Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN KASUS

EKLAMPSIA

Disusun Oleh:
Giano Florian Rumbay (406182049)

Pembimbing:
dr. Christian Wijaya, Sp.OG

KEPANITERAAN KLINIK ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


PERIODE 30 MARET 2020 – 12 APRIL 2020
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
JAKARTA
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Kasus :
Eklampsia

Disusun oleh :
Giano Florian Rumbay (406182049)
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

Sebagai salah satu syarat untuk mengikuti ujian


Kepaniteraan Ilmu Obstetri dan Ginekologi
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

Jakarta, 8 April 2020

dr. Christian Wijaya, Sp.OG

2
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Obstetri dan Ginekologi
Periode 30 Maret – 12 April 2020
LAPORAN KASUS
EKLAMPSIA

1.1 IDENTITAS MAHASISWA

Nama : Giano Florian Rumbay


NIM : 406182049
Periode : 30 Maret – 12 April 2020
Pembimbing : dr. Christian Wijaya, Sp.OG
Topik : Eklampsia

1.2 IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. X
Jenis Kelamin : Perempuan
Tanggal Lahir : 28/08/1998
Usia : 22 tahun
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : Jakarta
Status Perkawinan : Menikah

1.3 IDENTITAS SUAMI

Nama : Tn. Y
Umur : 24 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Jakarta
Pekerjaan : Karyawan

1.4 ANAMNESA
1.4.1 KELUHAN UTAMA
Kejang dirumah 5 jam SMRS

3
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Obstetri dan Ginekologi
Periode 30 Maret – 12 April 2020
1.4.2 RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Pasien datang ke ponek RS FK Untar pada jam 12.00 WIB atas rujukan dari
puskesmas Tomang karena kejang dan memiliki tekanan darah 140/90
mmHg. Pasien hamil anak pertama dengan usia kehamilan 32 minggu.
Pasien mengalami kejang dirumah sebanyak satu kali sejak 5 jam SMRS.
Kejang seluruh tubuh, lama kejang sekitar 10 menit. Setelah kejang pasien
mengaku pandangan menjadi buram kemudian sempat tidak sadarkan diri
selama 15 menit. Sejak usia kehamilan 7 bulan, pasien mengeluh
mengalami pembengkakan pada kedua kaki yang makin lama makin
membengkak. Tiga hari SMRS pasien mengeluh sering pusing. Satu hari
SMRS pusing semakin terasa hebat disertai sakit kepala yang dirasakan
hingga ke belakang leher. Pasien juga mengeluh nyeri pada daerah ulu hati,
mual dan muntah sebanyak 2 kali, isi makanan dan cairan, tidak ada darah
maupun lendir. Keluhan mules, keluar air-air, darah ataupun lendir dari
jalan lahir disangkal.
Pasien mengaku selalu rutin kontrol kehamilan ke bidan, posyandu atau
puskesmas. Dan selama kontrol tidak pernah mengalami tekanan darah
tinggi sampai tanggal kontrol terakhir yakni 25 Maret 2020

1.4.3 RIWAYAT PENYAKIT DAHULU


HT diluar kehamilan (-), HT saat hamil (-), kejang (-), penyakit jantung (-),
penyakit paru (-), riwayat operasi (-), riwayat transfusi (-), alergi obat dan
makanan (-), DM (-)

1.4.4 RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA


HT (-), Penyakit jantung (-), Penyakit paru (-), DM (-).

1.4.5 RIWAYAT PENGOBATAN

4
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Obstetri dan Ginekologi
Periode 30 Maret – 12 April 2020
Pasien mengonsumsi obat penambah darah dan sempat meminum obat anti
mual satu kali

1.4.6 RIWAYAT HAID


Menarche saat pasien berusia 13 tahun, siklus teratur 28 hari, durasi haid 5
hari. Hari Pertama Haid Terakhir 28 Agustus 2019

1.4.7 RIWAYAT KB
Pasien belum pernah menggunakan KB

1.4.8 RIWAYAT PERSALINAN


Pasien hamil anak pertama dan riwayat keguguran disangkal

1.4.9 RIWAYAT ANC


Pasien melakukan ANC 10 kali

1.5 PEMERIKSAAN FISIK (8 April 2020 jam 12.05)


1.5.1 STATUS FISIK
Keadaan umum : Tampak Sakit Sedang
Kesadaran : Compos Mentis (E4M6V5)
Tekanan Darah : 140/90 mmHg
Nadi : 90x/menit, regular, isi cukup
Pernafasan : 20x/menit, regular
Suhu : 36,5oC
Berat Badan : 48 kg
Tinggi Badan : 152 cm

5
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Obstetri dan Ginekologi
Periode 30 Maret – 12 April 2020
1.5.2 STATUS GENERALIS
Kepala : Normocephali, Konjungtiva Anemis (-/-), Sklera Ikterik
(-/-)
Leher : Tidak tampak pembesaran KGB
Jantung : Bunyi jantung I dan II regular, gallop (-), murmur (-)
Paru-paru : Suara nafas vesikuler (+/+), wheezing (-), rhonki (-)
Ekstremitas : Akral hangat, CRT <2 detik, Edema (-|-/+|+)

1.5.3 STATUS OBSTETRI


Wajah : Chloasma gravidarum (-)
Payudara : Hiperpigmentasi areola mammae (+/+), Putting susu
menonjol (+/+), Pengeluaran ASI (-/-)
Abdomen
Inspeksi : Membuncit sesuai usia kehamilan, Linea nigra (+), Striae
gravidarum (+), Sikatrik (-)
Palpasi : Tinggi fundus 23 cm
Leopold I : bulat lunak
Leopold II : punggung kanan
Leopold III : letak kepala
Leopod IV : belum masuk PAP
Auskultasi : Denyut Jantung Janin 140x/menit
Refleks patella : +/+
Vulva-vagina : Terdapat rambut pubis, ulkus (-), pembengkakan vulva (-),
darah (-), pus (-)
Pemeriksaan dalam : Porsio tebal dan lunak, tidak ada pembukaan

1.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG

6
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Obstetri dan Ginekologi
Periode 30 Maret – 12 April 2020
Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 08 April 2020
HEMATOLOGI
Hemoglobin 13,5 g/dl
Hematokrit 37,5 %
Lekosit 9,6 10^3/uL *
Trombosit 277 10^3/uL
KIMIA
GDS 65 mg/dL
Ureum 12,8 null
Kreatinin 0,61 mg/dL
SGOT 13 u/L
SGPT 8 u/L
URINE
Warna Kuning
Kekeruhan Agak keruh
Berat jenis 1,015
pH 7,0
Leukosit Negatif
Nitrit Negatif
Protein 1+
Glucose Normal
Keton 1+
Urobilinogen 3,2
Bilirubin Negatif
Eritrosit 2+

1.7 DIAGNOSIS KERJA


G1P0A0 gravid 32 minggu + eklampsia

1.8 PENATALAKSANAAN
 Pasang IV line
 Berikan oksigen
 MgSO4 40% 4 gr loading dose
 MgSO4 40% 6 gr dalam RL maintenance dose

7
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Obstetri dan Ginekologi
Periode 30 Maret – 12 April 2020
 Dexamethasone 2 amp IV
 Nifedipin 10mg
 Pasang kateter
 Pantau TTV
 Konsultasi anestesi rencana SC cito

1.9 RESUME
Telah diperiksa seorang perempuan usia 24 tahun G1P0A0 dengan keluhan kejang
sejak 5 jam SMRS. Pasien memiliki tekanan darah 140/90 mmHg. Pasien hamil
anak pertama dengan usia kehamilan 32 minggu. Pasien mengalami kejang
sebanyak satu kali selama 10 menit. Setelah kejang pandangan pasien menjadi
buram dan kemudian sempat tak sadarkan diri selama 15 menit. Sejak usia
kehamilan 7 bulan, kedua kaki membengkak yang semakin lama semakin bengkak.
Keluhan disertai pusing sejak 3 hari SMRS dan semakin memberat sejak 1 hari
SMRS yang dirasakan menjalar ke daerah belakang leher. Selain itu nyeri di ulu
hari, mual dan muntah sebanyak 2 kali, isi makanan dan cairan bening. Pasien rutin
kontrol kehamilan ke bidan, posyandu dan puskesmas dan selama kontrol tidak
pernah mengalami tekanan darah tinggi sampai tanggal kontrol terakhir. Pasien
menacrche saat usia 13 tahun, siklus teratur 28 hari, durasi haid 5 hari. Hari Pertama
Haid Terakhir 28 Agustus 2019. Pasien melakukan pemeriksaan ANC 10 kali.

Pada pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum tampak sakit sedang,


kesadaran compos mentis (GCS 15), tekanan darah 140/90 mmHg, nadi 92x/menit,
reguler isi cukup, pernapasan 28x/menit, reguler, suhu 36.5C, berat badan 48 kg dan
tinggi badan 152 cm. Pada status generalis ditemukan adanya edema di kedua
ekstermitas bawah.
Pada pemeriksaan penunjang ditemukan leukositosis dan protein 1+.

8
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Obstetri dan Ginekologi
Periode 30 Maret – 12 April 2020
1.10 PROGNOSIS
Ad Vitam : Dubia ad malam
Ad Functionam : Dubia ad bonam
Ad Sanationam : Dubia ad malam

LATAR BELAKANG

Preeklampsia merupakan kelainan yang ditemukan pada waktu kehamilan yang


ditandai dengan berbagai gejala klinis seperti hipertensi, proteinuria, dan edema yang
biasanya terjadi setelah umur kehamilan 20 minggu sampai 48 jam setelah persalinan.

9
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Obstetri dan Ginekologi
Periode 30 Maret – 12 April 2020
Sedangkan eklampsia adalah kelanjutan dari preeklampsia berat dengan tambahan
gejala kejang-kejang atau koma. Menurut World Health Organization (WHO, 2001),
angka kejadian preeklampsia berkisar antara 0,51% - 38,4%.1 Preeklampsia dan
eklampsia di seluruh dunia diperkirakan menjadi penyebab kira-kira 14% (50.000-
75.000) kematian maternal setiap tahunnya2. Angka kejadian preeklampsia di Amerika
Serikat sendiri kira-kira 5% dari semua kehamilan, dengan gambaran insidensinya 23
kasus preeklampsia ditemukan per 1.000 kehamilan setiap tahunnya3. Sementara itu di
tiap-tiap negara angka kejadian preeklampsia berbeda-beda, tapi pada umumnya
insidensi preeklampsia pada suatu negara dilaporkan antara 3-10 % dari semua
kehamilan.
Salah satu penyebab kematian maternal di Indonesia adalah preeklampsia-
eklampsia. Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh Angsar (1993), insiden
preeklampsia-eklampsia di Indonesia berkisar 10- 13% dari keseluruhan ibu hamil.
Sementara itu di dua rumah sakit pendidikan di Makasar insidensi preeklampsia berat
2,61%, eklampsia 0,84% dan angka kematian akibatnya 22,2% (Lukas dan Rambulangi,
1995). Sedangkan selama periode 1 Januari-31 Desember 2000 di RSU Tarakan
mencatat dari 1431 persalinan terdapat 74 kasus preeklampsia- eklampsia (5,1%),
preeklampsia 61 kasus (4,2%) dan eklampsia 13 kasus (0,9%) 4. Kasus preeklampsia
terutama dijumpai pada primigravida dan usia 20-24 tahun5. Berdasarkan latar belakang
diatas penulis berkeinginan untuk berbagi informasi mengenai penyakit preeklamsia,
guna menurunkan angka kematian ibu dan janin di Indonesia.

TINJAUAN PUSTAKA

10
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Obstetri dan Ginekologi
Periode 30 Maret – 12 April 2020
Definisi
Preeklampsia merupakan kondisi spesifik pada kehamilan di atas 20 minggu yang
ditandai dengan adanya disfungsi plasenta dan respon maternal terhadap adanya
inflamasi spesifik dengan aktivasi endotel dan koagulasi. Tanda utama penyakit ini
dengan adanya hipertensi dan proteinuria. Sedangkan eklampsia merupakan kasus akut
pada penderita preeklampsia, yang disertai dengan kejang menyeluruh dan atau koma.
Kedua penyakit ini dapat timbul pada ante, intra, dan post partum.

Epidemiologi
Preeklampsia terjadi pada 2% hingga 8% kehamilan, risikonya paling tinggi pada
mereka yang memiliki riwayat preeklampsia, dengan angka mulai dari 15% hingga
65%, tergantung pada usia kehamilan saat onset dan beratnya preeklampsia.
Preeklampsia lebih sering terjadi pada kehamilan pertama dan lebih rendah pada
kehamilan berikutnya. Risiko pre-eklampsia kembali meningkat pada kehamilan
pertama pada wanita yang memiliki pasangan baru untuk kehamilan berikutnya.
Namun, mungkin juga dipengaruhi oleh interval antar kehamilan yang lebih lama
daripada perubahan pasangan, dengan kejadian preeklampsia yang meningkat dengan
rentang 7 tahun antara kehamilan.

Sama halnya dengan pre-eklampsia, eklampsia dapat timbul pada ante, intra,
dan post partum. Eklampsia post partum umumnya hanya terjadi dalam waktu 24 jam
pertama setelah persalinan. 50-60% kejadian eklampsia terjadi dalam keadaan hamil.
30-35% kejadian eklampsia terjadi pada saat inpartu, dan sekitar 10% terjadi setelah
persalinan. Pada negara berkembang kejadian ini berkisar 0,3-0,7%. Di Indonesia Pre
eklampsia dan eklampsia penyebab kematian ibu berkisar 15-25%, sedangkan 45-50%
menjadi penyebab kematian bayi.

Merokok meningkatkan risiko preeklampsia, meningkatkan risiko persalinan


prematur, restriksi pertumbuhan intrauterin (IUGR) dan solusio plasenta. Meskipun
dalam sebagian besar kasus tidak ada riwayat keluarga, adanya riwayat preeklampsia

11
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Obstetri dan Ginekologi
Periode 30 Maret – 12 April 2020
pada keluarga relatif meningkatkan risiko preeklampsia berat dua hingga empat kali
lipat, menunjukkan faktor genetik kemungkinan berkontribusi pada patogenesis kondisi
ini. Risiko meningkat pada kehamilan berikutnya pada wanita dengan preeklampsia
pada kehamilan sebelumnya.6

Faktor Risiko
Preeklampsia & Eklampsia:
 Kondisi-kondisi yang berpotensi menyebabkan penyakit mikrovaskular
(diabetes melitus, hipertensi kronik, gangguan pembuluh darah)
 Sindrom antibodi antifosfolipid (APS)
 Nefropati
 Faktor risiko lainnya dihubungkan dengan kehamilan itu sendiri, dan faktor
spesifik dari ibu atau janin.
o Umur > 40 tahun
o Nullipara dan Kehamilan multipel
 Obesitas sebelum hamil
 Riwayat keluarga pre-eklampsia dan eklampsia
 Riwayat pre-eklampsia pada kehamilan sebelumnya

Patofisiologi:
1. Plasentasi superfisial dengan remodeling arteri spiral yang tidak memadai
dan respon stres yang terganggu
Setelah implantasi blastokista ke dalam endometrium, trofoblas terus
menerobos endometrium uterus sampai mencapai arteri spiral, dan selama
periode ini mereka juga berdiferensiasi menjadi sel yang mirip endotel.
Kemudian trofoblas memulai remodeling arteri spiral dengan menggantikan otot
polos dan sel endotel. Transformasi arteri dengan otot yang tebal menjadi

12
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Obstetri dan Ginekologi
Periode 30 Maret – 12 April 2020
pembuluh berkapasitas tinggi sebagai konsekuensi dari peningkatan diameter
pembuluh dan terciptanya aliran darah tinggi, serta resistansi rendah,
memungkinkan lebih banyak aliran darah ke unit uteroplasenta dan juga
mengurangi kemampuan pembuluh ini untuk vasokonstriksi. Selama kehamilan
normal sel trofoblas menginvasi tidak hanya desidua, tetapi juga sepertiga dari
ketebalan miometrium. Dengan demikian para peneliti menyarankan bahwa
trofoblas abnormal dapat mengakibatkan plasentasi dangkal dan transformasi
yang tidak adekuat dari arteri spiral yang mengarah ke preeklampsia. Arteriol
miometrium yang lebih dalam mempertahankan lapisan endolial dan otot-otot
mereka, dan diameter eksternal rata-rata mereka hanya setengah dari pembuluh
darah pada plasenta normal (Gambar 1).

Selain itu, arteri non-transformasi ini rentan terhadap atherosis, ditandai


dengan adanya makrofag yang mengandung lipid dalam lumen, infiltrat
perivaskular mononuklear, dan nekrosis fibrinoid. Peningkatan aliran darah
sangat penting untuk embrio perkembangan dan transformasi yang tidak
memadai dari arteri spiral, terkait dengan komplikasi pada kehamilan seperti
preeklampsia dan retardasi pertumbuhan intrauterin. Pada preeklampsia,
transformasi arteri spiral yang tidak sempurna menjadi pembuluh berkapasitas
tinggi dan arteri ini tetap memiliki saluran resistansi tinggi yang mengakibatkan
pengiriman oksigen yang tidak memadai, menyebabkan iskemia plasenta dan

13
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Obstetri dan Ginekologi
Periode 30 Maret – 12 April 2020
infark. Selanjutnya mengakibatkan pelepasan banyak faktor yang menyebabkan
disfungsi endotel vaskular maternal. Mungkin, iskemia plasenta saja tidak cukup
untuk menyebabkan preeklamsia karena IUGR, juga ditandai dengan kegagalan
transformasi fisiologis arteri spiral dan insufisiensi plasenta, tidak sering terjadi
dengan preeklampsia. Perubahan awal preeklampsia, termasuk kerusakan
endotel, akumulasi komponen plasma ke dinding pembuluh darah, proliferasi sel
myointimal, dan nekrosis medial. Lipid pertama kali terakumulasi dalam sel
myointimal dan kemudian di dalam makrofag. Proses ini disebut sebagai
atherosis oleh Hertig pada tahun 1945. Selain itu, diperkirakan bahwa atherosis
akut ini berkaitan dengan peningkatan risiko aterosklerosis dan penyakit
kardiovaskular di kemudian hari. Berkurangnya perfusi dan lingkungan hipoksik
akhirnya menyebabkan pelepasan debris plasenta atau mikropartikel yang
memicu respons inflamasi sistemik. Efek dari stres akibat gesekan karena
tekanan, selain kelainan trofoblas, juga dapat memengaruhi remodeling arteri
spiral. Lumen arteri uterus meningkat sebelum plasentasi selesai. Ada juga
perubahan aliran darah di arteri uterus sepanjang beberapa minggu pertama
kehamilan, dan setelah remodeling arteri spiral menjadi berkecepatan rendah dan
mengalirkan kompartemen lebih banyak, berkurangnya resistensi arteri spiral,
sehingga meningkatkan kecepatan aliran darah dalam arteri aferen (radial dan
arkuata), menyebabkan stres akibat tekanan yang tinggi pada dinding arteri.
Stres akibat tekanan yang disebabkan oleh aliran ini adalah modulator tonus
pembuluh darah di arteri yang terisolasi dari wanita hamil normal, yang
dimediasi oleh produksi oksida nitrat (NO) yang menghasilkan vasodilatasi,
yang selanjutnya menurunkan resistensi pembuluh darah rahim dan
menormalkan stres akibat tekanan ini pada dinding arteri. Pada preeklampsia
terdapat gangguan pelepasan NO yang dimediasi oleh proses diatas, yang dapat
memainkan peran dalam vasokonstriksi dan meningkatkan resistensi pembuluh
darah, yang dapat mengganggu aliran darah uteroplasenta.6

14
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Obstetri dan Ginekologi
Periode 30 Maret – 12 April 2020
2. Ketidakseimbangan angiogenik dalam patofisiologi preeklampsia
Angiogenesis, pembentukan pembuluh darah baru dari yang sudah ada, sangat
penting untuk kehamilan. Angiogenesis yang buruk dalam patogenesis
preeklampsia menunjuk ke arah ketidakseimbangan antara faktor-faktor pro-
angiogenik, seperti faktor pertumbuhan endotel vaskular (VEGF), faktor
pertumbuhan plasenta (PlGF) dan Transforming Growth Factor (TGF-β), dan
faktor antiangiogenik, seperti seperti sFLT-1 dan soluble endoglin (sENG).
Eksperimen menunjukkan bahwa sFLT-1 dan sEng menetralisir ligan mereka
yang bertindak seperti agen antiangiogenik yang menurunkan konsentrasi serum
VEGF, PlGF, dan TGF-β, yang menggeser keseimbangan angiogenik ke arah
antiangiogenesis, dan mengarah pada kerusakan endotel yang memicu hipertensi
dan proteinuria pada masing-masing 67% dan 63% pasien. Kadar mRNA yang
diukur dari sFlt-1 lebih tinggi pada plasenta pasien dengan preeklampsia
dibandingkan pada wanita hamil yang sehat. Banyak manifestasi pada
preeklampsia telah dilaporkan diinduksi oleh inhibisi VEGF iatrogenik pada
manusia yang mendukung peran sFlt-1 dalam patogenesis preeklampsia. Serum
dari wanita dengan preeklamsia menunjukkan efek antiangiogenik pada tes
angiogenesis, yang dapat dibalik dengan penambahan VEGF dan PlGF. Pada
hewan hamil, sFlt-1 yang tinggi menginduksi hipertensi, proteinuria dan
endoteliosis kapiler glomerulus. Pada preeklampsia, serum yang diambil dari
vena uterus menunjukan peningkatan kadar sFlt-1 daripada serum di vena
antecubiti, tetapi tidak pada wanita yang hamil normal. Akan tetapi, kadar sFlt-1
pada serum yang didapat dari plasenta paling meningkat pada preeklampsia.
Kadar sFlt-1 plasma ibu meningkat secara proporsional seiring keparahan
penyakit, dan mereka lebih tinggi pada awal dibandingkan pada preeklamsia
lanjut. Juga, konsentrasi plasma ibu sFlt-1 meningkat sebelum manifestasi klinis
preeklampsia terjadi dan menurun secara nyata setelah melahirkan. Faktor
antiangiogenik kedua yang terlibat dalam patogenesis preeklamsia adalah sENG,
ko-reseptor permukaan sel TGF-β1 dan TGF-β3 yang menginduksi migrasi dan

15
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Obstetri dan Ginekologi
Periode 30 Maret – 12 April 2020
proliferasi sel-sel endotel. Keterlibatan sENG dalam patogenesis preeklampsia
termasuk konsentrasi plasma ibu yang lebih tinggi pada wanita dengan
preeklampsia dibandingkan dengan wanita hamil yang sehat berkorelasi dengan
tingkat keparahan penyakit. Berkurangnya aliran darah uteroplasenta, kerusakan
pada pohon vili, pelepasan sinsitial dari faktor-faktor antiangiogenik, stres
oksidatif, autoantibodi anti-AT1, sitokin proinflamasi, kelebihan trombin, dan
hipoksia, semuanya diduga bertanggung jawab atas peningkatan beban pada
keadaan antiangiogenik pada preeklampsia (Gambar 2).6

Manifestasi Klinis
Preeklampsia:
 Pusing dan nyeri kepala
 Nyeri ulu hati
 Pandangan kurang jelas
 Mual hingga muntah
Eklampsia:
 Kejang
 Penurunan Kesadaran

16
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Obstetri dan Ginekologi
Periode 30 Maret – 12 April 2020
 Nyeri kepala hebat
 Gangguan penglihatan
 Muntah – muntah
 Nyeri ulu hati atau abdomen bagian atas
 Kenaikan progresif tekanan darah

Pemeriksaan Fisik & Pemeriksaan Penunjang


1. Pre-eklampsia ringan:
a. Tekanan darah >= 140/90 mmHg pada usia kehamilan > 20 minggu.
b. Tes celup urin menunjukkan proteinuria +1 atau pemeriksaan protein
kuantitatif menunjukkan hasil > 300 mg/24 jam
2. Pada pre-eklampsia berat:
a. Tekanan darah >= 160/110 mmHg pada usia kehamilan > 20 minggu
b. Tes celup urin menunjukkan proteinuria +2 atau pemeriksaan protein
kuantitatif menunjukkan hasil > 5g/24 jam
c. Atau disertai keterlibatan organ lain:
 Trombositopenia mikroangiopati (<100.000 sel/uL), hemolisis
 Peningkatan SGOT/SGPT, nyeri abdomen kuadran kanan atas
 Sakit kepala, skotoma penglihatan
 Pertumbuhan janin terhambat, oligohidroamnion
 Edema paru atau gagal jantung kongestif
 Oliguria (<500 cc/24 jam), kreatinin > 1.2 mg/dl
3. Eklampsia:
a. Kejang umum dan/atau koma
b. Ada tanda dan gejala preeklampsia
c. Tidak ada kemungkinan penyebab lain (epilepsi, perdarahan subarakhnoid,
meningitis)

17
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Obstetri dan Ginekologi
Periode 30 Maret – 12 April 2020
 Pemeriksaan keadaan umum: sadar atau penurunan kesadaran Glasgow
Coma Scale dan Glasgow-Pittsburg Coma Scoring System.
 Pada tingkat awal atau aura yang berlangsung 30 sampai 35 detik, tangan
dan kelopak mata bergetar, mata terbuka dengan pandangan kosong.
 Tahap selanjutnya timbul kejang
 Pemeriksaan tanda vital adanya peningkatan tekanan darah diastol > 110
mmHg
 Sianosis
 Skotoma penglihatan
 Dapat ditemukan adanya tanda – tanda edema paru dan atau gagal
jantung
 Pemeriksaan urinalisa didapatkan proteinuria >= 2+

Pemeriksaan penunjang tambahan:


 Hitung darah perifer lengkap (DPL)
 Golongan darah ABO, Rh, dan uji pencocokan silang
 Fungsi hati (LDH, SGOT, SGPT)
 Fungsi ginjal (ureum, kreatinin serum)
 Profil koagulasi (PT, APTT, fibrinogen)
 USG (terutama jika ada indikasi gawat janin/pertumbuhan janin terhambat)

Diagnosa Banding8:
Preeklampsia:
 Superimposed preeklamsia pada hipertensi kronik
 Hipertensi kronik pada kehamilan
 Hipertensi Gestasional
 Eklampsia

18
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Obstetri dan Ginekologi
Periode 30 Maret – 12 April 2020
Eklampsia:
Kejang pada eklampsia haru dipikirkan kemungkinan kejang akibat penyakit lain
 Hipertensi
 Perdarahan otak
 Lesi di otak
 Meningitis
 Epilepsi
 Kelainan metabolik

Tatalaksana
Non Medikamentosa
1. Pre-eklampsia ringan
a. Dapat di rawat jalan dengan pengawasan dan kunjungan antenatal yang lebih
sering.
b. Dianjurkan untuk banyak istirahat dengan baring atau tidur miring. Namun tidak
mutlak selalu tirah baring
c. Diet dengan cukup protein dengan rendah karbohidrat, lemak dan garam
secukupnya.
d. Pemantauan fungsi ginjal, fungsi hati, dan proteinuria berkala.
2. Pre-eklampsia berat
Segera melakukan perencanaan untuk rujukan segera ke Rumah Sakit dan
menghindari terjadi kejang dengan pemberian MgSO4
3. Eklampsia
Perawatan dasar eklampsia yang utama adalah terapi supportif untuk stabilisasi
fungsi vital, dengan pemantauan terhadap Airway, Breathing, Circulation (ABC).
a. Pemberian obat anti kejang.

19
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Obstetri dan Ginekologi
Periode 30 Maret – 12 April 2020
b. Masukan sudap lidah ke dalam mulut penderita.
c. Baringkan pasien pada sisi kiri, posisi trendelenburg untuk mengurangi risiko
aspirasi
d. Kateterisasi urin untuk pengukuran cairan dan pemeriksaan proteinuria.
e. Beberapa keluarga pasien membantu untuk menjaga pasien tidak terjatuh dari
tempat tidur saat kejang timbul
f. Beri O2 4 – 6 liter permenit.

Medikamentosa
Pantau keadaan klinis ibu tiap kunjungan antenatal: tekanan darah, berat badan, tinggi
badan, indeks masa tubuh, ukuran uterus dan gerakan janin.

Pre-eklampsia:
1. Obat anti hipertensi
 Nifedipine 4 x 10 – 30 mg peroral (short acting). Dapat menyebabkan hipotensi
pada ibu dan janin, bila diperlukan diberikan sublingual
 Nikardipin 5 mg/jam, dapat dititrasi 2.5 mg/jam tiap 5 menit hingga maksimum
10 mg/jam
 Metildopa 2 x 250 – 500 mg peroral (dosis maksimal 2000 mg/hari)
Antihipertensi golongan ACE Inhibitor (captopril, dll), ARB (valsartan, dll) dan
klorotiazid dikontraindikasikan pada ibu hamil. Ibu yang mendapat terapi
antihipertensi di masa antenatal dianjurkan untuk melanjutkan terapi antihipertensi
hingga persalinan.
2. Pemberian MgSO4
 Berikan dosis awal 4g MgSO4 sesuai prosedur untuk mencegah kejang atau
kejang berulang

20
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Obstetri dan Ginekologi
Periode 30 Maret – 12 April 2020
 Sambil menunggu rujukan, mulai dosis rumatan 6g MgSO4 dalam 6 jam sesuai
prosedur
Syarat pemberian:
 Tersedia Ca Glukonas 10%
 Ada reflex patella
 Jumlah urin minimal 0.5 ml/kgBB/jam
 Frekuensi napas 12 – 16 x/menit
Cara pemberian dosis awal:
 Ambil 4g larutan MgSO4 (10 ml larutan MgSO4 40%) dan larutkan denan 10 ml
akuades
 Berikan larutan tersebut secara perlahan IV selama 20 menit
 Jika akses intravena sulit, berikan masing – masing 5 gr MgSO4 (12.5 ml larutan
MgSO4 dalam 40%) IM di bokong kiri dan kanan.
Cara pemberian dosis rumatan:
Ambil 6 gr MgSO4 (15 ml larutan MgSO4) dan larutkan dalam 500 ml larutan
Ringer Laktat/Ringer Asetat, lalu berikan secara IV dengan kecepatan 28 tetes /
menit selama 6 jam, dan diulang hingga 24 jam setelah persalinan atau kejang
terakhir (bila eklampsia)

Eklampsia:
1. MgSO4 diberikan intravena dengan dosis awal 4 g (10 ml MgSO4 40%, larutkan
dalam 10 ml akuades) secara perlahan selama 20 menit, jika pemberian secara
intravena sulit, dapat diberikan secara IM dengan dosis 5 mg masing – masing
bokong kanan dan kiri.
2. Sambil menunggu rujukan, mulai dosis rumatan 6 g MgSO4 (15 ml MgSO4 40%,
larutkan dalam 500 ml larutan Ringer Laktat/Ringer asetat) 28 tetes/menit selama 6
jam dan diulang hingga 24 jam setelah persalinan atau kejang berakhir.

21
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Obstetri dan Ginekologi
Periode 30 Maret – 12 April 2020
3. Pada kondisi dimana MgSO4 tidak dapat diberikan seluruhnya, berikan dosis awal
(loading dose) lalu rujuk ibu segera ke fasilitas kesehatan sekunder.
4. Diazepam juga dapat dijadikan alternatif pilihan dengan dosis 10 mg IV selama 2
menit (perlahan), namun mengingat dosis yang dibutuhkan sangat tinggi dan
memberikan dampak pada janin, maka pemberian diazepam hanya dilakukan
apabila tidak tersedia MgSO4.
5. Stabilisasi selam proses perjalanan rujukan
a. Lakukan pemeriksaan fisik tiap jam, meliputi tekanan darah, frekuensi nadi,
frekuensi pernapasan, refleks patella.
b. Bila frekuensi pernapasan < 16 x/menit, dan/atau tidak didapatkan refleks
tendon patella, dan/atau terdapat oliguria (produksi urin < 0.5 ml/kgBB/jam),
segera hentikan pemberian MgSO4.
6. Jika terjadi depresi napas, berikan Ca glukonas 1g IV (10 ml larutan 10%) bolus
dalam 10 menit.

Pertimbangan persalinan/terminasi kehamilan


1. Pada ibu dengan eklampsia, bayi harus segera dilahirkan sejak terjadinya kejang.
2. Induksi persalinan dianjurkan bagi ibu dengan preeklampsia berat dengan janin yang
belum viable atau tidak akan viable dalam 1 – 2 minggu.
3. Pada ibu dengan preeklampsi berat dengan janin sudah viable namun usia kehamilan
belum mencapai 34 minggu, manajemen ekspektan dianjurkan, asalkan tidak
terdapat kontraindikasi.
4. Pada ibu dengan preeklampsia berat, dimana usia kehamilan 34-37 minggu,
manajemen ekspektan boleh dianjurkan, asalkan tidak terdapat hipertensi yang tidak
terkontrol, disfungsi organ ibu, dan gawat janin.
5. Pada ibu dengan preeklampsi berat yang kehamilannya sudah aterm, persalinan dini
dianjurkan.
6. Pada ibu dengan preeklampsia ringan atau hipertensi gestasional ringan yang sudah
aterm, induksi persalinan dianjurkan.

22
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Obstetri dan Ginekologi
Periode 30 Maret – 12 April 2020
23
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Obstetri dan Ginekologi
Periode 30 Maret – 12 April 2020
Komplikasi
1. Komplikasi pada ibu: sianosis, aspirasi, perdarahan otak dan kegagalan jantung
mendadak, lidah tergigit, jatuh dari tempat tidur yang menyebabkan fraktur dan
luka, gangguan fungsi ginjal, perdarahan atau ablasio retina, gangguan fungsi hati
dan ikterus.
2. Komplikasi pada janin: asfiksia mendadak disebabkan spasme pembuluh darah,
Solusio plasenta, persalinan prematuritas

DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organization. WHO Prevention and Treatment of Preeclampsia


and Eclampsia. World Health Organization; 2019 July 18 [cited 2014 May 8].
Available from:
https://apps.who.int/iris/bitstream/handle/10665/44703/9789241548335_eng.pdf
?sequence=1

24
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Obstetri dan Ginekologi
Periode 30 Maret – 12 April 2020
2. Rebahi H, Elizabeth Still M, Faouzi Y, Rhassane El Adib A. Risk factors for
eclampsia in pregnant women with preeclampsia and positive neurosensory
signs. Turk J Obstet Gynecol. 2018;15(4):227–234. doi:10.4274/tjod.22308
3. Giannakou K, Evangelou E, Papatheodorou S. Genetic and non-genetic risk
factors for pre-eclampsia: umbrella review of systematic reviews and meta-
analyses of observational studies. Ultrasound Obstet Gynecol. 2018;51(6):720.
4. Berhe AK, Kassa GM, Fekadu GA, Muche AA. Prevalence of hypertensive
disorders of pregnancy in Ethiopia: a systemic review and meta-analysis. BMC
Pregnancy Childbirth. 2018;18(1):34. Published 2018 Jan 18.
doi:10.1186/s12884-018-1667-7
5. Universitas Sumatra Utara. Hubungan Antara Peeklampsia dengan
BBLR.Sumatera Utara. FK USU. 2009
6. Kaculini E et al. 2016. Preeclampsia: From Pathophysiology to Treatment.
BANTAO Journal: 2016; 14(2): 53-59.
7. Departemen Obstetri dan Ginekologi Unpad. 2016. Buku Panduan Praktik Klinis
Departemen/SMF Obstetri dan Ginekologi FKUP-RSHS. Bandung: Departemen
Obstetri dan Ginekologi Unpad
8. Kementrian Kesehatan RI. 2013. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di
Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan Pedoman Bagi Tenaga Kesehatan.
Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.
9. Depkes RI. 2016. Diagnosis dan Tatalaksana Preeklamsia. Perkumpulan Obstetri
dan Ginekologi Indonesia (POGI). Jakarta: Perhimpunan Obstetri dan
Ginekologi Indonesia.
10. Maria Portelli and Byron Baron, “Clinical Presentation of Preeclampsia and the
Diagnostic Value of Proteins and Their Methylation Products as Biomarkers in
Pregnant Women with Preeclampsia and Their Newborns,” Journal of
Pregnancy, vol. 2018, Article ID 2632637, 23 pages, 2018.
https://doi.org/10.1155/2018/2632637.

25
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Obstetri dan Ginekologi
Periode 30 Maret – 12 April 2020
11. Omotayo MO, Dickin KL, O'Brien KO, Neufeld LM, De Regil LM, Stoltzfus
RJ. Calcium Supplementation to Prevent Preeclampsia: Translating Guidelines
into Practice in Low-Income Countries. Adv Nutr. 2016;7(2):275–278.
Published 2016 Mar 15. doi:10.3945/an.115.010736
12. Brownfoot FC, Hastie R, Hannan NJ, et al. Metformin as a prevention and
treatment for preeclampsia: effects on soluble fms-like tyrosine kinase 1 and
soluble endoglin secretion and endothelial dysfunction. Am J Obstet Gynecol
2016;214:356.e1-15.

26
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Obstetri dan Ginekologi
Periode 30 Maret – 12 April 2020

Anda mungkin juga menyukai