Anda di halaman 1dari 12

‘’TUGAS KELOMPOK’’

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN

DENGAN PERILAKU MERUSAK DIRI

SEMESTER : AV A

MATA KULIAH : KEPERAWATAN JIWA II

DOSEN MK : SUGIHARNO, S.Kep

NAMA KELOMPOK : KELOMPOK

1. KRISTIN NATALIA

2. CORLIEN WIDYA LESTARI

3. APRIANUS DOUW

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN JAYAPURA

PRODI D-III KEPERAWATAN NABIRE – PAPUA

TAHUN 2012/2013

‘’TUGAS KELOMPOK’’
1
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN

DENGAN PERILAKU MERUSAK DIRI

SEMESTER : AV A

MATA KULIAH : KEPERAWATAN JIWA II

DOSEN MK : SUGIHARNO, S.Kep

NAMA KELOMPOK : KELOMPOK

1. KRISTIN NATALIA

2. CORLIEN WIDYA LESTARI

3. APRIANUS DOUW

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN JAYAPURA

PRODI D-III KEPERAWATAN NABIRE – PAPUA

TAHUN 2012/2013

2
ASUHAN KEPERAWATAN PADA
PASIEN DENGAN PERILAKU MERUSAK DIRI

BAB I
TINJAUAN TEORITIS

A. DEFINISI

Perilaku adalah tingkah laku atau sikap seseorang yang dicerminkan seseorang
sebagai kebiasaannya. Kekerasan yaitu  sering juga disebut gaduh-gaduh atau amuk.
Perilaku kekerasan ditandai dengan menyentuh orang lain secara menakutkan,
memberi kata-kata ancaman-ancaman,melukai disertai melukai pada tingkat ringan,
dan yang paling berat adalah melukai/ merusak secara serius. Perilaku merusak diri
adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk melukai atau mencelakakan individu
lain yang tidak menginginkan datangnya tingkah laku tersebut (Purba dkk, 2008).
Menurut Stuart dan Laraia (1998), perilaku kekerasan dapat dimanifestasikan
secara fisik (mencederai diri sendiri, peningkatan mobilitas tubuh), psikologis
(emosional, marah, mudah tersinggung, dan menentang), spiritual (merasa dirinya
sangat berkuasa, tidak bermoral). Perilaku kekerasan merupakan suatu tanda dan
gejala dari gangguan skizofrenia akut yang tidak lebih dari satu persen (Purba dkk,
2008).
Jadi, Perilaku kekerasan merupakan suatu bentuk ekspresi kemarahan yang tidak
sesuai dimana seseorang melakukan tindakan-tindakan yang dapat
membayangkan/mencederai diri sendiri, orang lain bahkan merusak lingkungan.

B. ETIOLOGI

Gangguan harga diri: harga diri rendah. Harga diri adalah penilaian individu tentang
pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri.
Dimana gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan negatif terhadap
diri sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai keinginan.
Frustasi, seseorang yang mengalami hambatan dalam mencapai tujuan/keinginan
yang diharapkannya menyebabkan ia menjadi frustasi. Ia merasa terancam dan
cemas. Jika ia tidak mampu menghadapi rasa frustasi itu dengan cara lain tanpa
mengendalikan orang lain dan keadaan sekitarnya misalnya dengan kekerasan.
3
Hilangnya harga diri ; pada dasarnya manusia itu mempunyai kebutuhan yang sama
untuk dihargai. Jika kebutuhan ini tidak terpenuhi akibatnya individu tersebut
mungkin akan merasa rendah diri, tidak berani bertindak, lekas tersinggung, lekas
marah, dan sebagainya.
Akibatnya klien dengan perilaku kekerasan dapat menyebabkan resiko tinggi
mencederai diri, orang lain dan lingkungan. Resiko mencederai merupakan suatu
tindakan yang kemungkinan dapat melukai/ membahayakan diri, orang lain dan
lingkungan.

C. FAKTOR PREDISPOSISI

Faktor pengalaman yang dialami tiap orang yang merupakan factor predisposisi, artinya
mungkin terjadi/ mungkin tidak terjadi perilaku kekerasan jika faktor berikut dialami
oleh individu:
1. Psikologis, kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang kemudian dapat
timbul agresif atau amuk. Masa kanak-kanak yang tidak menyenangkan yaitu perasaan
ditolak, dihina, dianiaya atau sanksi penganiayaan.
2. Perilaku, reinforcement yang diterima pada saat melakukan kekerasan, sering
mengobservasi kekerasan di rumah atau di luar rumah, semua aspek ini menstimulasi
individu mengadopsi perilaku kekerasan.
3. Sosial budaya, budaya tertutup dan membalas secara diam (pasif agresif) dan kontrol
sosial yang tidak pasti terhadap pelaku kekerasan akan menciptakan seolah-olah
perilaku kekerasan yang diterima (permissive).
4. Bioneurologis, banyak bahwa kerusakan sistem limbik, lobus frontal, lobus temporal
dan ketidakseimbangan neurotransmitter turut berperan dalam terjadinya perilaku
kekerasan.

D. RENTANG RESPON MARAH


Asertif : mampu menyatakan rasa marah tanpa menyakiti orang lain dan merasa
lega(ADAPTIF).
Frustasi : Merasa gagal mencapai tujuan disebabkan karena tujuan yang tidak
realistis.
Pasif : Diam saja karena merasa tidak mampu mengungkapkan perasaan yang
sedang dialami.
Agresif : Tindakan destruktif terhadap lingkungan yang masih terkontrol.
Amuk : tindakan destruktif dan bermusuhan yang kuat dan tidak terkontrol
( MALADAPTIF )

4
E. FAKTOR PRESPITASI

Faktor prespitasi dapat bersumber dari klien, lingkungan atau interaksi dengan
orang lain. Kondisi klien seperti ke lemahan fisik (penyakit fisik) ,
keputusan,ketidakberdayaan, percaya diri yang kurang dapat menjadi penyebab
perilaku kekerasan. Demikian pula dengan situasi lingkungan yang ribut, padat, kritikan
yang mengarah pada penghinaan, kehilangan orang yang dicintai/ pekerjaan dan
kekerasan merupakan faktor penyebab yang lain. Interaksi sosial yang provokatif dan
konflik dapat pula memicu perilaku kekerasan.

F.  MANIFESTASI KLINIS

Pada pengkajian awal dapat diketahui alasan utama klien ke rumah sakit adalah
perilaku kekerasan di rumah. Kemudian perawat dapat melakukan pengkajian dengan
cara:
Observasi: Muka merah, pandangan tajam, otot tegang, nada suara tinggi, berdebat.
Sering pula tampak klien memaksakan kehendak: merampas makanan, memukul
jika tidak senang.
Wawancara: diarahkan pada penyebab marah, perasaan marah, tanda-tanda marah
yang dirasakan klien.
Menurut Budiana Keliat, 1999 tanda-tanda klinisnya yaitu Perasaan malu terhadap
diri sendiri akibat penyakit dan tindakan terhadap penyakit (rambut botak karena
terapi), rasa bersalah terhadap diri sendiri (mengkritik/menyalahkan diri sendiri),
gangguan hubungan sosial (menarik diri), percaya diri kurang (sukar mengambil
keputusan), mencederai diri (akibat dari harga diri yang rendah disertai harapan
yang suram, mungkin klien akan mengakiri kehidupannya.

ASUHAN KEPERAWATAN PERILAKU MERUSAK DIRI

1.    Pengkajian
a. Aspek biologis
Respons fisiologis timbul karena kegiatan system saraf otonom bereaksi terhadap
sekresi epineprin sehingga tekanan darah meningkat, tachikardi, muka merah, pupil
melebar, pengeluaran urine meningkt. Ada gejala yang sama dengan kecemasan seperti
meningkatnya kewaspadaan, ketegangan otot seperti rahang terkatup, tangan dikepal,
tubuh kaku, dan refleks cepat. Hal ini disebabkan oleh energi yang dikeluarkan saat
marah bertambah.

5
b, Aspek emosional
Individu yang marah merasa tidak nyaman, merasa tidak berdaya, jengkel, frustasi,
dendam, ingin memukul orang lain, mengamuk, bermusuhan dan sakit hati,
menyalahkan dan menuntut.
c. Aspek intelektual
Sebagian besar pengalaman hidup individu didapatkan melalui proses intelektual,
peran panca indra sangat penting untuk beradaptasi dengan lingkungan yang
selanjutnya diolah dalam proses intelektual sebagai suatu pengalaman. Perawat perlu
mengkaji cara klien marah, mengidentifikasi penyebab kemarahan, bagaimana
informasi diproses, diklarifikasi, dan diintegrasikan.
d. Aspek sosial
Meliputi interaksi sosial, budaya, konsep rasa percaya dan ketergantungan. Emosi
marah sering merangsang kemarahan orang lain. Klien seringkali menyalurkan
kemarahan dengan mengkritik tingkah laku yang lain sehingga orang lain merasa sakit
hati dengan mengucapkan kata-kata kasar yang berlebihan disertai suara keras. Proses
tersebut dapat mengasingkan individu sendiri, menjauhkan diri dari orang lain,
menolak mengikuti aturan.
e. Aspek spiritual
Kepercayaan, nilai dan moral mempengaruhi hubungan individu dengan lingkungan.
Hal yang bertentangan dengan norma yang dimiliki dapat menimbulkan kemarahan
yang dimanifestasikan dengan amoral dan rasa tidak berdosa.

2.   Diagnosa Keperawatan
1). Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan perilaku
kekerasan/ amuk.
a. Data subjektif
Klien mengatakan marah dan jengkel kepada orang lain, ingin membunuh, ingin
membakar atau mengacak-acak lingkungannya.
b. Data objektif       
Klien mengamuk, merusak dan melempar barang-barang, melakukan tindakan
kekerasan pada orang-orang disekitarnya.
2). Perilaku kekerasan / amuk dengan gangguan harga diri: harga diri rendah.
a. Data Subjektif :
1) Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
2) Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika sedang kesal
atau marah.
3) Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.

6
b. Data Objektif
1) Mata merah, wajah agak merah.
2) Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai.
3) Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
4) Merusak dan melempar barang barang.

3.   Intervensi Keperawatan
a. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan perilaku
kekerasan/ amuk
Tujuan Umum :
Klien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungannya
Tujuan Khusus :
1). Klien dapat membina hubungan saling percaya.

Tindakan :
a)  Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati, sebut nama perawat dan
jelaskan tujuan interaksi.
b)  Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.
c)  Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang.
d)  Jelaskan tentang kontrak yang akan dibuat.
e)  Beri rasa aman dan sikap empati.
f)   Lakukan kontak singkat tapi sering.

2). Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.


Tindakan :
a) Beri kesempatan mengungkapkan perasaan.
b) Bantu klien mengungkapkan perasaan jengkel / kesal.
c) Dengarkan ungkapan rasa marah dan perasaan bermusuhan klien dengan sikap
tenang.

3). Klien dapat mengidentifikasi tanda tanda perilaku kekerasan


Tindakan :
a) Anjurkan klien mengungkapkan yang dialami dan dirasakan saat jengkel/kesal.
b) Observasi tanda perilaku kekerasan.
c) Simpulkan bersama klien tanda tanda jengkel / kesal yang dialami klien.

4). Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.

7
Tindakan:
a)  Anjurkan mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
b) Bantu bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
c) Tanyakan "apakah dengan cara yang dilakukan masalahnya selesai

5). Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.


Tindakan:
a) Bicarakan akibat/kerugian dari cara yang dilakukan.
b) Bersama klien menyimpulkan akibat dari cara yang digunakan.
c) Tanyakan apakah ingin mempelajari cara baru yang sehat.

6). Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam berespon terhadap kemarahan.
Tindakan :
a) Tanyakan kepada klien apakah ia ingin mempelajari cara baru yang sehat
b) Beri pujian jika mengetahui cara lain yang sehat.
c) Diskusikan dengan klien cara lain yang sehat, yaitu:
Secara fisik : tarik nafas dalam jika sedang kesal, berolah raga, memukul bantal /
kasur atau pekerjaan yang memerlukan tenaga.
Secara verbal : katakan bahwa anda sedang marah atau kesal/ tersinggung.
Secara sosial : lakukan dalam kelompok cara – cara marah yang sehat, latihan asertif,
latihan manajemen perilaku kekerasan.
Secara spiritual : berdo'a, sembahyang, memohon kepada Tuhan untuk diberi
kesabaran.

7). Klien dapat mengidentifikasi cara mengontrol perilaku kekerasan.


Tindakan:
a)  Bantu memilih cara yang paling tepat.
b)  Bantu mengidentifikasi manfaat cara yang telah dipilih.
c)  Bantu mensimulasikan cara yang telah dipilih.
d)  Beri reinforcement positif atas keberhasilan yang dicapai dalam simulasi.
e)  Anjurkan menggunakan cara yang telah dipilih saat jengkel / marah.

8). Klien mendapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol perilaku kekerasan
Tindakan :
a) Identifikasi kemampuan keluarga merawat klien dari sikap apa yang telah dilakukan
keluarga selama ini.
b) Jelaskan peran serta keluarga dalam merawat klien.
8
c) Jelaskan cara – cara merawat klien

9). Klien dapat menggunakan obat dengan benar (sesuai program).

Tindakan:
a) Jelaskan jenis – jenis obat yang diminum klien pada klien dan keluarga.
b)  Diskusikan manfaat minum obat dan kerugian berhenti minum obat tanpa seizin
dokter.
c)  Jelaskan prinsip 5 benar minum obat (nama klien, obat, dosis, cara dan waktu).
d) Anjurkan untuk membicarakan efek dan efek samping obat yang dirasakan.
e)Anjurkan klien melaporkan pada perawat / dokter jika merasakan efek yang tidak
menyenangkan.
f) Beri pujian jika klien minum obat dengan benar.

2. Perilaku kekerasan berhubungan dengan gangguan konsep diri : harga diri rendah
a. Tujuan Umum :
Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara optimal
b. Tujuan khusus :
a). Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat
Tindakan :
1) Bina hubungan saling percaya,
2) Beri kesempatan pada klien mengungkapkan perasaannya.
3) Sediakan waktu untuk mendengarkan klien.
4) Katakan kepada klien bahwa ia adalah seseorang yang berharga dan bertanggung
jawab serta mampu menolong dirinya sendiri.

b). Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.
Tindakan :
1) Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien.
2) Setiap bertemu klien hindarkan dari memberi penilaian negatif
3) Utamakan memberi pujian yang realistis.

c). Klien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan.


Tindakan :
9
1) Diskusikan bersama klien kemampuan yang masih dapat digunakan selama sakit
2) Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah pulang ke rumah.

d). Klien dapat menetapkan/ merencanakan kegiatan sesuai kemampuan yang dimiliki.
Tindakan :
1)Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai
kemampuan ( mandiri, bantuan sebagian, bantuan total ).
2) Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien.
3) Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan.

e). Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuannya


Tindakan :
1) Beri kesempatan klien untuk mencoba kegiatan yang telah direncanakan.
2) Beri pujian atas keberhasilan klien.
3)  Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah

f). Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada.


Tindakan :
1) Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien dengan harga
diri rendah.
2) Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat.
3) Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah.
4) Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga

10
BAB II
PENUTUP

A. Kesimpulan
Perilaku merusak diri adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain
maupun lingkungan. Hal tersebut dilakukan untuk mengungkapkan perasaan kesal atau
marah yang tidak konstruktif.(Stuart dan Sundeen, 1995).
Perilaku kekerasan bisa disebabkan adanya gangguan harga diri: harga diri
rendah. Harga diri adalah penilaian individu tentang pencapaian diri dengan
menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri. Dimana gangguan harga
diri dapat digambarkan sebagai perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilang
kepercayaan diri, merasa gagal mencapai keinginan

Diagnosa keperawatan yang biasa muncul pada kasus ini adalah :


a.  Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan perilaku
kekerasan/ amuk.
b.  Perilaku kekerasan / amuk dengan gangguan harga diri: harga diri rendah

B.  Saran
Melihat kasus di atas marilah kita saling mengoreksi diri masing-masing untuk
tidak terlalu larut dalam kesedihan dan kekecewaan yang akhirnya akan membawa kita
ke tahap depresi dan akan mengakibatkan diri kita mengalami gangguan jiwa.

11
DAFTAR PUSTAKA

1. Stuart, G.W. dan Sunden,S J (1995). Principles and practice of psychiatric


nursing (7th ed). St Louis: Mosby Year Book
2. Stuart, G.W. dan Sunden,S J (1995). Gangguan konsep diri : St Louis: Mosby
Year Book
3. Keliat  Budi Ana,Proses Keperawatan Jiwa, Edisi 1, Jakarta : EGC,1999

12

Anda mungkin juga menyukai