Deteksi Dini Kelainan Neurologis Pada Bayi Bermasalah PDF
Deteksi Dini Kelainan Neurologis Pada Bayi Bermasalah PDF
Tujuan:
1. Memahami manfaat deteksi dini bayi bermasalah
2. Memahami pemeriksaan neurologi dalam deteksi dini bayi bermasalah
3. Memahami pemeriksaan penunjang dalam deteksi kelainan neurologis
Kelainan neurologis dapat terlihat sebagai gejala yang jelas atau samar-samar
sehingga memerlukan pemeriksaan yang teliti. Mendeteksi adanya kelainan
neurologis berbeda dengan melakukan pemantauan perkembangan terhadap
anak. Pemantauan perkembangan hanya memberi petunjuk bahwa ada sesuatu
hal yang terganggu pada anak, sedangkan pemeriksaan neurologis lengkap
memberi petunjuk jenis gangguan fungsi, topografi kelainan di otak, dan
penyebab kelainan tersebut.
Kelainan neurologis yang ditemukan akan berbeda-beda sesuai dengan
faktor risiko yang ada. Dalam makalah lain telah banyak dibahas mengenai
gangguan yang dapat terjadi pada seorang bayi baru lahir serta penatalaksanaan
komprehensif. Kini saatnya melakukan surveilans, apa yang akan terjadi pada
bayi tersebut selanjutnya. Dalam makalah ini hanya akan dibahas mengenai
deteksi dini kelainan neurologis terhadap bayi dengan faktor risiko secara
praktis dan mudah.
78
Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM LXV
karena nitric oxide. Akibatnya adalah kematian sel dan apoptosis. Lokasi
kelainan patologi dapat merupakan gangguan difus, gangguan neokorteks,
hipokampus, gangia basal, dan batang otak. Patologi utama adalah leukomalasia
periventrikular.1 Bayi prematur dengan perdarahan intrakranial spontan dapat
mengalami komplikasi infark hemoragis, hidrosefalus, perdarahan serebelum,
dan leukomalasia periventrikular. Dalam jangka panjang dapat terjadi gangguan
perkembangan substansia kelabu serebelum dan daerah supratentorial.2
Pemeriksaan Neurologis
Pemeriksaan Lingkar Kepala
Ukuran lingkar kepala mempunyai korelasi kuat dengan perkembangan otak.
Mikrosefalus umumnya berhubungan dengan atrofi serebri yang menunjukkan
bahwa otak tidak berkembang dengan semestinya. Hidrosefalus merupakan
kelainan progresif, yang dapat merupakan komplikasi neonatus dengan
perdarahan intraventrikular atau meningitis. Bila ditemukan mikrosefalus atau
makrosefalus, dapat dilakukan pencitraan misalnya ultrasonografi, CT scan
atau MRI. Pemeriksaan USG dapat mendeteksi perdarahan intraventrikular,
ventrikulomegali, leukomalasia periventricular, dan infark hemoragis
periventrikular.7,8 Namun, pemeriksaan USG kurang akurat dibandingkan
MRI.9 CT scan kadang diperlukan bila kita ingin melihat perdarahan otak,
79
Deteksi Dini Kelainan Neurologis pada Bayi Bermasalah
atau kalsifikasi patologis dalam otak yang sering kita temukan pada infeksi
kongenital CMV dan toksoplasma, namun radiasi yang diterima bayi sangat
besar. Pemeriksaan MRI jauh lebih unggul dibandingkan USG dan CT scan
untuk mendeteksi kelainan otak dengan detail, terutama gangguan substansia
alba dan substansia grisea.10-12
Pemeriksaan Gerak
Komplikasi terbanyak gangguan perinatal adalah palsi serebral yang ditandai
dengan adanya gangguan gerak, refleks primitif menetap, gangguan refleks
postural, dan gangguan tonus.13
Gangguan Gerak
Pada masa bayi, gangguan gerak terlihat sebagai gerakan yang kurang atau
tidak sempurna. Adanya gangguan gerak tentunya akan menyebabkan
keterlambatan perkembangan gerak. Secara neurologis, gangguan gerak
akibat lesi otak dapat berupa spastisitas, gerakan kore-atetosis, hemiparesis,
dan lain-lain.
Refleks Primitif
Refleks primitif merupakan refleks yang ditemukan pada bayi baru lahir.
Refleks primitif harus menghilang pada umur 6 bulan agar kemampuan gerak
dapat berkembang. Salah satu tanda palsi serebral adalah refleks primitif
yang menetap. Refleks primitif yang lazim digunakan dalam mendeteksi palsi
serebral adalah refleks genggam palmar. Telapak tangan yang masih terkepal
pada umur 4 bulan menunjukkan kemungkinan palsi serebral. Asymmetrical
tonic neck reflex (ATNR) diperiksa terhadap bayi dalam posisi supine. Bila kepala
ditolehkan ke sisi kanan, terjadi ekstensi lengan kanan dan fleksi lengan kiri.
Refleks ATNR yang menetap juga menunjukkan kemungkinan palsi serebral
dan tidak kompatibel dengan kemampuan anak memasukkan makanan dan
minuman ke dalam mulut.
80
Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM LXV
Pemeriksaan Tonus
Pemeriksaan tonus dapat berupa pemeriksaan tonus pasif dan tonus postural.
Pemeriksaan tonus pasif dilakukan dengan melakukan gerakan terhadap
ekstremitas dan menilai resistensi terhadap gerakan tersebut. Bayi dengan
gangguan susunan saraf pusat memperlihatkan resistensi yang meningkat,
sebaliknya bayi dengan lesi lower motor neuron menunjukkan resistensi pasif
yang menurun.
Pemeriksaan tonus aktif dapat dilakukan melalui 3 gerakan, yaitu respon
traksi, suspensi vertical, dan suspensi horisontal.13 Pemeriksaan respon traksi
dilakukan terhadap bayi dalam posisi supine. Ibu jari pemeriksa diletakkan
dalam genggaman bayi, kemudian kita pegang seluruh telapak tangan bayi.
Terhadap bayi dilakukan elevasi perlahan ke posisi duduk. Dalam keadaan
normal, kepala bayi segera mengikuti dan hanya tertinggal sedikit. Pada waktu
posisi duduk kepala dapat tetap tegak selama beberapa detik, kemudian jatuh
ke depan. Pada waktu dilakukan elevasi bayi normal memperlihatkan fleksi
di siku, lutut, dan pergelangan kaki. Apabila kepala tertinggal jauh, lengan
ekstensi selama tarikan berarti tidak normal.
Suspensi vertikal dilakukan dengan memegang bayi pada ketiak,
kemudian dilakukan elevasi bayi ke atas lurus. Pada waktu dilakukan elevasi,
kepala tetap tegak sebentar, lengan atas dapat menjepit tangan pemeriksa dan
tungkai tetap fleksi pada lutut, panggul dan pergelangan kaki. Dalam keadaan
abnormal, bayi tidak dapat menjepit tangan pemeriksa, kepala terkulai, dan
dapat terlihat scissor sign berupa menyilangnya ekstremitas.
Suspensi horisontal dilakukan terhadap bayi dalam posisi prone. Tangan
pemeriksa diletakkan pada toraks, dan dilakukan elevasi bayi secara horisontal.
Pada bayi normal terlihat ekstensi kepala dengan fleksi anggota gerak untuk
menahan gaya berat. Pada bayi abnormal kepala, badan dan anggota gerak
menggantung lemas atau sebaliknya terlihat ekstensi kepala, batang tubuh
dan ekstremitas berlebihan disertai scissor sign.
81
Deteksi Dini Kelainan Neurologis pada Bayi Bermasalah
Reaksi Protektif
Reaksi parasut muncul pada bulan ketujuh-sembilan. Menurut saya,
pemeriksaan ini sangat sensitif untuk mendeteksi spastisitas. Reaksi ini
diperiksa dengan memegang bayi dalam posisi supine pada ketiak, melakukan
elevasi, kemudian mendorong bayi ke depan-bawah. Respon yang muncul
adalah ekstensi lengan dan tangan. Respon asimetris menunjukkan gangguan
ortopedi atau neuromuskular sedangkan respon abnormal berupa terkepalnya
telapak tangan, endorotasi tangan, dan tidak munculnya respon terlihat pada
palsi serebral.13
Pemeriksaan Mata
Inspeksi mata pada saat bayi baru lahir dapat memberi berbagai informasi.
Katarak kongenital dapat terlihat saat bayi lahir atau dalam beberapa minggu.
Kontak mata bayi dengan lingkungannya merupakan hal yang sangat penting.
Apabila belum ada kontak mata pada umur 2 bulan, patut dicurigai bayi
mengalami gangguan kognitif atau buta kortikal.14,15 Bayi yang menunjukkan
nistagmus pendular juga sering mengalami gangguan visus. Funduskopi
juga penting dilakukan untuk menilai retina. Kadang-kadang kita dapat
menemukan inflamasi retina atau retinokoroiditis yang spesifik pada CMV atau
toksoplasma.16 Pada bayi prematur, konsultasi ke dokter mata untuk mendeteksi
dan melakukan pengobatan retinopathy of prematurity (ROP) sangat penting.17,18
Pemeriksaan Pendengaran
Sebanyak 50 % di antara bayi yang mengalami gangguan pendengaran
ternyata tidak mempunyai faktor risiko.19 Namun bila ada faktor risiko,
82
Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM LXV
maka kejadian gangguan pendengaran meningkat 10-20 kali lipat. Saat ini
sudah diajurkan pemeriksaan pendengaran universal. Semua bayi baru lahir
diperiksa menggunakan Oto Accoustic Emission (OAE). Apabila tidak lulus,
dilakukan pemeriksaan ulangan ditambah pemeriksaan Brainstem Evoked
Response Audiometry (BERA).19 Pemeriksaan OAE hanya mengukur kokhlea,
sedangkan BERA mengukur kokhlea dan jaras pendengaran sampai ke batang
otak. Target menemukan gangguan pendengaran adalah 6 bulan, dan intervensi
harus dilakukan sebelum berumur 1 tahun.
Simpulan
Pemeriksaan neurologis mendetail berbeda dengan pemeriksaan skrining
perkembangan. Skrining perkembangan dilakukan terhadap semua bayi,
hasilnya hanyalah lulus atau tidak lulus. Kasus tidak lulus hanya berarti
mengalami keterlambatan perkembangan. Diagnosis, topografi, gangguan
fungsi, dan etiologi harus ditegakkan melalui evaluasi neurologis secara
mendetail. Pemeriksaan neurologis juga diperlukan agar anak dapat segera
mendapat obat yang tepat, sambil dilakukan terapi yang sesuai. Adalah tidak
tepat untuk merujuk anak dengan keterlambatan perkembangan ke rehabilitasi
medis tanpa melakukan evaluasi neurologis terlebih dahulu. Gangguan
perkembangan dan neurologis yang sering ditemukan adalah gangguan gerak,
tonus, dan postur yang dapat dideteksi dengan beberapa pemeriksaan refleks
primitif, postur, dan tonus yang sederhana. Pemeriksaan pendengaran dan
penglihatan juga harus dilakukan.
Daftar Pustaka
1. Lai MC, Yang SN. Perinatal hypoxic-ischemic encephalopathy. J Biomed
Biotechnol. 2011;2011:609813.
2. Adcock LM. Clinical manifestations and diagnosis of intraventricular hemorrhage
in the newborn. In: Basow DS, editors. Clinical manifestations and diagnosis of
intraventricular hemorrhage in the newborn. Waltham, MA: UpToDate; 2013.
3. Glascoe FP, Byrne KE, Ashford LG, Johnson KL, Chang B, Strickland B. Accuracy
of the Denver-ii in developmental screening. Pediatrics. 1992;89:1221-5.
4. Sices L, Stancin T, Kirchner L, Bauchner H. PEDS and ASQ developmental
screening tests may not identify the same children. Pediatrics. 2009;124:e640-7.
5. Woodward BJ, Papile LA, Lowe JR, Laadt VL, Shaffer ML, Montman R, et al. Use
of the ages and stages questionnaire and bayley scales of infant development-ii in
neurodevelopmental follow-up of extremely low birth weight infants. J Perinatol.
2011;31:641-6.
6. Guevara JP, Gerdes M, Localio R, Huang YV, Pinto-Martin J, Minkovitz CS,
83
Deteksi Dini Kelainan Neurologis pada Bayi Bermasalah
84
PENDIDIKAN KEDOKTERAN BERKELANJUTAN LXV
Penyunting:
Partini P. Trihono
Endang Windiastuti
Sudung O. Pardede
Bernie Endyarni Medise
Fatima Safira Alatas
Diterbitkan oleh:
Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM
ISBN 978-979-8271-45-8
ii
Daftar Penulis
xi
Dr. Luh Karunia Wahyuni, Sp.KFR(K)
Departemen Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi Medik
FKUI - RSCM
xii
Daftar Isi
xiii
Peran Endoskopi pada Kasus Gastrointestinal dan Hepatologi........... 110
Pramita G Dwipoerwantoro
Penyakit Jantung Bawaan: Haruskah Dilakukan Operasi?.................. 120
Mulyadi M. Djer
Indikasi dan Persiapan Transplantasi Hati pada Anak........................ 129
Hanifah Oswari
Transplantasi Hati pada Anak: Pengalaman di RSCM........................ 140
Sastiono
Dari Terapi Konservatif sampai Transplantasi Ginjal.......................... 146
Eka Laksmi Hidayati
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi pada Kasus Risiko Tinggi........ 158
Hindra Irawan Satari
Program Pengendalian Resistensi Antimikroba:Konsep Pengobatan
Penggunaan Antibiotik....................................................................... 167
Taralan Tambunan
Evaluasi Penggunaan Antibiotik dengan Metode Gyssens.................. 175
Mulya Rahma Karyanti
Strategi Mencegah Malnutrisi di Rumah Sakit...................................183
Damayanti Rusli Sjarif
Tunjangan Nutrisi untuk Anak Sakit Kritis....................................... 192
Antonius Pudjiadi
Layanan Nutrisi Parenteral RSCM: Manfaat bagi Rumah Sakit Lain.205
Rina Mutiara
Upaya Peningkatan Kesintasan dan Kualitas Hidup Pasien Anak dengan
Penyakit Keganasan........................................................................... 215
Djajadiman Gatot
Terapi Paliatif pada Keganasan........................................................... 222
Rudi Putranto
xiv
Peran Sosial/Support Yayasan Onkologi Anak Indonesia (YOAI) dalam
Pelayanan Onkologi Anak.................................................................. 241
Rahmi Adi Tahir
Manfaat Pengobatan Jangka Panjang pada Penyakit Alergi................. 246
Zakiudin Munasir
Obesitas, Resistensi Insulin, dan Diabetes Melitus tipe 2 pada Anak dan
Remaja............................................................................................... 255
Aman B. Pulungan
xv