Anda di halaman 1dari 19

Kata Pengantar

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. Yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah KMB II tentang
“Otitis Media Kronik” dengan tepat waktu.
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan baik dari segi susunan kalimat
maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, Kami membutuhkan saran dan kritik dari pembaca
agar dapat lebih baik lagi di kemudian hari.
Akhir kata Kami berharap semoga makalah tentang “Otitis Media Kronik” ini dapat
memberikan manfaat kepada seluruh pembaca.

Palembang, Maret 2018

Penyusun

1
Daftar Isi
Kata Pengantar.................................................................................................................. 1
Daftar Isi.............................................................................................................................2
BAB I : Pendahuluan........................................................................................................ 3
1.1.Latar Belakang.........................................................................................................3
1.2.Rumusan Masalah....................................................................................................3
1.3.Tujuan...................................................................................................................... 3
BAB II : Pembahasan........................................................................................................4
2.1.Definisi.................................................................................................................... 5
2.2.Etiologi.................................................................................................................... 6
2.3.Manifestasi Klinis....................................................................................................7
2.4.Patofisiologi.............................................................................................................8
2.5.Pemeriksaan Diagnostik.......................................................................................... 8
2.6.Penatalaksanaan ......................................................................................................9
2.7.Komplikasi...............................................................................................................9
2.8.Asuhan Keperawatan............................................................................................... 9
Contoh Kasus..................................................................................................................... 11
BAB II : Penutup............................................................................................................... 14
3.1.Kesimpulan.............................................................................................................. 14
3.2.Saran........................................................................................................................ 14
Daftar Pustaka................................................................................................................... 15

2
BAB I
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Otitis media juga merupakan salah satu penyakit langganan anak. Prevalensi
terjadinya otitis media di seluruh dunia untuk usia 10 tahun sekitar 62 % sedangkan anak-
anak berusia 3 tahun sekitar 83 %. Di Amerika Serikat, diperkirakan 75 % anak
mengalami minimal 1 episode otitis media sebelum usia 3 tahun dan hampir setengah
dari mereka mengalaminya 3 kali atau lebih. Di Inggris, setidaknya 25 % anak
mengalami minimal 1 episode sebelum usia 10 tahun ( Abidin, 2009. Di negara tersebut
otitis media paling sering terjadi pada usia 3-6 tahun).
Mengingat masih tingginya angka otitis media pada anak-anak, maka diagnosis dini
yang tepat dan pengobatan secara tuntas mutlak diperlukan guna mengurangi angka
kejadian komplikasi dan perkembangan penyakit menjadi otitis media kronis.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan OMK?
2. Bagaimana etiologi dari OMK?
3. Bagaimana manifestasi klinis dari OMK?
4. Bagaimana patofisiologi dari OMK?
5. Apa saja pemeriksaan diagnostik pada OMK?
6. Bagaimana penatalaksanaan pada klien dengan OMK?
7. Apa saja komplikasi dari OMK?
8. Bagaimana asuhan keperawatan klien dengan OMK?
1.3 Tujuan
Tujuan Umum : Menjelaskan asuhan keperawatan dengan klien OMK
Tujuan khusus : Menjelaskan Konsep dasar dari penyakit OMK
 Menjelaskan definisi dari penyakit OMK
 Menjelaskan etiologi dari penyakit OMK
 Menjelaskan manifestasi klinis OMK
 Menjelaskan patofisiologi OMK
 Menjelaskan pemeriksaan diagnostik dan penatalaksanaan
pada OMK
 Menjelaskan komplikasi dan prognosis pada OMK

3
BAB II
Pembahasan

2.1 Definisi
Otitis adalah radang telinga, yang ditandai dengan nyeri, demam, hilangnya
pendengaran, tinitus dan vertigo. Otitis berarti peradangan dari telinga, dan media
berarti tengah. Jadi otitis media berarti peradangan dari telinga tengah. Otitis media
adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba eustacheus,
antrum mastoid, dan sel-sel mastoid/( soepardi, iskandar ,1990). Otitis media adalah
infeksi atau inflamasi pada telinga tengah (mediastore,2009 ).
Otitis media kronis adalah infeksi menahun pada telinga tengah. Kondisi yang
berhubungan dengan patologi jaringan irreversible dan biasanya disebabkan oleh
episode berulang otitis media akut yang tak tertangani. Otitis media adalah Proses
peradangan di telinga tengah dan mastoid yang menetap > 12 minggu.
Otitis media kronik adalah perforasi pada gendang telinga ( warmasif, 2009).
Otitis media kronis adalah peradangan teliga tengah yang gigih, secara khas untuk
sedikitnya satu bulan.Orang awam biasanya menyebut congek (Alfatih, 2007)
OMK dibagi dapat dibagi menjadi 2 tipe, yaitu:
1. Tipe tubotimpani (tipe benigna/ tipe aman/ tipe mukosa)
Tipe ini ditandai adanya perforasi sentral atau pars tensa dan gejala klinik yang
bervariasi dari luas dan keparahan penyakit. Proses peradangan pada OMK posisi
ini terbatas pada mukosa saja, biasanya tidak mengenai tulang, umumnya jarang
menimbulkan komplikasi yang berbahaya dan tidak terdapat kolesteatom.
Beberapa faktor lain yang mempengaruhi keadaan ini terutama patensi tuba
eustachius, infeksi saluran nafas atas, kegagalan pertahanan mukosa terhadap
infeksi pada penderita dengan daya tahan tubuh yang rendah, campuran bakteri
aerob dan anaerob, luas dan derajat perubahan mukosa serta migrasi sekunder dari
epitel squamosa. Sekret mukoid berhubungan dengan hiperplasi sel goblet,
metaplasi dari mukosa telinga tengah
OMK tipe benigna berdasarkan aktivitas sekret yang keluar dikenal 2 jenis, yaitu :
- OMK aktif ialah OMK dengan sekret yang keluar dari kavum timpani secara
aktif.
- OMK tenang apabila keadaan kavum timpani terlihat basah atau kering.
2. Tipe Atikoantral (tipe malignan/ tipe bahaya)
Tipe ini ditandai dengan perforasi tipe marginal atau tipe atik, disertai dengan
kolesteatom dan sebagian besar komplikasi yang berbahaya dan fatal timbul pada
OMK tipe ini.
Kolesteatom adalah suatu kista epitelial yang berisi deskuamasi epitel
(keratin). Deskuamasi terbentuk terus lalu menumpuk sehingga kolesteatom
bertambah besar. Banyak teori mengenai patogenesis terbentuknya kolesteatom
diantaranya adalah teori invaginasi, teori migrasi, teori metaplasi, dan teori
implantasi. Kolesteatom merupakan media yang baik untuk pertumbuhan kuman
(infeksi), terutama Proteus dan Pseudomonas aeruginosa. Infeksi akan memicu
proses peradangan lokal dan pelepasan mediator inflamasi yang dapat
menstimulasi sel-sel keratinosit matriks kolesteatom bersifat hiperproliferatif,
4
destruksi, dan mampu berangiogenesis. Massa kolesteatom ini dapat menekan dan
mendesak organ disekitarnya sehingga dapat terjadi destruksi tulang yang
diperhebat oleh pembentukan asam dari proses pembusukan bakteri. Proses
nekrosis tulang ini mempermudah timbulnya komplikasi seperti labirinitis,
meningitis dan abses otak.
Kolesteatom dapat diklasifikasikan atas dua jenis:
a. Kolesteatom kongenital.
Kriteria untuk mendiagnosa kolesteatom kongenital menurut Derlaki dan
Clemis (1965) adalah :
1) Berkembang dibelakang membran timpani yang masih utuh.
2) Tidak ada riwayat otitis media sebelumnya.
3) Pada mulanya dari jaringan embrional dari epitel skuamous atau dari epitel
undiferential yang berubah menjadi epitel skuamous selama perkembangan.
Kongenital kolesteatom lebih sering ditemukan pada telinga tengah atau tulang
temporal, umumnya pada apeks petrosa. Kolesteatom ini dapat menyebabkan
parese nervus fasialis, tuli saraf berat unilateral, dan gangguan
keseimbangan.1,2
b. Kolesteatom akuisital atau didapat (Primary acquired cholesteatoma)
Kolesteatom yang terbentuk tanpa didahului oleh perforasi membran timpani.
Kolesteatom timbul akibat proses invaginasi dari membran timpani pars flaksida
akibat adanya tekanan negatif pada telinga tengah karena adanya gangguan tuba
(teori invaginasi). Kolesteatom yang terjadi pada daerah atik atau pars flasida1,2
Secondary acquired cholesteatoma.
Terbentuk setelah perforasi membran timpani. Kolesteatom terjadi akibat
masuknya epitel kulit dari liang telinga atau dari pinggir perforasi membran
timpani ke telinga tengah (teori migrasi) atau terjadi akibat metaplasi mukosa
kavum timpani karena iritasi infeksi yang berkangsung lama (teori metaplasi).
Bentuk perforasi membran timpani adalah :
1) Perforasi sentral
Lokasi pada pars tensa, bisa antero-inferior, postero-inferior dan postero-
superior, kadang-kadang sub total. Pada seluruh tepi perforasi masih ada
terdapat sisa membran timpani.
2) Perforasi marginal
Terdapat pada pinggir membran timpani dan adanya erosi dari anulus
fibrosus. Perforasi marginal yang sangat besar digambarkan sebagai perforasi
total. Perforasi pada pinggir postero-superior berhubungan dengan
kolesteatom.
3) Perforasi atik
Terjadi pada pars flaksida, berhubungan dengan primary acquired
cholesteatoma.

2.2 Etiologi
Otitis media kronis terjadi akibat adanya lubang pada gendang telinga
(perforasi) (Mediastore, 2009). Perforasi gendang telinga bisa disebabkan oleh: otitis
media akut penyumbatan tuba eustacius cedera akibat masuknya suatu benda ke

5
dalam telinga atau akibat perubahan tekanan udara yang terjadi secara tiba-tiba luka
bakar karena panas atau zat kimia. Bisa juga disebabkan, antara lain:
1. Stapilococcus
2. Diplococcus pneumonie
3. Hemopilus influens
4. Gram Positif : S. Pyogenes, S. Albus
5. Gram Negatif : Proteus spp, Psedomonas spp, E. Coli.
6. Kuman anaerob : alergi, diabetes mellitus, TBC paru.
Sedangkan penyebab lain, yaitu:
1. Lingkungan
Kelompok sosial ekonomi rendah memiliki insiden OMK lebih tinggi.
2. Genetik
Luasnya sel mastoid yang dapat dikaitkan dengan faktor genetik. Sistem-sel-sel
udara mastoid lebih kecil pada penderita otitis media.
3. Riwayat otitis media sebelumnya
Otitis media kronik merupakan kelanjutan dari otitis media akut atau otitis media
dengan efusi, tapi tidak diketahui
4. Infeksi
Organisme yang terutama dijumpai adalah bakteri Gram (-), flora tipe usus, dan
beberapa organisme lainnya.
5. Infeksi saluran nafas atas
Infeksi virus dapat mempengaruhi mukosa telinga tengah menyebabkan
menurunnya daya tahan tubuh terhadap organisme yangs ecara normal berada
dalam telinga tengah, sehingga memudahkan pertumbuhan bakteri.
6. Autoimun
Memiliki insiden lebih besar terhadap OMK.
7. Alergi
Penderita alergi mempunyai insiden otitis media kronis yang lebih tinggi dibanding
yang bukan alergi.
8. Gangguan fungsi tuba eustacius
Pada telinga yang inaktif berbagai metoda telah digunakan untuk mengevaluasi
fungsi tuba eustachius dan umumnya menyatakan bahwa tidak mungkin
mengembalikan tekanan menjadi negatif.

2.3 Manifestasi Klinis


Gejala berdasar tipe Otitis Media Kronik:
1. Otitis Media Kronik (OMK) tipe benigna
Gejala berupa discharge mukoid yang tidak terlalu berbau busuk, ketika
pertama kali ditemukan bau busuk mungkin ada tetapi dengan pembersihan dan
penggunaan antibiotik lokal biasanya cepat hilang, discharge mukoid dapat konstan
atau intermitten.
Gangguan pendengaran konduktif selalu di dapat pada pasien dengan derajat
ketulian tergantung beratnya kerusakan tulang-tulang pendengaran dan koklea
selama infeksi nekrotik akut pada awal penyakit. Perforasi membran timpani
terbatas pada mukosa sehingga membran mukosa menjadi berbentuk garis dan
tergantung derajat infeksi membran mukosa dapat tipis dan pucat atau merah dan
6
tebal, kadang suatu polip di dapat tapi mukoperiosteum yang tebal dan mengarah
pada meatus menghalangi pandangan membran timpani dan telinga tengah sampai
polip tersebut diangkat. Discharge terlihat berasal dari rongga timpani dan
orifisium tuba eustachius yang mukoid dan setelah satu atau dua kali pengobatan
lokal bau busuk akan berkurang. Cairan mukus yang tidak terlalu bau, datang dari
perforasi besar tipe sentral dengan membran mukosa yang berbentuk garis pada
rongga timpani merupakan diagnosa khas pada OMKS tipe benigna.
2. Otitis Media Kronik (OMK) dengan kolesteatoma
Kolesteatoma atau benjolan mutiara (tumor mutiara) disebabkn oleh
pertumbuhan kulit liang telinga atau lapisan epitel gendang telinga yang masuk ke
telinga tengah atau mastoid. Mengenai patogenesisnya secara tepat, dalam kurun
waktu bertahun- tahun, ada banyak spekulasi serta banyak macam teori.
Kolesteatoma dapat tumbuh masuk mellui pars flakisda(membrn shrapnell)
maupun melalui pars tensa. Selaput gendang telinga mendesak ke dalam dan melekat
pada dinding medial atik atau dengan rangkaian tulang pendengaran. Akibatnya
timbul retraksi berupa kantong pada gendang telinga, karena epitel mati tertimbun
secara berlapis. Sumbatan debris yang demikian tidak dapat lagi tumbuh secra alami
keluar bersama bersama gendang telinga, sehimgga seolah-olah terperangkap dalam
struktur telinga tengah. Akibat penimbunan epitel yang progresif itu sumbatan
jaringan memberi tekanan pada tulang sekitarnya, sehingga lama-lama jaringan tulang
ini pun mengalami erosi. Kadang-kadang, proses ini berjaln tanda gejala, namun
sering timbul infeksi sekunder dengan keluhan mengeluarkan cairan telinga yang
berbau, gangguan pendengaran, atau komplikasi yang disebaban oleh kerusakan yang
disebabkan oleh kerusakan pada n. Fasialis atau labirin. Pada pemeriksaan otoskopi,
ditemukan debris epitel dalam liang telinga. Di belakangnya tampak kolesteatoma
dengan sisik kreatin putih. Kadang-kadang, tampak granulasi atau polip di dalam
lubang perforasi (kadang-kadang disebut pertanda polip).
Kolesteatoma dapat tumbuh ke dalam os petrosum, bahkan intrakranial. Rasa
pusing yang di provokasi oleh tekanan pada liang telinga luar merupakan tanda bahwa
ada hubungan terbuka dengan labirin.(gejala fistula positif). Pengobatan
koleasteatoma hampir mengeluarkannya secara operatif. Pad pasien usia lanjut, pada
umumnya pembentukan kolesterol lambat. Lekukan yang berup kantong itu dapat di
bersihkan di bawah mikroskop dengan alat penghisap secara teratur.
Adapula bentuk koleasteotoma “primer”, disebut koleasteotoma kongenital, yang
terbentuk dari sel-sel benih (kiembladcellen) dalam os petrosis yang dalam sekali.
Dalam hal ini tidak tampak adanya lubang perrforasi pada gendang telinga.

2.4 Patofisiologi
Patofisiologi OMK belum diketahui secara lengkap, tetapi dalam hal ini
merupakan stadium kronis dari otitis media akut (OMA) dengan perforasi yang sudah
terbentuk diikuti dengan keluarnya sekret yang terus menerus. Terjadinya OMK
hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang. OMK disebabkan oleh
multifaktor antara lain infeksi virus atau bakteri, gangguan fungsi tuba, alergi,
kekebalan tubuh, lingkungan, dan social ekonomi.
Fokus infeksi biasanya terjadi pada nasofaring (adenoiditis, tonsillitis, rhinitis,
sinusitis), mencapai telinga tengah melalui tuba Eustachius. Kadang-kadang infeksi
7
berasal dari telinga luar masuk ke telinga tengah melalui perforasi membran timpani,
maka terjadi inflamasi. Bila terbentuk pus akan terperangkap di dalam kantung
mukosa di telinga tengah. Dengan pengobatan yang cepat dan adekuat serta perbaikan
fungsi telinga tengah, biasanya proses patologis akan berhenti dan kelainan mukosa
akan kembali normal. Walaupun kadang-kadang terbentuk jaringan granulasi atau
polip ataupun terbentuk kantong abses di dalam lipatan mukosa yang masing-masing
harus dibuang, tetapi dengan penatalaksanaan yang baik perubahan menetap pada
mukosa telinga tengah jarang terjadi. Mukosa telinga tengah mempunyai kemampuan
besar untuk kembali normal. Bila terjadi perforasi membrane timpani yang permanen,
mukosa telinga tengah akan terpapar ke telinga luar sehingga memungkinkan
terjadinya infeksi berulang. Hanya pada beberapa kasus keadaan telinga tengah tetap
kering dan pasien tidak sadar akan penyakitnya. Berenang, kemasukan benda yang
tidak steril ke dalam liang telinga atau karena adanya focus infeksi pada saluran napas
bagian atas akan menyebabkan infeksi eksaserbasi akut yang ditandai dengan secret
yang mukoid atau mukopurulen.

2.5 Pemeriksaan Diagnostik


1. Otoskop, dilakukan untuk menegakkan diagnosis berdasarkan gejala dan hasil
pemeriksaan telinga.
2. Pembiakan terhadap cairan yang keluar dari telinga, berfungsi untuk mengetahui
organisme penyebabkan otitis media kronik (OMK)
3. Rongen mastoid atau CT scan kepala untuk mengetahui adanya penyebaran infeksi
ke struktur disekeliling telinga.
4. Tes Audiometri dilakukan untuk mengetahui adanya penurunan pendengaran
5. X-ray dikukan terhadap kalestatoma dan kekaburan mastoid.

2.6 Penatalaksanaan
1. OMK Benigna
a. OMSK Benigna Tenang
Pemberian healt education dengan tidak mengorek telinga, tidak memasukkan
air ke dalam telinga saat mandi, tidak berenang saat fase-fase pengobatan.
Tindakan selanjutnya lakukan operasi rekonstruksi (miringioplasti,
timpanoplasti) untuk mencegah infeksi berulang dan gangguan pendengaran).
b. OMSK Benigna Aktif
1) Pembersihan liang telinga dan kavum timpani (toilet telinga).
Hal ini dilakukan agar lingkungan yang tidak sesuai untuk perkembangan
mikroorganisme, karena sekret telinga merupakan media yang baik bagi
perkembangan mikroorganisme.
2) Pemberian antibiotik topikal
Antibiotik topikal berupa Polimiksin B atau polimiksin E, Neomisin,
Kliramfenikol, Koli 96%
3) Pemberian antibiotik sistemik
Diberikan berdasarkan kultur kuman penyakit. Pemberian antibiotika tidak
lebih dari 1 minggu dan harus disertai pembersihan sekret profus.
2. OMK Maligna

8
Tindakan yang tepat untuk OMK adalah operasi. Jenis pembedahan atau tehnik
operasi yang dapat dilakukan yaitu:
a. Mastoiditis sederhana
b. Mastoidektomi radikal
c. Mastoidektomi radikal dengan modifikasi (Operasi Bondy)
d. Miringioplasti
e. Timpanoplasti
f. Timpanoplasti dengan pendekatan ganda

2.7 Komplikasi
Menurut Shangbough (2003) komplikasi OMK terbagi atas:
a. Komplikasi Intratemporal
• Perforasi membran timpani
• Mastoiditis akut
• Parese nervus fasialis
• Labrinitis
• Petrositis
b. Komplikasi Ekstratemporal
• Abses subperiosteal
c. Komplikasi Intrakranial
• Abses otak
• Tromboflebitis
• Hidrocepalus otikus
• Empiema subdural/ ekstradural

2.8 Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Riwayat
1) Identitas Pasien
2) Riwayat adanya kelainan nyeri
3) Riwayat infeksi saluran nafas atas yang berulang
4) Riwayat alergi.
5) OMA berkurang.
b. Pengkajian Fisik
1) Nyeri telinga
2) Perasaan penuh dan penurunan pendengaran
3) Suhu Meningkat
4) Malaise
5) Nausea Vomiting
6) Vertigo
7) Ortore
8) Pemeriksaan dengan otoskop tentang stadium.
c. Pengkajian Psikososial
1) Nyeri otore berpengaruh pada interaksi
9
2) Aktifitas terbatas
3) Takut menghadapi tindakan pembedahan.
d. Pemeriksaan Laboratorium.
e. Pemeriksaan Diagnostik
1) Tes Audiometri : AC menurun
2) X ray : terhadap kondisi patologi
3) Misal : Cholesteatoma, kekaburan mastoid.
f. Pemeriksaan pendengaran
1) Tes suara bisikan
2) Tes garputala
2. Diagnosa Keperawatan
a. Perubahan persepsi/sensoris berhubungan dengan gangguan lewatnya
gelombang suara.
Tujuan : Persepsi / sensoris baik.
Kriteria hasil :
Klien akan mengalami peningkatan persepsi/sensoris pendengaran sampai
pada tingkat fungsional.
INTERVENSI RASIONAL
1. Ajarkan klien untuk menggunakan dan 1. Keefektifan alat pendengaran
merawat alat pendengaran secara tepat. tergantung pada tipe
gangguan/ketulian, pemakaian
2. Instruksikan klien untuk menggunakan serta perawatannya yang tepat.
teknik-teknik yang aman sehingga dapat 2. Apabila penyebab pokok ketulian
mencegah terjadinya ketulian lebih jauh. tidak progresif, maka pendengaran
yang tersisa sensitif terhadap
trauma dan infeksi sehingga harus
3. Observasi tanda-tanda awal kehilangan dilindungi.
pendengaran yang lanjut. 3. Diagnosa dini terhadap
keadaan telinga atau terhadap
masalah-masalah pendengaran
4. Instruksikan klien untuk menghabiskan rusak secara permanen.
seluruh dosis antibiotik yang diresepkan 4. Penghentian terapi antibiotika
(baik itu antibiotik sistemik maupun lokal). sebelum waktunya dapat
menyebabkan organisme sisa
berkembang biak sehingga infeksi
akan berlanjut.
b. Cemas berhubungan dengan prosedur operasi, diagnosis, prognosis, anestesi,
nyeri, hilangnya fungsi, kemungkinan penurunan pendengaran lebih besar
setelah operasi.
Tujuan : Rasa cemas klien akan berkurang/hilang.
Kriteria hasil :
T Klien mampu mengungkapkan ketakutan/kekuatirannya.

T Respon klien tampak tersenyum.

10
INTERVENSI RASIONAL
1. Diskusikan mengenai kemungkinan 1. Menunjukkan kepada klien bahwa
kemajuan dari fungsi pendengarannya untuk dia dapat berkomunikasi dengan
mempertahankan harapan klien dalam efektif tanpa menggunakan alat
berkomunikasi. khusus, sehingga dapat mengurangi
rasa cemasnya.
2. Berikan informasi mengenai klien yang juga2. Harapan-harapan yang tidak
pernah mengalami gangguan seperti yang realistik tiak dapat mengurangi
dialami klien danmenjalani operasi kecemasan, justru malah
3. Berikan informasi mengenai sumber-sumber menimbulkan ketidak percayaan
dan alat-lat yang tersedia yang dapat klien terhadap perawat.
membantu klien (persiapan preoperasi, 3. Memungkinkan klien untuk
intraoperasi dan post opersi) memilih metode komunikasi yang
paling tepat untuk kehidupannya
sehari-hari disesuaikan dnegan
4. Berikan support sistem (perawat, keluarga tingkat keterampilannya sehingga
atau teman dekat dan pendekatan spiritual) dapat mengurangi rasa cemas dan
frustasinya.
5. Reinforcement terhadap potensi dan sumber 4. Dukungan dari bebarapa orang
yang dimiliki berhubungan dengan tindakan yang memiliki pengalaman yang
operasinya. sama akan sangat membantu klien.
5. Agar klien menyadari sumber-
sumber apa saja yang ada
disekitarnya yang dapat
mendukung dia untuk
berkomunikasi.

Contoh Kasus

Seorang pasien laki-laki, berumur 25 tahun, datang ke poliklinik THT-KL pada tanggal 15
Juni 2011, dengan keluhan: telinga kanan berair sejak kecil, warna cairan kekuningan dan
berbau, cairan yang keluar hilang timbul terutama bila batuk pilek. Riwayat operasi telinga
kanan 2 tahun yang lalu di rumah sakit daerah. Telinga yang dioperasi ini tidak berair selama
2 bulan setelah operasi, setelah itu kembali berair. Pasien sudah berobat tetapi tidak sembuh.
Pendengaran telinga kanan menurun, tidak ada sakit kepala hebat, tidak ada pusing berputar,
tidak ada muntah proyektil, tidak ada wajah mencong.
Pada pemeriksaan fisik status generalis, keadaan umum sedang, tekanan darah 120/70
mmHg, nadi 80x/menit, suhu afebris. Pada pemeriksaan regio mastoid kanan tampak sikatrik
bekas insisi operasi, pada aurikula dekstra (AD), liang telinga lapang, sekret mukopurulen
berwarna kekuningan, membran timpani perforasi atik. Pada aurikula sinistra (AS), liang
telinga lapang, tidak ada sekret, membran timpani utuh dan reflek cahaya positif. Pada
pemeriksaan hidung yaitu rinoskopi anterior dan rinoskopi posterior dalam batas normal.
Tenggorok dalam batas normal.
Pada test penala didapatkan kesan tuli konduktif pada telinga kanan. Pasien
didiagnosis dengan Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) tipe bahaya. Dilakukan
pengambilan sekret liang telinga untuk kultur dan tes sensitifitas. Diberikan terapi
siprofloksasin 2x500 mg, H2O2 3% 2x5 tetes dan ofloksasin 3% 2x5 tetes di telinga kanan.

11
Rontgen Mastoid posisi Schuller pasien sebelum operasi pertama yaitu tanggal 18 September
2009 di rumah sakit daerah, memperlihatkan air cell mastoid sklerotik.
Pada rontgen mastoid posisi Schuller 2 tahun setelah operasi yaitu tanggal 25 April
2011, didapatkan pada telinga kanan terlihat air cell mastoid sklerotik dan terlihat destruksi
tulang mastoid, kemungkinan bekas operasi pertama. Pada pemeriksaan Computer Tomografi
Scanning (CT Scan) mastoid didapatkan hasil pneumatisasi air cell mastoid kanan tampak
sangat berkurang dengan gambaran perselubungan pada mastoid kanan, tampak destruksi
tulang mastoid kanan dan sklerotik, tidak tampak abses. Mastoid kiri baik. Kesannya
mastoiditis aurikula dekstra (AD) dengan kolesteatom.
Pasien didiagnosis dengan OMSK AD tipe bahaya dan dipersiapkan untuk timpani-
mastoidektomi dinding runtuh. Hasil pemeriksaan laboratorium darah, Hb 15 gr/dl, leukosit
5600/mm3, hematokrit 47%, trombosit 295.000/mm3, PT 11,5 detik, APTT 41,5 detik. Pada
hasil pemeriksaan audiometri didapatkan tuli konduktif derajat sedang-berat di telinga kanan
dengan ambang dengar 61,25 dB. Hasil audiometri sebelum operasi didapatkan tuli konduktif
sedang berat dengan ambang dengan 61,25 dB.
Operasi dilakukan pada tanggal 20 Juni 2011, dengan prosedur operasi, pasien di meja
operasi posisi supine dalam anestesi umum dengan kepala miring ke kiri. Dilakukan tindakan
septik antiseptik di lapangan operasi. Liang telinga kanan dievaluasi dengan mikroskop,
tampak membran timpani perforasi atik, ditemukan sekret mukopurulen, dibersihkan dengan
H2O2 3% dan Povidone Iodine. Selanjutnya dilakukan penandaan insisi 3 mm retroaurikular.
Dilakukan infiltrasi dengan epinefrin 1:200.000 di regio retroaurikula. Dilakukan insisi tegak
lurus terhadap kulit dan tangensial terhadap liang telinga. Dilakukan pengambilan graft dari
fasia temporalis profunda. Insisi kulit diperdalam sampai terlihat korteks mastoid, dibuat
insisi T untuk meluaskan lapangan operasi, dipasang retraktor, tampak tulang mastoid
destruksi atau karena operasi sebelumnya dan terlihat kolesteatom. Dilakukan pengeboran,
tampak kolesteatom memenuhi antrum, semua kolesteatom dibersihkan. Facial ridge
direndahkan. sinodural angle dibersihkan. Didapatkan tegmen intak, sinus sigmoid intak,
kanalis semisirkularis intak dan kanalis fasialis intak. Dinding posterior liang telinga
diruntuhkan, korda timpani intak, tampak kolesteatom di kavum timpani dan tulang
pendengaran telah hancur dan semua kolesteatom dibersihkan. Graft diletakkan membentang
diatas kavum timpani dan difiksasi dengan spongostan. Dilakukan meatoplasti dengan
membuang sebagian kartilago konka, sehingga liang telinga sangat lapang menyesuaikan
dengan dinding posterior liang telinga yang diruntuhkan. Dilakukan obliterasi kavitas operasi
dengan menggunakan flap jaringan lunak sekitar lapangan operasi dan luka operasi dijahit
lapis demi lapis. Setelah operasi diberikan terapi injeksi seftriakson 2x1 gram, injeksi
deksametason 3x5 mg, pseudoefedrin 120 mg + loratadin 5 mg 2x1 kapsul, Ambroksol 3x30
mg, drip tramadol dalam infus ringer laktat.
Follow up hari pertama pasca operasi
Anamnesis didapatkan, pasien tidak demam, tidak ada sakit kepala, tidak ada pusing berputar,
tidak ada wajah mencong, nyeri pada lapangan operasi. Telinga kanan tertutup perban, tidak
ada darah merembes dan tidak bau. Hidung dan tenggorok dalam batas normal. Diagnosis
post timpanomastoidektomi dinding runtuh AD hari pertama atas indikasi OMSK AD tipe
bahaya. Diberikan terapi injeksi seftriakson 2x1 gram, injeksi deksametason 3x5 mg,
pseudoefedrin 120 mg + loratadin 5mg 2x1 kapsul, Ambroksol 3x30 mg, drip tramadol dalam
ringer laktat 3x1 ampul.
Follow up hari ke-3 pasca operasi
Dari anamnesis didapatkan, pasien tidak demam, tidak ada sakit kepala, tidak ada
pusing berputar, tidak ada wajah mencong dan nyeri lapangan operasi berkurang. Pada
12
telinga kanan terpasang tampon sofratul, tidak ada darah merembes dan tidak bau. Pada regio
retro aurikula dekstra, luka operasi tenang dan tidak ada pus. Hidung dan tenggorok dalam
batas normal. Diagnosis post timpanomastoidektomi dinding runtuh AD hari ke-3 dan
dilakukan ganti perban luar.
Hasil kultur sekret telinga didapatkan kuman Pseudomonas spp, yang sensitif
terhadap gentamisin, siprofloksasin, ceftazidim, netilmisin dan cefoperazon. Terapi pasien
diganti sesuai kultur yaitu injeksi seftazidime 2x1 gram, injeksi deksametason 3x5 mg,
pseudoefedrin 120 mg + loratadin 5mg 2x1 kapsul, ambroksol 3x30 mg, ofloxasin tetes telinga
2x5 tetes AD, drip tramadol diganti asam mefenamat 3x500 mg.
Follow up hari ke-5 pasca operasi
Anamnesis didapatkan tidak ada demam, tidak ada sakit kepala, tidak ada wajah
mencong, tidak ada pusing berputar dan nyeri lapangan operasi minimal. Liang telinga kanan
tertutup tampon sofratul, tidak ada darah merembes, tidak bau, Regio Aurikula dekstra luka
bekas insisi tenang dan tidak ada pus. Hidung dan tenggorok dalam batas normal. Diagnosis
post timpano-mastoidektomi dinding runtuh AD hari ke-5. Dilakukan ganti perban luar,
jahitan retroaurikula AD dibuka selang seling, dan luka operasi tenang. Diberikan terapi
injeksi seftazidime 2x1 gram, injeksi deksametason 3x5 mg, ofloxasin tetes telinga 2x5 tetes
AD pseudoefedrin 120 mg + loratadin 5 mg 2x1 kapsul, ambroksol 3x30 mg, asam mefenamat
3x500 mg bila nyeri.
Follow up hari ke-7 pasca operasi
Dari anamnesis didapatkan tidak ada demam, tidak ada sakit kepala, tidak ada wajah
mencong, tidak ada pusing berputar dan nyeri lapangan operasi minimal. Pada liang telinga
kanan tertutup tampon sofratul, tidak ada darah merembes dan tidak bau. Luka bekas insisi
tenang. Hidung dan tenggorok dalam batas normal. Diagnosis post timpanomastoidektomi
dinding runtuh AD hari ke-7. Dilakukan ganti perban, jahitan retroaurikula dibuka semuanya
dan luka operasi tenang. Pasien boleh pulang. Terapi siprofloksasin 2x500 mg, ofloxasin tetes
telinga 2x5 tetes AD, asam mefenamat bila nyeri. Pasien dianjurkan kontrol ke poliklinik
THT 3 hari setelah pulang.
Kontrol pasca operasi hari ke-14
Dari anamnesis didapatkan, tidak ada telinga berair, tidak ada demam, tidak ada batuk,
tidak ada pilek, tidak ada cairan keluar dari telinga. Pada AD setelah dibuka tampon dalam
didapatkan liang telinga sangat lapang, tidak ada sekret, debris ada, graft masih sukar dinilai.
Hidung dan tenggorok dalam batas normal. Pada pasien ini dilakukan tes penala dan
didapatkan hasil, tuli konduktif di telinga kanan. Hasil tes penala (Tabel 2). Diagnosis post
timpanomastoidektomi dinding runtuh AD hari ke-14. Diberikan terapi siprofloksasin 2x500
mg, ofloxasin tetes telinga 2x5 tetes AD.
Kontrol hari ke-24 pasca operasi
Dari anamnesis didapatkan tidak ada telinga berair, tidak ada demam, tidak ada batuk,
tidak ada pilek, tidak ada cairan keluar dari telinga. Pada pemeriksaan THT telinga kanan,
didapatkan liang telinga sangat lapang, tidak ada sekret, ada debris, graft tampak tumbuh.
Telinga kiri, hidung dan tenggorok dalam batas normal. Pada tes penala didapatkan tuli
konduktif di telinga kanan (Tabel 3). Diagnosis post timpanomastoidektomi AD hari ke-24.
Diberikan terapi ofloksasin tetes telinga 2x5 tetes AD.
Hasil pemeriksaan histopatologi didapatkan, gambaran mikroskopis tampak potongan epitel
berlapis gepeng, dengan massa keratin, debris dan nekrotik, gambaran sesuai dengan
kolesteatom. Kemudian pasien meminta untuk kembali ke Jakarta, karena harus masuk
kembali bekerja dan kontrol ke rumah sakit di Jakarta. Pada pasien ini dilakukan pemeriksaan
audiometri ulang, didapatkan perbaikan ambang dengar yaitu tuli konduktif telinga kanan
derajat sedang, dengan ambang dengar 46, 25 dB.
13
14
BAB II
Penutup
3.1 Kesimpulan
Dalam kasus ini , pada awalnya pasien mengalami infeksi saluran pernapasan
atas (ISPA) dan tonsilitis. Akan tetapi, karena adanya perluasan infeksi di daerah
auries media, maka pasien akan mengalami otitis meda akut. Otitis media akut yang
tidak diobati secara tuntas dapat berlanjut menjadi Otitis media Kronik yang ditandai
denagn adanya perforasi pada membran tympani.

3.2 Saran

15
Daftar Pustaka

Latief, Abdul.2007.Ilmu Kesehatan Anak.Jakarta:Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas


Kedokteran Universitas Airlangga.
Marlyn E. Dongoes, Mary Frances Moorhouse, Alice C. Geissler.2000.Rencana asuhan
Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien
Edisi 3.Jakarta: Kedokteran EGC.
Reeves.2001. Keperawatan Medikal Bedah.Jakarta:Salemba Medika.
Smeltzer.2001.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth.Jakarta: EGC
Wilkinson.2007.Buku Ajar Diagnosa Keperawatan Dengan Intervensi NIC dan Kriteria Hasil
NOC.Jakarta: EGC

16
Analisa Jurnal
(Jurnal terlampir)

Judul Jurnal : Jurnal 1 : Gambaran Audiologi dan Temuan Intraoperatif Otitis Media
Supurtif Kronik Dengan Kolesteatoma pada Anak
Jurnal 2 : Gambaran Pasien Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) di
RSUP H. Adam Malik Medan
Jurnal 3 : PERBANDINGAN SENSITIVITAS BAKTERI AEROB
PENYEBAB OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK
TIPE BENIGNA AKTIF TAHUN 2008 DAN 2012

Kata Kunci : Jurnal 1 : OMSK, gangguan pendengaran, temuan intraoperatif


Jurnal 2 : Gambaran pasien OMSK, kultur, kepekaan antibiotik
Jurnal 3: OMSKBA, resistensi antibiotik, sensitivitas antibiotik, uji
sensitivitas bakteri
Penulis : Jurnal 1 : Wilsen, Denny Satria, Yuli Doris M, Abla Ghanie
Jurnal 2 : Nungki Puspita Dewi, Devira Zahara
Jurnal 3 : Hafizah, Nur Qamariah, Lia Yulia Budiarti

Latar Belakang : Jurnal 1 : Banyak anak yang menderita otitis media yang lebih parah
dari otitis media akut karena kebanyakan anak-anak
membutuhkan stimulus auditori yang lebih keras
dibandingkan dewasa maka OMSK pada anak lebih sering
menyebabkan gangguan berbahasa dan kognitif.
Jurnal 2 : Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK) merupakan penyakit
infeksi telinga tengah dan sangat sering terjadi di Negara
berkembang.
Jurnal 3 : Pola bakteri dan kepekaan antibiotik dapat bervariasi pada
waktu yang berbeda. Dengan meningkatnya kasus OMSKB
pada bulan Januari dan Februari tahun 2012 dapat menjadi
dasar untuk dilakukan penelitian tentang sensitivitas bakteri
aerob penyebab OMSKB aktif secara in vitro di Poliklinik
THT RSUD Ulin Banjarmasin yang kemudian
dibandingkan dengan tahun 2008.
Tujuan : Jurnal 1 : Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran
audiologi dan temuan intraoperatif pada anak-anak
penderita OMSK dengan kolesteatoma di RS Moh Hoesin
Palembang.
Jurnal 2 : Tujuan penelitian ini untuk mengetahui gambaran pasien
OMSK, hasil kultur spesimen swab telinga, dan kepekaan
antibiotik penderita OMSK di RSUP HAM.
Jurnal 3 : Penelitian ini dilakukan untuk membandingkan sensitivitas
bakteri penyebab OMSKBA terhadap beberapa antibiotik
pada tahun 2008 dan 2012.
Metodelogi : Jurnal 1 : Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian studi
retrospektif cross sectional
Jurnal 2 : Penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang akan menilai
gambaran penderita OMSK di RSUP H. Adam Malik pada
tahun 2011-2012. Pendekatan yang digunakan dalam
17
penelitian ini adalah retrospective cross sectional study,
dimana akan data akan dikumpulkan berdasarkan survei
rekam medis di instalasi rekam medis RSUP HAM.
Jurnal 3 : Penelitian ini bersifat observasional analitik dengan
pendekatan rancangan studi cross sectional.
Hasil : Jurnal 1 : Pada saat dilakukan pembedahan, paling sering ditemukan
hanya tersisa basis stapes yaitu sebanyak 67,5%, diikuti
dengan rantai tulang pendengaran yang utuh sebanyak 25%.
Jurnal 2 : Tidak ada penderita OMSK yang berusia <6 tahun atau
balita. Penderita OMSK usia 6-18 tahun atau anak-anak sebanyak
10 orang (43.5%). Sedangkan, jumlah penderita OMSK yang
paling banyak adalah dewasa dengan usia >18 tahun 13
orang (56.5%). Penelitian serupa yang dilakukan oleh
Srivastava et al (2010). Namun berbeda dengan penelitian
Shrestha et al (2011), insidensi OMSK tertinggi terjadi pada
usia <10 tahun dan penelitian Loy et al (2002) pada usia 31-
40 tahun. Tingginya insidensi OMSK pada usia <10 tahun
disebabkan oleh anatomi tuba eustachius yang relatif
pendek dan lurus, status ekonomi yang rendah, higiene dan perilaku
sehat yang kurang baik, status imun yang rendah, tinggal di
pemukiman yang padat, dan terpaparnya anak-anak oleh
asap rokok (Smith-Vaughan et al, 2009). Sedangkan, pada
usia >18 tahun, hal ini disebabkan status ekonomi yang
rendah dan adanya riwayat infeksi kronis yang tidak diobati
secara adekuat.
Jurnal 3 : Pada beberapa analisis perbandingan didapatkan hasil tidak
ada perbedaan. Hasil ini dapat terjadi karena di RSUD Ulin
pasien OMSK tipe benigna jarang diberikan antibiotik
klorampenikol dan polimiksin B.
Manfaat : Jurnal 1 : Manfaatnya kita dapat mengetahui OMSK dengan
kolesteatoma pada anak sering menyebabkan ketulian
dengan derajat sangat berat dan pada rantai osikular sering hanya
tersisa basis stapes dengan penyebaran kolesteatoma yang
ekstensif pada berbagai bagian dari tulang temporal pasien
yang berbeda.
Jurnal 2 : Gambaran pasien OMSK, hasil kultur spesimen swab
telinga, dan uji kepekaan antibiotik untuk menentukan antibiotik
mana yang dapat digunakan sebagai terapi empiris pada
OMSK karena perbedaan pola karakteristik pada populasi,
pola mikrobiologi pada swab telinga, dan resistensi
antibiotik.
Jurnal 3 : Sensitivitas bakteri aerob penyebab OMSKBA terhadap
beberapa antibiotik pada tahun 2008 dan 2012 didapatkan
hasil adanya perbedaan pada perbandingan bakteri
Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aureginosa
terhadap antibiotik Gentamisin, sedangkan pada hasil
lainnya tidak terdapat adanya perbedaan.

18
19

Anda mungkin juga menyukai