Anda di halaman 1dari 34

TUGAS MAKALAH PATOLOGI

ATEROSKLEROSIS, ANGINA, SERANGAN JANTUNG,


GAGAL JANTUNG, & HIPERTENSI

Disusun oleh:

ADRIAN AFIZ : 517 20 011 083


AL INSYIRAH H : 517 20 011 086
HASMI MAWIAH : 517 20 011 108
HIJRAH WULANDARI : 517 20 011 052
HILDA UTAMI AKSAN : 517 20 011 051
KUSRINI LA GANI : 516 20 011 090
NOVA KRISTIANINGSI TOPILE : 515 20 011 010
RESTIANI PALINO : 516 20 011 043
SOPIAN ADRIAN SUSILO : 516 20 011 132
YELLY ELSYAVERA LAENUS : 515 20 011 009

S1 FARMASI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS PANCASAKTI MAKASSAR

2021
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN 1
A. LATAR BELAKANG 1
B. RUMUSAN MASALAH 1
C. TUJUAN2
D. MANFAAT 2
BAB II PEMBAHASAN 3
A. HIPERTENSI 3
B. GAGAL JANTUNG 10
C. ANGINA PECTORIS 14
D. ATEROSKLEROSIS 18
BAB III PENUTUP 24
A. KESIMPULAN 24
B. SARAN 24
DAFTAR PUSTAKA 25
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Patologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang penyakit dan


bagaimana suatu penyakit terjadi. Dalam dunia medis terutama dunia farmasi,
patologi berperan untuk membantu mendiagnosis berbagai penyakit. Selain untuk
mendiagnosis penyakit, patologi juga berperan untuk menentukan penyebab dan
tingkat keparahan suatu penyakit, memutuskan langkah pencegahan dan
pengobatan yang tepat, serta memantau efektivitas pengobatan yang telah
diberikan. Itulah pentingnya seorang farmasi mengetahui ilmu tentang penyakit.

Di makalah ini di bahas beberapa penyakit yang berkaitan dengan penyakit


jantung dan pembuluh darah, diantaranya hipertensi, gagal jantung, angina
pectoris, dan aterosklerosis. Penyakit jantung dan pembuluh darah merupakan
penyakit yang mematikan banyak penduduk di negara maju dan negara
berkembang lebih dari delapan dekade terakhir. Hingga 63% kematian yang
terjadi di dunia disebabkan oleh penyakit kardiovaskuler. Di Indonesia sendiri
penyakit ini merupakan penyebab kematian tertinggi di Indonesia.

Untuk itulah diperlukan pengetahuan yang memadai dari seorang tenaga


kesehatan terutama apoteker untuk membantu meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat, yaitu pencegahan dan penanggulangan penyakit tidak menular
termasuk penyakit jantung dan pembuluh darah, guna mengurangi angka
kesakitan (morbiditas) dan kematian (mortalitas).

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana pengertian, epidemiologi, etiologi dan faktor resiko, klasifikasi
epilepsi, patofisiologi, manifestasi klinis, komplikasi dari penyakit
hipertensi ?
2. Bagaimana pengertian, epidemiologi, etiologi dan faktor resiko, klasifikasi
epilepsi, patofisiologi, manifestasi klinis, komplikasi dari penyakit gagal
jantung ?
3. Bagaimana pengertian, epidemiologi, etiologi dan faktor resiko, klasifikasi
epilepsi, patofisiologi, manifestasi klinis, komplikasi dari penyakit angina
pectoris ?
4. Bagaimana pengertian, epidemiologi, etiologi dan faktor resiko, klasifikasi
epilepsi, patofisiologi, manifestasi klinis, komplikasi dari penyakit
aterosklerosis ?

C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui pengertian, epidemiologi, etiologi dan faktor resiko,
klasifikasi epilepsi, patofisiologi, manifestasi klinis, komplikasi dari
penyakit hipertensi ?
2. Untuk mengetahui pengertian, epidemiologi, etiologi dan faktor resiko,
klasifikasi epilepsi, patofisiologi, manifestasi klinis, komplikasi dari
penyakit gagal jantung ?
3. Untuk mengetahui pengertian, epidemiologi, etiologi dan faktor resiko,
klasifikasi epilepsi, patofisiologi, manifestasi klinis, komplikasi dari
penyakit angina pectoris ?
4. Untuk mengetahui pengertian, epidemiologi, etiologi dan faktor resiko,
klasifikasi epilepsi, patofisiologi, manifestasi klinis, koplikasi dari
penyakit aterosklerosis ?

D. MANFAAT
1. Dapat mengetahui pengertian, epidemiologi, etiologi dan faktor resiko,
klasifikasi epilepsi, patofisiologi, manifestasi klinis, komplikasi dari
penyakit hipertensi ?
2. Dapat mengetahui pengertian, epidemiologi, etiologi dan faktor resiko,
klasifikasi epilepsi, patofisiologi, manifestasi klinis, komplikasi dari
penyakit gagal jantung ?
3. Dapat mengetahui pengertian, epidemiologi, etiologi dan faktor resiko,
klasifikasi epilepsi, patofisiologi, manifestasi klinis, komplikasi dari
penyakit angina pectoris ?
4. Dapat mengetahui pengertian, epidemiologi, etiologi dan faktor resiko,
klasifikasi epilepsi, patofisiologi, manifestasi klinis, komplikasi dari
penyakit aterosklerosis ?
BAB II

PEMBAHASAN

A. HIPERTENSI

PENGERTIAN HIPERTENSI
Hipertensi adalah meningkatnya tekanan darah sistolik lebih dari 140
mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran
dengan selang waktu lima menit dalam keadaan istirahat/tenang (Pusat Data dan
Informasi Kementrian Kesehatan RI, 2014). Sedangkan definisi hipertensi
menurut Joint National Committee on Detection, Evaluation and Treatment of
High Blood Pressure yaitu tekanan darah yang lebih tinggi dari 140/90 mmHg
(JNC VIII, 2014).

EPIDEMIOLOGI HIPERTENSI
Perkembangan penyakit degeneratif telah menjadi suatu masalah yang
besar di dunia dan khususnya di Indonesia pada saat ini. Penyakit degeneratif
banyak terjadi karena gaya hidup yang tidak sehat. Masyarakat banyak
mengkonsumsi makanan instan yang mengandung pengawet, memiliki kandungan
gizi rendah, mengandung lemak jenuh, garam, gula, dan MSG yang tinggi.
Makanan dengan kandungan lemak jenuh dan kalori yang tinggi dapat
mengakibatkan kegemukan atau obesitas. Hal ini memicu semakin
berkembangnya penyakit degeneratif, salah satunya hipertensi (Anita dkk, 2013).
Hipertensi sering kali disebut sebagai pembunuh gelap (silent killer),
karena termasuk penyakit yang mematikan, tanpa disertai dengan gejala-gejalanya
lebih dahulu (Vitahealth. 2006 dalam Kaisar Pahlawan, M dkk. 2013). Pasien
hipertensi tidak menunjukkan gejala dan diagnosis hipertensi selalu dihubungkan
dengan kecenderungan penggunaan obat seumur hidup dan implikasi berdasarkan
analisis risiko dari asuransi jiwa (Gray, H dkk. 2005 dalam Kaisar Pahlawan, M
dkk. 2013).
Hipertensi merupakan masalah kesehatan masyarakat di seluruh dunia.
Joint Treatment on High Blood PressureVIII (JNC VIII) menyatakan hampir satu
milyar orang menderita hipertensi di dunia. Data WHO tahun 2000 menunjukkan,
di seluruh dunia, sekitar 972 juta orang. Prevalensi hipertensi pada penderita
dewasa pada tahun 2000 di dunia adalah sebesar 26,4% dan diperkirakan tahun
2025 akan mencapai 29,2% (Purnamawati, S dkk. 2010). Profil data kesehatan
Indonesia tahun 2013 menyebutkan bahwa secara nasional terjadi peningkatan
prevalensi hipertensi dari 7,6% pada tahun 2007 menjadi 9,5 % pada tahun 2013
(Profil Data Kesehatan Indonesia, 2014).

KLASIFIKASI HIPERTENSI
Pada umumnya, seseorang dikatakan hipertensi bila tekanan darahnya
>140/90 mmHg. Berdasarkan tingginya tekanan darah, JNC VIII membagi
hipertensi menjadi 4 kategori, yaitu normal, pre-hipertensi, stadium 1 & stadium
2. Tekanan darah seseorang yang normal yaitu berkisar antara 120/80 mmHg. Jika
tekanan darah seseorang mencapai lebih dari 120/90 mmHg maka seseorang
dimasukkan dalam kategori pre-hipertensi. Sedangkan untuk hipertensi stadium 1,
tekanan darah seseorang mencapai 140/99 mmHg dan untuk hipertensi stadium 2,
tekanan darah seseorang melebihi dari 160/100 mmHg. Untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 2.1 Kategori tekanan darah berdasarkan JNC VIII
Kategori Tekanan Darah Sistolik Tekanan Darah Diastolik
Normal <120 mmHg (dan) <80 mmHg
Pre-hipertensi 120-139 mmHg (atau) 80-89 mmHg
Stadium 1 140-159 mmHg (atau) 90-99 mmHg
Stadium 2 ≥160 mmHg (atau) ≥100 mmHg
Sumber : Joint Treatment on High Blood Pressure VIII (2014)

ETIOLOGI HIPERTENSI
Hipertensi bedasarkan etiologi patofisiologinya dibagi menjadi dua yaitu
hipertensi primer atau esensial yang tidak diketahui penyebabnya dan hipertensi
sekunder atau non esensial yang diketahui penyebabnya (Pharmaceutical Care
Untuk Penyakit Hipertensi, 2006).
a. Hipertensi Primer
Sekitar 95% pasien dengan hipertensi merupakan hipertensi esensial
(primer). Penyebab hipertensi esensial ini masih belum diketahui tetapi faktor
genetik dan lingkungan diyakini memegang peranan dalam menyebabkan
hipertensi esensial (Weber dkk, 2014).
Penyebabnya multifaktorial meliputi faktor genetik dan lingkungan. Faktor
genetik mempengaruhi kepekaan terhadap natrium, kepekaan terhadap stress,
reaktivitas pembuluh darah terhadap vasokontriktor, resistensi insulin dan lain-
lain. Sedangkan yang termasuk faktor lingkungan antara lain diet, kebiasaan
merokok, stress emosi, obesitas dan lain-lain (Gunawan, dkk, 2007 dalam
Florensia, Anissa, 2016). Penurunan ekskresi natrium pada keadaan tekanan
arteri normal merupakan peristiwa awal dalam hipertensi esensial. Penurunan
ekskresi natrium dapat menyebabkan meningkatnya volume cairan, curah jantung
dan vasokonstriksi perifer sehingga tekanan darah meningkat. Faktor lingkungan
dapat memodifikasi ekspresi gen pada peningkatan tekanan. Stress, kegemukan,
merokok, aktivitas fisik yang kurang dan konsumsi garam dalam jumlah besar
dianggap sebagai faktor eksogen dalam hipertensi (Robbins dkk, 2007 dalam
Florensia, Anissa, 2016).
b. Hipertensi Sekunder
Hipertensi sekunder adalah tekanan darah tinggi yang disebabkan oleh
masalah kesehatan atau penyakit lain. Penyebab umum hipertensi sekunder yaitu
penyakit ginjal, penyakit endokrin, kehamilan dan obat-obatan. Kurang dari 10%
penderita hipertensi merupakan sekunder dari penyakit komorbid atau obat-obat
tertentu yang dapat mengakibatkan naiknya tekanan darah. Obat-obat tertentu,
baik secara langsung ataupun tidak, dapat menyebabkan hipertensi atau
memperberat hipertensi. Penghentian penggunaan obat tersebut atau mengobati
kondisi komorbid yang menyertainya merupakan tahap pertama dalam
penanganan hipertensi sekunder (Pharmaceutical Care Untuk Penyakit
Hipertensi, 2006).

FAKTOR RESIKO HIPERTENSI


1) Faktor Resiko Yang Tidak Dapat Dimodifikasi
Faktor resiko hipertensi yang tidak dapat dimodifikasi merupakan faktor
resiko yang tidak dapat diubah dan melekat pada penderita hipertensi antara lain
umur, jenis kelamin dan genetik.
a) Usia
Faktor usia sangat berpengaruh terhadap hipertensi karena dengan
bertambahnya umur maka semakin tinggi resiko terkena hipertensi. Kejadian
hipertensi meningkat dengan meningkatnya usia. Setelah umur 45 tahun, dinding
arteri akan mengalami penebalan oleh karena adanya penumpukan zat kolagen
pada lapisan otot polos pembuluh darah, kemudian pembuluh darah akan
berangsur-angsur menyempit dan menjadi kaku sehingga menyebabkan
meningkatnya tekanan darah sistolik. Tekanan sistolik meningkat karena
kelenturan pembuluh darah besar yang berkurang seiring penambahan umur
sampai dekade ketujuh sedangkan tekanan darah diastolik meningkat sampai
dekade kelima dan keenam kemudian menetap atau cenderung menurun. Selain
itu, peningkatan umur akan menyebabkan beberapa perubahan fisiologis, seperti
peningkatan resistensi perifer dan aktivitas simpatik. Pengaturan tekanan darah
yaitu refleks baroresptor pada usia lanjut akan mengalami penurunan sensitivitas,
serta fungsi ginjal juga sudah berkurang yang menyebabkan aliran darah ginjal
dan laju filtrasi glomelurus menurun (Kumar et.al., 2008 dalam Florensia, Anissa,
2016).
b) Jenis Kelamin
Angka kejadian hipertensi pada pria sama dengan wanita. Namun wanita
terlindung dari penyakit kardiovaskuler sebelum menopause sehingga pria lebih
beresiko terkena hipertensi (Cortas K et.al., 2008 dalam Florensia, Anissa, 2016).
Wanita yang belum mengalami menopause dilindungi oleh hormon estrogen yang
berperan dalam meningkatkan kadar High Density Lipoprotein (HDL). Kadar
kolesterol HDL yang tinggi merupakan faktor pelindung dalam mencegah
terjadinya proses aterosklerosis. Peningkatan metabolisme lemak menyebabkan
terjadinya metabolisme lemak yang abnormal disertai endapan kolesterol pada
dinding pembuluh darah sehingga timbul gejala aterosklerosis serta berkuranya
protein dalam jaringan tubuh (Tandi, Joni. 2017). Efek perlindungan estrogen
dianggap sebagai penjelasan adanya imunitas wanita pada usia menopause. Pada
pramenopause wanita mulai kehilangan sedikit demi sedikit hormon estrogen
yang selama ini melindungi pembuluh darah dari kerusakan. Proses ini terus
berlanjut dimana hormon estrogen tersebut berubah kuantitasnya sesuai dengan
umur wanita secara alami, yang umumnya mulai terjadi pada wanita umur 45-55
tahun (Kumar et.al., 2008 dalam Florensia, Anissa, 2016).
c) Riwayat Keluarga
Penderita hipertensi memiliki faktor hipertensi dalam keluarganya sebesar
70-80%. Berbagai penelitian dan studi kasus manguatkan bahwa faktor keturunan
merupakan salah satu penyebab terjadinya hipertensi, 25-60% akan terjadi pada
anaknya. Jika salah satu dari orang tua menderita hipertensi maka sepanjang hidup
kita beresiko menderita hipertensi pula. Dan jika kedua orang tua menderita
hipertensi, resikonya meningkat menjadi sekitar 60% untuk mengalaminya
(Florensia, Anissa, 2016).
d) Genetik
Peran faktor genetik terhadap timbulnya hipertensi terbukti dengan
ditemukannya kejadian bahwa hipertensi lebih banyak terjadi pada kembar
monozigot (satu sel telur) daripada heterozigot (berbeda sel telur). Seorang
penderita yang mempunyai sifat genetik hipertensi primer (esensial) apabila
diberikan secara alamiah tanpa intervensi terapi, akan menyebabkan hipertensinya
berkembang dan dalam waktu sekitar 30-50 tahun akan timbul tanda dan gejala
(Chunfang Qiu et.al., 2003 dalam Florensia, Anissa, 2016).
2) Faktor Resiko Yang Dapat Dimodifikasi
Faktor resiko hipertensi yang dapat dimodifikasi merupakan faktor resiko
yang dapat diubah biasanya diakibatkan perilaku tidak sehat dari penderita
hipertensi antara lain merokok, diet rendah serat, konsumsi garam berlebih,
kurang aktivitas fisik, berat badan berlebih/kegemukan, konsumsi alkohol,
dyslipidemia dan stress (Florensia, Anissa, 2016).
a) Stress
Hubungan antara stress dan hipertensi diduga melalui aktivitas saraf
simpatis, peningkatan saraf dapat menaikkan tekanan darah secara intermiten
(tidak menentu). Stress yang berkepanjangan dapat mengakibatkan tekanan darah
yang menetap tinggi. Walaupun hal ini belum terbukti tetapi angka kejadian
hipertensi pada masyarakat di perkotaan lebih tinggi daripada di pedesaan. Hal ini
dapat dihubungkan dengan pengaruh stress yang dialami kelompok masyarakat
yang tinggal di kota. Stress akan meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer
dan curah jantung sehingga akan menstimulasi aktivitas saraf simpatis (Florensia,
Anissa, 2016).
b) Kebiasaan Merokok
Merokok menyebabkan peningkatan tekanan darah. Perokok berat dapat
dihubungkan dengan peningkatan insidensi maligna dan resiko terjadinya stenosis
arteri renal yang mengalami aterosklerosis (Armilawaty, 2007 dalam Florensia,
Anissa, 2016).
Laporan dari Amerika Serikat menunjukkan bahwa upaya menghentikan
kebiasaan merokok dalam jangka waktu 10 tahun dapat menurunkan insiden
penyakit jantung koroner (PJK) sekitar 24,4%. Nikotin mengganggu sistem saraf
simpatis yang mengakibatkan meningkatnya kebutuhan oksigen miokard. Selain
menyebabkan ketagihan merokok, nikotin juga meningkatkan frekuensi denyut
jantung, tekanan darah dan kebutuhan oksigen jantung, merangsang pelepasan
adrenalin, serta menyebabkan gangguan irama jantung. Nikotin juga mengganggu
kerja saraf, otak dan banyak bagian tubuh lainnya (Florensia, Anissa, 2016).
c) Pola Asupan Garam
Pengaruh asupan garam terhadap terjadinya hipertensi melalui peningkatan
volume plasma, curah jantung dan tekanan darah. Faktor lain yang ikut berperan
yaitu sistem renin angiotensin yang berperan penting dalam pengaturan tekanan
darah. Produksi renin dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain stimulasi saraf
simpatis. Renin berperan dalam proses konversi angiotensin I menjadi angiotensin
II. Angiotensin II menyebabkan sekresi aldosteron yang mengakibatkan
menyimpan garam dalam air. Keadaan ini yang berperan pada timbulnya
hipertensi (Florensia, Anissa, 2016).
d) Obesitas
Berat badan merupakan faktor determinan pada tekanan darah pada
kebanyakan kelompok etnik di semua umur. Menurut National Institutes for
Health USA, prevalensi tekanan darah tinggi pada orang dengan Indeks Masa
Tubuh (IMT) >30 (obesitas) adalah 38% untuk pria dan 32% untuk wanita,
dibandingkan dengan prevalensi 18% untuk pria dan 17% untuk wanita bagi yang
memiliki IMT <25 (status gizi normal).
Obesitas merupakan faktor penyebab kolesterol. Kolesterol merupakan
penyakit yang banyak diderita oleh masyarakat saat ini, kolesterol adalah suatu
lemak atau lipid golongan sterol yang diproduksi oleh tubuh. High Density
Lipoprotein (HDL) merupakan suatu lipoprotein baik yang berfungsi mengangkut
kembali sisa metabolisme kolesterol dalam jaringan dan mengembalikannya ke
hati. HDL menjadi salah satu faktor protektif terjadinya asterosklerosis.
Perubahan kolesterol metabolik dapat menyebabkan hipekolesterolemia dan itu
adalah alasan utama gangguan pada kardiovaskular (Tandi, Joni. 2016).
Data dari studi Farmingham (AS) yang diacu dalam Khomsan (2004)
menunjukkan bahwa kenaikan berat badan sebasar 10% pada pria akan
meningkatkan tekanan darah 6,6 mmHg, gula darah 2 mg/dl dan kolesterol darah
11 mg/dl. Pravalensi hipertensi pada seseorang yang memiliki IMT>30 pada laki-
laki sebesar 38% dan wanita 32% dibanding dengan 18% laki-laki dan 17%
perempuan yang memiliki IMT<25 (Florensia, Anissa, 2016).

PATOFISIOLOGI HIPERTENSI
Tekanan darah ditentukan oleh dua faktor utama, yaitu curah jantung
(cardiac output) dan resistensi vaskular perifer (peripheral vascular resistence).
Curah jantung merupakan hasil kali antara frekuensi denyut jantung dengan isi
sekuncup (stroke volume), sedangkan isi sekuncup ditentukan oleh aliran balik
vena (venous return) dan kekuatan kontraksi miokard. Resistensi perifer
ditentukan oleh tonus otot polos pembuluh darah, elastisitas dinding pembuluh
darah dan viskositas darah. Semua parameter tersebut dipengaruhi oleh beberapa
faktor antara lain sistem saraf simpatis dan parasimpatis, sistem renin-angiotensin-
aldosteron (SRAA) dan faktor lokal berupa bahan-bahan vasoaktif yang
diproduksi oleh sel endotel pembuluh darah (Florensia, Anissa, 2016).
Renin-Angiotensin-Aldosteron (RAA) diaktivasi oleh sekresi renin, yang
merupakan katalisator pembentukan angiotensin I dari hidrolisis angiotensinogen.
Angiotensin I kemudian dihidrolisis oleh angiotensin I-converting enzyme (ACE)
menjadi angiotensin II. Angiotensin II dapat menyebabkan vasokontriksi
pembuluh darah, peningkatan sintesis aldosteron, peningkatak absorbsi natrium,
menaikkan tahanan perifer serta meningkatkan curah jantung sehingga
menyebabkan hipertensi. Korteks adrenal adalah bagian ginjal yang memproduksi
hormon mineral kortikoid dan glokukortikoid, yaitu aldosteron dan kostisol.
Kelebihan aldosteron akan meningkatkan reabsorpsi air dan natrium, sedangkan
kelebihan kortisol meningkatkan sintesa epinefrin dan norepinefrin yang bertindak
sebagai vasokonstriktor pembuluh darah. Secara tidak langsung, ini akan
mempengaruhi peningkatan volume darah, curah jantung dan menyebabkan
peningkatan tahanan perifer total (Florensia, Anissa, 2016). Mekanisme
pengaturan tekanan darah ini dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Mekanisme pengaturan tekanan darah


Sumber : Florensia, Anissa, 2016
MANIFESTASI KLINIS HIPERTENSI
Sebagian besar penderita hipertensi tidak merasakan gejala penyakit. Ada
kesalahan pemikiran yang sering terjadi pada masyarakat bahwa penderita
hipertensi selalu merasakan gejala penyakit. Kenyataannya justru sebagian besar
penderita hipertensi tidak merasakan adanya gejala penyakit. Hipertensi terkadang
menimbulkan gejala seperti sakit kepala, nafas pendek, pusing, nyeri dada,
palpitasi dan epistaksis. Gejala-gejala tersebut berbahaya jika diabaikan, tetapi
bukan merupakan tolak ukur keparahan dari penyakit hipertensi (WHO, 2013).

KOMPLIKASI HIPERTENSI
Menurut Ardiansyah, M (2012) komplikasi dari hipertensi adalah :
- Stroke
Stroke akibat dari pecahnya pembuluh yang ada di dalam otak atau akibat
embolus yang terlepas dari pembuluh non otak. Stroke bisa terjadi pada hipertensi
kronis apabila arteri-arteri yang memperdarahi otak mengalami hipertrofi dan
penebalan pembuluh darah sehingga aliran darah pada area tersebut berkurang.
Arteri yang mengalami aterosklerosis dapat melemah dan meningkatkan
terbentuknya aneurisma.

- Infark Miokardium
Infark miokardium terjadi saat arteri koroner mengalami arterosklerotik
tidak menyuplai cukup oksigen ke miokardium apabila terbentuk thrombus yang
dapat menghambat aliran darah melalui pembuluh tersebut. Karena terjadi
hipertensi kronik dan hipertrofi ventrikel maka kebutuhan oksigen miokardium
tidak dapat terpenuhi dan dapat terjadi iskemia jantung yang menyebabkan infark.
- Gagal Ginjal
Kerusakan pada ginjal disebabkan oleh tingginya tekanan pada kapiler-
kapiler glomelurus. Rusaknya glomerulus membuat darah mengalir ke inti
fungsional ginjal, neuron terganggu dan berlanjut menjadi hipoksik dan kematian.
Rusaknya glomerulus menyebabkan protein keluar melalui urin dan terjadilah
tekanan osmotic koloid plasma berkurang sehingga terjadi edema pada penderita
hipertensi kronik.
- Ensafalopati
Ensefalopati (kerusakan otak) terjadi pada hipertensi maligna (hipertensi
yang mengalami kenaikan darah dengan cepat). Tekanan yang tinggi disebabkan
oleh kelainan yang membuat peningkatan tekanan kapiler dan mendorang cairan
kedalam ruang intertisium diseluruh susunan saraf pusat. Akibatnya neuro-neuro
disekitarnya terjadi koma dan kematian.

B. GAGAL JANTUNG

DEFINISI GAGAL JANTUNG


Gagal jantung didefinisikan sebagai kondisi dimana jantung tidak lagi dapat
memompakan cukup darah ke jaringan tubuh. (Harbanu H Mariyono, Anwar
Santoso, 2007. “GAGAL JANTUNG” Bagian/SMF Ilmu Penyakit Dalam, FK
Unud/ RSUP Sanglah, Denpasar).
Gagal jantung adalah kumpulan gejala yang kompleks dimana seorang pasien
harus memiliki tampilan berupa: Gejala gagal jantung (nafas pendek yang tipikal
saat istrahat atau saat melakukan aktifitas disertai / tidak kelelahan); tanda retensi
cairan (kongesti paru atau edema pergelangan kaki); adanya bukti objektif dari
gangguan struktur atau fungsi jantung saat istrahat (PERHIMPUNAN DOKTER
SPESIALIS KARDIOVASKULER INDONESIA, 2015. “Pedoman Tatalaksana
Gagal Jantung Edisi I”

EPIDEMIOLOGI
Gagal jantung merupakan tahap akhir dari seluruh penyakit jantung dan
merupakan penyebab peningkatan morbiditas dan mortalitas pasien jantung.
Diperkirakan hampir lima persen dari pasien yang dirawat di Rumah Sakit, 4,7%
wanita dan 5,1% laki-laki. Insiden gagal jantung dalam setahun diperkirakan 2,3-
3,7 perseribu penderita pertahun. Kejadian gagal jantung akan semakin meningkat
dimasa depan karna semakin bertambahnya usia harapan hidup dan
berkembangnya terapi penanganan infark miokard mengakibatkan perbaikan
harapan hidup penderita dengan penurunan fungsi jantung. (Harbanu H Mariyono,
Anwar Santoso, 2007. “GAGAL JANTUNG” Bagian/SMF Ilmu Penyakit Dalam,
FK Unud/ RSUP Sanglah, Denpasar)

ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO


Gagal jantung dapat disebabkan oleh banyak hal. Secara epidemiologi
cukup penting untuk mengetahui penyebab dari gagal jantung, dinegara
berkembang penyakit arteri koroner dan hipertensi merupakan penyebab
terbanyak sedangkan dinegara berkembang yang menjadi penyebab terbanyak
adalah penyakit jantung katup dan penyakit jantung akibat malnutrisi. Pada
beberapa keadaan sangat sulit untuk menentukan penyebab dari gagal jantung.
Terutama pada keadaan yang terjadi bersamaan pada penderita.
Penyakit jantung koroner pada Framingham Study dikatakan sebagai
penyebab gagal jantung pada 46% laki-laki dan 27% pada wanita. Faktor risiko
koroner seperti diabetes dan merokok juga merupakan faktor yang dapat
berpengaruh pada perkembangan dari gagal jantung. Selain itu berat badan serta
tingginya rasio kolesterol total dengan kolesterol HDL juga dikatakan sebagai
faktor risiko independen perkembangan gagal jantung.
Hipertensi telah dibuktikan meningkatkan risiko terjadinya gagal jantung
pada beberapa penelitian. Hipertensi dapat menyebabkan gagal jantung melalui
beberapa mekanisme, termasuk hipertrofi ventrikel kiri. Hipertensi ventrikel kiri
dikaitkan dengan disfungsi ventrikel kiri sistolik dan diastolik dan meningkatkan
risiko terjadinya infark miokard, serta memudahkan untuk terjadinya aritma baik
itu aritma atrial maupun aritma ventrikel. Ekokardiografi yang menunjukkan
hipertrofi ventrikel kiri berhubungan kuat dengan perkembangan gagal jantung.
(Harbanu H Mariyono, Anwar Santoso, 2007. “GAGAL JANTUNG”
Bagian/SMF Ilmu Penyakit Dalam, FK Unud/ RSUP Sanglah, Denpasar)
KLASIFIKASI
Klasifikasi gagal jantung berdasarkan kelainan struktural jantung atau
berdasarkan gejala yang berkaitan dengan kapasitas fungsional NYHA.

Tabel 2.2 Klasifikasi Gagal Jantung

Klasifikasi berdasarkan kelainan Klasifikasi berdasarkan kapsitas


struktural jantung fungsional (NYHA)
Stadium A
Kelas I
Memiliki risiko tinggi untuk
Tidak terdapat batasan dalam
berkembang menjadi gagal jantung.
melakukan aktifitas fisik. Aktifitas
Tidak terdapat gangguan struktural
fisik sehari-hari tidak menimbulkan
atau fungsional jantung, tidak terdapat
kelelahan, palpitasi atau sesak nafas.
tanda atau gejala.
Kelas II
Stadium B
Terdapat batasan aktifitas ringan.
Telah terbentuk penyakit struktur
Tidak terdapat keluhan saat istrahat,
jantung yang berhubungan dengan
namun aktifitas fisik sehari-hari
perkembangan gagal jantung, tidak
menimbulkan kelelahan, palpitasi atau
terdapat tanda atau gejala.
sesak nafas.
Kelas III
Stadium C Terdapat batasan aktifitas bermakna.
Gagal jantung yang simtomatik Tidak terdapat keluhan saat istrahat,
berhubungan dengan penyakit tetapi aktfitas fisik ringan
struktural jantung yang mendasari. menyebabkan kelelahan, palpitasi atau
sesak.
Stadium D
Kelas IV
Penyakit jantung struktural lanjut serta
Tidak dapat melakukan aktifitasfisik
gejala gagal jantung yang sangat
tanpa keluhan. Terdapat gejala saat
bermakna saat istrahat walaupun
istrahat. Keluhan meningkat saat
sudah mendapat terapi medis
melakukan aktifitas.
maksimal (refrakter).

PATOFISIOLOGI
Gagal jantung merupakan kelainan multisitem dimana terjadi gangguan pada
jantung, otot skelet dan fungsi ginjal, stimulasi sistem saraf simpatis serta
perubahan neurohormonal yang kompleks.
Pada disfungsi sistolik terjadi gangguan pada ventrikel kiri yang
menyebabkan terjadinya penurunan cardiac output. Hal ini menyebabkan aktivasi
mekanisme kompensasi neurohormonal, sistem Renin – Angiotensin – Aldosteron
(sistem RAA) serta kadar vasopresin dan natriuretic peptide yang bertujuan untuk
memperbaiki lingkungan jantung sehingga aktivitas jantung dapat terjaga.
Aktivasi sistem simpatis melalui tekanan pada baroreseptor menjaga cardiac
output dengan meningkatkan denyut jantung, meningkatkan kontraktilitas serta
vasokons-triksi perifer (peningkatan katekolamin). Apabila hal ini timbul
berkelanjutan dapat menyeababkan gangguan pada fungsi jantung. Aktivasi
simpatis yang berlebihan dapat menyebabkan terjadinya apoptosis miosit,
hipertofi dan nekrosis miokard fokal.
Stimulasi sistem RAA menyebabkan penigkatan konsentrasi renin,
angiotensin II plasma dan aldosteron. Angiotensin II merupakan vasokonstriktor
renal yang poten (arteriol eferen) dan sirkulasi sistemik yang merangsang
pelepasan noradrenalin dari pusat saraf simpatis, menghambat tonus vagal dan
merangsang pelepasan aldosteron. Aldosteron akan menyebabkan retensi natrium
dan air serta meningkatkan sekresi kalium. Angiotensin II juga memiliki efek
pada miosit serta berperan pada disfungsi endotel pada gagal jantung.
Terdapat tiga bentuk natriuretic peptide yang berstruktur hampir sama yeng
memiliki efek yang luas terhadap jantung, ginjal dan susunan saraf pusat. Atrial
Natriuretic Peptide (ANP) dihasilkan di atrium sebagai respon terhadap
peregangan menyebabkan natriuresis dan vasodilatsi. Pada manusia Brain
Natriuretic Peptide (BNO) juga dihasilkan di jantung, khususnya pada ventrikel,
kerjanya mirip dengan ANP. C-type natriuretic peptide terbatas pada endotel
pembuluh darah dan susunan saraf pusat, efek terhadap natriuresis dan
vasodilatasi minimal. Atrial dan brain natriuretic peptide meningkat sebagai
respon terhadap ekspansi volume dan kelebihan tekanan dan bekerja antagonis
terhadap angiotensin II pada tonus vaskuler, sekresi ladosteron dan reabsorbsi
natrium di tubulus renal. Karena peningkatan natriuretic peptide pada gagal
jantung, maka banyak penelitian yang menunjukkan perannya sebagai marker
diagnostik dan prognosis, bahkan telah digunakan sebagai terapi pada penderita
gagal jantung.
Vasopressin merupakan hormon antidiuretik yang meningkat kadarnya pada
gagal jantung kronik yang berat. Kadar yang tinggi juga didpatkan pada
pemberian diuretik yang akan menyebabkan hiponatremia.
Endotelin disekresikan oleh sel endotel pembuluh darah dan merupakan
peptide vasokonstriktor yang poten menyebabkan efek vasokonstriksi pada
pembuluh darah ginjal, yang bertanggung jawab atas retensi natrium. Konsentrasi
endotelin-1 plasma akan semakin meningkat sesuai dengan derajat gagal jantung.
Selain itu juga berhubungan dengan tekanan pulmonary artery capillary wedge
pressure, perlu perawatan dan kematian. Telah dikembangkan endotelin-1
antagonis sebagai obat kardioprotektor yang bekerja menghambat terjadinya
remodelling vaskular dan miokardial akibat endotelin.
Disfungsi diastolik merupakan akibat gangguan relaksasi miokard, dengan
kekakuan dinding ventrikel dan berkurangnya compliance ventrikel kiri
menyebabkan gangguan pada pengisian ventrikel saat diastolik. Penyebab
tersering adalah penyakit jantung koroner, hipertensi dengan hipertrofi
ventrikel kiri dan kardiomiopati hipertrofik, selain penyebab lain seperti
infiltrasi pada penyakit jantung amiloid. Walaupun masih kontroversial,
dikatakan 30 – 40 % penderita gagal jantung memiliki kontraksi ventrikel yang
masih normal. Pada penderita gagal jantung sering ditemukan disfungsi sistolik
dan diastolik yang timbul bersamaan meski dapat timbul sendiri.
(PERHIMPUNAN DOKTER SPESIALIS KARDIOVASKULER
INDONESIA, 2015. “Pedoman Tatalaksana Gagal Jantung Edisi I”
MANIFESTASI KLINIS GAGAL JANTUNG
Tabel 2.3 Manifestasi Klinis Gagal Jantung
Gejala Tanda
Tipikal
Spesifik
- Sesak nafas
- Peningkatan JVP
- Ortopneu
- Refluks hepatojugular
- Paroxysmal nocturnal dyspnoe
- Suara jantung S3 (gallop)
- Toleransi aktifitas yang berkurang
- Apex jantung bergeser ke lateral
- Cepat lelah
- Bising jantung
- Begkak di pergelangan kaki

Kurang tipikal
- Batuk di malam / dini hari
Kurang tipikal
- Mengi
- Edema perifer
- Berat badan bertambah > 2 kg/minggu
- Krepitasi pulmonal
- Berat badan turun (gagal jantung
- Sura pekak di basal parupada perkusi
stadium lanjut)
- Takikardia
- Perasaan kembung/ begah
- Nadi ireguler
- Nafsu makan menurun
- Nafas cepat
- Perasaan bingung (terutama pasien
- Heaptomegali
usia lanjut)
- Asites
- Depresi
- Kaheksia
- Berdebar
- Pingsan

(Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskuler Indonesia, 2015. “Pedoman


Tatalaksana Gagal Jantung Edisi I”)

C. ANGINA PECTORIS

PENGERTIAN ANGINA PECTORIS


Angina pectoris adalah nyeri dada akibat penyakit jantung koroner. Angin
duduk atau angina pectoris terjadi saat otot jantung tidak mendapatkan suplai
darah yang cukup karena pembuluh darah arteri pada jantung menyempit atau
tersumbat.
MANIFESTASI KLINIS ANGINAPECTORIS
Angina pectoris di tandai dengan nyeri dada seperti tertindih, terbakar
tertusuk ataupun terasa penuh. Rasa sakitnya dapat menjalar kelengan, bahu,
punggung, leher, dan rahang. Gejala lain yang dapat menyertai rasa nyeri tersebut
antara lain: keringat yang muncul berlebihanmeski cuaca tidak panas, mula, lelah,
pusing dan sesak nafas.
KLASIFIKASI ANGINA PECTORIS
Berdasarkan karakteristiknya gejalanya, angina pectoris dapat di bedakan menjadi
:
a) Stable angina
Stable angina atau angina stabil sering muncul ketika penderitanya
melakukan aktivitas yang berat atau saat mengalami tekanan emosional. Stable
angina ini memiliki pola yang teratur, dengan durasi yang singkat, biasanya tidak
lebih dari 5 menit. Istrahat dan obata-obatan biasanya dapat mengurangi keluhan.
b) Unstable angina
Unstable angina merupakan jenis angina yang berbahaya. Angina jenis ini
biasanya muncul tiba-tiba, tidak tergantung pada aktivitas yang dilakukan, dan
bisa berlanjut meskipun penderitanya sudah beristirahat. Rentang waktu terjadinya
unstable angina lebih panjang dengan intensitas nyeri yang lebih parah daripada
stable angina. Gejala yang di timbulkan angina jenis ini juga tidah hilang walau
penderita sudah beristirahat dan minum obat. Unstable angina umumnya
merupakan pertanda dari serangan jantung.
c) Prinzmetal’s angina
Berbeda dengan kedua jenis angina yang telah di jelaskan sebelumnya.
Prinzmetal’ disebabkan oleh adanya kekakuan arteri jantung, sehingga terjadi
penurunan jumlah aliran darah untuk sementara waktu. Prinzmeta’s angina
merupakan jenis angina yang cukup jarang terjadi. Angina jenis ini biasanya
muncul saat istirahat, pada saat malam hari ataupun pagi hari. Intensitas nyerinya
cukup berat namun biasanya dapat mereda dengan pemberian obat-obatan.

PENYEBAB DAN FACTOR RESIKO ANGINA PECTORIS


Angina pectoris paling sering di sebabkan oleh penyakit jantung koroner.
Penyakit jantung koroner terjadi akibat adanya penumpukan plak di arteri
( aterosklerosis). Beberapa factor yang biasa meningkatkan resiko terjadinya
penyakit jantung koroner yang bisa memunculkan angina adalah :
 Kebiasaan merokok.
 Riwayat tekanan darah tinggi atau hipertensi.
 Kadar koledtrol jahat (LDL) dab trigliserida yang tinggi.
 Menderita diabetes.
 Riwayat penyakit jantung di keluarga.
 Jarang berolaraga dan tidak aktif berolaraga dan tidak aktif bergerak.
 Mengalami obesitas.
 Berusia diatas 45 tahun untuk laki-laki dan diatas 55 tahun untuk wanita.

KOMPLIKASI ANGINA PECTORIS


Angina pectoris sering disebabkan oleh penyakit jantung koroner . bila
pembuluh darah koroner semakin sempit dan tersumbat total, maka akan muncul
serangan jantung yang bisa mengancam nyawa. Oleh karena itu, angina pectoris
perlu diperiksakan sejak masih berupa gejala awal, atau sejak masih ringan dan
bisa mereda sendiri setelah istrahat.

PENCEGAHAN ANGINA PECTORIS


Angina pectoris yang biasanya disebabkan oleh penyakit jantung koroner
ini dapat di cegah. Caranya adalah dengan menerapakan gaya hidup sehat, pola
dan gaya hidup sehat yang harus diterapkan antara lain:
 Berhenti merokok dan batasi komsumsi minuman berakohol.
 Olaraga secara teratur, dan jaga berat badan ideal.
 Perbaiki pola makan, dengan mengkomsumsi makanan yang rendah lemak
dan garam, buah-buahan, dan gandum utuh.
 Mengolah stres dengan cara yang positif, bisa dengan yoga, meditasi , atau
melakukan ohoby yang menyenagkan.
 Rutin periksa kedokter, jika memiliki penyakit darah tinggi( hipertensi),
kolestrol tinggi
 ( hiperkolesterolemia), atau kencing manis ( diabetes).

D. ATEROSKLEROSIS

PENGERTIAN ATEROSKLEROSIS

Aterosklerosis merupakan suatu


proses inflamasi sehingga didapatkan
pembuluh arteri yang kaku. Hal
tersebut secara patofisiologi
melibatkan lipid, thrombosis, dinding
vaskuler dan sel-sel imun. Umumnya
aterosklerosis diawali dengan disfungsi
endotel dan inflamasi. Keadaan
tersebut menyebabkan endotel vaskular
secara homeostasis mengeluarkan zat-
zat yang dapat menyebabkan
penggumpalan (clotting) atau anti penggumpalan (anti clotting). Keluarnya zat-
zat tersebut disebabkan oleh karena faktor pelindung dari endotel yang telah
rusak. Pelindung tersebut adalah nitrogen monoksida (NO), bahan antiaterogenik
yang utama dihasilkan oleh endotel. (Adi, 2014)

FAKTOR RESIKO ATEROSKLEROSIS

Pada dasarnya, aterosklerosis adalah penimbunan lipid di dalam tunika


intima pembuluh darah. Penyebab yang pasti belum diketahui namun ada
sejumlah faktor resiko yang memungkinkan terjadinya aterosklerosis
1) Faktor Resiko Major
- Hiperkolesterolemia
Hiperlipidemia adalah tingginya kadar lemak (kolesterol, trigliserida
maupun keduanya) dalam darah. Kadar lemak yang abnormal dalam sirkulasi
darah (terutama kolesterol) bisa menyebabkan masalah jangka panjang. Resiko
terjadinya aterosklerosis dan penyakit arteri koroner atau penyakit arteri karotis
meningkat pada seseorang yang memiliki kadar kolesterol total yang tinggi.
Tidak semua kolesterol meningkatkan resiko terjadinya penyakit jantung.
Kolesterol yang dibawa oleh LDL (disebut juga kolesterol jahat) menyebabkan
meningkatnya resiko; kolesterol yang dibawa oleh HDL (disebut juga kolesterol
baik) menyebabkan menurunnya resiko dan menguntungkan. Idealnya, kadar
kolesterol LDL tidak boleh lebih dari 130 mg/dL dan kadar kolesterol HDL tidak
boleh kurang dari 40 mg/dL dan kadar kolesterol HDL harus meliputi lebih dari
25% dari kadar kolesterol total. (LIPI,2009).

Adapun beberapa penyebab hiperlipidemia menjadi faktor resiko pertama


pada kejadian aterosklerosis:

 Pada pembuluh darah, terdapat bercak yang mengandung kolesterol


dan ester kolesterol. Hal ini terbukti berasal dari kolesterol darah
 Diet yang mengandung banyak kolesterol seperti lemak hewan, kuning
telur, dan butter meningkatkan kolesterol plasma.
 Resiko terkena penyakit jantung koroner makin meningkat pada
keadaan dimana kolesterol plasma makin tinggi (Lumongga, 2007).
- Hipertensi
Pada penelitian membuktikan bahwa peningkatan tekanan sistole maupun
diatole merangsang pembentukan aterosklerosis. Hal ini akan meningkatkan
resiko aterosklerosis seiring dengan peningkatan derajad dari hipertensi. Pada
individu yang lebih tua, resiko ini akan bertambah parah dikarenakan kekakuan
dari ppembuluh darah pada individu diatas usia 45 tahun (Lumongga, 2007).
- Merokok
Mengisap rokok dengan kadar nikotin rendah tidak menurunkan resiko ini,
namun resiko ini secara bermakna akan berkurang apabila berhenti merokok sama
sekali. Penyebab yang mungkin adalah nikotin yang menyebabkan terangsangnya
sistem saraf simpatis oksigen yang digantikan dalam molekul Hb dengan karbin
monoksida, peningkatan daya lekat trombosit dan peningkatan permeabilitas
endotel yang dirangsang oleh unsur pokok yang ada dalam rokok. (Sibernagi,
2011)

- Diabetes Melitus
Diabetes militus dapan menjadi penyebab terjadinya PJK. Hal ini akibat
dari peningkatan kadar lemak sehingga meningkatkan faktor resiko terjadinya
aterosklerosis (Lumongga, 2007).

- Inflamasi
Inflamasi berkaitan erat dengan aterogenesis melalui aktivasi
dan proliferasi makrofag, sel endotel, dan sel otot polos pembuluh darah. Pada
individu yang sehat, makrofag tersebar di semua jaringan. Inflamasi umumnya
berawal dari cedera endotel yang diakibatkan oleh suatu mekanisme Vaskular
Cell Adhesi Molekul 1 (VCAM-1) sehingga terdapat banyak di dinding endotel
yang cedera atau rusak. Dengan adanya VCAM-1, maka monosit akan
menempel di VCAM-1 kemudian masuk ke sela endotel yang rusak. Saat itu
monosit mengaktifkan sitokin dan berubah menjadi makrofag (Peter, 2002).

Makrofag berfungsi sebagai pertahanan di wilayah yang rusak dengan


berpindah melalui jaringan. Setelah berpindah, makrofag akan menelan dan
membunuh patogen. Makrofag dirancang untuk menangkap patogen karena
permukaan mereka yang tidak teratur dengan reseptor yang secara khusus
mendeteksi, mengikat, dan menginternalisasi target tersebut. Makrofag dilapisi
dengan reseptor untuk menangkap dan mencerna sel-sel mati dan berbagai
macam puing-puing seluler yang mereka temukan di sekitar mereka. Relevan
dengan aterosklerosis, makrofag memiliki reseptor khusus untuk
mengidentifikasi dan dimodifikasi (teroksidasi, asetat) partikel lipoprotein. (Cho,
2007).

2) Faktor Resiko Minor


- Obesitas
Obesitas memicu terjadinya inflamasi tingkat rendah. Stress
oksidative juga ikut berperan penting dalam obesitas terkait dengan terjadinya
efek metabolik yang merugikan. Hal tersebut menyebabkan terjadinya
disregulasi adiponektin dan inflamasi sehingga terjadinya disfungsi
endotel yang berpengaruh dalam fase awal aterosklerosis. Pembentukan
aterosklerosis berhubungan dengan profil lipid dalam darah dimana keadaan
lemak darah yang dapat ditinjau dari kandungan total kolesterol dan LDL dalam
darah yang tinggi. Hal tersebut akan memicu awal terbentuknya aterosklerosis
(Imam, 2005).

- Stres emosional
Stress berhubungan dengan aliran darah local yaitu aliran darah relatife
lambat tetapi mengalami oksilasi cepat yang dapat menyebabkan terjadinya
kerusakan dan berlanjut pada disfungsi endotel yang merupakan cikal bakal
aterosklerosis. Mudah rupturnya plak dipengaruhi oleh beberapa factor seperti
plak yang eksentrik non klasifikasi, tipisnya fibrous cap, luasnya plak, jumlah sel
radang yang berinfiltrasi, neovaskularisasi dan hemodinamik local. (Fukumoto et
al, 2008)

- Kurangnya gerak fisik


Aktivitas fisik terutama aerobik atau gerak badan isotonic (berlari, jalan kaki,
senam aerobik low impact dll), akan meningkatkan aliran darah yang bersifat
gelombang yang mendorong peningkatan produksi nitrit oksida (NO) serta
merangsang pembentukan dan pelepasan endothelial derive. Selain itu olahraga
juga dapat merangsang pelebaran pembulu darah sehingga aliran darah menjadi
lebih lancar. Hal tersebut akan berbanding terbalik jika olahraga yang dilakukan
kurang (Ekawati, 2010)
- Hiperuricemia
Asam urat adalah hasil akhir dari metabolisme purin. Hal tersebut
diperantarai oleh Xantin sebagai prekursor langsung dari asam urat yang diubah
menjadi asam urat oleh reaksi enzimatis yang melibatkan xantin oksidase.
Peningkatan kadar asam urat berpengaruh dengan terjadinya disfungsi endotel,
anti proliferatif, stress oksidatif yang tinggi, pembentukan radikal bebas dan
pembentukan trombus, yang kesemuanya itu mengakibatkan proses
aterosklerosis. Disfungsi endotel adalah mekanisme utama dimana hiperurisemia
dapat meningkatkan kejadian aterosklerosis. Pasien dengan kadar asam urat yang
persisten tinggi pada darah memiliki angka kejadian yang lebih tinggi untuk
penanda disfungsi endotel, albuminuria dan endotelin plasma (Pramanik et al.,
2015).

PROSES PEMBENTUKAN ATEROSKLEROSIS

Aterosklerosis merupakan sekumpulan kompleks yang melibatkan darah


dan dan kandungan materi didalamnya, endotel vascular dan vasa vasorum.
Daerah yang sering terjadi yaitu di daerah aorta dan arteri koronaria.

Prosesnya diawali dengan


perubahan kolestrol LDL yang
mengalami oksidasi menjadi LDL yang
teroksidasi (Ox LDL). Kemudian hal
tersebut akan semakin beresiko jika pada
pembuluh darah terdapat kemungkinan
kerusakan dari nitrogen monoksida (NO)
yang berfunsi untuk melindungi dinding
endotel pembuluh darah dari bahan-
bahan yang beresiko menempel dan
membentuk trombus seperti Ox LDL,
trombosit dan monosit yang berubah menjadi makrofag. Jika terdapat
kerusakan, maka endotel dapat menjadi aktif dan mengalami gangguan fungsi
kemudian dapat terjadi deendotelisasi dengan atau tanpa disertai proses adesi
trombosit. Berdasarkan ukuran dan konsentrasinya, molekul plasma dan molekul
lain lipoprotein bisa melakukan ekstravasasi melalui endotel yang rusak dan
masuk melalui ruang sub endotelial. Ox LDL yang tertahan akan berubah
menjadi bersifat sitotoksik, proinflamasi, khemotaktik dan proaterogenik. Karena
keadaan tersebut, endotel sulit untuk menghasilkan NO sebagai pelindung serta
fungsi dilatasi pun berkurang (Adi, 2014). NO yang berkurang juga
mengakibatkan keluarnya sel-sel adesi (Vascular Cell Adhesion Molecule-1,
Intercelular Adhesion Molecule-1, E selectin, P selectin) dan menangkap
monosit dan sel T. kemudian monosit tersebut melewati endotel memasuki
lapisan intima dinding pembuluh dan berdiferensiasi menjadi makrofag yang
selanjutnya mencerna tumpukan Ox LDL dan berubah menjadi sel busa (foam
cell). Foam cell macrophage kemudian menjadi satu pada pembuluh darah
dan membentuk fatty streak yang nampak. Jika dibiarkan terus menerus, fatty
streak akan bertambah besar seiring berjalannya waktu bersamaan dengan
berproliferasinya jaringan ikat fibrosa dan jaringan otot polos disekitarnya
sehingga membentuk plak yang makin lama makin membesar. Plak yang
membesar menonjol kearah dalam lumen arteri sehingga mengurangi aliran darah
menyebabkan timbunan sejumlah besar jaringan ikat padat dan arteri pun menjadi
lebih kaku dan tidak lentur. Selanjutnya, garam kalsium seringkali mengendap
bersamaan dengan kolesterol dan lipid yang lain sehingga menyebabkan arteri
mengeras akibat kalsifikasi.(Guyton & Hall, 2012)

Dinding plak akan mengalami degenerasi sehingga mudah sekali untuk


robek. Pada robekan tersebut memungkinkan untuk trombosit menempel pada
permukaan tersebut sehingga dapat membentuk suatu bekuan darah dan sewaktu-
waktu dapat menyumbat aliran darah sehingga aliran darah dapat terhenti
secara tiba-tiba (Guyton & Hall, 2012).
KOMPLIKASI ATEROSKLEROSIS

Di dalam klinik yang penting adalah komplikasi yang dapat membatasi


aliran darah atau mempengaruhi integritas dinding pembuluh darah, seperti hal-
hal berikut:

a) Kalsifikasi plak fibrosa menyebabkan pipe like rigiditas dinding


pembuluh darah yang meningkatkan flagilitas
b) Jika plak bercelah atau berulcerasi, terjadi pembentukan super impose
materi trombus pada tempat tersebut. Trombus dapat menyumbat
lumen pembuluh darah sehingga dapat menyebabkan myokard infark atau
stroke
c) Pada pembuluh darah besar seperti aorta, fragmen trombus dapat
terdorong dan embolisasi ke pembuluh darah perifer
d) Perdarahan ke plak dapat disebabkan rupturnya lapisan endotel yang
menutupinya atau kapiler kecil yang memvascularisasi plak sehingga
beberapa hematome dapat mempersempit pembuluh darah
e) Plak fibrosa dapat menyebabkan atrofi dan menyebabkan dilatasi
aneurisma pembuluh darah (Japardi, 2002)
BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Patologi diperlukan untuk seorang farmasis mendiagnosis penyakit,


patologi juga berperan untuk menentukan penyebab dan tingkat keparahan suatu
penyakit, memutuskan langkah pencegahan dan pengobatan yang tepat, serta
memantau efektivitas pengobatan yang telah diberikan. Patologi diperlukan
pengetahuan yang memadai dari seorang tenaga kesehatan terutama apoteker
untuk membantu meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, yaitu pencegahan
dan penanggulangan penyakit tidak menular termasuk penyakit jantung dan
pembuluh darah.

B. SARAN

Diperlukan pengetahuan yang memadai dari seorang tenaga kesehatan


terutama apoteker untuk membantu meningkatkan derajat kesehatan masyarakat,
yaitu pencegahan dan penanggulangan penyakit tidak menular termasuk penyakit
jantung dan pembuluh darah, guna mengurangi angka kesakitan (morbiditas) dan
kematian (mortalitas).
DAFTAR PUSTAKA

Armilawaty, Amalia. H, Amirudin R. 2007. Hipertensi dan Faktor Resikonya


dalam Kajian Epidemiologi. Bagian Epidemiologi FKM UNHAS.

Chunfang Qiu, Michelle A Williams, Wendy M Leisenring, et al. 2003. Family


History of Hypertension. North Seattle. American Heart Association. 408.

Cortas K et al. Hypertension Last update May 11 2008. [Cited 2015 Jan 10].
Available from http://www.emedicine.com

Departemen Farmakologi dan Terapeutik Universitas Indonesia. 2013.


Farmakologi dan terapi Edisi 5. Balai Penerbitan FKUI. Jakarta

Departemen Kesehatan RI. 2015. Pusat Informasi Obat Nasional. Badan


Pengawas Obat dan Makanan. Jakarta

Departemen Kesehatan RI. 2014. Infodatin hipertensi. Departemen Kesehatan


Republik Indonesia. Jakarta

Depkes RI. 2006. Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Hipertensi. Direktorat


Bina Farmasi Komunitas dan Klinis Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Jakarta.

Florensia, Anissa. 2016. Evaluasi Penggunaan Obat Antihipertensi di Instalasi


Rawat Inap RSUD Kota Tanggerang dengan Metode Anatomical Therapeutic
Chemical/Defined Daily Dose pada Tahun 2015. UIN Syarif Hidayatullah.
Jakarta. Naskah Publikasi.

Graber, MA. 2003. Terapi Cairan, Elektrolit dan Metabolik Edisi 2. Framedia.
Jakarta.

Gray,H.H.,K,D,Dawnskins., J, M,Morgans dan I, A, Simpson. 2005. Kardiologi.


Erlangga, Jakarta, Indonesia. Hal 57-69

Gunawan, dkk. 2007. Farmakologi dan Terapi. Gaya Baru. Jakarta. Hal : 341-360

Guyton, A dan J.Hall. 2006. Fisiologi Kedokteran. EGC, Jakarta, Indonesia. Hal:
231.
James, P.A., Oparil, S., Carter, B.L., Cushman,W.C.,Dennison-Himelfarb, C.,
Handler, J., Lackland, D.T., LeFevre, M.L., MacKenzie, T.D., Ogedegbe, O.,
Smith Jr, S.C., Svetkey, L.P., Taler, S.J., Townsend, R.R., Wright Jr, J.T., Narva,
A.S. dan Ortiz, E., 2014. Evidence-Based Guideline for the Management of High
Blood Pressure in Adults Report From the Panel Members Appointed to the
Eighth Joint National Committee (JNC 8), JAMA, 311(5), 507-520.

Joseph, T. Dipiro, Robert L. Talbert, Gray C. Yee, Gr R Matzkee, Barbara G.


Wells, L. Michael Polsey (Eds). 2008. Pharmacotheraphy A Pathophysiologic
Approach. Edisi ke 7, Mc Graw-Hill Medical Publishing Division. New York.
185-214.

Kaisar Pahlawan, M., dkk. 2013. Penggunaan Obat Antihipertensi pada Pasien
Hipertensi di Bagian Rawat Jalan RS Muhammadiyah Palembang Periode Juli
2011–Juni 2012. Syifa Medika. Palembang. Jurnal Farmasi Syifa Medika Vol 4
No. 1 September 2013.

Kearney, P.M., Whelton, M., Reynolds, K., Muntner, P., Whelton, P.K. dan He, J.
2005. Global Burden of Hypertension:Analysis of Worldwide Data, Lancet,
365(9455), 217-223.

Kemenkes RI. 2008. Peraturan Menteri Kesehatan


No.269/MENKES/PER/III/2008. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Jakarta.

Kemenkes RI. 2009. UU Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.


Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.

Kemenkes RI. 2010. UU RI No 340 Tahun 2010 Tentang Klasifikasi Rumah


Sakit. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.

Kemenkes RI. 2012. UU RI No 12 Tahun 2012 Tentang Akreditasi Rumah Sakit.


Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.

Kemenkes RI. 2014. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 56 Tahun 2014 tentang
Klasifikasi & Perizinan Rumah Sakit. Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia. Jakarta.

Kemenkes RI. 2014. Profil Data Kesehatan Indonesia Tahun 2013. Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.
Kumar V, Abbas AK, Fausto N. Hypertensive Vascular Disease, Dalam Robbin
and Cotran Pathologic Basis of Disease, 7th edition. Philadelpia: Elsevier
Saunders. 2005. p: 528-529

Musriany, Anita, dkk. 2013. Gambaran Penggunaan Obat dan Kepatuhan


Mengkonsumsi Obat Pada Penyakit Hipertensi di Instalasi Rawat Jalan RSUD
Kraton Kabupaten Pekalongan Tahun 2013. Jurnal Ilmiah Farmasi Universitas
Pekalongan. Solo

PERKI. 2015. Pedoman Tatalaksana Hipertensi pada Penyakit Kardiovaskular.


Edisi Pertama. Jakarta

Purnamawati S.Pujiarta. Pranata. Y. 2010. Pengobatan irasional marak di


Indonesia. Media penelitian dan pengembangan Departemen Kesehatan

Robbins, L.S. Cotran. S.R dan Kumar, V. 2007. Buku Ajar Patologi Volume 2
Edisi 7. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 379-383.

Rumah Sakit Umum Daerah Undata. 2018. Profil RSUD Undata Tahun 2018.
RSUD Undata. Palu.

Salwa, A., Nurul, M. 2013. Evaluasi penggunaan obat antihipertensi pada pasien
hipertensi dengan gagal ginjal di instalasi rawat inap RS “X” tahun 2010. Naskah
publikasi UMS. Jurnal Ilmiah Farmasi UMS 2013.

Sumawa, MR Pande. 2015. Evaluasi Kerasionalan Penggunaan Obat


Antihipertensi Pada Pasien Hipertensi Rawat Inap Di RSUP Prof. Dr. R. D.
Kandou Manado Periode Januari-Juni 2014. Jurnal Ilmiah Farmasi UNSRAT Vol
4 No. 3. Agustus 2015 ISSN 2302-2493

Soenarta, Arieska Ann dkk, 2015. Pedoman Tatalaksana Hipertensi Pada Penyakit
Kardiovaskular. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. Jakarta
Swandari, Swestika. 2013. Penggunaan Obat Rasional (POR) 8 Tepat 1 Waspada
Efek Samping. http:bppkmalang.com diakses pada 12 Februari 2014 pukul 02.03
WIB.
Tandi, Joni. 2012. Farmasi Klinik 1. STIFA Pelita Mas. Palu

Tjay, T.H dan K. Raharja. 2007. Obat-Obat Penting Edisi VI. PT. Elax Media
Komputindo. Jakarta

Vitahealth. 2006. Hipertensi. Gramedia, Jakarta, Indonesia


Weber, et al. 2014. Clinical practice guidelines for the management of
hypertension in the community a statement by the American society of
hypertension and the internasional society of hypertension. J Hypertens.

WHO. 2013. A global brief on Hypertension Silent Killer, Global Public Health
Crisis. World Health Organization Press. Geneva

World Health Organization. 2012. Guidelines for ATC classification and DDD
assignment 15th Edition. WHO Collaborating Centre for Drug Statistics
Methodology Norwegian Institute of Public Health.

Anda mungkin juga menyukai