Anda di halaman 1dari 10

Analisis Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Bahaya Amblesan Tanah Di Semarang Utara .............................

(Gaffara & Wulandari)

ANALISIS PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP BAHAYA


AMBLESAN TANAH DI KECAMATAN SEMARANG UTARA
(Analysis of Changes in Land Use Against The Danger of Land Subsidence
in North Semarang Sub-District)
Ghefra Rizkan Gaffara1 dan Fitri Wulandari2
Universitas Gadjah Mada1
Universitas Diponegoro2
E-mail: ghefragaffara@gmail.com

ABSTRAK
Kota Semarang merupakan kota metropolitan yang memiliki tingkat bahaya amblesan tanah mencapai
14-19 cm/tahun pada lokasi tertentu (Abidin et al, 2010). Penyebab kritis terjadinya peningkatan amblesan
tanah adalah meningkatnya kawasan terbangun secara masif di kawasan pesisir dan eksploitasi pengambilan
air tanah, khususnya di Semarang Utara. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan lahan yang
terjadi pada tahun 2004 dan tahun 2013 dan untuk mengetahui indeks bahaya amblesan tanah di
penggunaan lahan wilayah studi. Metodelogi yang muncul dalam penentuan land subsidence dengan sebuah
konsesus melalui Analytic Hierarchy Process (AHP). Penentuan item yang digunakan mempertimbangkan
adanya ancaman/bahaya, tingkat kerentanan, dan risiko. Hasil penelitian menunjukkan bahwa beberapa
faktor termasuk penggunaan lahan menjadi penyebab amblesan tanah di wilayah studi. Persentase
perubahan lahan sebesar 49,99% untuk perubahan lahan kosong menjadi lahan yang akan dibangun dan
industri pergudangan. Faktor-faktor utama yang menjadi penyebab amblesan tanah berdasarkan kuesioner
adalah penurunan Muka Air Tanah (MAT) dengan persentase sebesar 61% dan perubahan lahan dengan
persentase sebesar 19 %. Penelitian ini menghasilkan rekomendasi baik bersifat teknis maupun non-teknis.

Kata kunci: industri dan pergudangan, kawasan terbangun, kenaikan amblesan, pengambilan air tanah,
perubahan lahan

ABSTRACT
Semarang City is a metropolitan city that has land subsidence risk reaching 14-19 cm/year in certain
locations (Abidin et al, 2010). The critical issue that increase land subsidence due to the massive built up
coverage in coastal area and groundwater extraction, mainly in North Semarang. This study aims to discover
land use transformation in 2004 and 2013 and to discover the land subsidence hazard index of the study
area's land use. Methodology appears to determine land subsidence through consensus using Analytic
Hierarchy Process (AHP). The assessment is consider threats/hazards, vulnerability, and risk that occur in
study area. The result shows that several factors including land use were the cause of land subsidence in the
study area. The land transformation percentage is approximately 49.99% for the vacant land transform into
built area, industry, and warehousing. Hence, the main factors that causes land subsidence based on the
questionnaire are the ground water subsidence by 61% and land use transformation with a percentage by
19%. This research deliver recommendations both technical and non-technical aspects.

Keywords: industry and warehousing, built-up area, subsidence increasing, ground water extraction, land
use transformation

PENDAHULUAN
Penelitian ini mengkaji mengenai pengaruh perubahan lahan dan beberapa faktor lain
terhadap bahaya amblesan tanah. Perubahan lahan yang terjadi di Kecamatan Semarang Utara
terutama di di daerah pelabuhan, industri dan pergudangan memberikan pengaruh terhadap
bahaya amblesan tanah. Berdasarkan Perda Nomor 14 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Kota Semarang tahun 2011-2031 menyebutkan bahwa Kecamatan Semarang Utara
direncanakan memiliki fungsi sebagai kawasan transportasi, perdagangan dan jasa. Ketentuan
zonasi pada zona rawan bencana dalam RTRW juga belum disebutkan adanya bahaya amblesan.
Perhitungan untuk mengurasi risiko banjir rob dan kadar salinitas air tanah dianggarkan oleh
pemerintah daerah (Indonesian-German Technical Cooperation, 2008).

1089
Seminar Nasional Geomatika 2018: Penggunaan dan Pengembangan Produk Informasi Geospasial Mendukung Daya Saing Nasional

METODE
Lokasi penelitian mempunyai karakteristik yang khas sehingga pengaruh faktor-faktor
penyebab perubahan guna lahan industri, pergudangan dan permukiman memberikan dampak
terhadap amblesan tanah. Wilayah studi yaitu Semarang Utara memiliki perubahan penggunaan
lahan yang cukup tinggi. Penelitian ini menggunakan skala analisis 1:10.000. Gambar 1
mendeskripsikan kondisi geologi penampang A-B pesisir Semarang Utara.

Sumber: Kuehn dkk, (2009)


Gambar 1. Penampang A-B kondisi tanah yang mengalami amblesan di Semarang Utara.

Variabel yang digunakan berdasarkan rumusan masalah yaitu klasifikasi penggunaan lahan
dan indeks bahaya amblesan. Menurut Sugiyono (2011), variabel penelitian yaitu suatu atribut
atau sifat atau nilai dari orang, objek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Tabel 1
menjelaskan mengenai variabel dan parameter penelitian.

Tabel 1. Variabel dan Parameter Penelitian.


No Variabel Parameter
1. Klasifikasi - Perubahan
Penggunaan Lahan Penggunaan Lahan

2. Indeks Bahaya - Intensitas Penurunan


Amblesan Muka Air Tanah
- Intensitas Bangunan
(Koefisien Dasar
Bangunan dan Koefisien
Lantai Bangunan)
- Kepadatan Penduduk
- Jarak
Sumber: Hasil Analisis, 2018

Pengumpulan data pada penelitian ini adalah dengan cara metode survei primer dan survei
sekunder. Survei primer dengan cara pengamatan langsung, menggunakan GPS, dan penetapan
titik pantau dari instansi sebagai kawasan yang telah mengalami amblesan tanah. Survei sekunder
dengan cara ke instansi dan studi literatur dari penelitian yang sudah ada. Penelitian ini bersifat
deskriptif evaluatif dengan data yang bersifat temporal seperti citra satelit dan data amblesan yag
didapat dari instansi BIG, LIPI dan Gumilar (2016). Bahaya adalah kemungkinan bencana tertentu
cenderung terjadi dengan intensi tas tertentu pada lokasi tertentu. Penentuan bahaya amblesan
pada penelitian ini adalah berdasarkan pembobotan. Faktor-faktor pembobotan terbaik diperoleh
melalui konsensus pendapat para ahli. Suatu metodologi muncul ke sebuah konsensus tersebut
adalah Analytic Hierarchy Process (AHP). Gambar 3 memperlihatkan penentuan item ancaman /
bahaya, kerentanan, dan risiko.

1090
Analisis Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Bahaya Amblesan Tanah Di Semarang Utara ............................. (Gaffara & Wulandari)

Sumber: Hasil Analisis (2018)


Gambar 2. Peta pengambilan sampel beberapa penggunaan lahan Kecamatan Semarang Utara.

Sumber: Hasil Analisis, (2018)


Gambar 3. Bagan penentuan ancanaman, kerentanan dan risiko.

Acuan dari skor dan bobot adalah dari Perka BNPB No. 2 tahun 2012. Tiap-tiap parameter
akan dikategorikan menjadi beberapa kelas. Kelas disesuaikan dengan perolehan data dari hasil
wawancara. Tiap parameter akan diklasifikasikan berdasarkan hasil wawancara. Skor dan bobot
dari masing-masing parameter akan diakumulasikan menjadi kelas bahaya yang terbagi menjadi
tiga yaitu rendah, sedang dan bahaya.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Wilayah studi merupakan wilayah yang secara geografis memiliki topografi yang cukup rendah
(0-80 mdpl) dan berada di daerah yang dipengaruhi pasang surut air laut. Kondisi geologi
Semarang Utara yang terdiri dari aluvial, sedimen, dan vulkanik telah mengalami bencana
amblesan tanah lebih dari 30 tahun lamanya yang dapat dilihat pada Gambar 4.

1091
Seminar Nasional Geomatika 2018: Penggunaan dan Pengembangan Produk Informasi Geospasial Mendukung Daya Saing Nasional

Sumber: Hasil Analisis, (2018)


Gambar 4. Kondisi topografi Kecamatan Semarang Utara.

Analisis Perubahan Penggunaan Lahan

Identifikasi perubahan penggunaan lahan pada suatu wilayah merupakan suatu proses
mengindentifikasi perbedaan keberadaan suatu objek atau fenomena yang diamati pada waktu
yang berbeda (As-syakur dkk, 2010). Identifikasi perubahan penggunaan lahan memerlukan suatu
data spasial temporal. Data-data spasial tersebut bersumber dari hasil interpretasi citra satelit
maupun dari instansi-instansi pemerintah dan dianalisis dengan menggunakan SIG. Perubahan
lahan berarti bahwa terjadi alih fungsi lahan. Lahan kosong berubah menjadi lahan terbangun.
Kolam, tambak dan laut berubah menjadi lahan yang dibangun karena adanya reklamasi.
Perubahan dominan terjadi pada kawasan industri dan pergudangan dengan persentase 49,99%.
Gambar 5 menjelaskan mengenai persentase terbesar perubahan lahan terdapat pada
penggunaan lahan industri dan pergudangan. Kawasan yang awalnya berupa kolam/tambak
dijadikan area reklamasi. Perubahan lahan ini tentunya sangat dipengaruhi oleh perkembangan
kawasan pelabuhan. Wilayah studi seharusnya sudah dilakukan perbaikan kawasan dan
penguatan kapasitas masyarakat dalam menaggulangi bahaya amblesan tanah. Pada Kawasan di
sekitar Pelabuhan Tanjung Mas yang menjadi kawasan penyangga transportasi terdapat banyak
industri dan pergudangan. Pergudangan ini muncul karena adanya aktivitas bongkar muat barang
sebelum menuju ke pelabuhan memerlukan waktu sehingga pergudangan ini menjadi aktivitas
yang sangat penting.

1092
Analisis Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Bahaya Amblesan Tanah Di Semarang Utara ............................. (Gaffara & Wulandari)

Sumber: Hasil Analisis, (2018)


Gambar 5. Perubahan penggunaan lahan Kecamatan Semarang Utara 2004 – 2013.

Analisis Intensitas Bangunan

Intenisitas bangunan dalam penelitian ini didefinisikan dengan Koefisien Dasar Bangunan
(KDB) yaitu nilai perbandingan lahan terbangun dengan non-terbangun misal pekarangan, taman
dan parkir. Selain Koefisien Dasar Bangunan (KDB) terdapat pula Koefisien Lantai Bangunan (KLB)
yaitu perbandingan lantai dasar bangunan dengan berapa jumlah lantai yang ada. Koefisien Dasar
Bangunan yang terdapat di Kecamatan Semarang Utara memiliki variasi. Hal dikarenakan masing-
masing Blok yang sudah dibagi di atas memiliki tingkat kepadatan yang berbeda. Koefisien Dasar
Bangunan tertinggi terdapat pada Kelurahan Plombokan dan Bulu Lor yaitu sebesar 75%.
Sedangkan kelurahan yang memiliki KLB tertinggi sebesar 40% berada Kelurahan Panggung Lor.
Lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 6.

tertinggi tertinggi

Sumber: Hasil Analisis, (2018)


Gambar 6. Koefisien dasar bangunan (KDB) dan koefisei pada Kecamatan Semarang Utara.

Analisis Kepadatan Penduduk

Penentuan kategori kepadatan penduduk ini berdasarkan standar kepadatan penduduk


perkotaan dari Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 06/PRT/M/2007. Tingkat kepadatan
penduduk yang sangat tinggi sangat berpengaruh terhadap jumlah kerugian ketika terjadi
bencana. Bencana amblesan terjadi tiap tahunnya bahkan tiap harinya. Jika amblesan tersebut
terjadi di kelurahan yang memiliki tingkat kepadatan sangat tinggi maka akan membawa
kerugian terhadap elemen yang ada. Tabel 2 menjelaskan mengenai distribusi kepadatan
penduduk di wilayah studi.

1093
Seminar Nasional Geomatika 2018: Penggunaan dan Pengembangan Produk Informasi Geospasial Mendukung Daya Saing Nasional

Tabel 2. Kepadatan penduduk Kecamatan Semarang Utara Tahun 2013.


Jumlah
Luas Kepadatan
Kelurahan Penduduk Kategori
(hektar) (jiwa/hektar)
(jiwa)
Plombokan 55,25 8998 146,03 Tinggi
Tanjungmas 396,38 30711 77,45 Sedang
Bandarharjo 229,55 20540 89,50 Sedang
Panggung Lor 243,33 14147 58,20 Sedang
Kuningan 85,23 14923 174,42 Tinggi
Panggung Kidul 47,42 5264 112,14 Tinggi
Dadapsari 39,56 10315 262,28 Sangat Tinggi
Purwosari 47,84 8989 185,94 Tinggi
Bulu Lor 66,98 15145 226,59 Sangat Tinggi
Sumber: Hasil Analisis, 2018

Analisis Penurunan Muka Air Tanah (MAT)

Pengambilan air tanah pada wilayah studi cenderung mengalami kenaikan. Hal ini disebabkan
meningkatnya jumlah industri, pergudangan, perdagangan, dan jasa. Khususnya pada kawasan
Semarang Utara. Penurunan muka air tanah merupakan permasalahan yang umum terjadi di kota-
kota besar. Amblesan tanah merupakan hal yang serius terutama apabila amblesan tanah terjadi
di daerah pesisir pantai. Kondisi tersebut karena daerah pesisir sangat rentan terhadap tekanan
lingkungan, baik yang berasal dari daratan maupun dari lautan. (Abidin, 2012). Gambar 3 dan
Gambar 4 menjelaskan mengenai perbandingan penurunan muka air tanah (MAT).

Sumber: Hasil Analisis, (2018)


Gambar 7. Kecenderungan muka air tanah di Kecamatan Semarang Utara.

Lokasi yang memiliki penurunan muka tanah yang tinggi berada pada lokasi yang memiliki
penurunan muka air tanah tinggi. (Yuwono dkk, 2013). Wilayah studi memiliki 3 titik pengamatan
penurunan muka air tanah (MAT) yang memiliki perandingan yang sebanding amblesan/
penurunan tanah. Pengambilan air tanah pada wilayah studi cenderung mengalami kenaikan. Hal
ini disebabkan meningkatnya jumlah industri, pergudangan, perdagangan, dan jasa. Khususnya
pada kawasan Semarang Utara. Perkembangan perkotaan yang mengarah utara dan timur
menyebabkan kawasan ini semakin berkembang dengan aktivitas komersial dan juga industri.
eksploitasi air tanah merupakan penyebab utama dari penurunan tanah (Lashkaripour dkk, 2014).

1094
Analisis Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Bahaya Amblesan Tanah Di Semarang Utara ............................. (Gaffara & Wulandari)

Tabel 3. Distribusi Penurunan Muka Air Tanah (MAT) di Kecamatan Semarang Utara Tahun 2013.
Titik Titik
Pengamatan Laju MAT Laju Amblesan Pengamatan Jarak
No MAT (cm/tahun) (cm/tahun) Amblesan Tanah (km)
1 Well 1 -0,2940 -5,7000 1124 3,72
2 Well 3 -0,1280 -1,3000 PBRI 1,13
3 Well 4 -0,4930 -9,0000 SMKN 6,46
4 Well 5 -0,2080 -1,3000 PBRI 1,85
5 Well 8 -0,4160 -3,7000 1106 1,35
6 Well 12 -0,5970 -10,4000 K370 3,83
7 Well 13 -0,2600 -2,4000 QBLT 6,57
8 Well 14 -0,7030 -8,3000 PMAS 3,55
9 Well 15 -0,8940 -9,2000 ISLA 0,51
10 Well 17 -0,6480 -9,0000 SMKN 4,70
Sumber: Hasil Analisis, 2018

Analisis Bahaya Amblesan

Wilayah yang terdampak risiko amblesan tinggi adalah wilayah studi (Kecamatan Semarang
Utara), sebagian Semarang Barat, dan Genuk. Wilayah dengan nilai penurunan muka tanah yang
cukup tinggi berada pada wilayah pesisir Kota Semarang bagian Timur khususnya Kecamatan
Genuk, Kecamatan Gayamsari dan Kecamatan Semarang Timur. (Pujiastuti dkk, 2015). Amblesan
di kawasan pesisir dapat meningkatkan laju abrasi, mengubah tingkat keasamaan air tanah,
memperparah banjir rob, merusak infrastruktur, dan memperceoat perubahan garis bibir pantai
(Higgins dkk, 2013). Penentuan Bahaya Amblesan Tanah adalah dengan menggunakan beberapa
variabel yang terkait yaitu: perubahan penggunaan lahan, intensitas bangunan, laju amblesan
tanah, penurunan muka air tanah, dan jarak dari pusat amblesan. Kelima parameter ini kemudian
dilakukan skoring berdasarkan Perka BNPB No. 2 Tahun 2012 seperti pada Tabel 4.

Tabel 4. Skoring penentuan kelas bahaya amblesan tanah di Kecamatan Semarang Utara.
Parameter Kelas Skor

Perubahan a. Sangat Berubah 5


penggunaan Berubah 4
lahan Berubah sedikit 3
Berubah, fungsi tetap 2
Tidak Berubah 1
Amblesan Tanah
a. > 8 cm/tahun 5
b. 6 - 8 cm/tahun 4
c. 4 – 6 cm/tahun 3
d. 2 – 4 cm/tahun 2
e. 0 – 2 cm/tahun 1
Penurunan Muka a. > 3 cm/tahun 5
Air Tanah b. 1,5 - 3 cm/tahun 4
c. 0,5 – 1,5 cm/tahun 3
d. 0,1 – 0,05 cm/tahun 2
e. < 0,01 cm/tahun 1
Intensitas a. Sangat Tinggi 5
Bangunan b. Tinggi 4
c. Sedang 3
d. Rendah 2
e. Sangat Rendah 1
Jarak a. 0 – 2 km 5
b. 2 – 4 km 4
c. 4 – 6 km 3
d. 6 – 10 km 2
e. > 10 km 1
Sumber: BNPB dan Hasil Analisis, 2018

1095
Seminar Nasional Geomatika 2018: Penggunaan dan Pengembangan Produk Informasi Geospasial Mendukung Daya Saing Nasional

Skor dan bobot dari masing-masing parameter yang ditotal merupakan acuan untuk peta kelas
bahaya amblesan yang terdiri dari tiga kelas yaitu kelas bahaya rendah, sedang, dan tinggi. Lima
parameter tersebut di overlay menggunakan software ArcGIS. Setelah di overlay baru kemudian
dilakukan skoring sesuai dengan acuan Skoring ini digabung pada tiap unit lahan yang ada.
Berdasarkan perhitungan dapat diketahui bahwa Kelurahan Tanjung Mas dengan penggunaan
lahan meliputi: kolam / tambak, jalan, industri dan pergudangan, laut, Permukiman Kepadatan
Tinggi. Gambar 7 menjelaskan mengenai kecenderungan bahaya amblesan di Kecamatan
Semarang Utara. Warna merah adalah kawasan yang memiliki tingkat bahaya amblesan tanah
tinggi.

Sumber: Hasil Analisis, (2018)


Gambar 7. Bahaya amblesan di Kecamatan Semarang Utara.

KESIMPULAN
Hasil analis didapat bahwa perubahan penggunaan lahan terbesar terjadi pada penggunaan
Industri dan Pergudangan dengan persentase perubahan 49,99 % atau hampir dari total
penggunaan lahan yang ada. Industri dan pergudangan ini berkembang dengan pesat seiring
dengan semakin pentingnya fungsi Pelabuhan Tanjung Mas sebagai pelabuhan bertaraf
internasional. Pertambahan penduduk yang bermukim di suatu wilayah tertentu akan
mengakibatkan perubahan penggunan lahan seperti di wilayah studi, korelasi antara perubahan
penggunaan lahan dengan Muka Air Tanah (MAT) memiliki korelasi yang positif dimana
penggunaan lahan yang memiliki intesitas tinggi dan miliki sumur pantau memiliki nilai penurunan
Muka Air Tanah (MAT) yang cukup tinggi. Bahaya amblesan tanah di wilayah studi memiliki tingkat
bahaya tinggi di wilayah yang memiliki penggunaan lahan Industri dan pergudangan yang terletak
di sekitar Kawasan Pelabuhan Tanjung Mas.

UCAPAN TERIMA KASIH


Ucapan Terima Kasih kami ucapak kepada pihak-pihak yang telah membantu baik dalam
penyediaan data sekunder maupun wawancara yaitu Bappeda Kota Semarang, BPBD Kota
Semarang dan Jawa Tengah, Dinas ESDM Provinsi Jawa Tengah, serta instansi terkait yang lain.
Tidak lupa kami ucapkan terima kasih terhadap teman-teman survei yang telah membantu dalam
proses penelitian ini.

1096
Analisis Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Bahaya Amblesan Tanah Di Semarang Utara ............................. (Gaffara & Wulandari)

DAFTAR PUSTAKA
Abidin, H.Z., Andreas, H., Gumilar, I., Sidiq, T.P., dan Fukuda, Y. (2012). Land Subsidence in Coastal City of
Semarang (Indonesia): Characteristics, Impact and Causes. Geomatic, Natural Hazard and Risk, 226-
240
As-Syakur, A.R. IW. Suarna, IWS Adnyana, IW. Rusna. (2010). Studi Perubahan Penggunaan Lahan di DAS
Badung. Jurnal Bumi Lestari Vol 10 No. 2 (Hal: 200-207).
Badan Informasi Geospasial. (2013). PP No. 8 tahun 2013 tentang Standar Ketelitian Peta RTRW.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana. (2012). Peraturan Kepala BNPB No. 2 tahun 2012 tentang
Pedoman Umum Pengkajian Risiko Bencana.
Bappeda Kota Semarang. (2004). Peraturan Daerah Kota Semarang No. 8 tahun 2004 Seri E tentang
Rencana Detail Tata Ruang Kota Bagian Wilayah Kota 3 (Semarang Utara dan Semarang Timur) tahun
2000-2020.
Bappeda Kota Semarang. (2011). Peraturan Daerah Kota Semarang No. 14 tahun 2011 tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah Kota Semarang tahun 2011-2031.
Barry, Tony. (2001). The Soft Soils of Semarang. Seminar dan Workshop Polder Systems in Waterfront
Cities, 27-28 September (Hal: 1-12), Jakarta, Indonesia.
Gumilar, I., Abidin, H.Z., Sidiq, T.P., Andreas, H., Maiyudi, R., Gamal, M., dan Fukuda, Y. (2013). Mapping
and Evaluating the Impact of Land Subsidence in Semarang (Indonesia) . Indonesian Journal of
Geospatial Vol. 2 No. 2 2013 (Hal: 26-41).
Higgins, S., Overeem, I., Tanaka, A., Syvitski, J.P.M. (2013). Land Subsidence at Aquaculture Facilities in the
Yellow River Delta, China. Journal of Geophysical Research Letters Vol. 40, (hal: 3898-3902).
Hirose, K., Maruyama, Y., Murdohardono., Efendi, A., dan Abidin, H.Z. (2001). Land Subsidence Detection
using JERS-1 SAR Interferometry. 22nd Asian Conference on Remote Sensing, 5-9 November,
Singapura.
Ismanto, A., Wirasatriya, A., Helmi, M., Hartoko, A., dan Prayogi. (2009). Model Sebaran Penurunan Tanah
di Wilayah Pesisir Semarang. Jurnal Ilmu Kelautan Vol. 14 (4), (hal: 189-196), ISSN 0853-7291.
Kuehn, F., Albiol, D., Cooksley, G., Duro, J., Granda, J., Haas, S., Hoffman-Rothe, A., dan Murdohardono, D.
(2009). Detection of Land Subsidence in Semarang, Indonesia, using Stable Points Network (SPN)
Technique. Environ Earth Science No. 60 2010 (Hal :909–921).
Lashkaripour, G.R., Ghafoori, M., dan Maddah, M.M. (2014). An investigation on the mechanism of land
subsidence in the Northwest of Mashhad city, NE Iran. Journal of Biodiversity and Environmental
Sciences (JBES) Vol. 5, No. 3, (Hal: 321-327).
Lubis, A.M., Sato, T., Tomiyama, N., Isezaki, N., Yamanokuchi, T. (2010). Ground subsidence in Semarang-
Indonesia investigated by ALOS–PALSAR Satellite SAR Interferometry. Journal of Asian Earth Sciences
40 (Hal 1079–1088).
Pujiastuti, R., Suripin dan Syafrudin. (2015). Pengaruh Land Subsidence terhadap Genangan Banjir dan Rob
di Semarang Timur. Jurnal MKTS Volume 21 No.1 Juli 2015 (Hal: 1-12).
Putri, R.F., Bayuaji, L., Sumantyo, J.S.T., dan Kuze, H. (2013). Terrasar-X Dinsar for Land Deformation
Detection in Jakarta Urban Area, Indonesia. Journal of Urban and Environmental Engineering Volume 7
No.2 (Hal: 195-205), ISSN 1982-3932, DOI: 10.4090/juee.2013.v7n2.195205.
Saputro, E.A., Kahar, S., dan Sasmito, B. (2009). Deteksi Penurunan Muka Tanah Kota Semarang dengan
Teknik Differential Interferometric Synthetic Aperture Radar (DNSAR) menggunakan Software ROI_PAC
Berbasis Open Source. Jurnal Geodesi Undip Vol. 1 No. 1 2012 (Hal: 1-7).
Yuwono, Bambang Darmo. (2013). Korelasi Penurunan Muka Tanah dan Penurunan Muka Air Tanah di Kota
Semarang. Jurnal Teknik – Vol. 34 No.3 Tahun 2013 (Hal: 188-195), ISSN 0852-1697.

1097
Seminar Nasional Geomatika 2018: Penggunaan dan Pengembangan Produk Informasi Geospasial Mendukung Daya Saing Nasional

Halaman ini sengaja kami kosongkan

1098

Anda mungkin juga menyukai