Anda di halaman 1dari 76

DIKTAT PRAKTIKUM

URINALISA DAN CAIRAN TUBUH

PENYUSUN
DGD. DHARMA SANTHI

BAGIAN PATOLOGI KLINIK


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA
2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur Penulis panjatkan ke hadapan Ida Sang Hyang Widhi


Wasa/ Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya kami
dapat menyelesaikan Diktat Praktikum “Urinalisa dan Cairan Tubuh” ini
tepat pada waktunya. Buku ini dimaksudkan untuk menuntuk mahasiswa
D3 Analis serta Keperawatan dalam melakukan praktikum pemeriksaan
glukosa urine dan glukosa darah secara kualitatif dan kuantitatif.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada rekan – rekan yang telah
membimbing dan meluangkan waktunya dalam tiap kesempatan sehingga
menyelesaikan Diktat Praktikum Kimia Klinik ini dapat kami selesaikan
tepat pada waktunya.
Penulis menyadari menyelesaikan Diktat Praktikum Kimia Klinik ini
jauh dari sempurna, sehingga kritik dan saran membangun sangat penulis
harapkan dari berbagai pihak untuk kesempurnaan menyelesaikan Diktat
Praktikum Kimia Klinik ini. Semoga menyelesaikan Diktat Praktikum Kimia
Klinik ini dapat diterima dan bermanfaat.

Denpasar, 1 Agustus 2017

Penulis
DAFTAR ISI

ETIKA LABORATORIUM ....................................................................... 1

ATURAN PRAKTIKUM DI LABORATORIUM KIMIA KLINIK ...................... 5

PEMERIKSAAN MAKROSKOPIS, KIMIA DAN MIKROSKOPIS URINE

Organolepis Urine ................................................................... 12

Berat jenis Urine ..................................................................... 14

Protein Urine Kualitatif ............................................................ 17

Protein Urine Kuantitatif .......................................................... 19

Glukosa Urine Metode Fehling .................................................. 20

Glukosa Urine Metode Benedict ................................................ 21

Aseton dalam Urine ................................................................ 23

Bilirubin Urine Cara Harrison .................................................... 26

Urobilin Urine Cara Schlezinger ................................................ 27

Urobilinogen Urine Cara Ehrlich ................................................ 28

Sedimen Urine ........................................................................ 29

PEMERIKSAAN MAKROSKOPIS, KIMIA DAN MIKROSKOPIS CAIRAN SENDI

………............................................................................................... 33

PEMERIKSAAN MAKROSKOPIS, KIMIA DAN MIKROSKOPIS CAIRAN OTAK

………................................................................................................ 35

PEMERIKSAAN MAKROSKOPIS, KIMIA DAN MIKROSKOPIS CAIRAN

LAMBUNG ………................................................................................ 42
PEMERIKSAAN MAKROSKOPIS, KIMIA DAN MIKROSKOPIS CAIRAN SEMEN

………................................................................................................ 45

PEMERIKSAAN MAKROSKOPIS, KIMIA DAN MIKROSKOPIS FESES

………................................................................................................ 57

PUSTAKA ........................................................................................ 71
ETIKA LABORATORIUM

Definisi etika (ethics) adalah prinsip untuk melakukan segala sesuatu


dengan tingkah laku yang baik dan benar. Dalam tatanan etika
laboratorium medic (klinik), personel profesional laboratorium medik
terikat dengan kode etik berkaitan dengan profesi. Disamping
itu, laboratorium harus tidak mengikatkan diri dalam praktek yang dilarang
oleh hukum dan hendaknya menegakkan reputasi profesinya. Pada
hakekatnya di setiap negara, etika laboratorium medik ini mempunyai
aturan atau persyaratan yang berbeda satu sama lain.
Prinsip umum etika pelayanan kesehatan adalah bahwa keselamatan
pasien adalah yang utama. Dalam hal ini dapat diartikan bahwa
laboratorium hendaknya menjamin bahwa keselamatan dan kepentingan
pasien selalu menjadi pertimbangan utama dan diletakkan lebih tinggi.
Disamping itu, laboratorium hendaknya memperlakukan semua pasien
secara adil dan tanpa diskriminasi.
Ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan didalam etika
laboratorium klinik/medik yang antara lain :
Pengumpulan Informasi
 Laboratorium hendaknya mengumpulkan informasi yang
memadai untuk identifikasi pasien secara tepat, tetapi
hendaknya tidak mengumpulkan informasi pribadi yang tidak
perlu.
 Keselamatan staf dan pasien merupakan sesuatu yang utama
bila kemungkinan terdapat penyakit menular.
Pengambilan Sampel Primer
 Semua prosedur yang dilakukan pada pasien memerlukan
persetujuan pasien.
 Dalam situasi darurat, persetujuan dapat menjadi tidak
mungkin dan dalam keadaan tersebut dapat dilakukan prosedur
yang diperlukan, asalkan merupakan yang terbaik bagi pasien.
 Privasi yang layak selama pengambilan sampel hendaknya
tersedia dan sesuai dengan jenis sampel primer yang sedang
dikumpulkan serta informasi yang diminta.
 Jika sampel primer diterima laboratorium dalam kondisi yang
tidak sesuai dengan pemeriksaan yang diminta, hendaknya
dibuang dan dokter perujuk diberitahu.
Kinerja Pemeriksaan
 Semua pemeriksaan laboratorium hendaknya dilakukan
menurut standar yang tepat dan dengan tingkat keahlian dan
kompetensi profesi yang diharapkan.
 Segala bentuk pemalsuan hasil sama sekali tidak dapat
diterima.
 Dalam situasi dimana ahli patologi atau laboratorium dapat
menentukan volume pekerjaan untuk pemeriksaan yang
diminta (misalnya jumlah blok yang dapat dipotong dari
spesimen histologi), pemilihan hendaknya yang paling layak
untuk situasi tersebut.
Pelaporan Hasil
 Hasil pemeriksaan laboratorium yang diberikan ke pasien
adalah bersifat rahasia kecuali jika pengungkapan hal tersebut
disetujui pasien atau dipersyaratkan oleh peraturan
perundangan.
 Keputusan yang berkenaan dengan pernyataan persetujuan
mengenai pelaporan hasil ke pihak lain (misalnya: praktisi
konsultan dimana pasien tersebut dirujuk) hendaknya dilakukan
dengan hati-hati dan dengan mempertimbangkan tata cara
setempat.
 Laboratorium mempunyai tanggung jawab tambahan untuk
menjamin, sejauh mungkin, pemeriksaan diinterpretasikan
dengan benar dan digunakan untuk kepentingan terbaik pasien.
Penyimpanan dan Retensi Rekaman Medik
 Laboratorium hendaknya menjamin bahwa informasi disimpan
sedemikian hingga terdapat perlindungan yang layak terhadap
kehilangan, akses oleh yang tidak berwenang, dan
penyalahgunaan lainnya.
 Retensi rekaman medik dapat diatur dengan berbagai
persyaratan wajib atau perundang-undangan dalam negara
yang berbeda dan persyaratan tersebut perlu dipertimbangkan
bersama dengan lembaga profesional yang relevan.
Perhatian yang berkaitan dengan liabilitas hukum untuk jenis
prosedur tertentu (misalnya pemeriksaan histologi) dapat
mempersyaratkan retensi rekaman bahan tertentu untuk
periode yang lebih panjang daripada rekaman atau sampel
lainnya
Akses ke Rekaman Laboratorium Medik
Pada prinsipnya, tata cara akses antara satu negara dengan negara
lainnya belum tentu sama. Pada kebanyakan negara, akses pada
umumnya tersedia untuk :
a) orang yang meminta pemeriksaan
b) staf laboratorium, jika diperlukan
c) individu berwenang lainnya
 Laboratorium hendaknya mengembangkan protokol yang
ditujukan untuk menangani permintaan yang berbeda sesuai
dengan hukum dan tata cara setempat.
Penggunaan Sampel untuk Tujuan Pemeriksaan Selain yang
Diminta
 Penggunaan sampel tanpa persetujuan untuk kegunaan selain
daripada yang diminta hendaknya hanya terjadi jika residu
sampel dibuat tidak dikenal dan dengan mempertimbangkan
implikasi hukum.
 Aturan nasional, regional atau lokal yang relevan dan
persyaratan komite etika hendaknya diperhatikan.
Pengaturan Keuangan
 Laboratorium medik hendaknya tidak masuk ke dalam
pengaturan finansial dengan praktisi perujuk atau lembaga
pembiayaan dimana pengaturan tersebut berlaku sebagai
bujukan bagi pemeriksaan rujukan atau pasien atau
penghubung dengan penilaian independen dari dokter
mengenai apa yang terbaik bagi pasien.
 Bila memungkinkan, ruangan yang digunakan untuk
pengumpulan sampel primer hendaknya benar-benar bebas dan
terpisah dari ruangan praktisi perujuk, tetapi bila hal ini tidak
mungkin, pengaturan finansial dilakukan sesuai dengan praktik
umum komersial.
 Laboratorium hendaknya mencoba menghindari situasi yang
memungkinkan timbulnya konflik kepentingan.
ATURAN PRAKTIKUM
DI LABORATORIUM KIMIA KLINIK

1. KESELAMATAN KERJA DI LABORATORIUM


 KENALI lokasi-lokasi dan cara pengoperasian fasilitas
keselamatan kerja dan keadaan darurat, seperti pemadam
kebakaran, kotak P3K, alarm kebakaran, pintu keluar darurat,
dsb.
 Di laboratorium dilarang untuk makan, minum, merokok,
menerima tamu serta mengobrol.
 Laboratorium hanya untuk mengerjakan percobaan sesuai
dengan prosedur yang tertulis atau diterangkan oleh
koordinator praktikum
 WASPADA Terhadap berbagai kondisi yang tidak aman.
 SEGERA LAPORKAN kondisi-kondisi tak aman kepada
Koordinator Praktikum atau Asisten Praktikum.
2. Peralatan Keselamatan Kerja Pribadi - Pakaian Yang Sesuai
 Pakailah pakaian kerja yang sesuai dengan pekerjaan di
laboratorium. Gunakan selalu jas lab lengan panjang. Gunakan
sepatu tertutup yang layak untuk keamanan bekerja di
laboratorium. Gunakan selalu kaca mata pelindung dan sarung
tangan ketika bekerja dengan zat-zat yang berbahaya dan iritan
 JANGAN PERNAH MENGGUNAKAN KONTAK LENSA ketika
bekerja di laboratorium kimia organik. Gunakanlah selalu
kacamata pelindung yang sesuai.
 Sepatu terbuka, sandal atau sepatu hak tinggi TIDAK BOLEH
digunakan di laboratorium.
 Rambut yang panjang harus selalu diikat dan dimasukkan ke
dalam jas lab untuk menghindari kontak dengan zat-zat
berbahaya, mesin yang bergerak dan nyala api.
 Selalu cuci tangan dan lengan Anda sebelum meninggalkan
laboratorium.
3. Melakukan Percobaan
 JANGAN PERNAH melakukan pekerjaan, penyiapan sampel atau
percobaan TANPA PENGAWASAN supervisor laboratorium
(asisten atau dosen).
 Selalu persiapkan prosedur keselamatan kerja SEBELUM
bekerja di laboratorium. Anda harus mengacu pada Material
Safety Data Sheets (MSDS) setiap kali bekerja dengan zat-zat
kimia tertentu.
 Cek semua peralatan sebelum digunakan. Apabila terdapat
kerusakan, segera laporkan kepada petugas laboratorium untuk
segera diganti/diperbaiki.
 Pilihlah tempat yang tepat untuk melakukan percobaan.
Percobaan yang melibatkan zat-zat berbahaya dan beracun
harus dilakukan di dalam lemari asam.
 DISKUSIKAN selalu setiap perkembangan dalam percobaan
kepada asisten atau dosen pemimpin praktikum.
 JANGAN meninggalkan suatu percobaan tanpa pengawasan,
terutama percobaan yang menggunakan bahan-bahan yang
mudah meledak atau mudah terbakar.
 Jika perlu, TEMPATKAN TANDA BERHATI-HATI DAN NAMA
ANDA di tempat percobaan sedang dilakukan, jika percobaan
yang dilakukan cukup beresiko dan berbahaya.
 Kenakan label nama dan NIM di jas laboratorium agar mudah
untuk dikenali dan dihubungi.
 Lakukan selalu pengecekan terhadap hal-hal yang menunjang
keselamatan kerja setiap kali selesai percobaan. PASTIKAN
semua keran gas, keran air, saluran listrik dan saluran vakum
telah dimatikan sebelum anda meninggalkan laboratorium.
4. BAHAN KIMIA
 Bahan-bahan kimia di laboratorium kimia harus dianggap
beracun dan berbahaya. JANGAN MAKAN DAN MINUM DI
LABORATORIUM! Cucilah tangan Anda setiap akan
meninggalkan laboratorium!
 Selalu nyalakan lemari asam ketika bekerja di laboratorium.
Kerjakan reaksi-reaksi yang melibatkan senyawa yang mudah
menguap dan mudah terbakar di dalam lemari asam!
 Jika Anda menyimpan zat-zat yang mudah menguap di meja
Anda, tutuplah selalu wadah yang digunakan untuk menyimpan
zat tersebut!
 Jika Anda menumpahkan zat kimia di meja Anda, segera
bersihkan dengan lap kering atau tissue. Buanglah tissue atau
lap kotor di tempat sampah yang disediakan di dalam lemari
asam. Jangan buang sampah di dalam wasbak!!
 Jika Anda terkena zat kimia, segeralah cuci dengan sabun dan
bilaslah dengan air yang banyak. KECUALI APABILA ANDA
TERKENA TUMPAHAN/CIPRATAN BROM, FENOL ATAU ASAM
SULFAT PEKAT (H2SO4 PEKAT), HINDARI MEMBILAS DENGAN
AIR!!!
 Jika terkena brom, segeralah bilas dengan anti brom yang
disediakan di laboratorium. Kemudian setelah beberapa saat,
bilaslah dengan air yang banyak.
 Jika terkena fenol, segeralah bilas dengan anti fenol yang
disediakan di laboratorium. Kemudian setelah beberapa saat,
bilaslah dengan air yang banyak.
 Jika terkena asam sulfat pekat, laplah bagian tubuh Anda yang
terkena asam sulfat pekat dengan tissue kering atau lap kering.
Kemudian setelah beberapa saat, cucilah bagian tubuh Anda
dengan air sabun dan air yang banyak.
 Zat-zat kimia berikut sangat iritan, kecuali jika dalam
konsentrasi encer: asam sulfat, asam nitrat, asam hidroklorida
(HCl), asam asetat dan larutan kalium hidroksida dan natrium
hidroksida. Berhati-hatilah!
 Dimetilsulfoksida, walaupun tidak iritan, tapi cepat sekali
terserap oleh kulit. Berhati-hatilah!
5. Penanganan Khusus Zat-zat Beracun dan Berbahaya
 Anda harus mengetahui sifat fisik dan kimia zat-zat yang akan
digunakan dalam setiap percobaan.Baca dan pahami MSDS
tiap-tiap zat!
 Beri label reagen dan sampel yang digunakan.
 Simpan zat-zat kimia di lokasi yang sesuai.
 JANGAN MEMBUANG zat-zat kimia ke wasbak!
 Pindahkan zat-zat kimia sisa, residu atau zat tak terpakai ke
botol-botol atau jerigen yang khusus untuk zat-zat sisa, yang
tersedia di laboratorium.
 JANGAN PERNAH memipet sesuatu dengan mulut!.
 Segera bersihkan setiap tumpahan zat kimia maupun air
dengan lap kering. Laporkan setiap kejadian bila Anda ragu
cara menanggulanginya!
6. KECELAKAAN
 Jika Anda terluka atau mengalami kecelakaan di laboratorium,
beritahu segera dosen jaga praktikum. Segera hubungi pihak
medis jika lukanya cukup serius.

KEWAJIBAN PRAKTIKAN
PERLENGKAPAN PRAKTIKAN disiapkan sebelum memasuki laboratorium
Perlengkapan di bawah ini harus disediakan dan dibawa setiap kali akan
melakukan praktikum.
 Laporan Sementara Paktikum (lihat di petunjuk format
sementara praktikum)
 Memakai jas lab, warna putih, terbuat dari bahan sederhana,
dan disarankan yang berlengan panjang.
 Berpakaian rapi, sopan dan bersepatu (tidak boleh pakai
sandal) dan disarankan memakai kacamata untuk keselamatan
mata Anda.
 Perlengkapan lainnya yang akan banyak membantu kelancaran
kerja anda, antara lain: alat tulis, korek api, lap kain, tissue,
sabun/detergen, pisau lipat, gunting kecil.
 Pereaksi dan peralatan yang diperlukan. Pereaksi di kiri,
peralatan di kanan, dengan cara diurut dari atas ke bawah. Bila
perlu, sertai dengan gambar rangkaian peralatan.
 Diagram percobaan, untuk mempermudah urutan kerja yang
akan dilakukan, dan gambaran percobaan keseluruhannya.
 Cara kerja dan pengamatan Merupakan singkatan prosedur
kerja yang berbentuk kalimat pendek berupa poin-poin
pengerjaan.
TATA ALIRAN KERJA DAN PENGATURAN LAB
 Semua praktikan pada hari pelaksanaan praktikum, menunggu
waktu masuk lab, kemudian masuk laboratorium dengan tertib
 Tanda waktu masuk tepat sesuai jadwal. Praktikan langsung
masuk, mengumpulkan laporan praktikum sebelumnya dan
mengisi daftar hadir/absensi, kemudian menuju meja masing-
masing.
 Diwajibkan mengikuti penjelasan dari pemimpin kelompok atau
asisten yang ditunjuk (sekitar 15 menit)
 Mengajukan bon peminjaman peralatan yang diperlukan,
misalnya termometer, buret, dll., kepada petugas di lab.
 Asisten akan membantu untuk mengatur permintaan keperluan
zat/pereaksi yang diperlukan untuk percobaan pada hari
tersebut.
 Selesai menerima penjelasan praktikum, praktikan kembali ke
meja masing-masing, dilanjutkan dengan peminjaman alat dan
pengambilan bahan-bahan kimia yang diperlukan di tempat
yang disediakan secara bergiliran. Kemudian pemasangan
peralatan, yang terlebih dahulu dibersihkan atau dikeringkan.
 Bekerjalah dengan tenang, cepat dan tanpa ragu-ragu.
 Bilamana menghadapi kesulitan atau keraguan, janganlah
segan-segan untuk menanyakan kepada asisten kelompoknya.
 Peralatan yang dipakai bersama dan akan diletakkan oleh
petugas pada tempat-tempat yang telah ditentukan.
 Baca dan pahami prosedur percobaan ketika bekerja di lab. Jika
Anda tidak mengerti, bertanyalah pada asisten atau dosen
pemimpin praktikum. Bekerja tanpa memahami akan
mengakibatkan kecelakaan fatal!!
 Setelah selesai percobaan laporkan dan seerahkan hasil
percobaan (sintesis), yang ditempatkan dalam botol kecil yang
bersih dan diberi label yang berisi nama, NIM, kelompok, nama
zat, beratnya dan data fisik.
 Buatlah laporan sementara yang di acc oleh asisen
laboratorium.
 Kembalikan semua alat yang dipinjam pada hari tersebut dalam
keadaan bersih dan kering, diperiksa petugas mengenai
keutuhan dan jumlahnya. Laporkan juga semua kerusakan alat
yang anda lakukan kepada petugas
 Campuran reaksi/zat supaya dipindahkan ke tempat/labu
kepunyaan sendiri, tutup dengan baik dan diberi
tulisan/peringatan. Jagalah dari kemungkinan tertumpah atau
terbakar.
 Waktu untuk pulang, bersihkanlah meja dan lantai tempat anda
bekerja sebelum anda pulang. Apabila ada percobaan yang
belum selesai dan perlu dilanjutkan hari berikutnya harus
mendapat persetujuan dosen.
 Setelah selesai pratikum Anda harus sudah mengecek:
- Apakah alat-alat yang dipinjam pada hari itu sudah
dikembalikan?
- Apakah tempat/meja kerja Anda (dan lantai) sudah bersih
kembali?
- Apakah laporan sementara Anda sudah di-
acc/ditandatangan oleh asisten?
- Apakah kran air dan listrik di meja Anda sudah dimatikan?
 Jika sudah selelsai, dipersilakan meninggalkan lab
PEMERIKSAAN MAKROSKOPIS, KIMIA DAN MIKROSKOPIS
SAMPEL URINE

Urinalisis adalah pemeriksaan sampel urin untuk tujuan skrining, diagnosis


evaluasi berbagai jenis penyakit ginjal, infeksi saluran kemih, batu ginjal,
dan memantau perkembangan penyakit seperti diabetes melitus dan
tekanan darah tinggi (hipertensi), dan skrining terhadap status kesehatan
umum.
1. Organoleptis Urine
Warna Urine
Urin normal yang baru dikeluarkan tampak jernih sampai sedikit berkabut
dan berwarna kuning oleh pigmen urokrom dan urobilin. Intensitas warna
sesuai dengan konsentrasi urin; urin encer hampir tidak berwarna, urin
pekat berwarna kuning tua atau sawo matang.
Kelainan pada warna, kejernihan, dan kekeruhan dapat mengindikasikan
kemungkinan adanya infeksi, dehidrasi, darah di urin (hematuria),
penyakit hati, kerusakan otot atau eritrosit dalam tubuh. Obat-obatan
tertentu dapat mengubah warna urin. Beberapa keadaan yang
menyebabkan warna urin adalah :
- Merah: hemoglobin, mioglobin, porfobilinogen, porfirin.
Penyebab nonpatologik: banyak macam obat dan zat warna, bit,
rhubab (kelembak), senna.
- Oranye: pigmen empedu.
Penyebab nonpatologik: obat untuk infeksi saliran kemih (piridium),
obat lain termasuk fenotiazin.
- Kuning: urin yang sangat pekat, bilirubin, urobilin.
Penyebab nonpatologik: wotel, fenasetin, cascara, nitrofurantoin.
- Hijau: biliverdin, bakteri (terutama Pseudomonas).
Penyebab nonpatologik: preparat vitamin, obat psikoaktif, diuretik.
- Biru: tidak ada penyebab patologik.
Pengaruh obat: diuretik, nitrofuran.
- Coklat Penyebab patologik : hematin asam, mioglobin, pigmen
empedu. Pengaruh obat: levodopa, nitrofuran, beberapa obat sulfa.
- Hitam atau hitam kecoklatan: melanin, asam homogentisat,
indikans, urobilinogen, methemoglobin.
Pengaruh obat: levodopa, cascara, kompleks besi, fenol.
Bau Urine
Urine baru, pada umumnya tidak berbau keras. Baunya disebut pesing,
disebabkan karena adanya asam-asam yang mudah menguap. Bau urine
dapat dipengaruhi oleh makanan/ minuman yanga dikonsumsi. Apabila
urine dibiarkan lama, maka akan timbul bau amonia, sebagai hasil
pemecahan ureum. Aceton memberikan bau manis dan adanya kuman
akan memberikan bau busuk pada urine.
Volume Urine
Pada orang dewasa, normal produksi urine sekitar 1,5 L dalam 24 jam.
Jumlah ini bervariasi tergantung pada : luas permukaan tubuh, konsumsi
cairan, dan kelembaban udara/ penguapan.
Volume Urine Abnormal
- Poliurea: volume urine menigkat, dijumpai pada keadaan seperti :
Diabetes, Nefritis kronik, beberapa penyakit syaraf, edema yang
mulai pulih.
- Oliguria: volume urine berkurang, dapat dijumpai pada keadaan
seperti penyakkit ginjal, dehidrasi, sirosis hati.
- Anuria: tidak ada produksi urine, dapat terjadi pada keadaan-
keadaan seperti circulatory collaps (sistolik < 70 mmHg), acute
renal failure, keracunan sublimat, dll.
- Residual urine (urine sisa): volume urine yang diperoleh dari
kateterisasi setelah sebelumnya pasien disuruh kencing sepuas-
puasnya.
Buih pada Urine
Bila urine dikocok akan timbul buih, bila buih berwarna kuning, dapat
disebabkan oleh pigmen empedu (bilirubin), atau phenylazodiamino-
pyridine. Adanya buih juga dapat disebabkan karena adanya sejumlah
besar protein dalam urin (proteinuria).
Kekeruhan pada Urine
Urine baru dan normal pada umumnya jernih. Kekeruhan biasanya terjadi
karena kristalisasi atau pengendapan urat (dalam urin asam) atau fosfat
(dalam urin basa). Kekeruhan juga bisa disebabkan oleh bahan selular
berlebihan atau protein dalam urin.
Adanya kekeruhan pada urine umumnya disebabkan karena :
- Fosfat Amorf : warna putih, hilang bila diberi asam, terdapat pada
urine yang alkalis.
- Urat amorf : warna kuning coklat, hilang bila dipanaskan, terdapat
pada urine yang asam
- Darah : warna merah sampai coklat
- Pus : seperti susu, menjadi jernih setelah disaring
- Kuman : pada umumnya akan tetap keruh setelah disaring ataupun
dipusingkan. Pada Urethritis terlihat benang-benang halus.

2. Berat Jenis Urine


A. Tujuan
Untuk menentukan berat jenis dari urine
B. Metode
Penentuan berat jenis urin dilakukan dengan menggunakan
urometer. Urometer yang sudah ditera terhadap aquadest
dimasukkan ke dalam gelas ukur yang berisi ¾ bagian sampel urine
(buih yang timbul dihilangkan). Urometer dimasukkan dengan cara
memutar sumbu panjangnya sehingga menghindari kontak dengan
dinding. Pembacaan skala dilakukan pada meniskusnya di mana
satu strip sama dengan 0,001. Kalibrasi terhadap suhu dilakukan
pada urometer, dimana kenaikan suhu 3oC hasil pembacaan
ditambahkan dengan 0,001 (Oka,1998).
C. Prinsip Pemeriksaan
Pemeriksaan berat jenis urin berhubungan dengan faal pemekatan
ginjal. Semakin pekat urin semakin tinggi berat jenisnya dan
begitupula sebaliknya, semakin encer urin maka semakin rendah
berat jenisnya. Berat jenis urin normal antara 1,003 - 1,030. Berat
jenis urin berhubungan erat dengan diuresa, semakin besar diuresa
semakin rendah berat jenisnya dan begitupula sebaliknya, semakin
kecil diuresa semakin tinggi berat jenisnya. Berat jenis urin kurang
dari 1,003 dapat disebabkan oleh intake cairan yang berlebihan,
hipotermi, alkalosis dan kegagalan ginjal kronik (Wirawan dkk.,
1983). Sedangkan urin yang mempunyai berat jenis 1,030 atau
lebih, dapat dijumpai pada penderita dengan proteinuria, diabetes
mellitus (DM), dan dehidrasi (Oka, 1998).
D. Alat dan bahan
 Urometer
 Tabung reaksi
 Gelas ukur
 Sampel urin
 Sarung tangan
 Masker
 Tissue
E. Cara Kerja
1. Tera dahulu urometer terhadap aquadest (BJ 1,000)
2. Apabila pada pembacaan ini tidak sama dengan 1,000,
misalnya 1,005 maka hasil pembacaan terakhir harus
dikurangi dengan 0,005.
3. Gelas ukur diisi dengan ¾ bagian urin dan diletakkan pada
tempat datar
4. Buih dihilangkan agar tidak mengganggu pengukuran
5. Urometer dimasukkan ke dalam gelas ukur dengan cara
memutar pada sumbu panjangnya. Jangan sampai urometer
menyentuh atau menempel pada dinding bagian dalam gelas
ukur.
6. Diamati strip yang terangkat dipermukaan dan dibaca bagian
miniskusnya dimana 1 strip = 0,001
7. Dihitung Bj dari sampel urin

Ket.
FK = faktor koreksi
Tk = temperatur cairan yang diukur
Tp = temperatur peneraan (tetera di urometer)

Koreksi
 Terhadap temperatur/suhu
Setiap urometer ditera pada suhu tertentu (lihat urometer), dan
perhatikan suhu kamar pada saat saudara bekerja dan catat.
Setiap kenaikan suhu 3oC maka pembacaan hendaknya di tambah-
kan dengan 0,001.
 Terhadap Pengenceran
Apabila dilakukan pengenceran maka dua angka terakhir pada saat
pembacaan hendaknya dikalikan dengan angka pengenceran.
Pengenceran tidak boleh lebih dari 3 kali.
 Terhadap Protein dan Glukosa
Tiap g% protein maupun glukosa yang dikandung oleh urine maka BJ
terbaca harus dikurangi dengan 0,003.

F. Nilai normal
Berat jenis urin normal antara 1,003 - 1,030.

3. Pemeriksaan Protein Urine Kualitatif


A. Tujuan
Untuk mengetahui kadar protein dalam urine secara kualitatif
B. Metode
Untuk menguji secara kualitatif protein dalam urine dilakukan
dengan merebus urine dalam suasana asam menggunakan asam
asetat 6%, positif jika muncul endapan atau kekeruhan pada
larutan uji
C. Prinsip Pemeriksaan
Protein dalam susunan asam lemah, bila dipanaskan akan
mengalami denaturasi
D. Alat dan bahan
 Tabung reaksi
 Asam asetat 6%
 Api Bunsen
 Sampel urine
 Penjepit kayu
 Spuite
E. Cara Kerja
1. Diambil urine sebanyak 5 cc dengan menggunakan spuite
2. Dimasukkan urine ke dalam tabung reaksi
3. Dipanaskan diatas api Bunsen dengan keadaan tabung reaksi
miring (untuk mencegah letupan) hingga mendidih.
4. Diamati perubahan warna yang terjadi
5. Dipanaskan kembali tabung reaksi tersebut setelah ditetesi
asam asetat 6%sebanyak 3 tetes hingga mendidih
6. Dibiarkan dingin dan dibaca hasilnya berdasarkan tabel dibawah
ini
F. Nilai normal dan Interpretasi
- Tetap jernih dibandingkan urine kontrol
+1 Tampak kekeruhan minimal, dimana huruf cetak pada kertas
masih dapat terbaca, menembus kekeruhan ini
u nt t t f - 0,059%)
+2 Kekeruhan nyata dengan butir-butir halus, garis tebal
dibaliknya masih dapat terlihat
u nt t t f - 0,209%)
+3 Tampak gumpalan -gumpalan nyata
u nt t t f - 0,509%)
+4 Tampak gumpalan -gumpalan besar dan membeku
(kuantitatif > 0,059%)
4. Pemeriksaan Protein Urine Kuantitatif (Esbach)
A. Tujuan
Untuk menguji kadar protein dalam urin secara kuantitatif
B. Metode
Uji Esbach merupakan pemeriksaan untuk menilai kadar protein
dalam urine (proteinuria). Pada uji ini, pemeriksaan urine dengan
cara mencapurkan larutan asam pikrat 1% dalam air dan larutan
asam sitrat 2% dalam air dengan urine. Asam sitat ini hanya
digunakan untuk menjaga keasaman cairan. Hasil positif dilihat
dengan adanya kekeruhan dan tingkat kekeruhan sesuai dengan
jumlah protein (Kurniati,2010)
C. Prinsip Pemeriksaan
Asam pikrat dapat mengandapkan protein dan endapan ini dapat
diukur secara kuantitatif.
D. Alat dan bahan
 Tabung Esbach
 Sampel Urine 24 jam
 Reagent esbach :
Asam Pikrat 10
Asam Sitrat 10
Aquadest 1 Lt
E. Cara Kerja
1. Dilakukan pengukuran pH urine dengan menggunakan kertas
lakmus merah pada urine
2. Jika diketahui urine sudah bersifat asam (kertas lakmus merah
tidak berubah warna) maka tidak perlu penambahan asam
asetat 6%.
3. Diisi tabung Esbach dengan urine sampai tanda U dan reagen
esbach sampai tanda R
4. Tutup tabung Esbach dengan gabus penutupnya, bolak balik
beberapa kali agar urine dan reagen Esbach tercampur baik,
biarkan pada suhu kamar selama 24 jam.
5. Baca tingginya endapan yang terjadi setelah 24 jam dalam
satuan g/L, misalnya a g/L.
6. Pada praktikum biasanya ditambahkan serbuk Barium Sulfat
(untuk mempercepat pengendapan) ditutup tabung dan kocok
kembali. Ditunggu 30 menit hingga terbentuk endapan dan
diukur tinggi endapan
Perhitungan Protein Loss
Volume urine : V L/24 jam
Tinggi endapan : a g/L
Jadi protein loss = a g/L X V L/24 jam
= aV g/24 jam.

5. Pemeriksaan Glukosa Urine Metode Fehling


A. Tujuan
Untuk memeriksa adanya kandungan glukosa dalam sampel urine
B. Metode
Tes glukosa urine dilakukan dengan menggunakan metode fehling
C. Prinsip Pemeriksaan
Dalam suasana alkali, glukosa mereduksi kupri menjadi kupro
kemudian membentuk Cu2O yang mengendap dan berwarna
merah. Intensitas warna merah dari ini secara kasar menunjukkan
kadar glukosa dalam urine yang diperiksa
D. Alat dan bahan
 Tabung reaksi
 Api bunsen
 Pipet ukur
 Ball filler
 Reagen Fehling A dan Fehling B
 Sampel urine
E. Cara Kerja
1. Diambil 2 mL larutan Fehling A dan 2 mL larutan Fehling B
2. Larutan dihomogenkan
3. Dilakukan uji terhadap masing-masing urin dimana 1 mL
campuran Fehling A dan Fehling B dimasukkan ke dalam
tabung reaksi kemudian ditambahkan sampel urin sebanyak
0,5 mL
4. Larutan dicampur
5. Dipanaskan dengan api bunsen hingga mendidih
6. Perubahan warna yang terjadi diamati
F. Nilai normal dan Interpretasi
(-) : biru / hijau keruh
(+) : keruh dan warna hijau agak kuning
( ++ ) : kuning kehijauan dengan endapan kuning
( +++ ) : kuning kemerahan dengan endapan kuning
merah
( ++++ ) : larutan merah bata / merah jingga

6. Pemeriksaan Glukosa Urine Metode Benedict


A. Tujuan
Untuk memeriksa adanya kandungan glukosa dalam sampel urine
B. Metode
Tes glukosa urine dilakukan dengan menggunakan metode
benedict
C. Prinsip Pemeriksaan
Dalam suasana alkali, glukosa mereduksi kupri menjadi kupro
kemudian membentuk Cu2O yang mengendap dan berwarna
merah. Intensitas warna merah dari ini secara kasar menunjukkan
kadar glukosa dalam urine yang diperiksa
D. Alat dan bahan
 Tabung reaksi
 Api bunsen
 Reagen Benedict dengan komposisi:
CuSO4 17,3
Na Citrate 173
Na Carbonat 100
Aquadest ad 1.000 ml
 Sampel urine
E. Cara Kerja
1. Masukkan 5 ml reagen Benedict dan 8 tetes urine (2,5 ml
reagen Benedict dengan 4 tetes urine) ke dlam tabung reaksi
2. Kocok, kemudian dipanaskan sampai mendidih di atas api
Bunsen
3. Atau dapat dimasukkan ke dalam penangas air dengan air
yang telah mendidih selama 5 menit
4. Biarkan dingin, amati perubahan warna yang terjadi
F. Nilai normal dan Interpretasi
(-) : Tetap biru atau hijau keruh
(+) : Keruh, warna hijau agak kuning
( ++ ) : Kuning kehijauan dengan endapan kuning
( +++ ) : Kuning kemerahan, dengan endapan kuning
merah
( ++++ ) : Merah jingga sampai merah bata
7. Pemeriksaan Aseton Dalam Urine
Badan keton diproduksi ketika karbohidrat tidak dapat digunakan
untuk menghasilkan energi yang disebabkan oleh gangguan
metabolisme karbohidrat (mis. diabetes mellitus yang tidak
terkontrol), kurangnya asupan karbohidrat (kelaparan, diet tidak
seimbang : tinggi lemak – rendah karbohidrat), gangguan absorbsi
karbohidrat (kelainan gastrointestinal), atau gangguan mobilisasi
glukosa, sehingga tubuh mengambil simpanan asam lemak untuk
dibakar. Badan keton terdiri dari 3 senyawa, yaitu aseton, asam
seot set t d n s m β-hidroksibutirat, yang merupakan produk
metabolisme lemak dan asam lemak yang berlebihan. Asam
seto set t d n s m β-hidroksibutirat merupakan bahan bakar
respirasi normal dan sumber energi penting terutama untuk otot
jantung dan korteks ginjal. Apabila kapasitas jaringan untuk
menggunakan keton sudah mencukupi maka akan diekskresi ke
dalam urine, dan apabila kemampuan ginjal untuk mengekskresi
keton telah melampaui batas, maka terjadi ketonemia. Peningkatan
kadar keton dalam darah akan menimbulkan ketosis sehingga dapat
menghabiskan cadangan basa (mis. bikarbonat, HCO3) dalam tubuh
dan menyebabkan asidosis. Pada ketoasidosis diabetik, keton serum
meningkat hingga mencapai lebih dari 50 mg/dl. Keton memiliki
struktur yang kecil dan dapat diekskresikan ke dalam urin. Namun,
kenaikan kadarnya pertama kali tampak pada plasma atau serum,
kemudian baru urin. Ketonuria (keton dalam urin) terjadi akibat
ketosis. Benda keton yang dijumpai di urine terutama adalah aseton
dan asam asetoasetat. Benda keton yang dijumpai di urine terutama
adalah aseton dan asam asetoasetat. Ketonuria disebabkan oleh
kurangnya intake karbohidrat (kelaparan, tidak seimbangnya diet
tinggi lemak dengan rendah karbohidrat), gangguan absorbsi
karbohidrat (kelainan gastrointestinal), gangguan metabolisme
karbohidrat (mis. diabetes), sehingga tubuh mengambil kekurangan
energi dari lemak atau protein, febris.
a. Tujuan
Mahasiswa dapat mengetahui prosedur pemeriksaan aseton urine
dengan metode rothera
b. Metode
Metode Rothera
c. Prinsip
Aseton yang terdapat dalam sampel urine bereaksi dengan Na-
Nitroferry cyanide dalam suasana basa menghasilkan cincin
berwarna ungu. Makin cepat terjadi warna ungu dan makin tua
warnanya menggambarkan makin tinggi konsentrasi keton dalam
urine.
d. Alat & Bahan
Alat :
 Beaker glass
 Pipet ukur
 Pipet tetes
 Tabung reaksi
 Rak tabung reaksi
 Container urine
 Ball pipet
 Botol semprot
Bahan :
 Sampel urine
 Amonia pekat
 Bubuk ammonium sulfat
 Na nitropruside 20%
e. Cara Kerja
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2. Dipipet 5 ml urine ke dalam tabung reaksi
3. Bubuk ammonium sulfat ditambahkan untuk mengasamkan,
dikocok tabung beberapa kali
4. Ditambahkan 2-3 tetes larutan Na-Nitroferry cyanide
5. Dituangkan Amonia pekat lewat dinding tabung sehingga
terbentuk suatu lapisan dengan campuran isi tabung
sebelumnya
6. Dibiarkan tabung reaksi tegak selama 5 menit
7. Dibaca hasilnya.

f. Interpretasi Hasil
 Jika urine mengandung aseton, maka antara perbatasan
kedua lapisan akan terbentuk cincin berwarna unggu
 Derajat positivitasnya tergantung kepada kecepatan
terbentuknya cincin unggu tadi.
Faktor yang Dapat Mempengaruhi Hasil Laboratorium
 Diet rendah karbohidrat atau tinggi lemak dapat menyebabkan
temuan positif palsu
 Obat tertentu
 Sampel urin yang diperiksa haruslah urine yang segar . Urin
disimpan pada temperature ruangan dalam waktu yang lama dapat
menyebabkan hasil uji negaif palsu.
 Kualitas ammonia pekat yang digunakan harus baik, dan saat
penambahannya harus melalui dinding tabung.
 Sesaat setelah penambahan ammonia pekat, sampel tidak boleh
dikocok agar lapisan yang terbentuk tidak pecah, selain itu sampel
yang telah ditambahkan ammonia pekat dibiarkan tegak selama 5
menit agar terbentuk cincin ungu yang stabil.
 Adanya bakteri dalam urin dapat menyebabkan kehilangan asam
asetoasetat
 Anak penderita diabetes cenderung mengalami ketonuria daripada
penderita dewasa.

8. Pemeriksaan Billirubin Urine Cara Harrison


A. Prinsip:
Bilirubin dapat mereduksi feri klorida menjadi senyawa yang
berwarna hijau. Sebelumnya bilirubin diabsorpsikan pada endapan
BaCl2 dalam urine.
B. Alat & Bahan :
 Tabung reaksi
 Kertas saring
 Pipet Pasteur
 BaCl2 10%
 Reagen Fouchet, dengan komposisi :
Trichloro acetic acid (TCA) 25g
Aquadest ad 100 ml
Larutan feri klorida 10 ml
(10 g FeCl3 dalam 100 ml aquadest)
C. Cara Kerja :
1. Ambil 3 ml urine dan campur dengan larutan BaCl2 10%
dengan volume yang sama banyak
2. Saring
3. Filtratnya disimpan untuk percobaan urobilin
4. Residunya yang berada pada kertas saring kemudian ditetesi
dengan reagen Fouchet 1-2 tetes dan perhatikan perubahan
warna yang terjadi
D. Interpretasi Hasil :
 Negatif : tidak terjadi perubahan warna atau agak coklat
 Positif : terbentuk warna hijau yang makin lama makin jelas

9. Pemeriksaan Urobilin Urine Cara Schlezinger


A. Prinsip
Urobilin + Zinc Acetat dalam alkohol  fluoresensi warna hijau
B. Alat dan Bahan
 Tabung reaksi
 Kertas saring
 Reagen Schlezinger yang terdiri dari:
Suspensi jenuh zinc acetat dalam alkohol (Reagen
Schlezinger)
Ammonia liquidum
Tinctura iodii sipirit 1%
C. Cara Kerja
1. Ambil filtrat dari reaksi Harrison sebanyak 3 ml
2. Tambahkan reagen Schlezinger dalam jumlah yang sama
3. Kemudian tetesi dengan 1-2 tetes ammonia
4. Kocok, lalu saring sampai jernih
5. Filtrat yang diperoleh amati dengan sinar tidak langsung
dalam kotak urobilin

D. Interpretasi
Positif (+) : fluoresensi berwarna hijau
CATATAN
- Urobilin setelah dioksidasi akan menajdi urobilin sehingga juga
akan memberikan reaksi positif. Oleh karena itu setelah ditetesi
iodium seringkali akan tampak lebih jelas warna hijaunya.
- Untuk pemeriksaan urobilinogen tes hendaknya segera dikerjakan,
paling tidak 30 menit setelah sampling.
- Garam-garam empedu sering akan mengganggu reaksi ini.
Dengan penambahan BaCl2 maka akan terjadi endapan yang
mengabsorpsi garam ini
- Forfobilinogen juga memberikan reaksi positif
Tambahkan 2 ml khloroform lalu kocok.
Bila warna merah pindah dibagian bawah khloroform berarti urobilinogen.
Tetapi bila tetap dibagian atas berarti forfobilinogen.

10. Pemeriksaan Urobilinogen Urine Cara Ehrlich


A. Prinsip
Urobilinogen + paradimethyl aminobenzaldehyde dalam HCl 
warna merah
B. Alat dan Bahan
Tabung reaksi
Reagen Ehrlich (paradimethyl aminobenzaldehyde 2% dalam HCL
50%)
C. Cara kerja
1. Ambil sebanyak 5 ml urine, masukkan ke dalam sebuah tabung
reaksi
2. Tambahkan ke dalamnya 10-12 tetes reagen Ehrlich
3. Kocok, tunggu selama 5 menit
D. Interpretasi
Positif (+) : terbentuk warna merah
11. Pemeriksaan Sedimen Urine
A. Tujuan
Menemukan adanya unsur - unsur organik dan anorganik dalam
urine secara mikroskopis
B. Metode
Pemeriksaan secara mikroskopik
C. Prinsip Pemeriksaan
Urine mengandung elemen - elemen sisa hasil metabolisme didalam
tubuh, elemen tersebut ada yang secara normal dikeluarkan secara
bersama - sama urine tetapi ada pula dikeluarkan pada keadaan
tertentu. Elemen - elemen tersebut dapat dipisahkan dari urine
dengan jalan dicentrifuge. Elemen akan mengendap dan endapan
dilihat dibawah mikroskop
D. Alat dan bahan
 Tabung reaksi
 Object glass
 Cover glass
 Mikroskop
 Centrifuge (+ tabung centrifuge)
 Sampel urine
E. Cara Kerja
1. Sampel urin dihomogenkan dulu kemudian dipindahkan ke
dalam tabung centrifuge sebanyak 10 ml.
2. Centrifuge dengan kecepatan relatif rendah (sekitar 1500 -
2000 rpm) selama 5 menit.
3. Tabung dibalik dengan cepat (decanting) untuk membuang
supernatant sehingga tersisa endapan kira-kira 0,2-0,5 ml.
4. Endapan diteteskan ke gelas obyek dan ditutup dengan
cover glass.
5. Endapan pertama kali diperiksa di bawah mikroskop dengan
perbesaran rendah menggunakan lensa obyektif 10X,
disebut lapang pandang lemah (LPL) atau low power field
(LPF) untuk mengidentifikasi benda-benda besar seperti
silinder dan kristal.
6. Selanjutnya, pemeriksaan dilakukan dengan kekuatan tinggi
menggunakan lensa obyektif 40X, disebut lapang pandang
kuat (LPK) atau high power field (HPF) untuk
mengidentifikasi sel (eritrosit, lekosit, epitel), ragi, bakteri,
Trichomonas, filamen lendir, sel sperma. Jika identifikasi
silinder atau kristal belum jelas, pengamatan dengan lapang
pandang kuat juga dapat dilakukan.
F. Nilai normal dan Interpretasi

Dilaporkan Normal + ++ +++ ++++

Eritrosit/LPK 0-3 4-8 8-30 lebih dari 30 penuh

Leukosit/LPK 0-4 5-20 20-50 lebih dari 50 penuh

Silinder/Kristal/LPL 0-1 1-5 5-10 10-30 lebih dari 30

Keterangan :
Khusus untuk kristal Ca-oxallate : + masih dinyatakan normal; ++ dan
+++ sudah dinyatakan abnormal.
Unsur - unsur organik dan anorganik dalam urine

Sel Epitel Tubulus Sel Skuamosa Epitel

Silinder Eritrosit
Silinder Hialin

Silinder Lilin (Waxy Sel – sel ragi


Cast)
Trichomonas vaginalis
Kalsium oksalat

Asam urat

Ammonium urat Kristal Sulfasalazin

Kristal Sulfonamide
PEMERIKSAAN MAKROSKOPIS, KIMIA DAN MIKROSKOPIS
CAIRAN SENDI

A. Tujuan
1. Tujuan Instruksional Umum
Mahasiswa mampu mengetahui cara pemeriksaan cairan sendi.
2. Tujuan Instruksional Khusus
1. Mahasiswa dapat melakukan pemeriksaan cairan sendi
2. Mahasiswa dapat menginterpretasikan hasil pemeriksaan
cairan sendi secara makroskopis dan mikroskopis
B. Metode
Metode yang digunakan adalah metode makroskopis dan
mikroskopis.
C. Prinsip
Sampel cairan sendi di homogenkan lalu diperiksa secara
makroskopis, cairan sendi sebanyak 3 ml disentrifuge dan diambil
endapannya dan diteteskan pada objek glas dan ditutup dengan
menggunakan cover glass kemudian diamati pada mikroskop dengan
pembesaran objektif 40X.
D. Alat dan Bahan
Alat:
 Centrifuge
 Objek glass
 Cover glass
 Pipet tetes
 Mikroskop
 Tabung centrifuge
Bahan:
 Sampel cairan sendi
 pH stick
 Aquadest
 Giemsa
E. Cara Kerja
1. Alat dan bahan disiakan
2. Cairan sendi diperiksa secara mikroskopis meliputi :
a. Warna
b. pH
c. Bekuan
d. Viskositas
3. Sampel cairan sendi sebanyak 3 ml dimasukan kedalam
tabung sentrifuge.
4. Disentrifuge dengan kecepatan 1600 rpm selama 5 menit.
5. Supernatan dibuang dan diambil bagian pellet (endapan)
6. Diteteskan pada objek glass lalu ditutup dengan cover glass.
7. Diamati dibawah mikroskop dengan perbesaran lensa
objektif 10X untuk mencari lapang pandang, kemudian
diganti keperbesaran objektif 40X.
8. Dibaca hasil.
Pewarnaan:
1. Diteteskan pewarna giemsa pada pellet sebanyak 1 tetes.
2. Diteteskan pada objek glass dan ditutup dengan cover glass.
3. Diamati dibawah mikroskop dengan perbesaran objektif 40X.
4. Interpreasikan hasilnya
PEMERIKSAAN MAKROSKOPIS, KIMIA DAN MIKROSKOPIS
CAIRAN OTAK (LIQUOR CEREBRO SPINALIS/ LCS)

A. Tujuan
1.1 Tujuan Umum
Mahasiswa dapat memahami cara pemeriksaan none-apelt dan pandy
serta memahami cara hitung jumlah dan jenis sel pada cairan otak.
1.2 Tujuan Khusus
a. Mahasiswa dapat melakukan pemeriksaan none-apelt dan pandy
untuk mengetahui kenaikan kadar globulin dan albumin pada
sampel LCS (Liquior Cerebro Spinalis)
b. Mahasiswa dapat melakukan pemeriksaan cara hitung jumlah
dan jenis sel pada sampel cairan otak untuk mengetahui jumlah
sel serta dapat membedakan jenis sel mononuklear dan
polinuklear dalam cairan otak.
B. Metode
2.1 Pemeriksaan None-Apelt dan Pandy
a. Metode pemeriksaan None adalah none-apelt
b. Metode pemeriksaan Pandy adalah pandy
2.2 Pemeriksaan Hitung Jumlah dan Jenis Sel Pada Cairan Otak
Metode yang digunakan dalam menghitung jumlah dan jenis sel pada
cairan otak adalah bilik hitung/ kamar hitung Improved Neubaure.
C. Prinsip
3.1 Pemeriksaan None-Apelt
Reagen Nonne memberikan reaksi terhadap protein globulin dalam bentuk
kekeruhan yang berupa cincin. Ketebalan cincin berhubungan dengan
kadar globulin, makin tinggi kadarnya maka cincin yang terbentuk makin
tebal.
3.2 Pemeriksaan Pandy
Reagen pandy memberikan reaksi terhadap protein (albumin dan globulin)
dalam bentuk kekeruhan. Pada keadaan normal tidak terjadi kekeruhan
atau kekeruhan yang ringan seperti kabut.
3.3 Pemeriksaan Hitung Jumlah dan Jenis Sel Pada Cairan Otak
Liquor Cerebro Spinalis diencerkan dengan larutan turk pekat akan ada sel
leukosit dan sel lainnya akan lisis dan dihitung selnya dalam kamar hitung
di bawah mikroskop.
D. Alat dan Bahan
1. Test None-Apelt dan Pandy
Alat:
 Tabung kecil diameter 7 mm
 Pipet ukur 1 ml
 Ball pipet
 Pipet tetes
 Stopwatch
 Gelas arloji
Bahan
1. Reagen nonne : Larutan (NH4)2SO4 jenuh
2. R 1 : 85 g (NH4)2SO4 netral dilarutkan dalam 100 ml aquadest
dipanaskan pada suhu 90ºC, dibiarkan beberapa hari
3. Reagen Pandy
-Fenol kristal : 10 g
-Aquadest : 100 ml
-Dikocok, diinkubasi pada suhu 37ºC selama beberapa hari,
reagen harus sering dikocok
2. Pemeriksaan Hitung Jumlah dan Jenis Sel Pada
Cairan Otak
Alat
 Pipet thoma leukosit
 Kamar hitung Improved Neubauer
 Glass beaker
 Mikroskop
Bahan
 Sampel cairan otak
 Reagen larutan turk pekat (turk rosental)
 Aquadest
 Tissue

E. Cara Kerja
1. Pemeriksaan Makroskopis
No Parameter Penilaian Normal
1. Warna Tidak berwarna, Kuning muda, Tidak berwarna
Kuning, Kuning tua, Kuning
coklat, merah, hitam coklat
2. Kejernihan Jernih, agak keruh, keruh, Jernih
sangat keruh, keruh kemerahan
3. Bekuan Tidak ada bekuan, ada bekuan Tidak ada
bekuan
4. pH 7,3 atau setara dengan pH
plasma/serum
5. BJ 1.000 – 1.010 1.003 – 1.008
Hal yang perlu diperhatikan :
 Warna
Normal warna LCS tampak jernih, wujud dan viskositasnya sebanding air.
 Merah muda → perdarahan trauma akibat pungsi
 Merah tua atau coklat → perdarahan subarakhnoid akibat hemolisis
dan akan terlihat jelas sesudah disentrifuge
 Hijau atau keabu-abuan → pus
 Coklat → terbentuknya methemalbumin pada hematoma subdural
kronik
 Xanthokromia → (kekuning-kuningan) pelepasan hemoglobin dari
eritrosit yang lisis (perdarahan intraserebral/subarachnoid); juga
disebabkan oleh kadar protein tinggi (> 200 mg/dl)
 Kekeruhan
Normal → tidak ada kekeruhan atau jernih. Walaupun demikian LCS yang
jernih terdapat juga pada meningitis luetika, tabes dorsalis, poliomyelitis,
dan meningitis tuberkulosa.
Keruh → ringan seperti kabut mulai tampak jika :
– lekosit 200-500/ul3
– eritrosit > 400/ml
– mikroorganisme (bakteri, fungi, amoeba)
– aspirasi lemak epidural sewaktu dilakukan pungsi
– media kontras radiografi.
 Konsistensi bekuan
– Bekuan banyak darah masuk
– Normal → tidak terlihat bekuan
– Bekuan → banyaknya fibrinogen yang berubah menjadi fibrin.
Disebabkan: trauma pungsi, meningitis supurativa, atau meningitis
tuberkulosa.
Jendalan sangat halus à LCS didiamkan di dalam almari es selama 12-24
jam.
2. Pemeriksaan Mikroskopis
Syarat pemeriksaan :
Dilakukan dlm waktu < 3 ’ ren b l > 3 ’ jml sel n ber ur ng y ng
disebabkan:
 Sel mengalami sitolisis
 Sel akan mengendap, shg sulit mendapat sampel yang homogen
 Sel terperangkap dalam bekuan
 Sel cepat mengalami perubahan morfologi
Jenis Pemeriksaan:
a. Hitung Jumlah Sel
b. Hitung Jenis Sel
c. Bakterioskopi
Cara kerja:
1. Cairan otak yang diperiksa dikocok dahulu agar homogen
2. Larutan turk dihisap sampai angka 1
3. Larutan cairan otak dihisap sampai angka 11
4. Dikocok perlahan selama lebih kurang 3 menit dengan
menggerakkan pipet tegak lurus sumbu panjang pipet
5. Lalu dibuang 3 tetes cairan pertama
6. Diteteskan pada bilik hitung Improved Neubauer
7. Dibiarkan selama 5 menit agar sel mengedap
8. Dihitung sel dalam kamar hitung pada semua kotak leukosit
di mikroskop lensa objektif 10x/ 40x serta dihitung jenis
selnya (hitung dalam 3 kamar hitung, kemudian kalikan 3)
Dengan perhitungan : Jumlah sel/ mm3 = 10/9 X N sel/ mm3

3. Pemeriksaan Kimia
Pemeriksaan rutin yang dilakukan :
 penetapan protein secara kualitatif
 kadar protein
 kadar glukosa
 kadar klorida
Pemeriksaan None-Apelt
- Tabung serologi diisi dengan 1 ml larutan ammonium sulfat jenuh
- Dituang 0,5 ml LCS dengan cara pelan-pelan lewat dinding tabung
sehingga terbentuk 2 lapisan, di mana lapisan atas adalah LCS
- Diamkan selama 3 menit
- Kemudian dilihat pada perbatasan kedua lapisan dengan latar
belakang gelap
Pemeriksaan Pandy
 Gelas arloji diisi dengan 1 ml reagen Pandy
 Ditetesi dengan 1 tetes LCS
 Kemudian dilihat segera ada tidaknya kekeruhan
F. Interpretasi hasil dan Nilai Rujukan
1. Pemeriksaan None-Apelt
Negatif : tidak terbentuk cincin putih
+1 : terbentuk cincin putih sangat tipis, hanya dapat
dilihat dengan atar belakang hitam, bila dikocok
akan kembali jernih
+2 : cincin putih tampak agak jelas, bila dikocok
cairan jadi opalescent
+3 : cincin putih tampak jelas, bila dikocok jadi
keruh
+4 : cincin putih sangat jelas, bila dikocok cairan
menjadi keruh sekali

2. Pemeriksaan Pandy
Negatif : bila tidak terjadi kekeruhan (berkabut/
opalescent)
+1 : opalescent (kadar protein 50-100 mg%)
+2 : keruh (kadar protein 100-300 mg%)
+3 : sangat keruh (kadar protein 300-500 mg%)
+4 : Keruh seperti susu (kadar protein > 500 mg%)
3. Pemeriksaan Hitung Jumlah dan Jenis Sel Pada Cairan
Otak
 Hitung Jumlah Sel
Normal = 0-5/ mm3
Borderline = 6-10/ mm3
Abnormal = > 10/ mm3
Anak - anak umur < 5 tahun, Normal = < 20/ mm3
 Hitung Jenis Sel
MN 100% dan PMN 0%
PEMERIKSAAN MAKROSKOPIS, KIMIA DAN MIKROSKOPIS
CAIRAN LAMBUNG

A. Tujuan
1.1 Tujuan Umum
Mahasiswa dapat memahami cara pemeriksaan cairan lambung.
1.2 Tujuan Khusus
1. Mahasiswa dapat menilai motilitas lambung, yaitu kemampuan
lambung untuk meneruskan isinya ke arah duodenum.
2. Mahasiswa dapat menilai kemampuan sekresi lambung, yaitu
HCl secara kualitatif dan kuantitatif serta enzim-enzimnya.
3. Mahasiswa dapat mendeteksi adanya unsur-unsur abnormal
seperti darah, pus, jamur, dan bakteri.
4. Mahasiswa dapat mendeteksi adanya racun-racun untuk
pemeriksaan forensik.
5. Mahasiswa dapat mengetahui pemeriksaan sitologi terhadap
sel-sel tumor.
B. Metode
Metode yang digunakan dalam pemeriksaan cairan lambung
yaitu :
a. Pemeriksaan Makroskopis
b. Pemeriksaan Mikroskopis
C. Prinsip
Getah lambung merupakan cairan yang disekresi secara aktif oleh sel
mukosa lambung yang terdiri atas dua kelenjar yaitu kelenjar peptic
fundus dan kelenjar pilorik. Kelenjar peptic mensekresi pepsin, lipase, dan
HCl, sedangkan kelenjar pilorik mensekresi bahan untuk proses
fermentasi.
D. Alat dan Bahan
4.1 Alat
 Wadah sampel
 Pipet ukur
 Tabung sentrifuge
 Rak tabung
 Label
 Pipet tetes
 Centrifuge
 Objek glass
 Cover glass
 Mikroskop
4.2 Bahan
 Sampel cairan lambung
 pH stick
E. Cara Kerja
1. Alat pelindung diri digunakan dengan baik, benar dan lengkap.
2. Disiapkan alat dan bahan yang digunakan
3. Dihomogenkan sampel cairan lambung yang akan diperiksa
4. Dilakukan pemeriksaan makroskopis pada sampel cairan lambung
meliputi : volume, bau, pH, warna, lender, sisa makanan, pus, dan
potongan jaringan.
5. Diambil 3 ml sampel dan dimasukkan pada tabung sentrifuge
6. Dilakukan sentrifugasi dengan kecepatan 1600 rpm selama 10
menit
7. Dibuang bagian supernatannya dan diambil sedimen pada dasar
tabung
8. Diambil 1 tetes sedimen cairan lambung yang terbentuk kemudian
diteteskan pada objek glass dan ditutup dengan cover glass
9. Dilakukan pengamatan mikroskopis dibawah mikroskop dengan
pembesaran lensa objektif 40 x
10. Diamati dibawah mikroskop adanya epitel, leukosit, eritrosit,
bakteri dan adanya butiran – butiran albumin.
F. Interpretasi Hasil
1. Makroskopis
- Volume : ≤ 7 ml
- Warna : abu – abu mutiara ( putih kerus)
- Bau : agak asam
- Lendir : tanpa lendir
- pH : Puasa ( 1,2 ± 0,2) ;
setelah makan (1,3 – 2,5)
- Sisa makanan : tanpa sisa makanan
- Pus : tanpa pus
- Potongan jaringan: tanpa potongan jaringan
2. Mikroskopis
- Epitel : tidak ada ( - )
- Eritrosit : tidak ada ( - )
- Leukosit : tidak ada ( - )
- Yeast/ jamur : tidak ada ( - )
- Bakteri : tidak ada ( - )
PEMERIKSAAN MAKROSKOPIS, KIMIA DAN MIKROSKOPIS
CAIRAN SEMEN

Pemeriksaan sperma (lebih tepatnya analisis semen) adalah pemeriksaan


yang dilakukan untuk mengukur jumlah serta kualitas semen dan sperma
seorang pria. Pengertian semen berbeda dengan sperma. Secara
keseluruhan, cairan putih dan kental yang keluar dari alat kelamin pria
saat ejakulasi disebut semen. Sedangkan 'makhluk' kecil yang berenang-
renang di dalam semen disebut sperma.
Sebelum melakukan analisis sperma perlu terlebih dahulu untuk
memberikan penerangan sejelas-jelasnya kepada pria yang akan diperiksa
tersebut mengenai maksud dan tujuan analisis sperma dan juga untuk
menjelaskan cara pengeluaran dan penampungan sperma tersebut.
Penerangan mengenai cara pengeluaran, penampungan dan pengiriman
sperma ke laboratorium. Sebelum pemeriksaan dilakukan sebaiknya
pasien dianjurkan untuk memenuhi persyaratan sebagai berikut :
1. Melakukan abstinensia selama 3 – 5 hari, paling lama selama 7
hari.
Pengeluaran ejakulat sebaiknya dilakukan pada pagi hari dan harus
dikeluarkan di laboratorium. Bila tidak mungkin, harus tiba di
laboratorium paling lambat 2 jam dari saat dikeluarkan.
2. Ejakulat ditampung dalam wadah / botol gelas bemulut besar yang
bersih dan steril ( jangan sampai tumpah ), kemudian botol ditutup
rapat-rapat dan diberi nama yang bersangkutan.
3. Pasien mencatat waktu pengeluaran mani, setelah itu langsung di
serahkan pada petugas laboraturium untuk pemeriksaan dan harus
diperiksa sekurang-kurangnya 2 kali dengan jarak antara waktu 1-2
minggu. Analisis sperma sekali saja tidak cukup karena sering
didapati variasi antara produksi sperma dalam satu individu.
4. Sperma dikeluarkan dengan cara rangsangan tangan
(onani/masturbasi), bila tidak mungkin dapat dengan cara
rangsangan senggama terputus (koitus interuptus) dan jangan ada
yang tumpah.
5. Untuk menampung sperma tidak boleh menggunakan botol plastik
atau kondom.

Pelaksanaan Analisa Sperma


Spermiogram memuat data-data tentang:
1. Volume sperma
2. Bau
3. pH
4. Warna
5. Liquefaction
6. Viskositas
7. Aglutinasi
8. Jumlah sperma per - lapangan pandang
9. Pergerakan spermatozoa
10. Leucocyte
11. Fruktosa

Analisa sperma Secara Makroskopis


Sperma yang baru keluar selalu menunjukan adanya gumpalan atau
koagolum diantara lendir putih yang cair. Pada sperma yang normal
gumpalan ini akan segera mencair pada suhu kamar dalam waktu 15 – 20
menit. Peristiwa ini dikatakan sperma mengalami pencairan (Liquefaction).
Liquefaction terjadi karena daya kerja dari enzim – enzim yang diproduksi
oleh kelenjar prostat, enzim ini disebut enzim seminim.
Pemeriksaan makroskopis antara lain meliputi:
1. Pengukuran Volume
Dilakukan setelah sperma mencair
Cara kerja:
 Sperma ditampung seluruhnya dalam botol penampung yang
bermulut lebar untuk sekali ejakulasi
 Volume diukur dengan gelas ukur yang mempunyai skala volume
0,1 ml.
 Baca hasil
Volume normal sperma, tergantung ras. Bagi orang indonesia volume
yang normal 2 – 3 ml. Volume yang lebih dari 8 ml disebut Hyperspermia,
sedangkan yang kurang dari 1 ml disebut Hypospermia.
Hypospermia disebabkan oleh:
 Ejakulasi yang berturut-turut
 Vesica seminalis kecil
 Penampung sperma tidak sempurna
Hyperspermia disebabkan oleh:
 Kerja kelenjar prostat dan vesika seminalis terlalu giat
 Obat perangsang hormon laki – laki
2. PH
Sperma yang normal tidak banyak berbeda dengan pH
darah, untuk mengukur pH cukup dengan menggunakan
kertas pH kecuali dalam satu penelitian dapat digunakan pH
meter.
Cara kerja:
 Celupkan kertas pH dalam sperma yang homogen yang
terdapat dalam botol penampung
 baca hasil
Sperma yang normal pH menunjukan sifat yang agak basa yaitu 7,2 – 7,8.
Pengukuran sperma harus segera dilakukan segera setelah sperma
mencair karena akan mempengaruhi pH sperma. Juga bisa karena sperma
terlalu lama disimpan dan tidak segera diperiksa sehingga tidak dihasilkan
amoniak (terinfeksi oleh kuman gram negatif (-), mungkin juga karena
kelenjar prostat kecil, buntu, dan sebagainya.
pH yang rendah terjadi karena keradangan yang kronis dari kelenjar
prostat, Epididimis, vesika seminalis atau kelenjar vesika seminalis kecil,
buntu dan rusak.
3. Bau Sperma
Spermatozoa yang baru keluar mempunyai bau yang khas atau spesifik,
untuk mengenal bau sperma, seseorang harus telah mempunyai
pengalaman untuk membaui sperma. Baunya sperma yang khas tersebut
disebabkan oleh oksidasi spermin (suatu poliamin alifatik) yang
dikeluarkan oleh kelenjar prostat.
Cara kerja:
 Sperma yang baru keluar pada botol penampung dicium
baunya
 Dalam laporan bau dilaporkan: khas/ tidak khas
Dalam keadaan infeksi, sperma berbau busuk/ amis. Secara
biokimia sperma mempunyai bau seperti klor/ kaporit.
4. Warna sperma
Memeriksa warna sperma sekaligus memeriksa kekeruhan. Sperma yang
normal biasanya berwarna putih keruh seperti air kanji kadang-kadang
agak keabu-abuan. Adanya lekosit yang disebabkan oleh infeksi traktus
genitalia dapat menyebabkan warna sperma menjadi putih kekuningan.
Adanya perdarahan menyebabkan sperma berwarna kemerahan.
Cara kerja:
 Sperma yang ada dalam tabung reaksi diamati dengan
menggunakan latar belakang warna putih menggunakan
penerangan yang cukup
5. Liquefaction
Liquefaction diperiksa 20 menit setelah ejakulasi (setelah dikeluarkan).
Dapat dilihat dengan jalan melihat coagulumnya.Bila setelah 20 menit
belum homogen berarti kelenjar prostat ada gangguan (semininnya jelek).
Bila sperma yang baru diterima langsung encer mungkin tak mempunyai
coagulum oleh karena saluran pada kelenjar vesica seminalis buntu atau
memang tak mempunyai vesika seminalis.
6. Viskositas (Kekentalan)
Kekentalan atau viskositas sperma dapat diukur setelah likuifaksi sperma
sempurna.
Pemeriksaan viskositas ini dapat dilakukan dengan dua cara:
 Cara subyektif
Dengan menyentuh permukaan sperma dengan pipet atau batang
pengaduk, kemudian ditarik maka akan terbentuk benang yang
panjangnya 3 – 5 cm. Makin panjang benang yang terjadi makin tinggi
viskositasnya.
 Cara Pipet Elliason
Syaratnya sperma harus homogen dan pipet yang digunakan harus kering.
Cara kerja:
 Pipet cairan sperma sampai angka 0,1
 Tutup bagian atas pipet dengan jari
 Arahkan pipet tegak lurus
 Jalankan stopwath
 Jika terjadi tetesan pertama stopwath dimatikan dan
hitung waktunya dengan detik
Vikositas sperma normal < 2 detik. Semakin kental sperma tersebut
semakin besar vikositasnya. Hal ini mungkin disebabkan karena:
 Spermatozoa terlalu banyak
 Cairannya sedikit
 Gangguan liquedaction
 Perubahan komposisi plasma sperma
 Pengaruh obat-obatan tertentu
7. Fruktosa Kualitatif
Pemeriksaan fruktosa kualitatif ini harus merupakan pemeriksaan rutin
pada sperma azoospermia. Fruktosa sperma diproduksi oleh vesica
seminalis. Bila tidak didapati fruktosa dalam sperma, hal ini dapat
disebabkan karena:
 Azospermia yang disebabkan oleh agenesis vas deferens
 Kedua duktus ejakulatorius tersumbat
 Kelainan pada kelenjar vesika seminalis
Cara pemeriksaan fruktosa:
 0.05 ml sperma ditambah 2 ml larutan resolsinol (0.5 %
dalam alkohol 96% ), campur sampai rata
 Panaskan dalam air mendidih 5 menit
 Bila sperma mengandung fruktosa maka campuran diatas
menjadi merah coklat atau merah jingga
 Bila tidak ada fruktosa maka tidak menjadi perubahan warna

Analisa Sperma Secara Mikroskopik


Sebelum pemeriksaan mikroskopik, sperma tersebut harus diaduk dengan
baik.
1. Jumlah Sperma Per-lapang Pandang/ Perkiraan
densitas sperma
Sebelum menentukan atau menghitung konsentrasi sperma perlu
dilakukan perkiraan kasar jumlah sperma agar dapat menentukan
prosedur pengenceran yang akan digunakan dan untuk mempersiapkan
sediaan apus untuk analisis morfologi.
Carakerja:
 Diaduk sperma hingga homogen
 Diambil 1 – 3 tetes cairan sperma ditaruh diatas obyek glass
lalu ditutup dengan cover glass
 Lihat dibawah mikroskop dengan perbesaran 40X
 Dihitung berapa banyak spermatozoa pada beberapa lapang
pandang
Misalnya, dihitung berturut-turut lapang pandang:
I= 10 Spermatozoa
II = 5 Spermatozoa
III = 7 Spermatozoa
IV = 8 Spermatozoa
Dalam laporan dituliskan terdapat 5 – 10 spermatozoa perlapang
pandang. Perkiraan konsentrasi spermatozoa dikalikan dengan 106 berarti
perkiraan konsentrasi spermatozoa adalah 5 – 10 juta/ml
Jika jumlah spermatozoa banyak dihitung perkwadran (1/4 lapang
pandang)
Misalnya ¼ Lapang pandang = 50 spermatozoa, jadi perlapang pandang
200 spermatozoa. Perkiraan konsentrasi spermatozoa dikalikan dengan
106 berarti perkiraan konsentrasi spermatozoa adalah200 juta/ml. Jika
perlapang pandang didapatkan nol spermatozoa maka tidak usah
dilakukan pemeriksaan konsentrasi disebut Azoospermia.
2.Pergerakan Sperma
Pemeriksaan sebaiknya dilakukan pada suhu kamar (200C – 250C).Dalam
memeriksa pergerakan spermatozoa sebaiknya diperiksa setelah 20 menit
karena dalam waktu 20 menit sperma tidak kental sehingga spermatozoa
mudah bergerak akan tetapi jangan lebih dari 60 menit setelah ejakulasi
sebab dengan bertambahnya waktu maka spermatozoa akan memburuk
pergerakannya serta pH dan bau mungkin akan berubah. Gerak
spermatozoa yang baik adalah gerak kedepan dan arahnya lurus, gerak
yang kurang baik adalah gerak zig-zag, berputar-putar dan lain-lain.
Catatan:
Jangan sekali-kali menyebut spermatozoa mati, yang benar adalah
spermatozoa tidak bergerak
Perhitungan:
Dihitung dulu spermatozoa yang tidak bergerak kemudian dihitung yang
bergerak kurang baik, lalu yang bargerak baik misal:
 yang tidak bergerak = 25%
 yang bergerak kurang baik = 50%
 yang bergerak baik = 100% - 25% - 50% = 25%
Prosentase pergerakan cukup ditulis dengan angka bulat (umumnya
kelipatan 5 misalnya: 10%,15%, 20%).
Jika sperma yang tidak bergerak > 50% maka perlu dilakukan
pemeriksaan lebih lanjut guna mengetahui viabilitas sperma (banyaknya
sperma yang hidup) sebab sprermatozoa yang tidak bergerakpun
kemungkinan masih hidup.
Sebab menurunnya motilitas spermatozoa:
 Dilakukan pemeriksaan yang terlalu lama sejak sperma dikeluarkan
 Cara penyimpanan sampel yang kurang baik
3.Perhitungan Jumlah Sperma
Jumlah spermatozoa total ialah jumlah spermatozoa dalam
ejakulat.Sedangkan konsentrasi sperma adalah jumlah spermatozoa/ml
sperma.Perhitungan konsentrasi spermatozoa dapat ditentukan dengan
mengunakan metode hemositometer t u ”electronic coulter counter”.
Metode hemositometer lebih sering digunakan untuk sperma yang
mempunyai perkiraan spermatozoa yang sangat rendah (misalnya 10
juta/ml) atau pemeriksaan sperma yang memerlukan penentuan jumlah
dengan segera.
Cara kerja:
 Siapkan pengencer berisi 50 gr NaHCO3, 10 ml 35% formalin,
5 ml cairan gentian violet pekat dan aquadestilita sampai 1000
ml.
 Sperma yang telah diaduk dengan baik diencerkan 1:10 atau
1:20 tergantung pada perkiraan jumlah spermatozoa yang
telah dilakukan sebelumnya (gunakan pipet thoma untuk
leukosit)
 Segera pindahkan ke hemositometer (kamar hitung Neubauer)
yang telah ditutup dengan gelas penutup.
 Biarkan hemositometer selama 15 menit sampai 20 menit
agar semua sel mengendap
 Hitung dibawah mikroskop pembesaran 40X untuk
spermatozoa (sel benih yang matang yang mempunyai ekor
yang dihitung).
Perhitungan:
Hitung jumlah sperma dengan objek 40x pada daerah leukosit pada 4
bidang.
Perhitungan:
Luas = 1 mm2
Tinggi = 0,1 mm
Vol = 0,1 mm3
Jumlah sperma = 1/0.1 X 4 X pengenceran X N
4.Morfologi
Pemeriksaan morfologi berdasarkan kepala dari spematozoa dapat
dilakukan dengan cara membuat preparat hapusan diatas obyek
glass, kemudian dikeringkan selama 5 menit, lalu di fixasi dengan
larutan metilalkohol selama 5 menit, kemudian selanjutnya
dilakukan pewarnaan dengan larutan giemsa, wright, atau zat
warna yang lain.
Bentuk Normal:
 Bentuk oval
Bentuk spermatozoa abnormal:
 Bentuk Pir (seperti buah pir)
 Bentuk Terato (tidak beraturan dan berukuran besar)
 Bentuk Lepto (ceking)
 Bentuk Mikro (kepala seperti jarum pentul)
 Bentuk Strongyle (seperti larva stongyloides)
 Bentuk Lose Hezel (tanpa kepala)
 Bentuk Immature (spermatozoa belum dewasa, terdapat
cytoplasmic)
5.Lekosit
Leukosit di laporkan per-lapang pandang seperti halnya dalam sedimen
urin, misalnya 3 – 8 perlapang pandang. Jumlah lekosit yang besar erat
hubunganya dengan infeksi organ – organ spermiogenesis.

Interprestasi Hasil Analisa Sperma


Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah mengeluarkan nilai acuan untuk
analisa sperma yang normal, sebagai berikut:
1. Volume total cairan lebih dari 2 ml
2. Konsentrasi sperma paling sedikit 20 juta sperma/ml
3. Morfologinya paling sedikit 15% berbentuk normal
4. Pergerakan sperma lebih dari 50% bergerak kedepan, atau 25%
bergerak secara acak kurang dari 1 jam setelah ejakulasi
5. Adanya sel darah putih kurang dari 1 juta/ml
6. Analisa lebih lanjut (tes reaksi antiglobulin menunjukkan partikel
ikutan yang ada kurang dari 10 % dari jumlah sperma)
No Istilah Jumlah MotilNormal MorfologiNormal
Spermatozoa (%) (%)
(juta/ml)
1 Normozoospermia > 20 > 80 > 50
2 Oligozoospermia < 20 > 50 > 50
3 Ekstrim < 50 > 50 > 50
Oligozoospermia
4 Asthenozoospermia > 20 < 50 > 50
5 Teratozoospermia > 20 > 50 < 50
6 Oligo < 20 < 50 > 50
Asthenozoospermia
7 Oligi Astheno < 20 < 50 < 50
Teratozoospermia
8 Oligo < 20 > 50 < 50
Teratozoospermia
9 Astheno > 20 < 50 < 50
Teratozoospermia
10 Polizoospermia > 250 > 50 > 50
11 Azoospermia Bila tidak ada spermatozoa dalam cairan
sperma
12 Nekrozoospermia Bila semua sperma tidak ada yang hidup
13 Aspermia Tidak ada cairan semen yang keluar saat
ejakulasi
PEMERIKSAAN MAKROSKOPIS, KIMIA DAN MIKROSKOPIS
FESES

Feses adalah sisa hasil pencernaan dan absorbsi dari makanan yang kita
makan yang dikeluarkan lewat anus dari saluran cerna.Jumlah normal
produksi 100 – 200 gram/ hari. Feses terdiri dari air, makanan tidak
tercerna, sel epitel, debris, celulosa, bakteri dan bahan patologis. Jenis
makanan serta gerak peristaltik mempengaruhi bentuk, jumlah maupun
konsistensinya dengan frekuensi defekasi normal 3x per-hari sampai 3x
per-minggu.
Indikasi dilakukan pemeriksaan feses:
 Adanya diare dan konstipasi
 Adanya darah dalam tinja
 Adanya lendir dalam tinja
 Adanya ikterus
 Adanya gangguan pencernaan
 Kecurigaan penyakit gastrointestinal

Pengambilan sampel feses


Feses untuk pemeriksaan sebaiknya yang berasal dari defekasi spontan.
Jika pemeriksaan sangat diperlukan,boleh juga sampel tinja di ambil
dengan jari bersarung dari rectum. Untuk pemeriksaan biasa dipakai tinja
sewaktu, jarang diperlukan tinja 24 jam untuk pemeriksaan tertentu. Tinja
hendaknya diperiksa dalam keadaan segar, kalau dibiarkan mungkin sekali
unsur - unsur dalam tinja itu menjadi rusak. Umumnya pengambilan
sampel feses dilakukan di rumah/ laboratorium. Bila sampel feses diambil
di rumah, feses sebaiknya dibawa ke laboratorium, kurang dari 1 jam.
Syarat dalam pengumpulan sampel untuk pemeriksaan feses:
 Wadah sampel bersih, kedap, bebas dari urine. Untuk mengirim
tinja, wadah yang baik ialah yang terbuat dari kaca atau sari bahan
lain yang tidak dapat ditembus seperti plastik. Kalau konsistensi
tinja keras, dos karton berlapis paraffin juga boleh dipakai. Wadah
harus bermulut lebar.
 Harus diperiksa 30 – 40 menit sejak dikeluarkan jika ada
penundaan simpan di almari es
 Tidak boleh menelan barium, bismuth dan minyak 5 hari sebelum
pemeriksaan
 Diambil dari bagian yang paling mungkin memberi kelainan,
misalnya bagian yang bercampur darah atau lendir
 Paling baik dari defekasi spontan atau Rectal Toucher sebagai
pemeriksaan tinja sewaktu.
 Pasien konstipasi dapat diberikan saline cathartic terlebih dahulu
 Pada Kasus Oxyuris dapat digunakan metode schoth tape & object
glass

Tujuan : mendapatkan spesimen tinja/feses yang memenuhi persyaratan


untuk pemeriksaan feses rutine
Waktu : pengambilan dilakukan setiap saat, terutama pada gejala awal dan
sebaiknya sebelum pemberian antibiotik
Alat-alat : lidi kapas steril
pot tinja
Cara kerja : 1. Penderita diharuskan buang air kecil terlebih dahulu karena tinja
tidak boleh boleh tercemar urine
2. Intruksikan pada penderita untuk buang air besar langsung
kedalam pot tinja ( kira kira 5 gram )
3. Tutup pot dengan rapat
4. Berikan label berisi tanggal pemeriksaan,nama pasien dan jenis
spesimen
Pemeriksaan Makroskopis
Pemeriksaan makroskopik tinja meliputi pemeriksaan jumlah, warna, bau,
darah, lendir dan parasit.
1. Pemeriksaan Jumlah
Dalam keadaan normal jumlah tinja berkisar antara 100-250gram per hari.
Banyaknya tinja dipengaruhi jenis makanan bila banyak makan sayur
jumlah tinja meningkat.
2. Pemeriksaan Warna
 Tinja normal kuning coklat dan warna ini dapat berubah
mejadi lebih tua dengan terbentuknya urobilin lebih banyak.
Selain urobilin warna tinjadipengaruhi oleh berbagai jenis
makanan, kelainan dalam saluran pencernaan dan obat yang
dimakan. Warna kuning juga dapat disebabkan karena
susu,jagung, lemak dan obat santonin.
 Tinja yang berwarna hijau dapat disebabkan oleh sayuran
yang mengandung khlorofil atau pada bayi yang baru lahir
disebabkan oleh biliverdin dan porphyrin dalam mekonium.
 Warna kelabu mungkin disebabkan karena tidak ada
urobilinogen dalam saluran pencernaan yang didapat pada
ikterus obstruktif, tinja tersebut disebut akholis.Keadaan
tersebut mungkin didapat pada defisiensi enzim pankreas
seperti pada steatorrhoe yang menyebabkan makanan
mengandung banyak lemak yang tidak dapat dicerna dan juga
setelah pemberian garam barium setelah pemeriksaan
radiologik.
 Tinja yang berwarna merah muda dapat disebabkan oleh
perdarahan yang segar dibagian distal, mungkin pula oleh
makanan seperti bit atau tomat.
 Warna coklat mungkin disebabkan adanya perdarahan
dibagian proksimal saluran pencernaan atau karena makanan
seperti coklat, kopi dan lain-lain. Warna coklat tua disebabkan
urobilin yang berlebihan seperti pada anemia hemolitik.
Sedangkan warna hitam dapat disebabkan obat yang yang
mengandung besi, arang atau bismuth dan mungkin juga oleh
melena.
3. Pemeriksaan Bau
Indol, skatol dan asam butirat menyebabkan bau normal pada tinja. Bau
busuk didapatkan jika dalam usus terjadi pembusukan protein yang tidak
dicerna dan dirombak oleh kuman.Reaksi tinja menjadi lindi oleh
pembusukan semacam itu.Tinja yang berbau tengik atau asam disebabkan
oleh peragian gula yang tidak dicerna seperti pada diare. Reaksi tinja pada
keadaan itu menjadi asam. Konsumsi makanan dengan rempah-rempah
dapat mengakibatkan rempah-rempah yang tercerna menambah bau tinja.
4. Pemeriksaan Konsistensi
Tinja normal mempunyai konsistensi agak lunak dan bebentuk. Pada diare
konsistensi menjadi sangat lunak atau cair, sedangkan sebaliknya tinja
yang keras atau skibala didapatkan pada konstipasi. Peragian karbohidrat
dalam usus menghasilkan tinja yang lunak dan bercampur gas. Konsistensi
tinja berbentuk pita ditemukan pada penyakit hisprung. Feses yang sangat
besar dan berminyak menunjukkan malabsorpsi usus
5.Pemeriksaan Lendir
Dalam keadaan normal didapatkan sedikit sekali lendir dalam tinja.
Terdapatnya lendir yang banyak berarti ada rangsangan atau radang pada
dinding usus.
 Lendir yang terdapat di bagian luar tinja, lokalisasi iritasi itu
mungkin terletak pada usus besar. Sedangkan bila lendir
bercampur baur dengan tinja mungkin sekali iritasi terjadi
pada usus halus.
 Pada disentri, intususepsi dan ileokolitis bisa didapatkan lendir
saja tanpa tinja.
 Lendir transparan yang menempel pada luar feces diakibatkan
spastik kolitis, mucous colitis pada anxietas
 Tinja dengan lendir dan bercampur darah terjadi pada
keganasan serta peradangan rektal anal
 Tinja dengan lendir bercampur nanah dan darah dikarenakan
adanya ulseratif kolitis, disentri basiler, divertikulitis ulceratif
 Tinja dengan lendir yang sangat banyak dikarenakan adanya
vilous adenoma colon
6.Pemeriksaan Darah
Adanya darah dalam tinja dapat berwarna merah muda,coklat atau hitam.
Darah itu mungkin terdapat di bagian luar tinja atau bercampur
baurdengan tinja.
 Pada perdarahan proksimal saluran pencernaan darah akan
bercampur dengan tinja dan warna menjadi hitam, ini disebut
melena seperti pada tukak lambung atau varices dalam
oesophagus
 Pada perdarahan di bagian distal saluran pencernaan darah
terdapat di bagian luar tinja yang berwarna merah muda yang
dijumpai pada hemoroid atau karsinoma rektum. Semakin
proksimal sumber perdarahan semakin hitam warnanya
7.Pemeriksaan Nanah
Pada pemeriksaan feses dapat ditemukan nanah. Hal ini terdapat pada
pada penyakit Kronik ulseratif kolon, fistula colon sigmoid, lokal
abses.Sedangkan pada penyakit disentri basiler tidak didapatkan nanah
dalam jumlah yang banyak.
8.Pemeriksaan Parasit
Diperiksa pula adanya cacing ascaris, anylostoma dan spesies cacing
lainnya yang mungkin didapatkan dalam feses.
9.Pemeriksaan adanya sisa makanan
Hampir selalu dapat ditemukan sisa makanan yang tidak tercerna, bukan
keberadaannya yang mengindikasikan kelainan melainkan jumlahnya yang
dalam keadaan tertentu dihubungkan dengan sesuatu hal yang abnormal.
Sisa makanan itu sebagian berasal dari makanan daun-daunan dan
sebagian lagi makanan berasal dari hewan, seperti serta otot, serat elastic
dan zat-zat lainnya.Untuk identifikasi lebih lanjut emulsi tinja dicampur
dengan larutan Lugol maka pati (amylum) yang tidak sempurna dicerna
nampak seperti butir-butir biru atau merah. Penambahan larutan jenuh
Sudan III atau Sudan IV dalam alkohol 70% menjadikan lemak netral
terlihat sebagai tetes-tetes merah atau jingga.

Pemeriksaan Mikroskopis
Karena unsur - unsur patologik biasanya tidak dapat merata, maka hasil
pemeriksaan mikroskopis tidak dapat dinilai derajat kepositifannya dengan
tepat, cukup diberi tanda –(negatif),(+),(++),(+++) saja.
Pemeriksaan mikroskopik meliputi pemeriksaan protozoa, telur cacing,
leukosit, eritosit, sel epitel, kristal, makrofag dan sel ragi. Dari semua
pemeriksaan ini yang terpenting adalah pemeriksaan terhadap protozoa
dan telur cacing.
1. Protozoa
Biasanya didapati dalam bentuk kista, bila konsistensi tinja
cair baru didapatkan bentuk trofozoit.
2. Telur cacing
Telur cacing yang mungkin didapat yaitu Ascaris lumbricoides, Necator
americanus, Enterobius vermicularis, Trichuris trichiura, Strongyloides
stercoralis dan sebagainya.
3. Leukosit
Dalam keadaan normal dapat terlihat beberapa leukosit
dalam seluruh sediaan. Pada disentri basiler, kolitis ulserosa
dan peradangan didapatkan peningkatan jumlah leukosit.
Eosinofil mungkin ditemukan pada bagian tinja yang
berlendir pada penderita dengan alergi saluran pencenaan.
Untuk mempermudah pengamatan leukosit dapat ditambah
1 tetes asam acetat 10% pada 1 tetes emulsi feces pada
obyek glass.
4. Eritrosit
Eritrosit hanya terlihat bila terdapat lesi dalam kolon, rektum
atau anus. Sedangkan bila lokalisasi lebih proksimal eritrosit
telah hancur. Adanya eritrosit dalam tinja selalu berarti
abnormal.
5. Epitel
Dalam keadaan normal dapat ditemukan beberapa sel
epitelyaitu yang berasal dari dinding usus bagian distal. Sel
epitel yang berasal dari bagian proksimal jarang terlihat
karena sel inibiasanya telah rusak. Jumlah sel epitel
bertambah banyak kalau ada perangsangan atau
peradangan dinding usus bagian distal.
6. Kristal
Kristal dalam tinja tidak banyak artinya. Dalam tinja normal
mungkin terlihat kristal tripel fosfat, kalsium oksalat dan
asam lemak. Kristal tripel fosfat dan kalsium oksalat
didapatkan setelah memakan bayam atau strawberi,
sedangkan kristal asam lemak didapatkan setelah banyak
makan lemak.Sebagai kelainan mungkin dijumpai kristal
Charcoat Leyden Tinja, Butir-butir amilum dan kristal
hematoidin. Kristal Charcoat Leyden didapat pada ulkus
saluran pencernaan seperti yang disebabkan amubiasis.
Pada perdarahan saluran pencernaan mungkin didapatkan
kristal hematoidin.
7. Makrofag
Sel besar berinti satu dengan daya fagositosis, dalam
sitoplasmanya sering dapat dilihat bakteri selain eritrosit,
lekosit .Bentuknya menyerupai amuba tetapi tidak bergerak.
8. Sel ragi
Khusus Blastocystis hominis jarang didapat. Pentingnya mengenal
strukturnya ialah supaya jangan dianggap kista amoeba
9.Jamur
Pemeriksaan KOH
Pemeriksaan KOH adalah pemeriksaan tinja dengan menggunakan larutan
KOH (kalium hidroksida) untuk mendeteksi adanya jamur, sedangkan
pemeriksaan tinja rutin adalah pemeriksaan tinja yang biasa dilakukan
dengan menggunakan lugol. Untuk membedakan antara kandida dalam
keadaan normal dengan kandidiasis adalah pada kandidiasis, selain gejala
kandidiasis, dari hasil pemeriksaan dapat ditemukan bentuk pseudohifa
yang merupakan bentuk invasif dari candida pada sediaan tinja.

Pemeriksaan Kimia
1. Darah samar
Pemeriksaan kimia tinja yang terpenting adalah pemeriksaan terhadap
darah samar. Tes terhadap darah samar dilakukan untuk mengetahui
adanya perdarahan kecil yang tidak dapat dinyatakan secara makroskopik
atau mikroskopik.Adanya darah dalam tinja selalau abnormal. Pada
keadaan normal tubuh kehilangan darah 0,5 – 2 ml / hari. Pada keadaan
abnormal dengan tes darah samar positif (+) tubuh kehilangan darah > 2
ml/ hari. Zat yang mengganggu pada pemeriksaan darah samar diantara
lain adalah preparat Fe, chlorofil, extract daging, senyawa merkuri,
Vitamin C dosis tinggi dan anti oxidant dapat menyebabkan hasil negatif (-
) palsu, sedangkan Lekosit, formalin, cupri oksida, jodium dan asam nitrat
dapat menyebabkan positif (+) palsu.
Macam-macam metode tes darah samar yang sering dilakukan adalah
guajac tes, orthotoluidine, orthodinisidine, benzidin tes berdasarkan
penentuan aktivitas peroksidase/ oksiperoksidase dari eritrosit (Hb)
a. Metode benzidine basa
Prinsip:
Hemoglobin sebagai peroksidase akan menguraikan H2O2 dan
mengoksidasi benzidin menjadi warna biru.
Alat & Bahan:
 Tabung reaksi dan rak tabung
 Alat pemanas
 Kristal benzidin basa
 Hidrogen peroksida (H2O2) 3%  segar
 Asam cuka glasial
 Tinja yang akan diperiksa
Cara Kerja:
 Buat emulsi tinja dengan air atau NaCl 0,9% (  10 ml).Panasi
sampai mendidih.
 Saring emulsi tinja yang masih panas, biarkan filtratnya sampai
dingin.
 Ke dalam sebuah tabung reaksi lainnya, masukkan kristal benzidin
basa seujung pisau ( 1 gram). Tambahkan 3 ml asam cuka glasial,
kocok sampai kristal benzidin larut dengan meninggalkan sedikit
kristal.
 Tambahkan 2 ml filtrat tinja, campur.
 Tambahkan 1 ml H2O2 3% segar, campur.
Interpretasi Hasil:
Negative ( - ) tidak ada perubahan warna atau samar-samar hijau
Positif ( +) hijau
Positif (++) biru bercampur hijau
Positif (+++) biru
Positif (++++) biru tua
Pemeriksaan benzidin dikatakan sensitif tapi kurang spesifik karena
banyak dipengaruhi oleh diet dan obat – obatan yang diminum penderita.
Disamping itu benzidine dikatakan memiliki efek karsinogenik dan mulai
ditinggalkan.
b. Metode Guaiac
Prinsip:
Besi organik ditambah guam guaiac membentuk warna biru
Alat & Bahan:
 Kertas saring atau objek glas
 Asam cuka glasial
 Larutan gum guaiac jenuh dalam alkohol 95%
 Hidrogen peroksida (H2O2) 3%
 Tinja yang akan diperiksa
Cara Kerja:
 Di atas selembar kertas saring yang bersih (bukan kertas WC =
paper towels) atau sebuah object glass yang bebas darah,
hapuskan sejumlah kecil tinja.
 Kemudian tambahakaan 2 tetes asam cuka glasial dan campur.
 Selanjutnya tambahkan 2 tetes larutan gum guaiac jenuh segar
dalam alkohol 95% dan 2 tetes hidrogen peroksida 3%.
Interpretasi hasil:
Negative ( - ) terbentuk warna hijau
Positif ( +) terbentuk warna biru
Guaiac test masih banyak memberikan hasil positif palsu, dan banyak
dipengaruhi oleh diet, obat, dan non human haemoglobin, serta rehidrasi.
c. Metode Rapid Chromatographic Immunoassay
Merupakan rapid test untuk mendeteksi darah samar dalam feses pada
kadar rendah. Rapid test ini menggunakan prinsip double antibody
sandwich assay untuk mendeteksi sampai 50 ng/ ml hemoglobin dalam
feses atau 6ul hemoglobin/ g feses.
Prinsip:
Merupakan pemeriksaan kualitatif menngunakan prinsip immunossay
untuk mendeteksi darah di dalam feses. Sampel feses akan bereaksi
dengan antibodi anti hemoglobin dalam membran kromatografi
membentuk garis warna.
Persiapan pasien:
 Sampel feses tidak diambil selama atau dalam 3 selama
periode menstruasi, atau bila pasien menderita
perdarahan karena wasr atau ada darah di dalam
urinnya.
 Konsumsi alkohol, apirin, atau obat lainnya secara
berlebihan dapat menyebabkan iritasi pada lambung
sehingga menimbulkan perdarahan. Substansi tersebut
di atas harus dihentikan paling tidak 48 jam sebelum
dilakukan pemeriksaan
 Tidak diperlukan pembatasan diet.
Cara kerja:
 Siapkan sampel pemeriksaan
 Buka tutup spesimen collection tube, kemudiaan ambil
sampel feses paling tidak pada 3 tempat yang berbeda
menggunakan ujung stick
 Tutup rapat, kemudian kocok sampel dengan buffer
ekstraksi. Sampel pemeriksaan ini dapat disimpan
selama 6 bulan pada suhu - 200C bila tidak dilakukan
pemeriksaan dalam 1 jam
 Buka test strip FOB
 Melalui ujung ssimen collection tube, teteskan 2 tetes
samel (±90µl) ke dalam sumur sampel (S), kemudian
jalankan timer. Hindari terbentuknya gelembung udara di
dalam sumur sampel (S)
 Tunggu sampai muncul garis merah.
 Pembacaan dilakukan pada menit ke 5, dan jangan
menginterpretasikan hasil setelah 10 menit.
Interpretasi hasil:
Positif ( +) Muncul tanda merah pada kedua garis baik pada garis control
(C) maupun garis test (T)
Intensitas warna merah yang muncul pada garis T bervariasi
tergantung pada konsentrasi hemoglobin di dalam spesimen
Negatif ( - ) Muncul tanda merah pada 1 garis, yaitu pada garis control (C)
Invalid Tidak muncul garis merah pada garis control (C)
Gambar. Cara Kerja FOBT Cromatography Immunoassay

2. Urobilin
Dalam tinja normal selalu ada urobilin. Jumlah urobilin akan
berkurang pada ikterus obstruktif, pada kasus obstruktif total
hasil tes menjadi negatif, tinja dengan warna kelabu disebut
akholik.
Cara kerja:
 Taruh beberapa gram tinja dalam sebuah mortir dan campur
dengan larutan mercurichlorida 10 % dengan volume sama
dengan volume tinja.
 Tuanglah bahan itu ke dalam cawan datar agar lebih mudah
menguap dan biarkan selama 6-24 jam
 Adanya urobilin dapat dilihat dengan timbulnya warna merah
3. Urobilinogen
Penetapan kuantitatif urobilinogen dalam tinja memberikan
hasil yang lebih baik jika dibandingkan terhadap tes urobilin
karena dapat menjelaskan dengan angka mutlak jumlah
urobilinogen yang diekskresilkan per - 24 jam sehingga
bermakna dalam keadaan seperti anemia hemolitik dan
ikterus obstruktif.Tetapi pelaksanaan untuk tes tersebut
sangat rumit dan sulit, karena itu jarang dilakukan di
laboratorium. Bila masih diinginkan penilaian ekskresi
urobilin dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan
urobilin urin.
4. Bilirubin
Pemeriksaan bilirubin akan beraksi negatif pada tinja normal
karena bilirubin dalam usus akan berubah menjadi
urobilinogen dan kemudian oleh udara akan teroksidasi
menjadi urobilin.Reaksi mungkin menjadi positif pada diare
dan pada keadaan yang menghalangi perubahan bilirubin
menjadi urobilinogen, seperti pengobatan jangka panjang
dengan antibiotik yang diberikan peroral, mungkin
memusnakan flora usus yang menyelenggarakan perubahan
tadi.Untuk mengetahui adanya bilrubin dapat digunakan
metode pemeriksaan Fouchet.
PUSTAKA

From P, Bieganiec B, Ehrentich Z, Barak M. 2000. Stability of Common


Analytes in urine Refrigerated for 24 h Before Automated Analysis by Test
Strips. Clinical Chemistry : 49:9.

Gandasoebrata. 2006. Penuntun laboratorium Klinik . Jakarta Timur:


Penerbit Dian Rakyat.

Hendry JB. 2000. Clinical Diagnosis and Management by Laboratory


methods: Examination of Urine. New York : Saunders.

Kaplan LA, Pesce AJ. 1996. Clinical Chemistry, Theory, Analysis, and
Correlation. 3th Edition. St. Louis : Mosby Inc.

Lewandroski K. 2002. Clinical Chemistry laboratory management & Clinical


Corellations. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins.

Lewandroski K. 2006. Clinical Chemistry laboratory management & Clinical


Corellations. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins.

Oka TG. 1998. Penuntun Praktikum Patologi Klinik. Bagian Patologi Klinik
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Denpasar

Petunju Kerj “B o An l t ® “. Sur b y .

Anda mungkin juga menyukai