Nah, berikut inilah upaya-upaya bidang politik yang dilakukan oleh pemerintahan Habibie:
Memberikan abolisi (Hak kepala Negara untuk menghapuskan hak tuntutan pidana)
kepada 18 tahanan dan narapidana politik (orang-orang yang pernah mengkritik
presiden).
Polri memisahkan diri dari ABRI menjadi Kepolisian RI. Istilah ABRI berubah menjadi
TNI.
Selain upaya dalam bidang politik, ada juga upaya yang dilakukan dalam bidang ekonomi, di
antarnya:
mengesahkan UU No. 5 tahun 1999 tentang larangan praktik monopoli atau persaingan
tidak sehat
Menyetujui penggantian nama Irian Jaya menjadi Papua pada akhir Desember 1999.
Masyarakat etnis Tionghoa diperbolehkan untuk beribadah dan merayakan tahun baru
imlek.
Pencabutan peraturan mengenai larangan terhadap PKI dan penyebaran Marxisme dan
Leninisme.
Pada masa pemerintahan Gus Dur, kondisi perekonomian Indonesia mulai membaik nih
dibandingkan era sebelumnya. Misalnya nih, laju pertumbuhan PDB (nilai pasar semua barang
dan jasa yang diproduksi negara) mulai positif, laju pertumbuhan ekonomi yang hampir
mencapai 5% membuat Indonesia menuju pemulihan perekonomiannya.
Megawati
Ekonomi :
a) Meminta penundaan pembayaran utang sebesar US$ 5,8 milyar pada pertemuan Paris Club
ke-3 dan mengalokasikan pembayaran utang luar negeri sebesar Rp 116.3 triliun.
b) Kebijakan privatisasi BUMN. Privatisasi adalah menjual perusahaan negara di dalam periode
krisis dengan tujuan melindungi perusahaan negara dari intervensi kekuatan-kekuatan politik dan
mengurangi beban negara. Hasil penjualan itu berhasil menaikkan pertumbuhan ekonomi
Indonesia menjadi 4,1 %. Namun kebijakan ini memicu banyak kontroversi, karena BUMN yang
diprivatisasi dijual ke perusahaan asing.
c) Di masa ini juga direalisasikan berdirinya KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), tetapi
belum ada gebrakan konkrit dalam pemberantasan korupsi. Padahal keberadaan korupsi
membuat banyak investor berpikir dua kali untuk menanamkan modal di Indonesia, dan
mengganggu jalannya pembangunan nasional.
Hukum dan politik :
Untuk meredam keinginan melepaskan diri kedua provinsi tersebut, Presiden Megawati
melakukan upaya-upaya untuk menyelesaikan permasalahan disintegrasi dan memperbaiki
persentase pembagian hasil sumber daya alam antara pemerintah pusat dan daerah di kedua
propinsi tersebut. Berdasarkan UU No. 1b/2001 dan UU No. 21/2001 baik propinsi NAD dan
Papua akan menerima 70% dari hasil pertambangan minyak bumi dan gas alam. Upaya Presiden
Megawati untuk memperbaiki hubungan pemerintah pusat dan rakyat propinsi NAD juga
dilakukan dengan melakukan kunjungan kerja ke Banda Aceh pada tanggal 8 September 2001.
Dalam kunjungan kerja tersebut, presiden melakukan dialog dengan sejumlah tokoh Aceh dan
berpidato di halaman Masjid Raya Baiturrahman. Dalam kesempatan tersebut, presiden
mensosialisasikan UU No. 18 tahun 2001 tentang otonomi khusus Provinsi NAD. Presiden
Megawati juga menandatangani prasasti perubahan status Universitas Malikussaleh
Lhokseumawe menjadi universitas negeri.
Terkait hubungan pemerintah pusat dan daerah, pemerintahan Presiden Megawati berupaya
untuk melanjutkan kebijakan otonomi daerah yang telah dirintis sejak tahun 1999 seiring dengan
dikeluarkannya UU No. 2 tahun 1999 tentang perimbangan keuangan pusat-daerah. Upaya ini
merupakan proses reformasi tingkat lokal terutama pada bidang politik, pengelolaan keuangan
daerah dan pemanfaatan sumber-sumber daya alam daerah untuk kepentingan masyarakat
setempat. Upaya desentralisasi politik dan keuangan ini sejalan dengan struktur pemerintahan di
masa mendatang dimana masing-masing daerah akan diberi wewenang lebih besar untuk
mengelola hasil-hasil sumber daya alam dan potensi ekonomi yang mereka miliki.
Otonomi daerah merupakan isu penting sejak bergulirnya reformasi pada tahun 1998. Setelah
berakhirnya pemerintahan Orde Baru, rakyat di beberapa daerah mulai menyuarakan
ketidakpuasan mereka terhadap sistem sentralisasi kekuasaan dan wewenang pemerintah pusat
yang sangat kuat. Kepala daerah yang bertugas di beberapa daerah mulai dari posisi gubernur
hingga bupati seringkali bukan merupakan pilihan masyarakat setempat. Pada masa
pemerintahan Orde Baru, para pejabat yang bertugas di daerah umumnya adalah pejabat yang
ditunjuk oleh pemerintah pusat dan memerintah sesuai keinginan pemerintah pusat. Masalah di
daerah semakin kompleks saat pejabat bersangkutan kurang dapat mengakomodasi aspirasi
masyarakat setempat. Faktor inilah yang membuat isu mengenai otonomi daerah menjadi penting
sebagai bagian dari reformasi politik dan sosial terutama di beberapa wilayah yang ingin
melepaskan diri dari NKRI.
Kendati berhasil melakukan berbagai pencapaian di bidang ekonomi dan politik terutama dalam
menghasilkan produk undang-undang mengenai pelaksanaan otonomi daerah, pemerintahan
Presiden Megawati belum berhasil melakukan penegakkan hukum (law enforcement). Berbagai
kasus KKN yang diharapkan dapat diselesaikan pada masa pemerintahannya menunjukkan masih
belum maksimalnya upaya Presiden Megawati dalam penegakkan hukum terutama kasus-kasus
KKN besar yang melibatkan pejabat negara. Belum maksimalnya penanganan kasus-kasus
tersebut juga disebabkan karena kurangnya jumlah dan kualitas aparat penegak hukum sehingga
proses hukum terhadap beberapa kasus berjalan sangat lambat dan berimbas pada belum adanya
pembuktian dari kasus-kasus yang ditangani. Namun keseriusan pemerintah untuk memerangi
tindak pidana korupsi tercermin dari dikeluarkannya UU No. 20 tahun 2001 tentang perubahan
atas UU No. 31 tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Produk hukum tersebut
merupakan produk hukum yang dikeluarkan khusus untuk memerangi korupsi.
e. Pelaksanaan Pemilu 2004
Pemilu tahun 2004 merupakan pemilu pertama dimana untuk pertama kalinya masyarakat
pemilik hak suara dapat memilih wakil rakyat mereka di tingkat pusat dan daerah secara
langsung. Pemilu untuk memilih anggota legislatif tersebut selanjutnya diikuti dengan pemihan
umum untuk memilih presiden dan wakil presiden yang juga dipilih langsung oleh rakyat.
Pemilihan anggota legislatif dan pemilu untuk memilih presiden dan wakil presiden memiliki
keterkaitan erat karena setelah pemilu legislatif selesai, maka partai yang memiliki suara lebih
besar atau sama dengan tiga persen dapat mencalonkan pasangan calon presiden dan wakil
presidennya untuk maju ke pemilu presiden. Jika dalam pemilu presiden dan wakil presiden
terdapat satu pasangan yang memperoleh suara lebih dari 50%, maka pasangan tersebut
dinyatakan sebagai pasangan pemenang pemilu presiden. Jika pada pemilu presiden tidak
terdapat pasangan yang mendapatkan suara lebih dari 50%, maka pasangan yang mendapatkan
suara tertinggi pertama dan kedua berhak mengikuti pemilu presiden putaran kedua.
Pemilu presiden yang diselenggarakan pada tanggal 5 Juli 2004 belum menghasilkan satu
pasangan calon presiden dan calon wakil presiden yang mendapatkan suara lebih dari 50%
sehingga pemilu presiden diselenggarakan dalam dua putaran. Dalam pemilu presiden putaran
kedua yang diselenggarakan pada tanggal 20 September 2004, pasangan H. Susilo Bambang
Yudhoyono dan Drs. Muhammad Jusuf Kalla mengungguli pasangan Hj. Megawati
Soekarnoputri dan K.H. Ahmad Hasyim Muzadi. Pada pemilu putaran kedua tersebut, pasangan
Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla memperoleh 62.266.350 suara atau 60,62%
sementara pasangan Hj. Megawati Soekarnoputri dan K.H. Ahmad Hasyim Muzadi memperoleh
44.990.704 suara atau 39,38% . (Gonggong & Asy’arie, 2005: 239).
SBY