Anda di halaman 1dari 6

TUGAS

KIMIA MEDISTINAL II

” PENGARUH SIFAT KIMIA OBAT TERHADAP AKTIVITAS OBAT “

NAMA : ALFADIL HERDIANSYAH PUTRA


KELAS : B4
NIM : F201801162

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


STIKES MANDALA WALUYA
KENDARI
2020

HUBUNGAN STRUKTUR, SIFAT KIMIA FISIKA DAN AKTIVITAS BIOLOGIS OBAT


Sifat kimia fasika dapat mempengaruhi aktivitas biologis obat oleh karena dapat
mempenagruhi distribusi obat dalam tubuh dan proses interaksi obat-reseptor.

Beberapa sifat kimia fisika penting yang berhubungan dengan aktivitas biologis antara
lain adalah ionisasi, pembentukan kelat, potensi redoks dan tegangan permukaan.

A. Ionisasi dan aktivitas biologis


Ionisasi sangat penting dalam hubungannya dengan proses penebusan oba ke dalam
membrane biologis dan interaksi obat-reseptor. Untuk dapat menimbulkan aktivitas
biologisnya, pada umumnya obat didalam bentuk tidak terionisasi, tetapi ada pula yang
aktif adalah bentuk ionnya.
1. Obat yang aktif dalam bentuk tidak terionisasi
Sebagian besar obat yang bersifat asam atau basa lemah, bentuk tidak
terionisasinya dapat memberikan efek biologis.
Contoh : fenobarbital, turunan asam barbiturate yang bersifat asam lemak,
bentuk tidak terionisasinya dapat menembus sawar darah otak dan menimbulkan
efek penekan fungsi system saraf pusat dan pernapasan.
Hubungan dengan pKa dengan faraksi obat terionisasi dan yang tidak
terionisasi dari obat yang bersifat asam dan basah lemah, dinyatakan melalui
persamaan Henderson-Hassalbach sebagai berikut.
Pada obat yang bersifat asam lemah, dengan meningkatnya Ph, sifat ionisasi
nberubah besar, bentuk tak terinisasi bertambah kecil, sehingga jumbal obat yang
menembus membrane bilogis semakin kecil. Aktibatnya, kemungkinan obat untuk
berinteraksi dengan reseptor semakin rendah dan aktivitas biologisnya semakin
menurun.
Pada sifat yang bersifat basa lemah, dengan meningkatnya pH, sifat ionisasi
bertumbuh kecil, bentuk tak terionisasinya semakin besar, sehingga jumlah obat
yang menembus membrane biologis bertambah besar pula. Akhirnya, kemungkinan
obat untuk berinteraksi dengan reseptor bertambah besar dan aktivitas biologisnya
semakin meningkat.

Untuk asam lemah:


pKa= pH +log Cu /C i
Cu = Fraksi asam yang tidak terionisasi
Ci = Fraksi asam terionisasi
Contoh :
+¿ ¿

RCOOH ↔ RCOO −¿+ H ¿


pKa= pH +log ( RCOOH ) /¿ ¿
Untuk basa lemah:
pKa= pH +log Ci /C u
Cu = Fraksi asam yang tidak terionisasi
Ci = Fraksi asam terionisasi

Contoh :
RNH 3 ↔ RNH 2+ H + ¿¿
pKa= pH +log ( RNH 3 ) /(RNH 2)
Persen perhitungan ionisasi fenobarbital (pKa = 7,4) pada berbagai macam
pH .
Perubahan pH dapat berpengaruh terhadap sifat kelarutan dan koefisien
partisi obat.
2. Obat yang aktif dalam bentuk ion

Beberapa senyawa obat menunjukkan aktifitas biologis yang makin


meningkat bila derajat ionisasinya meningkat. Seperti diketahui dalam bentuk ion
senyawa obat umumnya sulit menembus membrane biologis, sehingga diduga
senyawa obat dengan tipe ini memberikan efek biologisnya diluar sel.
Bell dan Robin (1942), memberikan postulat bahwa aktivitas antibakteri
sulfonamide mencapai maksimum bila mempunyai nilai pKa 6-8. Pada pKa
tersebut sulfonamide terionisasi ± 50 %. Pada pKa 3-5, sulfonamia terionisasi
sempurna, dan bentuk ionisasi ini tidak dapat menembus membrane sehingga
aktivitas antibakterinya rendah.
B. PEMBENTUKAN KELAT DAN AKTIVITAS BIOLOGI
Kelat adalah senyawa yang dihasilkan oleh kombinasi senyawa yang
mengandung gugus elektron donor dengan ion logam, membentuk suatu struktur
cincin. Gugus-gugus kimia yang dapat membentuk kelat antara lain adalah gugus amin
primer, sekunder dan tersier, oksim, imin, imin tersubtitusi, tioeter, keto, tioketo,
hidroksil, tioalkohol, karboksilat, fosfonat dan sulfonat.
Sebagai contoh adalah pembentukan kelat antara etilendiamin tetraasetat
(EDTA) dengan ion Ca++ (Gambar 39)
Ligan adalah senyawa yang dapat membentuk struktur cincin dengan ion logam
karena mengandung atom yang bersifat electron donor, seperti N, s dan O. Struktur
cincin yang umum terdapat dan cukup stabil adalah struktur cincin dengan jumlah
atom 5 dan 6.
Dalam system biologis banyak terdapat ligan-ligan yang dapat membentuk kelat
dengan ion logam.
Contoh ligan dalam system biologis :
1. Asam amino protein, seperti glisin, sistein,histidin, histamine dan asam glutamate
2. Vitamin, seperti riboflavin dan asam folat
3. Basa purin, seperti hipoxantin dan guanosin
4. Asam trikarboksilat, seperti asam laktat dan asam sitrat
Logam yang berperan dalam system biologis adalah Fe, Mg, Cu, Mn, Co, dan Zn

Dari data hubungan struktur-struktur di atas dapat disimpulkan bahwa


kemampuan pembentukan kelat dan koefesien partisi lemak/air sangat berperan
terhadap aktivitas antibakteri turunan oksin.
Turunan oksin yang aktif sebagai antibakteri antara lain adalah 7- kloroksin, 5-
7-diiodooksin (iodokuinol), 5-klor-7-iodooksin (vioform), 4-azaoksin, 4-
hidroksiakridin, 5,6-benzooksin dan 6-hidroksi-m-fenantrolin.
Penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa turunan oksin dapat berfungsi
sebagai antibakteri karena mempunyai kemampuan membentuk kelat dengan ion-ion
logam Fe dan Cu. Kealat loagam –oksin tersebut mengkatalisis oksidasi gugus tiol asam
tiositat, suatu koenzim esensial yang diperlukan oleh bakteria untuk proses oksidatif
dekarboksilasi asam piruvat. Bila tidak ada ion logam, oksin tidak bersifat toksin
terhadap mikrooraganisme.

C. POTENSIAL REDOKS DAN AKTIVITAS BIOLOGIS


Potensial redoks adalah ukuran kuantitatif kecenderungan senyawa untuk
memberi dan menerima elektron.
Hubungan kadar oksidator dan reduktor ditunjukkan oleh persamaan Nernst
sebagai berikut :
Eh = E0 – 0,06/n x log (Oksidator)/ (Reduktor)
Eh = potensial redoks yang diukur.
E0 = Potensial redoks baku.
n = jumlah elektron yang berpindah.
0,06 = tetapan termodinamik pemindahan 1 elektron (30 o C)

Reaksi redoks adalah perpindahan elektron dari satu atom ke atom molekul
yang lain. Tiap reaksi pada organisme hidup terjadi pada potensial redoks optimum,
dengan kisaran yang bervariasi, sehingga diperkirakan bahwa potensial redoks
senyawa tertentu berhubungan dengan aktivitas biologisnya. Pengaruh potensial
redoks tidak dapat diamati secara langsung karena hanya berlaku untuk sistem
keseimbangan ion tunggal yang bersifat reversibel, sedang reaksi pada sel hidup
merupakan reaksi yang serentak, termasuk oksidasi ion dan non ion, ada yang
bersifat reversibel adapula yang ireversibel. Hubungan potensial redoks dengan
aktivitas biologisnya secara umum hanya terjadi pada senyawa dengan struktur dan
sifat fisik yang hampir sama. Pada sistem interaksi obat secara redoks, pengaruh
sistem distribusi dan faktor sterik sangat kecil.
Contoh :
a. Turunan kuinon, menunjukkan aktivitas antibakteri terhadap Staphylococcus
aureus pada E0 antara (-) 0,10 sampai (+) 0,15 V, dan aktivitas maksimum dicapai
pada E0 = (+) 0,03 V.
b. Sb dan As, menunjukkan aktivitas terhadap Trypanosoma sp. Pada E0 antara (-)
0,12 sampai (+) 0,06 V, dan aktivitas tertinggi terjadi pada E0 = (-) 0,01 V.
c. Riboflavin
Riboflavin adalah koenzim faktor vitamin; aktivitas biologisnya bergantung pada
kemampuan untuk menerima elektron sehingga tereduksi menjadi bentuk
dihidronya. Reaksi ini terjadi pada E0 = (-) 0,185 V.

antagonis riboflavin.

Contoh :
Bila 2 gugus metil dari riboflavin diganti dengan gugus Cl, senyawa yang terjadi
mempunyai E0 = (-) 0,095 V dan berfungsi sebagai antagonis riboflavin. Diduga hal ini
disebabkan bentuk dihidro-2-klororiboflavin mempunyai sifat reduksi lebih lemah
dibanding dihidroriboflavin. Senyawa tersebut dapat diabsorbsi pada tempat reseptor
spesifik, tetapi tidak mempunyai potensial yang cukup untuk reduksi biologis. Analog
riboflavin yang tidak bersifat redoks dapat dikembangkan sebagai obat antikanker.
Analog tersebut dibuat dengan mengubah potensial redoks atau memodifikasi
molekul menjadi bentuk dihidro yang tidak dapat dioksidasi.

D. AKTIVITAS PERMUKAAN DAN AKTIVITAS BIOLOGIS


Surfaktan adalah suatu senyawa yang karena orientasi dan pengaturan
molekul pada permukaan larutan,dapat menurunkan tegangan permukaan. Struktur
surfaktan terdiri dari dua bagian yang berbeda, yaitu bagian yang bersifat hidrofilik
atau polar dan bagian lipofilik atau nonpolar, sehingga dikatakan surfaktan bersifat
ampifilik.
Bila surfaktan dimasukkan ke air maka pada permukaan akan teratur
sedemikian rupa sehingga bagian nonpolar, misal rantai karbon, berorientasi ke fase
uap, sedang bagian polar, misal gugus-gugus COOH, OH, NH2 dan NO2, berorientasi ke
fase air.
Contoh : Asam oleat (C18H36COOH), Bila dimasukkan ke air dapat
membentuk lapisan monomolekul. Rantai hidrokarbon cenderung tegak lurus pada
permukaan, sedang gugus COOH mengarah ke fase air. Bila kemudian ditambahkan
minyak, rantai hidrokarbon akan berorientasi ke fase minyak sedang gugus COOH
tetap kontak dengan air.

Anda mungkin juga menyukai