PRE - EKLAMPSIA
Disusun Oleh:
Giano Florian Rumbay (406182049)
Pembimbing:
dr. Freddy Dinata, Sp.OG
Referat :
Pre - Eklampsia
Disusun oleh :
Giano Florian Rumbay (406182049)
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
2
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Obstetri dan Ginekologi
Periode 30 Maret – 12 April 2020
LATAR BELAKANG
3
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Obstetri dan Ginekologi
Periode 30 Maret – 12 April 2020
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Preeklampsia merupakan kondisi spesifik pada kehamilan di atas 20 minggu yang
ditandai dengan adanya disfungsi plasenta dan respon maternal terhadap adanya
inflamasi spesifik dengan aktivasi endotel dan koagulasi. Tanda utama penyakit ini
dengan adanya hipertensi dan proteinuria. Sedangkan eklampsia merupakan kasus akut
pada penderita preeklampsia, yang disertai dengan kejang menyeluruh dan atau koma.
Kedua penyakit ini dapat timbul pada ante, intra, dan post partum.
Epidemiologi
Preeklampsia terjadi pada 2% hingga 8% kehamilan, risikonya paling tinggi pada
mereka yang memiliki riwayat preeklampsia, dengan angka mulai dari 15% hingga
65%, tergantung pada usia kehamilan saat onset dan beratnya preeklampsia.
Preeklampsia lebih sering terjadi pada kehamilan pertama dan lebih rendah pada
kehamilan berikutnya. Risiko pre-eklampsia kembali meningkat pada kehamilan
pertama pada wanita yang memiliki pasangan baru untuk kehamilan berikutnya.
Namun, mungkin juga dipengaruhi oleh interval antar kehamilan yang lebih lama
daripada perubahan pasangan, dengan kejadian preeklampsia yang meningkat dengan
rentang 7 tahun antara kehamilan.
Sama halnya dengan pre-eklampsia, eklampsia dapat timbul pada ante, intra,
dan post partum. Eklampsia post partum umumnya hanya terjadi dalam waktu 24 jam
pertama setelah persalinan. 50-60% kejadian eklampsia terjadi dalam keadaan hamil.
30-35% kejadian eklampsia terjadi pada saat inpartu, dan sekitar 10% terjadi setelah
persalinan. Pada negara berkembang kejadian ini berkisar 0,3-0,7%. Di Indonesia Pre
4
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Obstetri dan Ginekologi
Periode 30 Maret – 12 April 2020
eklampsia dan eklampsia penyebab kematian ibu berkisar 15-25%, sedangkan 45-50%
menjadi penyebab kematian bayi.
Faktor Risiko
Preeklampsia & Eklampsia:
Kondisi-kondisi yang berpotensi menyebabkan penyakit mikrovaskular
(diabetes melitus, hipertensi kronik, gangguan pembuluh darah)
Sindrom antibodi antifosfolipid (APS)
Nefropati
Faktor risiko lainnya dihubungkan dengan kehamilan itu sendiri, dan faktor
spesifik dari ibu atau janin.
o Umur > 40 tahun
o Nullipara dan Kehamilan multipel
Obesitas sebelum hamil
Riwayat keluarga pre-eklampsia dan eklampsia
Riwayat pre-eklampsia pada kehamilan sebelumnya
Patofisiologi:
1. Plasentasi superfisial dengan remodeling arteri spiral yang tidak memadai
dan respon stres yang terganggu
5
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Obstetri dan Ginekologi
Periode 30 Maret – 12 April 2020
Setelah implantasi blastokista ke dalam endometrium, trofoblas terus
menerobos endometrium uterus sampai mencapai arteri spiral, dan selama
periode ini mereka juga berdiferensiasi menjadi sel yang mirip endotel.
Kemudian trofoblas memulai remodeling arteri spiral dengan menggantikan otot
polos dan sel endotel. Transformasi arteri dengan otot yang tebal menjadi
pembuluh berkapasitas tinggi sebagai konsekuensi dari peningkatan diameter
pembuluh dan terciptanya aliran darah tinggi, serta resistansi rendah,
memungkinkan lebih banyak aliran darah ke unit uteroplasenta dan juga
mengurangi kemampuan pembuluh ini untuk vasokonstriksi. Selama kehamilan
normal sel trofoblas menginvasi tidak hanya desidua, tetapi juga sepertiga dari
ketebalan miometrium. Dengan demikian para peneliti menyarankan bahwa
trofoblas abnormal dapat mengakibatkan plasentasi dangkal dan transformasi
yang tidak adekuat dari arteri spiral yang mengarah ke preeklampsia. Arteriol
miometrium yang lebih dalam mempertahankan lapisan endolial dan otot-otot
mereka, dan diameter eksternal rata-rata mereka hanya setengah dari pembuluh
darah pada plasenta normal (Gambar 1).
6
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Obstetri dan Ginekologi
Periode 30 Maret – 12 April 2020
memadai dari arteri spiral, terkait dengan komplikasi pada kehamilan seperti
preeklampsia dan retardasi pertumbuhan intrauterin. Pada preeklampsia,
transformasi arteri spiral yang tidak sempurna menjadi pembuluh berkapasitas
tinggi dan arteri ini tetap memiliki saluran resistansi tinggi yang mengakibatkan
pengiriman oksigen yang tidak memadai, menyebabkan iskemia plasenta dan
infark. Selanjutnya mengakibatkan pelepasan banyak faktor yang menyebabkan
disfungsi endotel vaskular maternal. Mungkin, iskemia plasenta saja tidak cukup
untuk menyebabkan preeklamsia karena IUGR, juga ditandai dengan kegagalan
transformasi fisiologis arteri spiral dan insufisiensi plasenta, tidak sering terjadi
dengan preeklampsia. Perubahan awal preeklampsia, termasuk kerusakan
endotel, akumulasi komponen plasma ke dinding pembuluh darah, proliferasi sel
myointimal, dan nekrosis medial. Lipid pertama kali terakumulasi dalam sel
myointimal dan kemudian di dalam makrofag. Proses ini disebut sebagai
atherosis oleh Hertig pada tahun 1945. Selain itu, diperkirakan bahwa atherosis
akut ini berkaitan dengan peningkatan risiko aterosklerosis dan penyakit
kardiovaskular di kemudian hari. Berkurangnya perfusi dan lingkungan hipoksik
akhirnya menyebabkan pelepasan debris plasenta atau mikropartikel yang
memicu respons inflamasi sistemik. Efek dari stres akibat gesekan karena
tekanan, selain kelainan trofoblas, juga dapat memengaruhi remodeling arteri
spiral. Lumen arteri uterus meningkat sebelum plasentasi selesai. Ada juga
perubahan aliran darah di arteri uterus sepanjang beberapa minggu pertama
kehamilan, dan setelah remodeling arteri spiral menjadi berkecepatan rendah dan
mengalirkan kompartemen lebih banyak, berkurangnya resistensi arteri spiral,
sehingga meningkatkan kecepatan aliran darah dalam arteri aferen (radial dan
arkuata), menyebabkan stres akibat tekanan yang tinggi pada dinding arteri.
Stres akibat tekanan yang disebabkan oleh aliran ini adalah modulator tonus
pembuluh darah di arteri yang terisolasi dari wanita hamil normal, yang
dimediasi oleh produksi oksida nitrat (NO) yang menghasilkan vasodilatasi,
yang selanjutnya menurunkan resistensi pembuluh darah rahim dan
7
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Obstetri dan Ginekologi
Periode 30 Maret – 12 April 2020
menormalkan stres akibat tekanan ini pada dinding arteri. Pada preeklampsia
terdapat gangguan pelepasan NO yang dimediasi oleh proses diatas, yang dapat
memainkan peran dalam vasokonstriksi dan meningkatkan resistensi pembuluh
darah, yang dapat mengganggu aliran darah uteroplasenta.6
8
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Obstetri dan Ginekologi
Periode 30 Maret – 12 April 2020
penyakit, dan mereka lebih tinggi pada awal dibandingkan pada preeklamsia
lanjut. Juga, konsentrasi plasma ibu sFlt-1 meningkat sebelum manifestasi klinis
preeklampsia terjadi dan menurun secara nyata setelah melahirkan. Faktor
antiangiogenik kedua yang terlibat dalam patogenesis preeklamsia adalah sENG,
ko-reseptor permukaan sel TGF-β1 dan TGF-β3 yang menginduksi migrasi dan
proliferasi sel-sel endotel. Keterlibatan sENG dalam patogenesis preeklampsia
termasuk konsentrasi plasma ibu yang lebih tinggi pada wanita dengan
preeklampsia dibandingkan dengan wanita hamil yang sehat berkorelasi dengan
tingkat keparahan penyakit. Berkurangnya aliran darah uteroplasenta, kerusakan
pada pohon vili, pelepasan sinsitial dari faktor-faktor antiangiogenik, stres
oksidatif, autoantibodi anti-AT1, sitokin proinflamasi, kelebihan trombin, dan
hipoksia, semuanya diduga bertanggung jawab atas peningkatan beban pada
keadaan antiangiogenik pada preeklampsia (Gambar 2).6
Manifestasi Klinis
Preeklampsia:
Pusing dan nyeri kepala
Nyeri ulu hati
9
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Obstetri dan Ginekologi
Periode 30 Maret – 12 April 2020
Pandangan kurang jelas
Mual hingga muntah
Eklampsia:
Kejang
Penurunan Kesadaran
Nyeri kepala hebat
Gangguan penglihatan
Muntah – muntah
Nyeri ulu hati atau abdomen bagian atas
Kenaikan progresif tekanan darah
10
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Obstetri dan Ginekologi
Periode 30 Maret – 12 April 2020
3. Eklampsia:
a. Kejang umum dan/atau koma
b. Ada tanda dan gejala preeklampsia
c. Tidak ada kemungkinan penyebab lain (epilepsi, perdarahan subarakhnoid,
meningitis)
Pemeriksaan keadaan umum: sadar atau penurunan kesadaran Glasgow
Coma Scale dan Glasgow-Pittsburg Coma Scoring System.
Pada tingkat awal atau aura yang berlangsung 30 sampai 35 detik, tangan
dan kelopak mata bergetar, mata terbuka dengan pandangan kosong.
Tahap selanjutnya timbul kejang
Pemeriksaan tanda vital adanya peningkatan tekanan darah diastol > 110
mmHg
Sianosis
Skotoma penglihatan
Dapat ditemukan adanya tanda – tanda edema paru dan atau gagal
jantung
Pemeriksaan urinalisa didapatkan proteinuria >= 2+
Diagnosa Banding8:
11
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Obstetri dan Ginekologi
Periode 30 Maret – 12 April 2020
Preeklampsia:
Superimposed preeklamsia pada hipertensi kronik
Hipertensi kronik pada kehamilan
Hipertensi Gestasional
Eklampsia
Eklampsia:
Kejang pada eklampsia haru dipikirkan kemungkinan kejang akibat penyakit lain
Hipertensi
Perdarahan otak
Lesi di otak
Meningitis
Epilepsi
Kelainan metabolik
Tatalaksana
Non Medikamentosa
1. Pre-eklampsia ringan
a. Dapat di rawat jalan dengan pengawasan dan kunjungan antenatal yang lebih
sering.
b. Dianjurkan untuk banyak istirahat dengan baring atau tidur miring. Namun tidak
mutlak selalu tirah baring
c. Diet dengan cukup protein dengan rendah karbohidrat, lemak dan garam
secukupnya.
d. Pemantauan fungsi ginjal, fungsi hati, dan proteinuria berkala.
2. Pre-eklampsia berat
12
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Obstetri dan Ginekologi
Periode 30 Maret – 12 April 2020
Segera melakukan perencanaan untuk rujukan segera ke Rumah Sakit dan
menghindari terjadi kejang dengan pemberian MgSO4
3. Eklampsia
Perawatan dasar eklampsia yang utama adalah terapi supportif untuk stabilisasi
fungsi vital, dengan pemantauan terhadap Airway, Breathing, Circulation (ABC).
a. Pemberian obat anti kejang.
b. Masukan sudap lidah ke dalam mulut penderita.
c. Baringkan pasien pada sisi kiri, posisi trendelenburg untuk mengurangi risiko
aspirasi
d. Kateterisasi urin untuk pengukuran cairan dan pemeriksaan proteinuria.
e. Beberapa keluarga pasien membantu untuk menjaga pasien tidak terjatuh dari
tempat tidur saat kejang timbul
f. Beri O2 4 – 6 liter permenit.
Medikamentosa
Pantau keadaan klinis ibu tiap kunjungan antenatal: tekanan darah, berat badan, tinggi
badan, indeks masa tubuh, ukuran uterus dan gerakan janin.
Pre-eklampsia:
1. Obat anti hipertensi
Nifedipine 4 x 10 – 30 mg peroral (short acting). Dapat menyebabkan hipotensi
pada ibu dan janin, bila diperlukan diberikan sublingual
Nikardipin 5 mg/jam, dapat dititrasi 2.5 mg/jam tiap 5 menit hingga maksimum
10 mg/jam
Metildopa 2 x 250 – 500 mg peroral (dosis maksimal 2000 mg/hari)
Antihipertensi golongan ACE Inhibitor (captopril, dll), ARB (valsartan, dll) dan
klorotiazid dikontraindikasikan pada ibu hamil. Ibu yang mendapat terapi
13
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Obstetri dan Ginekologi
Periode 30 Maret – 12 April 2020
antihipertensi di masa antenatal dianjurkan untuk melanjutkan terapi antihipertensi
hingga persalinan.
2. Pemberian MgSO4
Berikan dosis awal 4g MgSO4 sesuai prosedur untuk mencegah kejang atau
kejang berulang
Sambil menunggu rujukan, mulai dosis rumatan 6g MgSO4 dalam 6 jam sesuai
prosedur
Syarat pemberian:
Tersedia Ca Glukonas 10%
Ada reflex patella
Jumlah urin minimal 0.5 ml/kgBB/jam
Frekuensi napas 12 – 16 x/menit
Cara pemberian dosis awal:
Ambil 4g larutan MgSO4 (10 ml larutan MgSO4 40%) dan larutkan denan 10 ml
akuades
Berikan larutan tersebut secara perlahan IV selama 20 menit
Jika akses intravena sulit, berikan masing – masing 5 gr MgSO4 (12.5 ml larutan
MgSO4 dalam 40%) IM di bokong kiri dan kanan.
Cara pemberian dosis rumatan:
Ambil 6 gr MgSO4 (15 ml larutan MgSO4) dan larutkan dalam 500 ml larutan
Ringer Laktat/Ringer Asetat, lalu berikan secara IV dengan kecepatan 28 tetes /
menit selama 6 jam, dan diulang hingga 24 jam setelah persalinan atau kejang
terakhir (bila eklampsia)
Eklampsia:
1. MgSO4 diberikan intravena dengan dosis awal 4 g (10 ml MgSO4 40%, larutkan
dalam 10 ml akuades) secara perlahan selama 20 menit, jika pemberian secara
14
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Obstetri dan Ginekologi
Periode 30 Maret – 12 April 2020
intravena sulit, dapat diberikan secara IM dengan dosis 5 mg masing – masing
bokong kanan dan kiri.
2. Sambil menunggu rujukan, mulai dosis rumatan 6 g MgSO4 (15 ml MgSO4 40%,
larutkan dalam 500 ml larutan Ringer Laktat/Ringer asetat) 28 tetes/menit selama 6
jam dan diulang hingga 24 jam setelah persalinan atau kejang berakhir.
3. Pada kondisi dimana MgSO4 tidak dapat diberikan seluruhnya, berikan dosis awal
(loading dose) lalu rujuk ibu segera ke fasilitas kesehatan sekunder.
4. Diazepam juga dapat dijadikan alternatif pilihan dengan dosis 10 mg IV selama 2
menit (perlahan), namun mengingat dosis yang dibutuhkan sangat tinggi dan
memberikan dampak pada janin, maka pemberian diazepam hanya dilakukan
apabila tidak tersedia MgSO4.
5. Stabilisasi selam proses perjalanan rujukan
a. Lakukan pemeriksaan fisik tiap jam, meliputi tekanan darah, frekuensi nadi,
frekuensi pernapasan, refleks patella.
b. Bila frekuensi pernapasan < 16 x/menit, dan/atau tidak didapatkan refleks
tendon patella, dan/atau terdapat oliguria (produksi urin < 0.5 ml/kgBB/jam),
segera hentikan pemberian MgSO4.
6. Jika terjadi depresi napas, berikan Ca glukonas 1g IV (10 ml larutan 10%) bolus
dalam 10 menit.
15
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Obstetri dan Ginekologi
Periode 30 Maret – 12 April 2020
4. Pada ibu dengan preeklampsia berat, dimana usia kehamilan 34-37 minggu,
manajemen ekspektan boleh dianjurkan, asalkan tidak terdapat hipertensi yang tidak
terkontrol, disfungsi organ ibu, dan gawat janin.
5. Pada ibu dengan preeklampsi berat yang kehamilannya sudah aterm, persalinan dini
dianjurkan.
6. Pada ibu dengan preeklampsia ringan atau hipertensi gestasional ringan yang sudah
aterm, induksi persalinan dianjurkan.
16
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Obstetri dan Ginekologi
Periode 30 Maret – 12 April 2020
Komplikasi
1. Komplikasi pada ibu: sianosis, aspirasi, perdarahan otak dan kegagalan jantung
mendadak, lidah tergigit, jatuh dari tempat tidur yang menyebabkan fraktur dan
luka, gangguan fungsi ginjal, perdarahan atau ablasio retina, gangguan fungsi hati
dan ikterus.
2. Komplikasi pada janin: asfiksia mendadak disebabkan spasme pembuluh darah,
Solusio plasenta, persalinan prematuritas
DAFTAR PUSTAKA
17
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Obstetri dan Ginekologi
Periode 30 Maret – 12 April 2020
1. World Health Organization. WHO Prevention and Treatment of Preeclampsia
and Eclampsia. World Health Organization; 2019 July 18 [cited 2014 May 8].
Available from:
https://apps.who.int/iris/bitstream/handle/10665/44703/9789241548335_eng.pdf
?sequence=1
2. Rebahi H, Elizabeth Still M, Faouzi Y, Rhassane El Adib A. Risk factors for
eclampsia in pregnant women with preeclampsia and positive neurosensory
signs. Turk J Obstet Gynecol. 2018;15(4):227–234. doi:10.4274/tjod.22308
3. Giannakou K, Evangelou E, Papatheodorou S. Genetic and non-genetic risk
factors for pre-eclampsia: umbrella review of systematic reviews and meta-
analyses of observational studies. Ultrasound Obstet Gynecol. 2018;51(6):720.
4. Berhe AK, Kassa GM, Fekadu GA, Muche AA. Prevalence of hypertensive
disorders of pregnancy in Ethiopia: a systemic review and meta-analysis. BMC
Pregnancy Childbirth. 2018;18(1):34. Published 2018 Jan 18.
doi:10.1186/s12884-018-1667-7
5. Universitas Sumatra Utara. Hubungan Antara Peeklampsia dengan
BBLR.Sumatera Utara. FK USU. 2009
6. Kaculini E et al. 2016. Preeclampsia: From Pathophysiology to Treatment.
BANTAO Journal: 2016; 14(2): 53-59.
7. Departemen Obstetri dan Ginekologi Unpad. 2016. Buku Panduan Praktik Klinis
Departemen/SMF Obstetri dan Ginekologi FKUP-RSHS. Bandung: Departemen
Obstetri dan Ginekologi Unpad
8. Kementrian Kesehatan RI. 2013. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di
Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan Pedoman Bagi Tenaga Kesehatan.
Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.
9. Depkes RI. 2016. Diagnosis dan Tatalaksana Preeklamsia. Perkumpulan Obstetri
dan Ginekologi Indonesia (POGI). Jakarta: Perhimpunan Obstetri dan
Ginekologi Indonesia.
18
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Obstetri dan Ginekologi
Periode 30 Maret – 12 April 2020
10. Maria Portelli and Byron Baron, “Clinical Presentation of Preeclampsia and the
Diagnostic Value of Proteins and Their Methylation Products as Biomarkers in
Pregnant Women with Preeclampsia and Their Newborns,” Journal of
Pregnancy, vol. 2018, Article ID 2632637, 23 pages, 2018.
https://doi.org/10.1155/2018/2632637.
11. Omotayo MO, Dickin KL, O'Brien KO, Neufeld LM, De Regil LM, Stoltzfus
RJ. Calcium Supplementation to Prevent Preeclampsia: Translating Guidelines
into Practice in Low-Income Countries. Adv Nutr. 2016;7(2):275–278.
Published 2016 Mar 15. doi:10.3945/an.115.010736
12. Brownfoot FC, Hastie R, Hannan NJ, et al. Metformin as a prevention and
treatment for preeclampsia: effects on soluble fms-like tyrosine kinase 1 and
soluble endoglin secretion and endothelial dysfunction. Am J Obstet Gynecol
2016;214:356.e1-15.
19
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Obstetri dan Ginekologi
Periode 30 Maret – 12 April 2020