (tingkat lokal), sedangkan estimasi HIV menunjukkan
konsistensi di 71% wilayah di Tanzania (tingkat nasional).
Perbedaan ini bisa jadi akibat pengurangan jumlah fasilitas
kesehatan (titik data) dalam analisis ketika resolusi skala
ditingkatkan. Misalnya, peta prevalensi HIV yang dibuat
untuk Tanzania mencakup data dari lebih dari 100 fasilitas
kesehatan yang tersebar di seluruh negeri. Sebaliknya,
pemetaan sebaran spasial HIV di tingkat kecamatan, dengan
fokus pada satu kota, hanya mencakup 10 fasilitas kesehatan.
Akibatnya, kekuatan statistik dan resolusi geografis dari
interpolasi spasial dapat dikurangi, memperkuat perbedaan
antara perkiraan berbasis populasi dan berbasis klinik.
Namun, penting untuk dicatat bahwa ACDIS memiliki aspek
yang tidak biasa karena di sebelah barat dibatasi oleh area tak
berpenghuni, taman nasional Hluhluwe – Imfolozi. Oleh
karena itu, tidak ada titik data fasilitas untuk
menyempurnakan estimasi batas wilayah tersebut. Terlepas
dari keterbatasan ini, data berbasis klinik masih menangkap
sebagian besar variasi geografis dari epidemi HIV di tingkat
lokal, dan terletak di sebagian besar daerah beban tinggi yang
diidentifikasi dalam penelitian sebelumnya, di mana epidemi
HIV sebagian besar terkonsentrasi di daerah penelitian
ACDIS. Dimasukkannya kofaktor yang menggunakan metode
cokriging cukup meningkatkan akurasi prediksi prevalensi
HIV spasial, terutama di tingkat nasional. Namun demikian,
penting untuk dicatat bahwa ini adalah analisis eksplorasi, dan
hanya sedikit kofaktor yang dimasukkan dalam penelitian
kami. Dimasukkannya lebih banyak kofaktor perilaku dan
biologis yang terkait dengan risiko infeksi HIV sepertin pria.
Batasan utama dari pendekatan yang diusulkan di sini adalah
komparabilitas di berbagai sumber data yang dikumpulkan dari
populasi sampel yang berbeda. Surveilans populasi tingkat
komunitas menargetkan populasi umum, sedangkan sistem
surveilans berbasis klinik mengumpulkan data dari subpopulasi
tertentu yang mencari perawatan, seperti wanita hamil, atau
individu dengan risiko tinggi infeksi yang sering diuji atau
mencari pengobatan.
Kesimpulan Kesimpulan dari penelitian ini adalah memberi kesan bahwa
analisis data berbasis klinik dapat memberikan perkiraan yang
kuat tentang struktur spasial yang luas dari epidemi HIV di
rangkaian hiperendemik. Namun, analisis serupa harus
dilakukan di pengaturan Afrika lainnya untuk menilai apakah
pola ini diamati di tempat lain. Data berbasis klinik dapat
digunakan untuk secara akurat memetakan struktur spasial
yang luas dari prevalensi HIV dan untuk mengidentifikasi
sebagian besar wilayah di mana beban infeksi terkonsentrasi
('hotspot' HIV). Jika data berbasis populasi tidak tersedia, data
HIV yang dikumpulkan dari fasilitas kesehatan dapat
memberikan pilihan terbaik kedua untuk menghasilkan
perkiraan prevalensi spasial yang valid untuk penargetan
geografis dan alokasi sumber daya.