KAJIAN PUSTAKA
Hepatitis adalah suatu peradangan hati yang antara lain dapat disebabkan
oleh virus hepatitis B (VHB). Infeksi virus ini dapat mengakibatkan penyakit
infeksi pada hati yang berpotensial fatal dan merupakan salah satu penyakit yang
sering ditemukan dan menular (Juftrie et al., 2010). Infeksi VHB akut maupun
kronis dapat menyebabkan radang hati, gagal hati, sirosis hati, kanker hati dan
hepatitis akut dengan segala komplikasi serta risiko menjadi kronik. VHB sangat
Hepatitis virus adalah suatu infeksi sistemik yang terutama merusak hati.
11
12
virus yang hepatotropik. Kelompok virus ini memiliki DNA dan hanya
menyerang sel-sel hati. Selain pada manusia, virus ini ditemukan juga pada hewan
yakni jenis Peking duck hepatitis virus dan tree squirrel, infeksi yang
Lebih lanjut dilaporkan bahwa antibodi yang terdapat dalam dua serum penderita
hemophilia yang sering mendapat transfusi darah ternyata bereaksi dengan salah
satu panel serum yang berasal dari suku Aborigin Australia. Karena itu, antigen
tersebut dinamakan antigen Australia. Pada tahun 1970, Dane, Cameron dan
22 nm- didalam serum darah penderita dengan antigen Australia positif. Partikel
tersebut sekarang dikenal sebagai partikel Dane yang merupakan virus utuh.
partikel yang terdiri atas selubung luar yaitu hepatitis B surface antigen (HBsAg)
yang membungkus bagian dalam virus yang mengandung hepatitis B core antigen
genetik yang terdiri dari partially double stranded DNA, DNA polymerase dan
suatu aktivitas protein kinase (Zuckerman and Thomas dalam Soemoharjo, 2008).
Pemeriksaan dengan mikroskop elektron terhadap serum yang
mengandung antigen hepatitis B akan tampak tiga struktur morfologi yang khas
ganda diluar amplop berisi lipid dan tiga bentuk HBsAg yaitu partikel
adalah VHB yang utuh yang terdiri dari pembungkus luar yang disebut Hepatitis
merupakan genom dari VHB dan disebut sebagai Hepatitis B core Antigen
dari core VHB (WHO, 2002;; Alestig, 2010) seperti pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1 : Virus Hepatitis B (Partikel Dane) (Miyakawa & Mayumi 1985)
Dane, partikel HBsAg lepas yang berbentuk bulat (sferik) dengan diamenter 22
nm dan partikel HBsAg yang berbentuk tubuler (filanen) dengan panjang antara
50-200 nm. Dalam perjalanan infeksi VHB ketiga bentuk partikel tersebut dapat
ditemukan dalam darah secara bersamaan. Pada infeksi VHB akut dapat dijumpai
kronik hal ini terjadi pada fase replikatif. Infeksi VHB muncul saat partikel
berbentuk sferik dan filament saja yang ada dalam peredaran darah, yaitu pada
Soewignjo, 2008). Jika konsentrasi HBsAg dalam darah 1000 – 1.000.000 kali
konsentrasi partikel Dane, bila mencapai 1013 partikel tiap cc serum ekivalen
dengan 500 mcg protein HBsAg/cc. HBsAg merupakan antigenik VHB, tetapi
tidak infeksius, tersusun atas karbohidrat, lipid dan protein. Protein HBsAg terdiri
dari 3 bentuk protein yaitu small protein, middle protein dan large protein. Small
protein dikode oleh gen S, Middle protein di oleh gen S dan pre-S2, sedangkan
Large protein dengan kode gen S, pre-S2, gen pre-S1. SHBs merupakan
polipeptida yang paling banyak terdapat dalam ketiga partikel HBsAg, sedangkan
middle protein (MBHs) termasuk komponen yang paling sedikit dan larga protein
(LHBs) terdapat lebih banyak dibanding middle protein (MHBs) pada HBsAg
virion dan partikel HBsAg tubuler tetapi hanya sedikit terdapat pada partiket
HBcAg adalah komponen nukleokapsid VHB;; terdapat dalam sel hati dan
tampak sebagai partikel dengan diameter 27-28 nm terletak didalam nukleus sel
terdapat HBcAg bebas di dalam sirkulasi darah, antigen ini dapat dideteksi hanya
setelah selubung virus dipecahkan. HBcAg membawa serta DNA VHB dan DNA
polimerase. Terdapatnya HBcAg dalam hati merupakan petunjuk terjadinya
dideteksi dalam serum. Selain itu HBeAg berbeda dengan HBcAg karena HBeAg
partikel Dane dengan petanda imunologik dan biokemik VHB (HBcAg dan DNA
VHB). Beberapa ahli berpendapat bahwa HBeAg menunjukkan VHB yang sangat
HBsAg positif dengan HBeAg positif menunjukkan 1.000.000 kali lebih infeksius
dari pada serum HBsAg positif dengan anti-HBe positif (Vyas & Blum dalam
Merry, 2001).
imunologik, etnik, sosio ekonomi/gizi, jenis kelamin dan umur host (Vranckx, et
al, 1992)
DNA VHB merupakan dua rantai yang asimentris dalam bentuk lingkaran.
Satu rantai panjang dan satu rantai pendek selalu berhubungan. Bentuk asimentris
ini diperlukan untuk replikasi genom dalam hepatosit. DNA VHB yang positif
dalam serum menunjukkan adanya partikel VHB yang utuh (partikel Dane) dalam
tubuh penderita. Hilangnya DNA VHB didahului oleh hilangnya HBsAg, HBeAg,
dan IgM anti-HBc, dalam hal ini proses penyembuhan sedang berlangsung
(Dienstag, 1994).
dengan partikel Dane dan terletak dibagian dalam HBcAg. Jika HBsAg positif
dengan kadar DNA polimerase yang tinggi, biasanya HBeAg juga positif. Jika
HBeAg positif dan DNA polimerase yang aktif menunjukkan bahwa VHB masih
HBeAg untuk mengukur partikel Dane yang beredar dalam darah (Lin et al,
1991).
terhadap pembekuan serta pencairan berulang kali. VHB stabil pada suhu 37 0 C
dan tahan terhadap iradiasi ultraviolet. Pada suhu 1000 C selama 10 menit, atau
suhu 600 C selama beberapa jam dan pada pH 2.4 selama 6 jam infektivitasnya
hilangnya antigenisitas HBsAg dan infektivitas virion dalam waktu 3 menit, tetapi
dalam serum yang tidak diencerkan dibutuhkan konsentrasi yang lebih tinggi lagi
diketahui dapat menyebabkan penyakit hati kronik, seperti hepatitis kronik, sirosis
hati dan hepatoma. Di seluruh dunia terdapat lebih dari 350 – 400 juta pengidap
virus hepatitis B, sekitar 250.000 kasus baru hepatoma per tahun dan sekitar 40%
dari penderita sirosis hati dengan HBsAg positif meninggal karena hepatoma
Di seluruh dunia, sekitar 500.000 kematian terjadi setiap tahunnya karena sirosis
hepatis dan karsinoma hepatoseluler yang berkaitan dengan infeksi virus hepatitis
B (Brooks et al., 2004). Persentase pengidap virus hepatitis B pada populasi mulai
kurang dari 2% di area dengan tingkat endemisitas rendah hingga lebih dari 7% di
area dengan tingkat endemisitas tinggi (Kordi & Wallace, 2004). Di berbagai
negara, angka pengidap virus hepatitis B berkaitan dengan modus transmisi yang
predominan dan umur pada saat mendapatkan infeksi (Horvat & Tegtmeier,
2003).
Bagian dunia yang endemisitasnya tinggi adalah terutama Afrika dan Asia
yaitu China, Vietnam, Korea, dimana 50-70 % dari penduduk berusia 30-40 tahun
pernah kontak dengan VHB, dan sekitar 10-15% menjadi pengidap hepatitis B
Hepatitis B terjadi endemik dan infeksi lebih sering terjadi pada orang dewasa
dalam masyarakat perkotaan dan sosio ekonomi yang buruk. Pada tahun 1972-
1978 di Amerika angka prevalensi tertinggi pada golongan umur 15-29 tahun
(Fisher, 1983). Dari hasil beberapa penelitian di Indonesia bahwa frekuensi HBs
exposure rate mencapai 80%. angka exposure rate terhadap infeksi VHB berkisar
14% - 42% pada kelompok umur 1-10 tahun (Mulyanto, 1985). Sekitar 20%- 50%
dari penderita penyakit hati kronik adalah disebabkan oleh infeksi virus hepatitis
frekuensi HBsAg positif yang menyebabkan kanker hati dan meninggal berkisar
antara 2,7% terjadi paling banyak pada kelompok umur 15 – 45 tahun (TLDHS,
2010).
negara yang lain. Prevalensi terendah didapatkan di Amerika Utara dan Eropa
Barat dan Australia dimana infeksi tersebut hanya 0,1 - 0,5% dari total penduduk
horisontal di antara penduduk dewasa mudanya. Di Asia Tenggara dan Afrika Sub
sebagai akibat transmisi vertikal maupun transmisi horisontal dari satu anak ke
Atlantik dimana 50% dari penduduk menjadi pengidap hepatitis. Komisi Hepatitis
dan atau Hepatitis B immune globulin (HBIG). Vaksin mengandung HBsAg yang
diproduksi ragi melalui teknik rekombinan DNA. Vaksin sangat efektif untuk
anti-HBs dengan titer yang tinggi, karena diperoleh dari penderita yang telah
sembuh dari hepatitis B. HBIG digunakan untuk memberikan proteksi pasif yang
cepat kepada individu yang terpapar darah yang mengandung HBsAg. Vaksin
Infeksi virus hepatitis B (VHB) merupakan salah satu infeksi yang paling
umum terjadi di seluruh dunia dengan 400 juta orang diperkirakan menjadi karier
a. Transfusi darah
d. Pria homeseksual
g Pasein imunosupresif
i Transplantasi
c. Genetik
d. Ras
Prevalensi infeksi VHB bervariasi secara luas dan berkorelasi dengan faktor risiko
Perjalanan penyakit infeksi VHB, hati dan darah merupakan organ yang
sangat tinggi.
HBsAg dapat ditemukan dalam semen atau cairan selaput lendir vagina
seksual. Selain itu HBsAg dapat ditemukan dalam darah menstruasi (Himbawani,
et al.,1993).
Partikel HBsAg juga ditemukan pada air liur pengidap maupun penderita
hepatitis B tiga minggu setelah timbul gejala klinik, menghilang sebelum HBsAg
dalam serum menjadi negatif. Walaupun HBsAg pada air liur dengan daya infeksi
yang rendah namun dapat terjadi penularan melalui gigitan, ciuman atau melalui
vertikal terjadi pada ibu hamil yang menderita hepatitis B akut atau pengidap
persisten VHB menularkan virus kepada bayi pada masa perinatalnya. Penularan
1. Penularan VHB in utero yaitu penularan yang terjadi ketika bayi masih di
ini belum diketahui dengan pasti karena salah satu fungsi dari plasenta
adalah proteksi terhadap bakteri atau virus. Barier ini rupanya tidak begitu
VHB diperkirakan telah masuk ke dalam peredaran darah bayi lebih dari 1
jumlah partikel VHB. Bayi dikatakan mengalami infeksi in utero jika dalam
(Soemoharjo, 2008).
2. Penularan perinatal yaitu penularan yang terjadi pada saat persalinan. Faktor
jumlah virion yang terdapat dalam tubuh ibu. Sebagian besar ibu dengan
HBeAg positif akan menularkan infeksi VHB vertikal kepada bayi yang
3 Penularan post natal yaitu penularan yang terjadi setelah bayi lahir misalnya
melalui ASI yang diduga tercemar oleh VHB lewat luka kecil dalam mulut
penderita infeksi VHB atau pengidap VHB kepada orang lain. Sedangkan
jarum suntik, tato permanen, silet atau pisau cukur adalah faktor risiko
yaitu:
1. Penularan perkutan: cara ini terjadi melalui tusukan jarum atau benda lain
yang tercemar oleh bahan infeksius dari VHB. Misalnya melalui suntikan,
transfusi darah atau komponen darah, akupuntur, tato, tindik, tindakan
dapat dibuktikan.
1. Konsentrasi VHB
a. Indikator VHB yang paling praktis dan paling baik adalah tinggi
Mulayanto, 1992).
b. Bila HBeAg (+) maka penularan akan terjadi pada 10-20% individu.
c. Bila HBeAg (-) kemungkinan penularan hanya 1-2,5% (lai et al,
2006).
d. Dalam penularan perinatal: bila HBeAg ibu (+), maka penularan dapat
e. Bila HBeAg ibu (-) maka penularan hanya terjadi pada 10-25% dari
tercemar oleh darah yang mengandung HBsAg dan HBeAg positif (+)
hubungan suami istri terjadi berulang kali dan dalam waktu yang lebih
a. Penularan perkutan HBsAg bisa (+) dalam waktu 1 minggu dan SGPT
dengan jarum yang tercemar oleh darah yang HBsAg (+) adalah
bersifat mutually exclusive, yaitu d dan y. Determinan subtipe ini berada di protein
dipaparkan sebelumnya oleh Levene dan Blumberg pada tahun 1969. Determinan
subtipe lainnya, w dan r, dipaparkan oleh Bancroft et al., 1972. Berdasakan pada
subdeterminan HBsAg. Grup “a” paling banyak terdapat pada semua isolat, dan
mencakup adw, adr, ayw, dan ayr. Selain 4 determinan tersebut, mutasi jangka
panjang juga menghasilkan 9 subtipe minor. Pembagian genotipe dan subtipe ini
penting karena masing-masing mempunyai distribusi geografi tertentu (Apiradee,
w4), sehingga dikenal subtipe ayw1, ayw2, ayw3, ayw4, ayr, adw2, adw4, adrq-
dan adrq+. Pada tahun yang sama, Magnius et al. mengidentifikasi determinan q
(Magnius & Norder, 1995). Pada awalnya, determinan q dinyatakan terdapat pada
semua subtipe kecuali adw4, namun kemudian diketahui tidak terdapat pada
subtipe adr di region Pasifik (Kramvis et al., 2005). Pembagian subtipe adr
Pauty et al. pada tahun 1983 menambah kompleksitas subtipe virus hepatitis B.
asam amino tersebut terjadi sebagai akibat mutasi titik, yang mengubah asam
amino 122 dan atau 160 dari lisin menjadi arginin atau sebaliknya (Okamoto et
al., 1988). Reaktivitas determinan subtipe lainnya telah dipetakan pada posisi
asam amino 127, 134, 159 (Kramvis et al., 2005) serta 158, 159, 177 dan 178
1997). Dalam dekade terakhir, penentuan subtipe secara bertahap digantikan oleh
et al., 2001) dan (2) sekuensing yang dilanjutkan dengan menganalisis substitusi
asam amino pada posisi tertentu pada gen S (Liu et al., 2002).
Variasi geografik mempengaruhi frekuensi berbagai subtipe HBsAg.
Variasi geografik ini lebih banyak berhubungan dengan daerah tempat asal
individu dari pada daerah tempat tinggal individu, sehingga dapat membantu
(dalam Mulyanto, 1992). Berbeda dengan subtipe adw, ayw, dan adr terdapat luas
di berbagai bagian dunia. Dilaporkan subtipe ayr sering ditemui daerah Oceania.
Subtipe ayw tersebar luas mulai dari Afrika Utara, Tengah dan Afrika Barat
Amerika, Asia bagian selatan. Subtipe adw terdapat di Australia sebagai suptipe
dominan dan di daerah Asia selatan seperti Okinawa, Taiwan, Filipina, Indonesia,
China Selatan, India Barat Daya (Okomoto,et al., 1988). Sedangkan subtipe adr
tersebar dari Asia Timur laut sampai Asia bagian selatan. Nepal merupakan salah
satu wilayah di Asia yang memiliki batas antara daerah adw dan ayw. Subtipe
tidak hanya diperlukan untuk menelususri migrasi purba tetatpi juga digunakan
distribusi geografik yang berbeda dari Utara ke Selatan. Subtipe adr (79,6 %),
adw (17,6 %), ayw (0,4 %) dan subtipe ayr (0,9 %) dari 5082 pengidap HBsAg
terbalik;; subtipe adw lebih dominan dibanding subtipe adr (Mayumi dalam
Mulyanto, 1992).
2.5 Subtipe HBsAg dan Perjalanan Penyakit
penderita hepatitis akut terdapat subtipe adw dan ayw dengan frekuensi yang tidak
berbeda. Sedangkan pada hepatitis kronik, subtipe adw cenderung lebih banyak
B akut subtipe adw memiliki masa inkubasinya lebih pendek dari pada subtipe
ayw. Individu yang terinfeksi VHB dari subtipe adw cenderung lebih banyak yang
menjadi kronik dari pada yang terinfeksi dengan subtipe ayw. Pada pengidap
asimtomatik, prevalensi subtipe adr lebih tinggi dibanding subtipe ayr, tetapi pada
penderita penyakit hati subtipe ayr lebih tinggi dibanding subtipe adr (Gerety,
dalam Mulyanto, 1993). Subtipe adr lebih sering berhubungan dengan penyakit
hati kronik dan subtipe ayw cenderung lebih berhubungan dengan infeksi
sementara. Prevalensi subtipe ayw pada pendonor darah hanya 11% tetapi pada
hepatitis akut prevalensi 43% yaitu jauh lebih tinggi (Gebreselassie, 1986).
menjadi genotipe dan subgenotipe, atau dapat juga disebut sebagai strain atau
substrain virus. Disebut sebagai suatu genotipe VHB tersendiri bila terdapat
perbedaan rangkaian lebih dari 8% pada seluruh genom antar suatu kelompok,
atau lebih dari 4% dalam seluruh rangkaian gen S, merupakan subgenotipe bila
terdapat perbedaan rangkaian antara 4%-8% dalam seluruh genom pada suatu
genotipe. Di Dunia terdadapat 10 genotipe (A-J), berdasarkan pada geografik dan
etnis (stuyver, et al., 2000;; Arauz-Ruiz, et al., 2002;; Chu, and Lok, 2002), dan 2
genotipe baru ditemukan yaitu genotipe I dari Vietnam dan Laos, dan genotipe J
dari Jepang (Olinger et al., 2008;; Tatematsu et al., 2009) Dstribusi geografik
genotipe dan subtipe bervariasi. Genotipe A dengan subtipe adw dan D (ayw)
genotipe B dengan subtipe adw dan C (adr) mendominasi di Asia, dan Ocean,
subgenotipe A1-6 pada genotipe A, B1-9 pada genotipe B, C1-C16 pada genotipe
al., 2009, 2010, 2011, 2012;; Meldal et al., 2009). Secara umum subgenotipe C1
secara umun di Jepang, Korea dan China. C2 di China, South East Asia, dan
dengan penyakit hati yang progresivitasnya tidak terlalu cepat dan kemungkinan
al., 2004;; Maria, et al., 2003). Penelitian yang dilakukan di Jepang dan Taiwan
lebih sering ditemukan pada penderita hepatitis B kronik yang terinfeksi genotipe
C dibandingkan genotipe B (Kao et al., 2003;; Kao, 2011). Selain itu konsentrasi
DNA VHB lebih tinggi pada penderita yang terinfeksi oleh genotipe C.
perjalanan penyakit hepatitis B kronik. Salah satu variasi genetik ini adalah
mutasi ganda basal core promotor (BCP) pada nukleiotida (nt) 1762 (A-T) dan nt
1764 (G-A) yang dilaporkan lebih sering ditemukan pada penderita yang
sehingga menyebabkan penyakit hati yang lebih progresif dengan prognosis yang
lebih jelek dibandingkan dengan genotipe B (Sunbul, 2014;; Yang et al., 2008).
sekarang belum diketahui. Namun, secara praktis subtipe HBsAg ini dipakai
geografik subtipe HBsAg seperti pada table 2.3. Di Europa Utara, Benua
Amerika, dan sebagian besar Australia subtipe yang terbanyak adalah adw. Di
Afrika Barat dan Afrika Utara, sekitar laut Tengah, Eropa Timur, Asia Tengah
dan India, subtipe yang terbanyak adalah ayw. Sedang di Jepang, Cina, Asia
Tabel: 2.3 Hubungan antara genotipe dan subtipe virus hepatitis B serta
distribusi geografisnya.
secara geografis (Magnius & Norder, 1995). Prevalensi berbagai genotipe virus
(Kao, 2002;; dan Kidd-Ljunggren et al., 2004). Sebagai contoh, mutasi precore
stop codon lebih sering terjadi pada virus hepatitis B genotipe B daripada
genotipe C. Manifestasi klinis dan respons terhadap terapi antivirus lebih buruk
pada penderita yang terinfeksi virus hepatitis B genotipe C daripada genotipe B
(Kao, 2002).
(Kao, 2002), (4) reverse-phase hibridization line probe assay (LiPA) (Blitz et al.,
1998;; dan Swenson et al., 2001) dan (5) serologic genotyping assay, enzyme-
terhadap epitop pre-S2 yang spesifik-genotipe (Usuda et al., 1999;; dan Moriya et
al., 2002).
Riwayat alamiah dari hepatitis B kronik (HBK) dapat dibagi dalam lima
(5) fase. Tidak semua penderita mengalami setiap fase, dan lamanya dari masing-
masing fase sangat bervariasi. Lima fase ini dapat diringkas sebagai berikut:
Fase ini merupakan fase pertama infeksi yang ditandai dengan tingkat
toleransi kekebalan inang (host) meskipun adanya replikasi VHB yang aktif.
aminotransferase (ALT) dan histologi hati biasanya normal. Replikasi VHB aktif
dan melepaskan VHB DNA, HbeAg dan HBsAg, dapat terdeteksi dalam serum.
infeksi VHB.
Fase hepatitis B kronik dengan HBeAg positif mulai begitu inang (host)
Oleh sebab itu, pada pemeriksaan ALT serum lebih tinggi menunjukkan respon
yang lebih kuat dan menunjukan bahwa ada kerusakan hepatosit yang lebih
banyak, dan hepatitis kronik aktif, sehingga bisa terlihat pada ultrasound hati
(USG) atau biopsi. Pada saat fase ini HBeAg dan HBsAg yang dapat terukur pada
tingkat 10-15% dan 0,5 -1% pertahun secara berturut-turut. Respon kekebalan
lima kali batas normal dan pengembangan produksi anti-HBc IgG, yang mungkin
sulit terdeteksi seperti pada infeksi VHB akut. Hepatitis aktif yang terjadi pada
fase ini dapat menyebabkan sirosis, dalam beberapa kasus akan sulit oleh karena
dengan HBeAg, akan melewati fase replikasi rendah, meskipun infeksi berikutnya
minimal dan VHB DNA rendah atau tidak terdeteksi. Dalam keadaan demikian,
HBeAg negatif, tetapi HBsAg positif dikenal sebagai carrier (pembawa). Sekitar
10% pada fase ini akan berkembang menjadi hepatitis B kronik dengan HBeAg
positif dan 10-20% akan berubah menjadi hepatitis B kronik yang HBeAg negatif.
Hepatitis B kronik dengan HBeAg negatif terjadi karena varian VHB yang
tidak bisa menghasilkan HBeAg., terjadi mutasi pada daerah inti genom,
HBeAg negatif bisa terjadi menyusul pada saat replikasi rendah atau fase hepatitis
B kronik dengan HBeAg positif dan biasanya akan tergambar pada tahap
dikenal sebagai fase HBsAg negatif. Replikasi virus hepatitis B (VHB) bisa
berlangsung terus tetapi tidak terdeteksi dalam serum. Begitu pada fase HBsAg
negatif, ada hasil yang menunjukkan perbaikan dan risiko yang berkurang dari
Fase dg
VHB-
inf. ALT HBeAg HBsAg Histo hati Ket.
DNA
Toleran-
Infeksi diperoleh saat
kekebalan Normal Tinggi (+) (+) Normal
dewasa
HBeAg
Moderate/ Imflamasi Dari beberapa mgg ke
Tinggi (+) (+)
(+) Tinggi kronik tahun
Fase Rendah/td Tergantung
Reaktivasi dlm fase 2
replikatif Normal k (-) (+) pada
atau 4
rendah terdeteksi komplikasi
Sulit untuk
Tinggi Moderat/
Inflamasi kronik membedakan dari fase
HBeAg (-) bertaha tinggi/naik (-) (+)
3 karena viral load
n -turun
berfluktuasi
Tergantung pd
Imunosupresi dpt
komplikasi
HBsAg (-) Normal Rendah (-) (-) menyebabkan
reaktivasi
Susunan HBsAg terdiri atas 3 macam yaitu protein, karbohidrat dan lipid,
yang mana ketiganya merupakan suatu glikoprotein yang terikat pada dua lapisan
lemak (Vyas & Blum, 1984). Polipeptida HBsAg mempunyai kemampuan untuk
menginduksi antibodi spesifik, karena itu dikenal tiga epitope pada HBsAg yaitu
antigen S, antigen pre-S2 dan antigen pre-S1 yang masing-masing terdapat pada
major protein, middle protein dan large protein (Neurath, et al., 1986).
protein tersebut identik susunan asam aminonya (Machida et al., 1984). Major
protein tertier dan bentuknya ditentukan oleh susunan disulfida antar sistein.
Middle protein (pre-S2) merupakan rangkaian asam amino yanga terdapat dalam 2
komplek glikan. Large protein (pre- S1) merupakan rangkain asam amino, terdiri
large protein. Komposisi protein HBsAg bentuk tubuler identik dengan protein
tergantung ada atau tidaknya replikasi virus. Pada pengidap kronik dengan
replikasi virus, partikel HBsAg bulat mengandung protein S dan protein pre S
dengan ratio yang sama dengan HBsAg selubung VHB tetapi dengan jumlah
protein pre-S1 hanya 5% HBsAg selubung. Pada keadaan tanpa replikasi virus,
kandungan protein HBsAg bentuk bulat sebagian besar protein S, protein pre-S2
hanya 1% dan tanpa protein pre-S1 (Takhashi, 1986). HBsAg bentuk bulat
tersusun atas 60 – 100 molekul protein, sekitar 25% dari luas HBsAg selubung
listrik.
virion, merupakan sasaran bagi respon imun inang dan bertanggung jawab untuk
spesifitas virus yang hanya menginfeksi manusia dan beberapa primate lain. Pre-
HBsAg tubuler dan HBsAg selubung virion, sedang protein pre-S2 merupakan
VHB pada permukaan sel hati (Neurath, et al., 1987 ;; Ou & Rutter, 1987).
Genom VHB mempunyai struktur yang khas dan tidak biasa yaitu
memiliki DNA yang sirkuler dan sebagian dalam keadaan berpasangan (partially
double stranded DNA). Untaian yang panjang atau L disebut (-) strand dengan
panjang tetap, sekitar 3200 nukleotida. Untaian yang pendek disebut (+) strand
pasangan basa dari kedua strand sepanjang kurang lebih 200 nukleotida
Ada 13 genom VHB lengkap dengan 4 subtipe adr, tiga subtipe ayw, lima
subtipe adw dan satu subtipe ayr. Ke 13 genom tersebut memiliki panjang rantai
ikatan yang bervariasi. Variasi panjang polinukleotida ini terjadi karena ada
nukleotida yang hilang ataupun yang bertambah. Analisa dari 13 genom tersebut
menunjukkan adanya mutasi titik. Perbedaan tersebut mencapai 10% untuk virus
yang berbeda subtipe, sedang untuk virus yang subtipe sama variasinya hanya
2%, kecuali untuk subtipe ayw yang berbeda kurang dari 2% dengan subtipe adr
analisa komperatif rangkaian 3200 nukleotida dari genom yang dikloning. Partikel
tersebut terdiri dari 2 rantai yang berpasangan. Salah satu dari dua rantai tersebut
yang telah dikloning, menunjukkan adanya empat open reading frame (ORF)
besar pada salinan (-) strand. Selain itu peristiwa masuk ataupun hilangnya
ORF. Sebaliknya ada ORF yang menetap pada salinan (+) strand;; karena itu
protein. Hal ini juga sesuai dengan mekanisme replikasi virus hepadna, yang
menyangkut suatu sintesa RNA (+) yang sesuai dengan (-) strand. Keempat ORF
tindih paling tidak antara satu region dengan region lain, sedang region P tumpang
tindih dengan tiga region yang lain ( gambar 2). Dengan demikian seluruh genom
VHB dibaca sepanjang satu setengah kali lipat;; ini sesuai dengan kenyataan
bahwa VHB merupakan virus DNA mamalia yang terkecil (Notoatmojo, 1997,
2.10.1. Regio S
gene S, region pre-S1 dan region pre-S2. Gena S dan region pre-S2 mempunyai
panjang konstan pada semua subtipe VHB. Sebaliknya akhiran 5’ region pre-S1
dari subtipe adw, adr dan ayr mempunyai 33 nukleitida lebih panjang dibanding
subtipe ayw (Tiollais, et al. 1988). Gena S mengkode sintesa major protein yang
tersusun atas 226 asam amino, disebut juga protein S. Major protein terdiri atas
dua bentuk yaitu bentuk glikosilat dan bentuk non-glikosilat. Gena yang
ditentukan oleh posisi asam amino nomor 122 (lisin/arginine) dan determinan w/r
terutama ditentukan oleh posisi asam amino 160 yaitu arginin untuk determinan r
glikoprotein yang terdapat dalam dua bentuk yaitu satu glikan dan dua glikan.
Asam amino yang dikode oleh region pre-S2 mempunyai epitope yang dominan
Regio pre-S1, pre-S2 dan gena S mengkode sintesa large protein, yang
bevariasi tergantung subtipe yaitu ayw, adw, adr dan ayr, Large protein sangat
Pada fase replikasi virus, HBsAg virion dan partikel HBsAg tubuler dan
protein pada ketiga partikel HBsAg adalah sama (Haerman, et al., 1991).
Didalam hati, DNA virus dapat berada baik dalam keadaan bebas maupun
dalam bentuk terintegrasi dalam genom hepatosit. DNA bebas dan bentuk
terintegrasi biasanya tidak terdapat dalam satu penderita. Kalaupun kedua bentuk
tersebut terdapat dalam satu penderita, masing-masing dalam sel hepatosit yang
hepatosit dapat di jumpai pada penderita hepatitis kronik tanpa sirosis, sebagian
besar DNA VHB terdapat pada pengidap HBsAg positif dengan HBeAg negatif
namun demikian dijumpai juga pada beberapa kasus dengan HBsAg negatif
(Mulyanto, 1993).
apakah infeksi tersebut akut atau kronik. Petanda serologik yang pertama kali
muncul mengikuti infeksi akut adalah HBsAg, yang dapat dideteksi satu sampai
dua minggu pasca paparan dengan virus hepatitis B. Pada individu yang sembuh,
HBsAg tidak terdeteksi lagi dalam serum rata-rata sekitar tiga bulan pasca
paparan. HBeAg pada umumnya terdeteksi pada penderita dengan infeksi akut.
Keberadaan HBeAg dalam serum dikaitkan dengan titer virus hepatitis B yang
pemeriksaan serologik baik terhadap antigen virus maupun terhadap respon imun
berbeda dengan antibodinya (anti-HBc). Anti-HBc IgM titer tinggi dalam serum
menunjukkan adanya infeksi akut dan infeksifitas tinggi. IgM anti-HBc juga
berguna untuk menentukan apakah hepatitis tersebut karena VHB atau karena
superinfeksi oleh virus lain. Pada kasus hepatitis B fulminant IgM anti-HBc
titer rendah IgG anti-HBc dalam serum disertai dengan antibodi terhadap HBsAg
(anti-HBs) menandai infeksi yang telah sembuh;; tetapi titer tinggi IgG anti-HBc
Petunjuk yang paling sensitif dari replikasi virus adalah adanya DNA VHB dalam
antibodi spesifik virus hepatitis B. Antigen pertama yang mencul yaitu antigen
surface (HBsAg). Antigen ini muncul dua minggu sebelum timbul gejala klinik,
menandakan bahwa penderita dapat menularkan VHB ke orang lain, dan biasanya
Terdeteksi antigen ini menandakan bahwa orang tersebut dalam keadaan sangat
infeksius dan selalu ditemukan pada semua infeksi akut. Titer HBeAg berkorelasi
Antigen lain yaitu antigen core (HBcAg) yang hanya ada di dalam
hepatosit sehingga tidak dapat dideteksi dalam serum. Namun yang biasa
dideteksi adalah antibodi terhadap antigen tersebut. Antibodi ini dapat terdeteksi
segera setelah timbul gambaran klinis hepatitis dan menetap untuk seterusnya.
Antibodi ini merupakan penanda kekebalan yang paling jelas didapat dari infeksi
VHB, dan bukan dari vaksinasi. Antibodi ini terbagi menjadi fragmen IgM dan
IgG yang merupakan penanda untuk mendeteksi infeksi baru atau infeksi yang
sudah lama. IgM dan anti-Hbc terlihat pada awal infeksi dan bertahan lebih dari 6
bulan, sedangkan adanya antibody IgG anti Hbc menunjukkan kesembuhan dari
infeksi VHB secara alamiah di masa yang sudah lama atau infeksi VHB kronis
Bila seorang HBsAg positif lebih dari enam bulan maka individu tersebut
menderita infeksi virus hepatitis kronik, karena pada dasarnya hepatitis B akut
paling lama positif selama enam bulan. Faktor risiko terpenting untuk terjadinya
infeksi VHB menahun adalah umur penderita pada waktu terkena infeksi. Bila
terjadi pada waktu neonatus maka 90% bayi tersebut akan mengalami infeksi
kronik. Bila infeksi terjadi pada umur 1-5 tahun infeksi kronik sekitar 25-50% dan
kelainan yang sering dijumpai adalah kelainan kadar transaminase dan petanda
serologi seperti HBsAg yang positif. Diagnosis infeksi kronik juga dapat dilihat
2005).
VHB dan berkaitan hilangnya virus-virus yang bereplikasi dan menurunnya daya
tular. Antibodi terhadap HBsAg (anti-HBs) akan terjadi setelah infeksi alamiah
atau dapat timbulkan oleh imunisasi. Antibodi ini timbul setelah infeksi membaik
memiliki window periode, yaitu saat HBsAg sudah tidak terdeteksi namun anti-
Petanda Makna
HBsAg Pengidap akut atau kronik
IgM anti-HBc Hepatitis B akut (titer tinggi)
Hepatitis B kronik (titer rendah)
IgG anti-HBc Pernah terpapar hepatitis B (HBsAg -)
Hepatitis B kronik (HBsAg +)
Anti HBs Imun terhadap hepatitis B
HBeAg Salah satu petanda replikasi virus, infeksi
akut (IgM anti-HBc titer tinggi), Infeksi
kronik (IgG anti-HBc titier tinggi)
Anti - HBe Masa konvalesens (HBsAg -), atau infeksi
kronik (HBsAg +)
Pre – S Infeksi akut atau infeksi kronik replikafif
Anti-pre-S Hepatitis akut menuju sembuh (HBsAg +),
Imun terhadap hepatitis B (HBsAg -)
DNA VHB Infeksi akut atau infeksi kronik replikatif
Sumber : (Mulyanto, 1995)
sel hati yang terinfeksi dapat berupa bahan-bahan genom protein virus, yang
menyusun progeny virus dan mengeluarkannya dari sel. Replikasi VHB terjadi di
dalam sel hati dan berlangsung melalui suatu perantara RNA. Siklus replikasi
kedalam sitoplasma dan kemudian terjadi pelepasan DNA kedalam nukleus (tahap
DNA VHB yang masuk ke dalam nukleus mula-mula berupa dua rantai
DNA yang tidak sama panjang (partly doublestranded). Kemudian akan terjadi
proses DNA repair berupa pemanjangan rantai DNA yang pendek (DNA (+)
strand) sehingga menjadi dua untai DNA yang sama panjang (Fully double
stranded) atau covalently closed circle DNA (cccDNA) (tahap 4). Selanjutnya
terjadi pregenom RNA (RNA (+) dan beberapa mRNA. Translasi pre- genom
RNA akan menghasilkan protein core (HBcAg), HBeAg dan enzim polymerase,
(tahap 5- 6).
transcription pre-genom RNA menjadi DNA untai (-). Proses ini terjadi
terjadi didalam endoplasmik retikulum. Disamping itu juga terjadi sintesa partikel
VHB lainnya yaitu partikel tubular dan partikel bentuk bulat yang masing-masing
tidak mengandung partikel core dan genom VHB. Selanjutnya melalui aparatus
golgi disekresikan partikel-partikel Dane, partikel bentuk bulat dan tubular juga
HbeAg, dengan cara budding atau lisis langsung kedalam sirkulasi darah (Fields,
progeny virus yang infeksius. Pada proses replikasi virus, sintesa HBcAg terjadi
pregenome virus. Selanjutnya terjadi sintesa DNA virus dari RNA(+) melalui
mekanisme transkripsi.
2.14 Imunologi Virus Hepatitis B
Virus hepatitis B bukanlah suatu virus yang sitopatik. Kelainan sel hati
akibat infeksi virus hepatitis B yang disebabkan oleh reaksi imun tubuh terhadap
hepatosit yang terinfeksi VHB dengan tujuan akhir untuk mengeliminasi VHB.
Pada kasus hepatitis B akut respon imun tersebut berhasil mengeliminasi sel hepar
yang terkena VHB dengan demikian terjadi nekrosis sel yang mengandung VHB
dan terjadi gejala klinik yang diikuti dengan kesembuhan. Pada sebagian
penderita respon imun tersebut tidak berhasil menghancurkan sel hati yang
terinfeksi sehingga VHB tersebut tetap mengalami replikasi. Pada kasus dengan
hepatitis B kronik, respon imun tersebut ada, tetapi tidak sempurna sehingga
hanya terjadi nekrosis pada sebagian sel hati yang mengandung VHB dan masih
tetap ada sel hati yang terinfeksi yang tidak mengalami nekrosis. Dengan
demikian infeksi VHB dapat menjalar ke sel lainnya. Pada pengidap HBsAg
asimtomatik respon imun tersebut sama sekali tidak efektif sehingga tidak ada
nekrosis sel hati yang terinfeksi dan virus tetap mengadakan replikasi tanpa
setelah infeksi VHB. HbcAb terdiri dari IgM dan IgG, namun HbcAb tidak dapat
menetralisir virus. HbcAb bertahan di dalam serum setelah infeksi oleh VHB dan
antibodi ini merupakan IgG. Adanya IgM HbcAb yang tinggi mengindikasi fase
infeksi akut. Sedangkan keberadaan IgG HbcAb tanpa IgM HbcAb dapat
ALT dan AST adalah enzim yang diproduksi oleh sel hati yang dapat
dideteksi di dalam darah. Kadar normal ALT 0-40. Ketika sel hatik rusak, enzim
dilepas dan peningkatan kadar ALT dapat dideteksi di serum. Banyaknya ALT
dalam darah biasanyan digunakan sebagai indikator kerusakan sel hati. Setelah
infeksi terjadi pada saat bersamaan HbcAb terdeteksi dalam darah kadar ALT
dapat meningkat. Peningkatan ALT dapat disebabkan kerusakan sel hati. Pada
kasus infeksi akut, ALT mulai turun pada saat yang sama ketika antigen e sudah
tidak terdeteksi lagi dan akan turun menjadi normal ketika HbsAb muncul.
c. Interferon
imun dan mencegah sel hati disekitarnya agar tidak terinfeksi oleh virus. Oleh
karena itu, interferon sering digunakan sebagai salah satu alternatif pengobatan.
d. HBeAg
penyembuhan.
e. HbsAb
HbsAb bisa disebabkan oleh vaksinasi dan meningkatnya daya tahan tubuh
terhadap virus hepatitis B. Walaupun sangat jarang, infeksi VHB dapat terjadi
pada orang telah divaksinasi. Hal ini bisa terjadi apabila penderita terinfeksi oleh
VHB yang berbeda, penderita mengalami penurunan sistem kekebalan tubuh atau
pada bayi dan anak yang sistem imunnya belum berkembang dengan sempurna
(Radji, 2015).
Kerusakan sel hati yang terjadi adalah akibat respon imunologik tubuh
terhadap sel hati yang terinfeksi VHB. Manifestasi klinik yang terjadi sangat
hepatitis kronik yang menjadi antigen sasaran adalah HBcAg dan mungkin juga
HBeAg yang menempel pada permukaan membrane sel hati. Sel T sitolitik dan
Human Leucocyte Antigen (HLA) klas 1 inang memegang peran utama untuk
Untuk mengenali HBcAg pada membrane sel hati, sel Tmengenali antigen
tersebut dalam bentuk glikoprotein HLA klas 1 (HLA-A, -B, C). Glikoprotein ini
sangat jarang muncul pada permukaan membran sel hati. Selama fase HBeAg
positif dari hepatitis B kronik, penampakan HLA kls 1 tersebut tidak berubah,
tetapi pada fase anti HBe yang telah berhasil mengiliminir hepatosit yang
mengandung virus replikatif, densitas protein HLA kls 1 tersebut naik secara
nyata. Perubahan ini didahului serokonversi HBeAg, terjadi pada sel yang
mengandung virus replikatif, maka hal ini mungkin merupakan faktor yang
mengakibatkan lebih efisiensinya lisis sel hepatosit yang terinfeksi (Thomas et al,
1984).
Setelah virus masuk kedalam tubuh maka akan segera muncul alfa
interferon yang akan mengaktifkan peran sel Natural Killer (NK). Meningkatnya
jumlah interferon alfa ini akan menyebabkan keluhan panas badan serta rasa
mual. Reaksi sel radang seperti limfosit T, CD4 muncul dan akan meningkat
yang terinfeksi oleh VHB disebabkan karena adanya ekspresi antigen pada
membran hepatosit yang disertai dengan ekspresi molekul MHC yang kemudian