Anda di halaman 1dari 115

TESIS

PEMBERIAN ALPHA LIPOIC ACID PERORAL DAN


LATIHAN FISIK INTENSITAS SEDANG
MENURUNKAN BERAT BADAN DAN LEMAK
ABDOMINAL LEBIH BANYAK DARIPADA LATIHAN
FISIK INTENSITAS SEDANG SAJA PADA TIKUS
WISTAR JANTAN DENGAN OBESITAS

AJI BAYU CHANDRA

PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2016
TESIS

PEMBERIAN ALPHA LIPOIC ACID PERORAL DAN


LATIHAN FISIK INTENSITAS SEDANG
MENURUNKAN BERAT BADAN DAN LEMAK
ABDOMINAL LEBIH BANYAK DARIPADA
LATIHAN FISIK INTENSITAS SEDANG SAJA PADA
TIKUS WISTAR JANTAN DENGAN OBESITAS

AJI BAYU CHANDRA


NIM 1490761025

PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2016

i
PEMBERIAN ALPHA LIPOIC ACID PERORAL DAN
LATIHAN FISIK INTENSITAS SEDANG
MENURUNKAN BERAT BADAN DAN LEMAK
ABDOMINAL LEBIH BANYAK DARIPADA
LATIHAN FISIK INTENSITAS SEDANG SAJA PADA
TIKUS WISTAR JANTAN DENGAN OBESITAS

Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister,


Pada Program Magister Program Studi Ilmu Biomedik
Program Pascasarjana Universitas Udayana

AJI BAYU CHANDRA


NIM 1490761025

PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2016

ii
Lembar Pengesahan
TESIS INI TELAH DISETUJUI
PADA TANGGAL : 22 Desember 2016

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. dr. J Alex Pangkahila, MSc. SpAnd Prof. DR. dr. Wimpie I. Pangkahila Sp.And., FAACS
NIP. 194402011964091001 NIP. 194612131971071001

Mengetahui,

Ketua Program Studi Ilmu Biomedik Direktur


Program Pascasarjana Program Pascasarjana
Universitas Udayana Universitas Udayana

DR. dr. Gde Ngurah Indraguna Pinatih, M.Sc., Sp.GK Prof. Dr. Dr. A. A. Raka Sudewi, Sp.S (K)
NIP.1958052119850312002 NIP.195902151985102001

iii
Penetapan Penguji

Tesis ini telah diuji pada

Tanggal 22 Desember 2016

Penguji tesis berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana,

No : 6356/UN14.4/HK/2016, Tanggal 19 Desember 2016

Ketua : Prof. Dr. dr. J Alex Pangkahila, MSc. SpAnd


Sekretaris : Prof. DR. dr. Wimpie I. Pangkahila Sp.And., FAACS
Anggota : 1. DR.dr. Gde Ngurah Indraguna Pinatih, M.Sc., Sp.GK
2. Dr. dr. Ida Sri Iswari, Sp.MK., M.Kes, M.Sc.
3. Prof. dr. I Gusti.Made Aman, Sp.FK

iv
v
UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur penulis memanjatkan puji syukur yang sedalam-dalamnya

kepada Tuhan untuk kasih karunia serta penyertaan-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan tesis ini.

Tesis dan penelitian ini disusun untuk memenuhi persyaratan tugas

akhir studi yang telah dijalankan oleh penulis untuk memperoleh gelar Magister

pada Program Studi Ilmu Kedokteran Biomedik, Kekhususan Anti-Aging

Medicine, Pascasarjana Universitas Udayana.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Rektor

Universitas Udayana Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, Sp.PD KEMD, FINASIM dan

Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana Prof. Dr. dr. A.A. Raka

Sudewi, Sp.S (K)., atas kesempatan yang diberikan penulis untuk menjadi

mahasiswa Program Pascasarjana. Serta Dr. dr. Gde. Ngurah Indraguna Pinatih,

M.Sc, Sp.GK Ketua Program Studi Ilmu Biomedik yang telah memberikan

kesempatan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan

Program Pascasarjana di Universitas Udayana.

Terima kasih Prof. Dr. dr. Alex J. Pangkahila, Sp.And, FAACS, selaku

Dosen dan Pembimbing I, yang telah meluangkan waktu dan pemikiran untuk

membimbing, mengarahkan, mengoreksi dan memberikan tantangan serta masukan

yang berharga kepada Penulis dalam penelitian dan seluruh proses pembuatan tesis

ini.

vi
Terima kasih kepada Prof. dr. Wimpie I. Pangkahila, Sp.And., FAACS.,

selaku dosen dan pembimbing II yang telah memberikan waktu yang sangat

berharga, yang dengan sabar dan teliti memberikan koreksi, arahan serta

bimbingan dalam setiap tahap penyusunan tesis ini dan menyelesaikan studi.

Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya juga penulis sampaikan

kepada para penguji tesis ini, yaitu DR. dr. Gde Ngurah Indraguna Pinatih, M.Sc.,

Sp.GK atas saran, kritikan serta bimbingannya yang sangat bermanfaat mengenai

teknis menulis ilmiah yang baku, dan memberikan motivasi selama penyusunan

tesis ini. Terima kasih kepada Dr. dr. Ida Sri Iswari, Sp.MK., M.Kes, yang telah

menginspirasi penulis dalam proses penelitian ini serta koreksi dan masukan yang

sangat berharga yang berhubungan dengan hewan coba. Terima kasih sebesar-

besarnya juga untuk Prof. dr. I Gusti.Made Aman, Sp.FK yang dengan sabar dan

teliti memberikan koreksi, bimbingan dan masukan sehingga penulis dapat

menyelesaikan tesis ini.

Hormat dan ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada seluruh

dosen Ilmu Kedokteran Biomedik, Kekhususan Anti-Aging Medicine, Program

Pascasarjana Universitas Udayana yang telah memberikan ilmu pengetahuan

yang sangat berharga selama masa pendidikan yang tentunya akan bermanfaat

untuk masa depan penulis. Kepada seluruh staf biomedik Bapak Eddy Suantara,

Geg Wahyu , Geg Amie dan Geg Enni, Mba Yeti yang dengan penuh semangat

selalu membantu serta menyemangati penulis selama menjalankan studi dan

menyelesaikan tesis. Terima kasih juga untuk Bapak Gede Wiranatha selaku staf

Bagian Animal Unit Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana yang

vii
membantu dalam proses pemeliharaan dan pengelolaan hewan coba, membimbing

cara pengambilan darah hewan coba di dalam laboratorium, serta Drh. Ida Bagus

Oka Winaya M.Kes., dari bagian laboratorium patologi veterinaria universitas

Udayana yang sudah membantu proses pemeriksaan patologi selama berjalannya

penelitian ini.

Terima kasih kepada Ferbian Siswanto, SKH., yang telah membantu

dalam penyusunan data dalam bidang statistik.

Kepada semua teman-teman Mahasiswa Program Magister Ilmu Biomedik

AAM Angkatan IX terima kasih untuk kekompakan serta semangat bersama-sama

menyelesaikan setiap proses dalam perkuliahan, penelitian hingga penyusunan

tesis.

Pada akhirnya penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari

sempurna, sehingga penulis mengharapkan masukan berupa kritik dan saran yang

membangun. Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan dan bagi

kita semua.

Denpasar, 8 November 2016

Penulis

viii
ABSTRAK

PEMBERIAN ALPHA LIPOIC ACID PER ORAL DAN LATIHAN FISIK


INTENSITAS SEDANG MENURUNKAN BERAT BADAN, DAN LEMAK
ABODMINAL LEBIH BANYAK DARIPADA LATIHAN FISIK INTENSITAS
SEDANG SAJA PADA TIKUS WISTAR JANTAN DENGAN OBESITAS

Kelebihan berat badan dan obesitas adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh
multifaktor, diantaranya adalah akibat kelebihan konsumsi energi yang didapatkan
dari makanan maupun minuman, serta kurangnya aktivitas fisik untuk menjaga
keseimbangan energy. Alpha lipoic acid atau ALA merupakan senyawa
antioksidan yang memiliki efek membantu menurunkan berat badan. Tujuan
penelitian ini adalah untuk membuktikan bahwa pemberian ALA secara oral yang
dikombinasi dengan latihan fisik intensitas sedang menurunkan berat badan,
lemak subkutan abdominal dan lemak visceral abdominal lebih banyak daripada
latihan fisik intensitas sedang saja pada tikus wistar jantan dengan obesitas.
Penelitian ini adalah penelitian eksperimental murni dengan rancangan Post-test
only Control Group Design. Subjek penelitian adalah 30 ekor tikus putih (Rattus
norvegicus) jantan, galur Wistar, sehat, umur 4-5 bulan dan obesitas dengan berat
badan minimal 250 gram yang terbagi menjadi 3 (tiga) kelompok masing-masing
berjumlah 10 ekor tikus, yaitu kelompok kontrol (P0) tidak mendapat perlakuan
apapun, kelompok perlakuan 1 (P1) yang diberikan latihan fisik intensitas sedang
(renang durasi 20 menit/hari selama 4 minggu), dan kelompok perlakuan 2 (P2)
yang diberikan latihan fisik intensitas sedang dan diberikan ALA dosis 15mg/hari
selama 4 minggu. Variabel yang diamati adalah berat badan, berat lemak subkutan
abdominal, dan berat lemak viseral abdominal.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rerata berat badan sesudah 4 minggu
perlakuan pada kelompok P0 adalah 279,10±5,84 gram, pada kelompok P1 adalah
257,90±10,31 gram, dan pada kelompok P2 adalah 213,90±8,92 gram (p<0,01).
Rerata berat lemak subkutan abdominal pada kelompok P0 adalah 1,99±0,49
gram, pada kelompok P1 adalah 1,46±0,31 gram, dan pada kelompok P2 adalah
0,66±0,24 gram (p<0,01). Selain itu, rerata berat lemak viseral abdominal pada
kelompok P0 adalah 2,19±0,76 gram, pada kelompok P1 adalah 1,46±0,49 gram,
dan pada kelompok P2 adalah 0,79±0,46 gram (p<0,01).
Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pemberian ALA secara oral dengan
latihan fisik intensitas sedang dapat menurunkan berat badan, lemak subkutan
abdominal dan lemak visceral abdominal lebih banyak daripada latihan fisik
intensitas sedang saja pada tikus wistar jantan dengan obesitas

Kata kunci: alpha lipoic acid, obesitas, berat badan, lemak abdominal

ix
ABSTRACT

ORAL ALPHA LIPOIC ACID AND MODERATE PHYSICAL EXERCISE


DECREASE BODY WEIGHT AND ABODMINAL FAT MORE THAN
MODERATE PHYSICAL EXERCISE ONLY ON OBESE MALE WISTAR RATS

Obesity is a complex, chronic disorder with a multifactorial etiology, which are


due to excess consumption of energy obtained from food and beverages, as well
as lack of physical activity to maintain energy balance. Alpha lipoic acid (ALA) is
an antioxidant that can enhancing body weight loss. The purpose of this study was
to prove that the oral administration of ALA and moderate physical exercise
decrease body weight and abdominal fat more than moderate physical exercise
only on obese male Wistar rats.
This study was a true experimental research with post-test only control group
design. The subjects used were 30 rats (Rattus norvegicus), male, Wistar, healthy,
aged 4-5 months, obese with minimum weight of 250 grams, divided into 3
groups which were: 1) the control group (P0) with no treatment, 2) the group P1
given moderate physical exercise (swimming for 20 minutes/day, for 4 weeks),
and the group P2 moderate physical exercise and ALA dose of 15mg/day for 4
weeks. The variables measured were body weight, subcutaneous abdominal fat
and visceral abdominal fat weight.
The results showed that the average body weight after 4 weeks of treatment of P0
group was 279.10 ± 5.84 grams, the group P1 was 257.90 ± 10.31 grams, and the
P2 group was 213.90 ± 8.92 grams (p <0.01). The mean weight of subcutaneous
abdominal fat on P0 group was 1.99 ± 0.46 grams, the group P1 was 1.46 ± 0.31
grams, and the P2 group was 0.66 ± 0.24 grams (p <0.01 ). In addition, the mean
weight of visceral abdominal fat on the P0 group was 2.19 ± 0.76 grams, the P1
group was 1.46 ± 0.49 grams, and the P2 group was 0.79 ± 0.46 grams (p <0 , 01).
From this study it can be concluded that the oral administration of ALA and
moderate physical exercise decreased body weight, subcutaneous abdominal fat,
and visceral abdominal fat more than moderate physical exercise only on obese
male Wistar rats.

Keywords: alpha lipoic acid, obesity, body weight, abdominal fat

x
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i
PRASYARAT GELAR .................................................................................... ii
LEMBAR PERNGESAHAN ........................................................................... iii
PENETAPAN PENGUJI ................................................................................. iv
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT................................................. v
UCAPAN TERIMA KASIH ............................................................................ vi
ABSTRAK ....................................................................................................... ix
ABSTRACT ..................................................................................................... x
DAFTAR ISI .................................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xiv
DAFTAR TABEL ........................................................................................... xv
DAFTAR SINGKATAN ................................................................................. xvi
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xvii
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................... 6
1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................... 7
1.4 Manfaat Penelitian ......................................................................... 8
BAB II KAJIAN PUSTAKA ......................................................................... 9
2.1 Penuaan .......................................................................................... 9
2.2 Berat Badan Lebih dan Obesitas .................................................... 10
2.2.1 Epidemiologi Obesitas ......................................................... 16
2.2.2 Etiologi dan Patofisiologi Obesitas ...................................... 16
2.2.3 Hubungan Obesitas, Penuaan, dan Harapan Hidup.............. 19
2.3 Lemak Abdominal Pada Obesitas .................................................. 20
2.4 Manajemen Berat Badan dan Obesitas .......................................... 26
2.4.1 Terapi Diet............................................................................ 27
2.4.2 Latihan Fisik......................................................................... 28

xi
2.4.3 Terapi Perilaku ..................................................................... 29
2.4.4 Terapi Medikamentosa ......................................................... 30
2.5 Latihan Fisik .................................................................................. 31
2.5.1 Jenis Latihan Fisik................................................................ 33
2.5.1.1 Latihan Kardiorespiratori .................................................. 33
2.5.1.2 Latihan Kekuatan .............................................................. 34
2.5.1.3 Latihan Neuromotor .......................................................... 35
2.5.1.4 Latihan Fleksibilitas .......................................................... 35
2.6 Alpha Lipoic Acid........................................................................... 36
2.6.1 Struktur Biokimia dan Fisiologis ALA ................................ 36
2.6.2 Efek ALA Terhadap Berat Badan dan Lemak ..................... 42
2.7 Hewan Coba ................................................................................... 44
2.7.1 Penggunaan Tikus (Rattus norvegicus) di Laboratorium ..... 44
2.7.2 Pemantauan Keselamatan Tikus di Laboratorium ............... 46
2.7.3 Tikus Obesitas ...................................................................... 46
2.7.4 Aktivitas Fisik Pada Tikus ................................................... 47
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS ........... 49
3.1 Kerangka Berpikir .......................................................................... 49
3.2 Konsep Penelitian........................................................................... 51
3.3 Hipotesis......................................................................................... 52
BAB IV METODE PENELITIAN ............................................................... 53
4.1 Rancangan Penelitian ..................................................................... 53
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ......................................................... 54
4.3 Populasi dan Kriteria Sampel Penelitian ........................................ 55
4.3.1 Sampel Penelitian ................................................................. 55
4.3.2 Kriteria Sampel ................................................................... 55
4.3.3 Besar Sampel ........................................................................ 55
4.4 Variabel Penelitian ......................................................................... 56
4.4.1 Klasifikasi Variabel .............................................................. 56
4.4.2 Definisi Operasional ............................................................. 56
4.5 Alat dan Bahan Penelitian .............................................................. 58

xii
4.6 Prosedur Penelitian......................................................................... 59
4.6.1 Sebelum Perlakuan ............................................................... 59
4.6.2 Pelaksanaan Penelitian ......................................................... 60
4.7 Alur Penelitian ............................................................................... 62
4.8 Analisis Data .................................................................................. 63
BAB V HASIL PENELITIAN ...................................................................... 64
5.1 Analisis Deskriptif ............................................................................ 64
5.2 Uji Normalitas Data .......................................................................... 67
5.3 Uji Homogenitas Data antar Kelompok ........................................... 67
5.4 Uji Komparabilitas............................................................................ 68
BAB VI PEMBAHASAN............................................................................... 71
6.1 Subjek Penelitian .............................................................................. 71
6.2 Pengaruh Latihan Fisik Intensitas Sedang Terhadap Berat Badan, Berat
Lemak Subkutan Abdominal, dan Berat Lemak Viseral Abdominal .. 72
6.3 Pengaruh Pemberian ALA Terhadap Berat Badan, Berat Lemak
Subkutan Abdominal, dan Berat Lemak Viseral Abdominal............... 75
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 79
7.1 Simpulan ........................................................................................... 79
7.2 Saran ................................................................................................. 79
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 80
LAMPIRAN .................................................................................................... 87

xiii
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 2.1 Struktur Chiral Aplha Lipoic Acid................................................ 38
Gambar 2.2 Rattus norvegicus galur wistar .............................................................. 45
Gambar 3.1 Konsep Penelitian......................................................................... 51
Gambar 4.1 Rancangan Penelitian ................................................................... 53
Gambar 4.2 Alur Penelitian.............................................................................. 62
Gambar 5.1 Grafik Perbandingan Rerata Berat Badan Antar Kelompok ........ 65
Gambar 5.2 Grafik Perbandingan Rerata Berat Lemak Subkutan Abdominal 66
Gambar 5.3 Grafik Perbandingan Rerata Berat Lemak Viseral Abdominal .... 66

xiv
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 2.1 Standar risiko penyakit degeneratif berdasarkan pengukuran WHR
pada jenis kelamin dan kelompok ................................................... 12
Tabel 5.1 Hasil Analisis Deskriptif Data ......................................................... 65
Tabel 5.2 Hasil Uji Normalitas Data Antar Kelompok .................................... 67
Tabel 5.3 Hasil Uji Homogenitas Data Antar Kelompok ................................ 68
Tabel 5.4 Rerata Nilai Variabel Antar Kelompok Sesudah Perlakuan ............ 68
Tabel 5.5 Analisis LSD Perbandingan Rerata Variabel Antar Kelompok ....... 70

xv
DAFTAR SINGKATAN

ALA = Alpha Lipoic Acid


ROS = Reactive Oxygen Species
ACSM = American College of Sports Medicine
LA : Lipoic Acid
AMPK = AMP Activated Protein Kinase
BMI = Body Mass Index
IMT = Indeks Massa Tubuh
WHR = Waist Hip Ratio
WHO = World Health Organization
GH = Growth Hormone
HDL = High Density Lipoprotein
SCOUT = Sibutramine Cardiovascular Outcome Trial
NE = Norepinephrine
FDA = Food and Drug Adminisration
BPOM = Badan Pengawas Obat dan Makanan
CRP = C-Reactive Protein
DHLA = Dihydrolipoicacid
CHD = Chronic Heart Disease
HIV = Human Immunodeficiency Virus
LDL = Low Density Lipoprotein
HSL = Hormone Sensitive Lipase

xvi
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I Ethical Clearance..................................................................... 87


Lampiran II Hasil Analisa Alpha Lipoic Acid 100mg GNC ........................ 88
Lampiran III Komposisi ALA GNC 100mg ................................................. 89
Lampiran IV Produk ALA 100mg GNC ....................................................... 90
Lampiran V Data Berat Badan Tikus .......................................................... 91
Lampiran VI Analisa Pre-Post BB ............................................................... 92
Lampiran VII Data Pemeriksaan Berat Lemak Tikus .................................... 92
Lampiran VIII Analisis Deskriptif .................................................................. 93
Lampiran IX Uji Normalitas Data ............................................................... 93
Lampiran X Uji Homogenitas Data ........................................................... 94
Lampiran XI Analisis Komparasi ............................................................... 94
Lampiran XII Uji Lanjutan dengan LSD ...................................................... 95
Lampiran XIII Foto Penelitian ....................................................................... 96

xvii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Perkembangan ilmu kedokteran semakin mengalami kemajuan, termasuk

ilmu kedokteran anti penuaan atau Anti Aging Medicine (AAM) yang membawa

paradigma baru dalam dunia kedokteran. Paradigma tersebut yakni dengan ilmu

pengetahuan dan teknologi kedokteran terkini, penuaan dapat dideteksi lebih dini,

dicegah, diobati dan diperbaiki. Dengan adanya ilmu AAM, diharapkan manusia

dapat memiliki kualitas hidup yang tetap baik walaupun usia smakin bertambah.

Proses penuaan dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor-faktor ini dapat

dibagi menjadi faktor internal dan faktor eksternal. Beberapa faktor internal

adalah radikal bebas, hormon yang berkurang, dan genetik. Faktor eksternal yang

utama adalah pola hidup yang tidak sehat, polusi lingkungan dan stres. Jika

faktor-faktor ini dibiarkan saja tanpa ada usaha untuk mencegah atau

menanggulanginya, maka proses penuaan akan terjadi lebih cepat, bahkan angka

morbiditas dan mortalitas akan ikut meningkat pula (Pangkahila, 2007). Gaya

hidup tak sehat seperti diet tinggi karbohidrat dan lemak, serta pola hidup

sendentari dimana aktivitas fisik sehari-hari sangat minimal, akan menyebabkan

seseorang sangat rentan terhadap obesitas (WHO, 2015).

Jumlah penderita obesitas dan berbagai kelainan yang ditimbulkannya

banyak dijumpai di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Menurut data WHO pada

tahun 2015, orang dewasa yang menderita kelebihan berat badan di dunia

1
2

mencapai 1,9 milyar orang, dan 600 juta diantaranya menderita obesitas.

Hipertensi, dislipdemia, diabetes¸ perlemakan hati, dan gangguan sendi

merupakan kelainan penyerta yang banyak dijumpai pada penderita obesitas

(Wilborn, 2005; WHO, 2015).

Obesitas disebabkan oleh karena ketidak seimbangan jumlah energi yang

dikonsumsi dibandingkan dengan jumlah energi yang dipakai. Faktor genetik,

pola makan, aktivitas fisik dan gaya hidup merupakan faktor risiko yang sangat

berperan terhadap terjadinya obesitas (WHO, 2015).

Telah diketahui bahwa pada orang yang mengalami kelebihan berat badan

dan obesitas dijumpai penumpukan lemak dalam tubuh. Lemak berlebih tersebut

melepaskan substansi bioaktif yang mencetuskan inflamasi di dalam tubuh, yang

akan mencetuskan terbentuknya reactive oxygen species (ROS) berlebihan. Proses

ini menyebabkan stress oksidatif yang akan mencetuskan terjadinya proses

penuaan dini (Sanchez, 2011).

Kelebihan berat badan (overweight) dan obesitas merupakan keadaan

abnormal dimana terjadi penumpukan lemak pada jaringan adiposa yang dapat

disebabkan oleh berbagai faktor. Faktor-faktor tersebut ialah faktor keturunan

(genetik), usia, jenis kelamin, riwayat keluarga, makanan yang berkalori tinggi

terutama yang banyak mengandung lemak, penyakit hormonal, kurang olah raga,

penggunaan alkohol (Ikeuchi et al., 2007). Komposisi lemak dan karbohidrat yang

berlebihan dalam makanan, serta kurangnya aktivitas fisik adalah penyebab utama

dari kelebihan berat badan dan obesitas.


3

Selain masalah estetik dan berkurangnya rasa percaya diri, overweight dan

obesitas dengan penimbunan lemak visceral, ternyata merupakan sumber risiko

berbagai penyakit metabolik seperti diabetes melitus, hipertensi, penyakit jantung

koroner, stroke dan dislipidemia (Burke, 2002).

Obesitas berhubungan erat dengan distribusi lemak tubuh. Tipe obesitas

menurut pola distribusi lemak tubuh dapat dibedakan menjadi obesitas tubuh

bagian atas (upper body obesity) dan obesitas tubuh bagian bawah (lower body

obesity). Obesitas tubuh bagian atas merupakan dominansi penimbunan lemak

tubuh di trunkal. Terdapat beberapa kompartemen jaringan lemak pada trunkal,

yaitu trunkal subkutaneus yang merupakan kompartemen paling umum, dan

lemak visceral. Lemak visceral adalah lemak yang menyelimuti organ dalam

tubuh. Jumlah lemak visceral berkorelasi positif dengan penyakit penyerta

obesitas, seperti hipertensi, diabetes, dll (Burke, 2002).

Manajemen penurunan berat badan umumnya dilakukan dengan diet,

olahraga, perubahan tingkah laku dan terapi medikamentosa atau kombinasi

semuanya (Pestacello dan Van Heest, 2000). Latihan fisik merupakan salah satu

pilar untuk menurunkan berat badan. Latihan fisik merupakan aktivitas yang

dilakukan seseorang untuk meningkatkan dan memelihara kebugaran tubuh. Olah

raga merupakan salah satu bagian dari latihan fisik yang terstruktur, terencana,

dan bersifat repetitif (ASCM, 2001).

Latihan fisik sebaiknya dilakukan secara teratur dengan memperhatikan

beberapa komponen yaitu jenis latihan fisik, intensitas, durasi, frekuensi dan

progresivitas latihan (Astrand et al., 2003).


4

Latihan fisik atau olahraga yang dilakukan secara teratur dengan dosis

pelatihan yang tepat dapat mencapai dan mempertahankan keadaan sehat dan

kebugaran fisik. Frekuensi pelatihan yang dianjurkan adalah 3 sampai 4 kali

seminggu, dengan intensitas 72-87% dari denyut jantung maksimal (220-umur)

dengan variasi 10 denyut per menit. Tipe pelatihan yang dianjurkan merupakan

suatu kombinasi dari latihan aerobik dan pelatihan otot dalam waktu 30-60 menit,

yang mana sebelumnya didahului oleh 15 menit pemanasan dan disusul oleh 10

menit pendinginan. Latihan fisik yang baik dilakukan pada pagi hari sampai sore

hari (Pangkahila, 2009). Latihan fisik yang baik adalah latihan yang dilakukan

secara teratur dengan memperhatikan kemampuan tubuh. Latihan fisik atau

olahraga dapat mempertahankan dan meningkatkan kesehatan tubuh, serta akan

berdampak kepada kinerja fisik tubuh dan dapat mencegah penuaan dini

(Adiputra, 2008).

Selain dengan diet dan olahraga, penurunan berat badan dapat dibantu

dengan mengkonsumsi obat penurun berat badan, namun penggunaan obat-obatan

ini harus berhati-hati, mengingat kemungkinan adanya efek samping yang dapat

mengganggu kesehatan, contohnya sibutramine yang ditarik dari peredaran karena

adanya penelitian yang menunjukkan meningkatnya angka kesakitan penyakit

infark miokardial dan stroke, bila sibutramine diberikan pada penderita obesitas

dengan penyakit hipertensi, riwayat penyakit jantung koroner, dan riwayat stroke

(James et al., 2010; Sayburn, 2010). Orlistat juga meningkatkan risiko kerusakan

hati yang dapat berakibat fatal walaupun kasusnya sangat jarang (FDA, 2010).

Obat-obatan penurun berat badan lainnya pun memiliki masalah efek samping
5

yang tidak berbeda sesuai dengan golongannya, karena itu mungkin diperlukan

alternatif obat atau suplemen yang dapat membantu menurunkan berat badan

dengan efek samping yang minimal (Laine dan Goldman, 2008). Obat-obatan

yang membantu menurunkan berat badan tersebut biasanya diberikan jika

pengaturan diet dan aktivitas fisik kurang memberikan hasil yang nyata dalam

menurunkan berat badan.

Antioksidan Alpha Lipoic Acid (ALA) merupakan asam lemak yang berisi

komponen sulfur yang dijumpai pada setiap sel, merupakan kofaktor pada

aktivitas mitokondria dan berperan dalam metabolisme yang membantu

mengkonversi glukosa menjadi energi di dalam sel (Islam, 2009). Beberapa

penelitian yang pernah dilakukan pada tikus menunjukkan bahwa antioksidan

dapat membantu proses penurunan berat badan tikus seperti dalam penelitian Kim

et al. (2004), penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian alpha lipoic acid

kepada tikus dapat menurunkan berat badan dengan jalan mengurangi nafsu

makan dan meningkatkan pemakaian energi. ALA juga diketahui meningkatkan

oksidasi asam lemak dan pembentukan mitokondria pada jaringan otot (Wang et

al., 2010). Oksidasi asam lemak dan biogenesis mitokondria pada otot skeletal

akan mengurangi lemak tubuh dan meningkatkan pemakaian energi.

Beberapa obat tablet dengan komposisi Alpha Lipoic Acid (ALA) murni,

maupun ALA yang dikombinasi dengan antioksidan lainnya telah beredar luas di

pasaran.. Dosis yang direkomendasi dengan efek samping minimal adalah 300-

600 mg, Indikasi yang direkomendasikan antara lain untuk kasus retinopati,

polineuropati akibat penyakit diabetes, sebagai antioksidan universal untuk


6

membantu mencegah kerusakan sel dan banyak indikasi lain yang sampai saat ini

masih dalam penelitian (Kim et al., 2010).

Penelitian yang dilakukan oleh Carbonelli et al. pada tahun 2010,

menunjukkan bahwa pemberian ALA pada subjek manusia dengan obesitas

memiliki efek yang signifikan terhadap penurunan berat badan. Efek tersebut

disebabkan melalui aktivitas ALA dalam menginhibisi aktivitas AMP kinase pada

otak sehingga mengurangi nafsu makan serta meningkatkan jumlah pemakaian

energi.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang seperti dijelaskan di atas, maka dapat dibuat

rumusan masalah sebagai berikut:

1. Apakah pemberian ALA secara oral dengan latihan fisik intensitas sedang

dapat menurunkan berat badan lebih banyak daripada latihan fisik

intensitas sedang saja pada tikus wistar jantan dengan obesitas?

2. Apakah Pemberian ALA secara oral dengan latihan fisik intensitas sedang

dapat menurunkan berat lemak subkutan abdominal lebih banyak daripada

latihan fisik intensitas sedang saja pada tikus wistar jantan dengan

obesitas?

3. Apakah Pemberian ALA secara oral dengan latihan fisik intensitas sedang

dapat menurunkan berat lemak visceral abdominal lebih banyak daripada

latihan fisik intensitas sedang saja pada tikus wistar jantan dengan

obesitas?
7

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui pengaruh pemberian ALA secara oral yang dikombinasi

dengan latihan fisik intensitas sedang daripada latihan fisik intensitas sedang saja

terhadap berat badan, lemak subkutan abdominal dan lemak visceral abdominal

pada tikus wistar jantan dengan obesitas.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui pemberian ALA secara oral yang dikombinasi dengan

latihan fisik dengan intensitas sedang menurunkan berat badan lebih

banyak dibandingkan dengan latihan fisik intensitas sedang saja pada tikus

wistar jantan dengan obesitas.

2. Untuk mengetahui pemberian ALA secara oral yang dikombinasi dengan

latihan fisik dengan intensitas sedang menurunkan berat lemak subkutan

abdominal lebih banyak dibandingkan dengan latihan fisik intensitas

sedang saja pada tikus wistar jantan dengan obesitas.

3. Untuk mengetahui pemberian ALA secara oral yang dikombinasi dengan

latihan fisik dengan intensitas sedang menurunkan berat lemak visceral

abdominal lebih banyak dibandingkan dengan latihan fisik intensitas

sedang saja pada tikus wistar jantan dengan obesitas.


8

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Ilmiah

Untuk memberikan tambahan ilmu pengetahuan dalam hal menurunkan berat

badan, lemak subkutan dan lemak abdominal dengan kombinasi pemberian ALA

secara oral dengan aktivitas fisik intensitas sedang.

1.4.2 Manfaat Aplikasi

Untuk memberikan arahan pada masyarakat bahwa pemberian ALA secara oral

dapat membantu menurunkan berat badan, berat lemak subkutan dan lemak

viseral pada kasus kegemukan yang disebabkan oleh asupan kalori yang

berlebihan dan diharapkan dapat membantu mengobati obesitas jika terbukti

secara uji klinis dan dapat diaplikasikan pada masyarakat.


BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Penuaan

Setelah mencapai usia dewasa, secara alami seluruh komponen tubuh tidak

dapat berkembang lagi. Sebaliknya terjadi penurunan akibat proses penuaan. Pada

umumnya menjadi tua dianggap hal yang lumrah sehingga semua masalah yang

muncul dianggap memang seharusnya dialami. Padahal terdapat banyak faktor

yang berpengaruh terhadap proses penuaan. Faktor-faktor ini dapat dibagi menjadi

faktor internal dan faktor eksternal. Beberapa faktor internal adalah radikal bebas,

hormon yang berkurang, dan genetik. Faktor eksternal yang utama adalah pola

hidup yang tidak sehat, polusi lingkungan dan stres. Faktor-faktor ini dapat

dicegah, diperlambat bahkan mungkin dihambat sehingga kualitas hidup dapat

dipertahankan. Lebih jauh lagi usia harapan hidup dapat lebih panjang dengan

kualitas hidup yang baik (Pangkahila, 2007).

Usia harapan hidup yang lebih panjang disertai kualitas hidup yang

optimal inilah konsep baru dari ilmu kedokteran anti penuaan atau Anti Aging

Medicine (AAM). AAM ini didefinisikan sebagai bagian ilmu kedokteran yang

didasarkan pada penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran terkini

untuk melakukan deteksi dini, pencegahan, pengobatan, dan perbaikan ke keadaan

semula berbagai disfungsi, kelainan, dan penyakit yang berkaitan dengan

penuaan, yang bertujuaan untuk memperpanjang hidup dalam keadaan sehat.

Dengan definisi AAM tersebut, tampak bahwa terdapat paradigma yang baru,

manusia bukanlah orang terhukum yang terperangkap dalam takdir genetik dan

9
10

penuaan dapat dianggap sama dengan penyakit yang dapat dicegah, diobati

bahkan dikembalikan ke keadaan semula (Pangkahila, 2007).

Salah satu hal yang berkaitan dengan terjadinya proses penuaan adalah

inflamasi. Banyaknya lemak visceral yang dijumpai pada penderita obesitas dan

kelebihan berat badan diketahui akan menyebkan inflamasi, yang pada akhirnya

akan mempercepat proses penuaan. Lemak visceral merupakan sumber resiko

berbagai penyakit metabolik seperti hipertensi, diabetes melitus, stroke, dan

dislipidemia (Burke, 2002).

2.2. Berat Badan Lebih dan Obesitas

Kelebihan berat badan (Overweight) dan obesitas merupakan keadaan

yang ditandai dengan akumulasi lemak berlebihan dalam jaringan adiposa yang

dapat mengganggu kesehatan. WHO mendefinisikan kelebihan berat badan

(overweight) jika Body Mass Index (BMI) atau Indeks Masa Tubuh (IMT) lebih

dari 25, dan dikatakan obesitas jika BMI lebih besar atau sama dengan 30. Namun

untuk wilayah Asia Pasifik dianjurkan untuk menggunakan batas IMT yang

berbeda dengan IMT untuk orang kaukasia, yaitu IMT 18,5 – 22,9 sebagai IMT

normal, IMT Lebih dari 23,0 sebagai Overweight dan IMT > 25,0 sebagai obesitas

(Kanazawa et al., 2005). Revisi ini didasarkan pada kenyataan bahwa morbiditas

dan mortalitas orang Asia cenderung terjadi pada IMT yang lebih rendah

(Pangkahila, 2007).
11

Pengukuran BMI / indeks masa tubuh didapatkan dengan menggunakan

rumus sebagai berikut :

𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏 𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏 (𝑘𝑘𝑘𝑘)


𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵 =
𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡 𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏 (𝑚𝑚)2

Adanya transisi nutrisi menyebabkan negara-negara berkembang

mengalami peningkatan prevalensi kelebihan berat badan dan obesitas, dan diikuti

dengan penyakit-penyakit yang dihubungkan dengan obesitas. Hal ini diakibatkan

oleh perubahan nutrisi yang dicirikan dengan diet tinggi lemak jenuh dan

karbohidrat serta pola hidup sedentari yang menyebabkan tubuh membutuhkan

lebih sedikit energi untuk aktivitas sehari-hari. Perubahan nutrisi ini terjadi oleh

karena adanya globalisasi kebudayaan dan kebiasaan dari negara-negara maju

yang masuk ke negara berkembang (Popkin, 2006).

Selain berat badan, terdapat faktor lain yang juga tidak kalah penting.

Obesitas tubuh bagian atas (kelebihan berat badan di daerah pinggang) merupakan

risiko kesehatan yang lebih besar dibandingkan obesitas tubuh bagian bawah

(lemak di paha bagian atas dan pantat) (Thierney et al., 2005). Sekarang diketahui

bahwa, dimana lemak berada lebih penting daripada berapa banyak lemak yang

terakumulasi. Obesitas sentral atau viseral, merupakan faktor risiko yang lebih

penting untuk morbiditas dan mortalitas yang berhubungan dengan obesitas,

dibandingkan dengan lemak sub-kutan (Thierney et al., 2005; Molina, 2006).

Risiko obesitas lebih berhubungan dengan distribusi lemak tubuh,

khususnya obesitas tubuh bagian atas, dibandingkan lemak tubuh total. Obesitas

abdominal atau tubuh bagian atas direfleksikan melalui rasio pinggang-pinggul


12

yang tinggi, sebuah indeks yang digunakan untuk memprediksi risiko yang

berhubungan dengan akumulai lemak (Molina, 2006).

Tabel 2.1
Standar risiko penyakit degeneratif berdasarkan pengukuran WHR pada jenis
kelamin dan kelompok umur:
Jenis Kelompok Resiko
kelamin umur Low Moderate High Very high
20-29 < 0,83 0,83-0,88 0,89-0,94 > 0,94
Pria 30-39 < 0,84 0,84-0,91 0,92-0,96 > 0,96
40-49 < 0,88 0,88-0,95 0,96-1,00 > 1,00
20-29 < 0,71 0,71-0,77 0,78-0,82 > 0,82
Wanita 30-39 < 0,72 0,72-0,78 0,79-0,84 > 0.84
40-49 < 0,73 0,73-0,79 0,80-0,87 > 0,87
Sumber. Sirajuddin 2012.

Pasien obesitas dengan lingkar perut yang meningkat (>102 cm pada pria

dan >88cm pada wanita) atau dengan rasio pinggang-pinggul yang tinggi (>1,0

pada pria dan >0,85 pada wanita) memiliki risiko yang lebih besar akan diabetes

mellitus, stroke, penyakit jantung koroner, kematian yang lebih dini dibandingkan

pasien obesitas dengan rasio yang lebih rendah (Thierney et al., 2005).

Rekomendasi WHO untuk daerah Asia Pasifik ialah batas atas lingkar pinggang

(waist circumference) bagi pria >90 cm dan bagi wanita >80 cm. Rekomendasi ini

dibuat karena orang Asia cenderung mengalami akumulasi lemak viseral tanpa

obesitas secara umum (Pangkahila, 2007). Diferensiasi yang lebih lanjut akan

lokasi dari kelebihan lemak menunjukkan lemak viseral dalam rongga abdomen

lebih berbahaya bagi kesehatan daripada lemak subkutan di daerah abdomen

(Thierney et al., 2005).


13

Rasio lingkar pinggang dan pinggul atau Waist to Hip circumference Ratio

(WHR) merupakan metode yang sederhana dan nyaman digunakan untuk

penelitian epidemiologis dan memberikan estimasi yang berguna akan proporsi

abdomen atau lemak tubuh bagian atas, namun WHR tidak dapat membedakan

akumulasi dari lemak abdominal viseral dengan lemak abdominal subkutan

(Wajchenberg, 2000). Lingkar pinggang diukur di indentasi terkecil lingkar perut

antara tulang rusuk dan krista iliaka, subjek berdiri dan diukur pada akhir

ekspirasi normal dengan menggunakan pitameter. Lingkar pinggul diukur dari

penonjolan terbesar bokong, biasanya di sekitar pubic symphisis, subjek berdiri

diukur menggunakan pitameter. Penanda jaringan adiposa seperti indeks massa

tubuh, lingkar pinggang, dan rasio pinggang dan pinggul secara umum mudah

untuk dilakukan namun tidak secara konkret membedakan abdomen yang besar

akibat penumpukan jaringan adiposa subkutan atau lemak visceral. Teknik

pencitraan, terutama CT Scan, yang dapat secara jelas membedakan lemak dari

jaringan lainnya, dapat digunakan untuk mengukur lemak abdominal, baik yang

viseral maupun yang subkutan (Wajchenberg, 2000).

Obesitas terjadi sebagai akibat dari pola hidup yang sedentari ditambah

dengan konsumsi kelebihan kalori dalam jangka waktu yang lama (Thierney et al.,

2005), khususnya diet tinggi lemak jenuh dan karbohidrat (Popkin, 2006).

Konsumsi yang meningkat dari makanan yang mengandung kalori tinggi, rendah

nutrisi dengan kadar gula dan lemak jenuh yang tinggi, dikombinasikan dengan

aktivitas fisik yang berkurang, mengakibatkan angka penderita obesitas meningkat


14

sampai dengan tiga kali lipat atau bahkan lebih di beberapa daerah di Amerika

Utara, Inggris, Eropa Timur, Timur Tengah, Australia dan Cina (WHO, 2015).

Obesitas merupakan hasil dari interaksi berbagai gen, faktor fisiologik,

faktor lingkungan dan kebiasaan (Thierney et al., 2005; Wilborn et al., 2005).

Walaupun faktor genetik berperan dalam menentukan kerentanan seseorang

terhadap peningkatan berat badan, keseimbangan energi ditentukan dengan

masukan kalori dan aktivitas fisik. Perubahan sosial, pertumbuhan ekonomi,

modernisasi, urbanisasi dan globalisasi merupakan beberapa hal yang mendorong

terjadinya epidemi ini (WHO, 2015; Byles, 2009).

Kelebihan masukan energi daripada pengeluaran energi akan mengarah

menjadi akumulasi lemak. Massa lemak sendiri ditentukan oleh keseimbangan

antara pemecahan (lipolisis) dan sintesis (lipogenesis). Sistem saraf simpatis

adalah perangsang utama dari lipolisis, yang akan menyebabkan berkurangnya

deposit lemak, terutama jika penggunaan energi individu meningkat. Jika

masukan melebihi penggunaan energi, akan terjadi lipogenesis di hati dan jaringan

adiposa. Lipogenesis dipengaruhi oleh diet (meningkat oleh asupan kaya

karbohidrat dan lemak) dan hormon (terutama Growth Hormone (GH), insulin

dan leptin). Hormon utama yang terlibat dalam penyimpanan lemak adalah insulin

(akan menstimulasi lipogenesis), GH dan leptin (yang akan mengurangi

lipogenesis). Hormon lain yang terlibat dalam regulasi lemak tubuh termasuk

hormon seks seperti testosteron (Molina, 2006).

Kelebihan lemak tubuh dihubungkan dengan meningkatnya morbiditas

dan mortalitas. Lebih banyak kelainan muncul dengan frekuensi yang lebih besar
15

pada penderita obesitas. Yang paling penting dan umum ditemui adalah

hipertensi, diabetes mellitus tipe 2, hiperlipidemia, penyakit jantung koroner,

penyakit sendi degeneratif, dan disabilitas psikososial. Sebanyak 60% individu

dengan obesitas di Amerika Serikat juga terkena sindrom metabolik. Sindrom

metabolik ini ditandai dengan adanya tiga atau lebih faktor berikut : meningkatnya

lingkar perut, tekanan darah, trigliserida darah, glukosa darah puasa, dan

rendahnya kadar kolesterol High Density Lipoprotein (HDL) (Burke, 2002).

Penurunan berat badan dan menjaga agar berat badan tidak naik kembali

dapat memperbaiki atau bahkan mencegah faktor risiko untuk penyakit

kardiovaskular dan penyakit ko-morbid lain yang berhubungan dengan obesitas.

Penurunan berat badan yang sedang (5-10% dari berat badan awal) dihubungkan

dengan perbaikan dalam beberapa faktor risiko yang telah ditetapkan untuk

penyakit kardiovaskular, seperti hipertensi, dislipidemia, dan berkurangnya

insiden diabetes mellitus tipe 2 dan perbaikan dalam kontrol diabetes. Sebuah

meta-analisis dari 25 randomized controlled trials yang memeriksa tekanan darah

pada manusia menunjukkan bahwa penurunan berat badan sebesar 5,1 kilogram

menghasilkan penurunan tekanan darah sistolik sebesar 4,44 mmHg dan

penurunan tekanan darah diastolik sebesar 3,57 mmHg. Penurunan yang lebih

bermakna dari tekanan darah terlihat jika rata-rata penurunan berat badan lebih

besar lagi. Meski demikian pengaruh baik dari penurunan berat badan terhadap

faktor risiko dari penyakit kardiovaskular tidak akan bertahan kecuali penurunan

berat badan dipertahankan. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya untuk


16

mengurangi berat badan atau bahkan mencegah kenaikan berat badan (Turk et al.,

2009).

2.2.1 Epidemiologi Obesitas

Obesitas telah menjadi suatu masalah kesehatan global, di mana terjadi

peningkatan prevalensi obesitas yang signifikan di seluruh dunia. Di negara maju

seperti Amerika, penderita kegemukan diprediksi akan mencapai 85% pada tahun

2030, dimana 51,1% adalah obesitas (Nduhirabdani dkk., 2011). Tidak hanya di

negara-negara maju, peningkatan prevalensi obesitas bahkan juga dialami negara-

negara yang sedang berkembang.

Obesitas dapat meningkatkan risiko beragam penyakit serius baik pada

orang dewasa dan anak-anak seperti jantung koroner, stroke, tekanan darah tinggi,

diabetes melitus tipe 2, lemak darah abnormal, kanker, osteoarthritis, sleep apnea,

batu empedu, dan masalah reproduksi. Selain menimbulkan masalah kesehatan,

obesitas juga memiliki dampak ekonomi yang signifikan terhadap biaya medis

dan perawatannya, baik biaya langsung maupun tidak langsung yang mencakup

biaya layanan pencegahan, diagnosis, dan pengobatan yang berkaitan dengan

obesitas (Nurmalina, 2011).

2.2.2 Etiologi dan Patofisilogi Obesitas

Berdasarkan data penelitian diketahui ada banyak faktor yang

menyebabkan obesitas seperti faktor genetik, kurangnya keseimbangan energi,

kurangnya aktivitas fisik, lingkungan, kondisi kesehatan dan hormonal, obat-

obatan dan faktor emosional (Nurmalina, 2011). Berbagai penelitian menunjukkan


17

bahwa diet tinggi lemak dan karbohidrat akan menyebabkan peningkatan berat

badan dan lemak tubuh, yang lama kelamaan dapat menimbulkan obesitas.

Beberapa faktor yang dianggap memiliki peranan dalam terjadinya

obesitas adalah sebagai berikut :

1. Faktor genetik

Faktor genetik yang diketahui mempunyai peranan kuat adalah parental

fatness, kegemukan lebih umum terjadi pada anak-anak jika orang tuanya gemuk

(anak-anak memiliki risiko 80% untuk gemuk). Penelitian terhadap anak kembar

identik yang dibesarkan pada lingkungan yang berbeda juga mengindikasikan

bahwa kegemukan memiliki akar genetik. Namun pola dan hubungannya belum

diketahui. Orang yang obesitas, makan lebih banyak dan berolahraga lebih sedikit,

dan hal yang sama berlaku pada anak mereka. Namun, dalam penelitian kembar

identik, ditemukan heritabilitas yang tinggi bagi berat dan indeks massa tubuh dan

menyimpulkan bahwa berat tubuh dan kegemukan berada dibawah kontrol genetik

yang kuat, dan bahwa lingkungan anak-anak sendiri memiliki sedikit pengaruh.

Penemuan terbaru mengenai gen, sebagian ikut mendukung alasan ini (Thierney et

al., 2005).

2. Aktivitas fisik

Terjadinya obesitas merupakan dampak dari terjadinya kelebihan asupan

energi (energy intake) dibandingkan dengan yang diperlukan (energy expenditure)

oleh tubuh sehingga kelebihan asupan energi disimpan dalam bentuk lemak.

Aktivitas fisik merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan kebutuhan
18

energi (energy expenditure), sehingga apabila aktivitas fisik rendah maka

kemung-kinan terjadinya obesitas akan meningkat (Soegih, 2009).

3. Diet tinggi karbohidrat dan lemak

Makanan merupakan sumber dari asupan energi, yang bila berlebih, maka

karbohidrat akan disimpan sebagai glikogen dan lemak; protein akan disimpan

sebagai protein tubuh; sedangkan lemak akan disimpan sebagai lemak. Tubuh

memiliki kemampuan menyimpan lemak yang tidak terbatas (Soegih, 2009).

Faktor-faktor yang berpengaruh dari asupan makanan terhadap terjadinya obesitas

adalah kuantitas, porsi sekali makan, kepadatan energi, kebiasaaan makan malam

hari, frekuensi makan dan jenis makanan (Barassi, 2009).

4. Regulasi fisiologis metabolisme

Regulasi fisiologis metabolisme tubuh terdiri dari controller (otak) dan

controlled system / nutrient partitioning yaitu organ di luar otak yang berperan

dalam menggunakan atau menyimpan energi seperti saluran cerna, liver, otot,

ginjal, dan jaringan lemak (Soegih, 2009). Otak menerima sinyal dari lingkungan

ataupun dari dalam tubuh sendiri dalam bentuk sinyal neural dan humoral yang

selanjutnya membuat otak merespon dalam bentuk menghambat atau

mengaktivasi motor system, dan memodulasi sistem saraf dan hormonal untuk

mencari atau menjauhi makanan. Hasil dari sinyal yang diterima oleh otak akan

memperngaruhi pemilihan jenis makanan, porsi makan, lama makan, proses

pencernaan, absorpsi serta metabolisme zat gizi dalam tubuh. Hasil akhirnya
19

adalah pembentukan jaringan lemak, glikogen, hormon, enzim, atau dibakarnya

zat gizi sebagai energi (Soegih, 2009).

5. Gangguan kesehatan dan ketidakseimbangan hormon

Gangguan hormon seperti Cushing syndrome, adrenocortical

hyperactivity, dan hipogonad dapat menyebabkan penimbunan lemak tubuh.

Ketidakseimbangan hormon tubuh seperti pada wanita postmenopause atau pada

pasien hipogonad juga akan memberikan gejala obesitas (Wirahadikusumah,

2000).

6. Obat-obatan

Obat yang memperlambat metabolisme atau meningkatkan nafsu makan

dapat menyebabkan kelebihan berat badan seperti kortikosteroid dan antidepresan

(Nurmalina, 2011).

7. Faktor emosi

Beberapa orang makan lebih dari biasanya ketika sedang bosan, marah,

atau sedih (Soegih, 2009).

2.2.3 Hubungan Obesitas, Penuaan dan Harapan Hidup

Overweight dan obesitas merupakan faktor risiko untuk penyakit kronis

seperti diabetes tipe 2, penyakit jantung, hipertensi dan stroke, dan beberapa jenis

kanker. Konsekuensi kesehatan dengan terjadinya obesitas adalah mulai dari


20

peningkatan risiko kematian dini sampai dengan kondisi peyakit kronis serius

yang dapat mengurangi kualitas hidup (WHO, 2015).

Overweight dan obesitas menyebabkan efek metabolik buruk pada tekanan

darah, kolesterol, trigliserida, dan resistensi insulin. Masalah kesehatan yang

berhubungan dengan obesitas adalah kesulitan pernafasan, muskuloskeletal

kronis, serta masalah kulit dan infertilitas. Obesitas juga meningkatkan risiko

kanker payudara, usus besar, prostat, endometrium, ginjal, dan empedu (WHO,

2015).

Kegemukan kronis dan obesitas memberikan kontribusi yang signifikan

untuk osteoarthritis, penyebab utama dari kecacatan pada orang dewasa. Dalam

analisis yang dilakukan WHO, dilaporkan bahwa sekitar 58% dari diabetes, 21%

penyakit jantung iskemik, dan 8-42% dari kanker tertentu, secara global

diakibatkan oleh BMI di atas 25 kg/m2 (WHO, 2015).

2.3 Lemak Abdominal Pada Obesitas

Jaringan adiposa abdominal adalah organ yang kompleks dan terdiri dari

beberapa kompartemen dan sub-kompartemen, termasuk lemak subkutan dan

lemak intra-abdominal, yang dapat dibagi menjadi lemak retroperitoneal dan

intraperitoneal, yang dapat dibagi lagi menjadi massa lemak mesenterik dan

omental. Lemak intraperitoneal juga dikenal sebagai jaringan adiposa viseral

(visceral adipose tissue) dianggap sebagai penanda risiko metabolik (Klein,

2010). Lemak abdominal terdiri dari lemak subkutan abdomen dan lemak

intraabdomen, yang secara jelas nampak lewat CT Scan dan MRI. Jaringan
21

adiposa intraabdomen terdiri dari lemak viseral atau intraperitoneal yang terdiri

dari lemak omental dan mesenterik dan massa lemak retroperitoneal yang dibatasi

oleh batas dorsal dari intestin dan bagian ventral dari ginjal (Wajchenberg,

2000).

Dua kompartemen intraabdominal dapat dipisahkan pada MRI

menggunakan titik anatomis, seperti kolon ascendens dan descendens, aorta dan

vena cava inferior, suatu prosedur yang telah divalidasi pada kadaver manusia.

Pada kadaver, massa jaringan adiposa intraperitoneal dan retroperitoneal yang

diukur setelah diseksi adalah 61-71% dan 29-33%, secara berurutan, dari massa

jaringan adiposa intraabdominal (Wajchenberg, 2000).

Penelitian-penelitian epidemiologis dan fisiologis menunjukkan hubungan

yang kuat antara kelebihan jaringan adiposa abdomen dengan faktor risiko

metabolik untuk penyakit jantung koroner, termasuk resistensi insulin, toleransi

glukosa terganggu, diabetes mellitus tipe 2, dislipidemia, dan meningkatnya

protein inflamasi yang bersirkulasi dalam darah (Klein, 2010). Penelitian

epidemiologis yang ada melaporkan hubungan antara obesitas yang berat dengan

mortalitas akibat meningkatnya penyakit kardiovaskular dan serebrovaskular serta

diabetes mellitus. Pada obesitas tingkat sedang, distribusi regional nampaknya

merupakan indikator yang penting akan perubahan metabolik dan kardiovaskular,

terutama sejak ditemukan korelasi yang tidak konstan antara indeks massa tubuh

dan perubahan-perubahan ini. Obesitas bukanlah kondisi yang homogen, serta

distribusi regional dari jaringan adiposa penting untuk diketahui untuk memahami
22

hubungan antara obesitas dengan gangguan metabolisme glukosa dan lipid

(Wajchenberg, 2000).

Penyebab fundamental obesitas adalah ketidakseimbangan jangka panjang

akan masukan dan pengeluaran energi yang akan meningkatkan massa tubuh

termasuk akumulasi lemak subkutan dan viseral. Walaupun obesitas secara umum

adalah faktor risiko untuk berbagai penyakit, beberapa penelitian pada manusia

telah menunjukkan bahwa penumpukan lemak viseral, yakni lemak yang berlokasi

pada viseral, sebagai yang paling berpengaruh pada berbagai kondisi kesehatan

termasuk penyakit serebrovaskular, resistensi insulin dan diabetes mellitus tipe 2.

Lokasi regional dari lemak tubuh pada obesitas adalah perkiraan yang lebih baik

akan risiko kesehatan jika dibandingkan dengan total lemak tubuh

(Wajchenberg, 2000).

Walaupun hubungan sebab-akibat belum dapat ditetapkan secara pasti,

bukti-bukti yang ada mengindikasikan bahwa lemak viseral merupakan salah satu

faktor risiko yang penting akan berbagai tampilan sindrom metabolik: intoleransi

glukosa, hipertensi, dislipidemia, resistensi insulin. Namun, adanya heterogenitas

metabolik pada penderita obesitas dengan jaringan adiposa viseral yang hampir

serupa, diduga kerentanan genetik juga berperan dalam memodulasi risiko yang

diasosiasikan dengan kelebihan jaringan adiposa viseral. Dalam hal ini obesitas

viseral sebaiknya dianggap sebagai faktor yang memperparah kerentanan genetik

individual terhadap komponen sindrom metabolik (Wajchenberg, 2000).

Mekanisme yang menghubungkan lemak viseral dengan sindom metabolik

belum sepenuhnya dimengerti, namun diduga berhubungan dengan lokasi


23

anatomis yang menghasilkan efek portal dari pelepasan asam lemak bebas dan

gliserol. Bukti-bukti yang didapat dari penelitian yang baru menunjukkan

jaringan adiposa merupakan organ endokrin yang aktif, yang mampu mensekresi

berbagai macam sitokin, yang sering disebut dengan adiponektin, yang dapat

menyebabkan inflamasi dan menggangu aksi insulin. Lebih jauh lagi, penelitian

dari beberapa kelompok menunjukkan lemak viseral memiliki karakteristik pro-

inflamasi yang lebih besar dibandingkan lemak subkutan (Huffman and Barzilai,

2009).

Adanya peningkatan pada jaringan adiposa viseral, asam lemak bebas

secara mudah mengarah ke hati dan meningkatkan produksi glukosa, trigliserida

dan lipoprotein VLDL very low density lipoprotein (VLDL), serta menurunkan

kadar kolesterol HDL (Wajchenberg, 2000; Levy, 2010). Sel lemak juga

mengalami perubahan metabolik yang dapat menjelaskan efek sistemiknya.

Sebagai contoh, glucose transporters secara signifikan berkurang pada adiposit

omental manusia, yang dapat menerangkan resistensi insulin. Lebih jauh lagi

adipokin lemak viseral dari pasien-pasien obese yang sangat berat diukur sewaktu

menjalani pembedahan bariatrik, yakni pembedahan yang dilakukan pada

penderita obesitas untuk mengurangi berat badan dengan jalan mengurangi ukuran

lambung dengan implantasi alat kesehatan (gastric banding) atau lewat

pemotongan sebagian dari lambung atau penjahitan usus halus ke bagian dari

lambung (gastric bypass surgery). Konsentrasi Interleukin-6 dari Vena portal

meningkat secara substansial dan berhubungan erat dengan inflamasi sistemik,

yang diindikasikan dengan tingginya kadar C-Reactive Protein (CRP). Tidak


24

mengherankan jika infiltrasi makrofag yang merangsang molekul dan jalur

inflamasi meningkat pada lemak omental jika dibandingkan dengan lemak

subkutan pada individu obesitas (Levy,2010).

Distribusi lemak tubuh berbeda antara pria dan wanita, dimana hal ini

merupakan salah satu tanda khas maskulinitas dan femininitas. Jika dibandingkan

dengan pria, maka wanita premenopause memiliki lebih banyak lemak subkutan,

dan lemak tubuhnya cenderung diakumulasi di payudara, pinggul dan paha atas

(Pangkahila, 2007). Regio khas untuk penyimpanan lemak wanita ini umumnya

disebut sebagai gynoid (Wajchenberg, 2000). Pada pria, lemak secara dominan

berakumulasi di depot subkutan abdomen dan viseral (Pangkahila, 2007), dengan

lebih sedikit akumulasi lemak pada daerah pinggul dan paha atas jika

dibandingkan dengan wanita, dimana distribusi lemak ini disebut sebagai sentral

atau android (Wajchenberg, 2000).

Pria secara umum memiliki area lemak viseral yang lebih besar

dibandingkan wanita, dimana hal ini diduga berhubungan dengan perbedaan

faktor risiko jenis kelamin pada penyakit kardiovaskular. Oleh karena distribusi

lemak tubuh merupakan salah satu karakteristik seks sekunder, dapat dilihat

bahwa hormon seks merupakan salah satu faktor penting dalam menentukan

deposisi lemak regional. Bukti-bukti menunjukkan hormon seks wanita

berhubungan dengan akumulasi lemak subkutan di regio bawah tubuh.

Penyimpanan lemak khas wanita ini penting dalam fungsi reproduksi. Obesitas

abdominal pada pria ditemukan berhubungan dengan rendahnya kadar testosteron


25

pada pria dan terapi sulih hormon testosteron menghasilkan pengurangan lemak

abdominal (Wajchenberg, 2000).

Distribusi lemak regional pada manusia secara jelas diatur oleh hormon,

walaupun faktor-faktor lain ikut berperan penting. Tidak hanya hormon steroid

seks saja yang berperan, namun kortikosteroid dari kelenjar adrenal juga

memainkan peran yang besar. Hormon peptida seperti insulin dan GH merupakan

faktor yang penting dalam distribusi jaringan adiposa (Wajchenberg, 2000).

Distribusi lemak gluteo-femoral yang tipikal untuk wanita dibedakan

dengan distribusi lemak abdominal pada pria dengan pengukuran rasio pinggang

dan pinggul dimana terdapat titik cutoff untuk pria dan wanita yang dapat diterima

(Levy, 2010). Kelebihan lemak pada tubuh bagian atas (sentral atau abdominal)

yang juga dikenal sebagai obesitas tipe pria atau android lebih sering dihubungkan

dengan meningkatnya mortalitas dan risiko akan penyakit seperti diabetes,

hiperlipidemia, hipertensi, dan aterosklerosis dari pembuluh darah koroner,

serebral dan perifer dibandingkan dengan obesitas tipe gynoid atau distribusi

lemak tipe wanita (tubuh bagian bawah atau area gluteo-femoral) (Wajchenberg,

2000).

Perbedaan antara pria dan wanita setelah pubertas tidak hanya pada

distribusi lemak, melainkan juga pada metabolisme dan ukuran sel lemak. Sel

lemak di bagian glutea dan femur lebih besar daripada di bagian abdomen.

Aktivitas lipase lipoprotein, yaitu enzim yang bertanggungjawab bagi akumulasi

trigliserida di dalam sel lemak, ternyata lebih tinggi di bagian gluteo-femoral

daripada di bagian abdomen (Pangkahila, 2007).


26

Individu dengan massa lemak viseral yang lebih besar, baik lewat

peningkatan berat badan atau penumpukan lemak pada depot viseral, akan

kehilangan lebih banyak lemak viseral jika disesuaikan dengan hilangnya lemak

tubuh, terlepas dari metode intervensi yang dilakukan (restriksi kalori, terapi

farmakologis, atau olahraga) karena adiposit viseral memiliki tingkat lipolitik

yang lebih tinggi pada keadaan tetap (steady state) (Wajchenberg, 2000).

Berkurangnya lemak abdominal akan menjadi sangat bermakna,

dikarenakan kelebihan lemak di bagian abdomen merupakan salah satu faktor

risiko dari penyakit kardiovaskular. Lemak intraabdominal (viseral) memiliki

kadar turnover trigliserida yang tertinggi dan kelebihan adiposit viseral adalah hal

yang paling berkaitan dengan gangguan metabolik terutama resistensi insulin dan

hipertrigliseridemia. Lemak subkutan pada bagian tubuh atas adalah yang

berikutnya, sedangkan lemak subkutan pada bagian tubuh bawah memiliki tingkat

turnover trigliserid yang paling rendah, sehingga kelebihan lemak subkutan pada

bagian tubuh bawah adalah yang paling kecil membawa dampak metabolik. Pada

keadaan postabsorbtive, adiposit yang teregang akan melepaskan lebih banyak

jumlah asam lemak ke dalam sirkulasi. Meningkatnya kadar asam lemak bebas

yang berada di sirkulasi akan meningkatkan sintesis hepar dan sekresi VLDL yang

kaya akan trigliserida (Maki et al., 2009).

2.4 Manajemen Berat Badan dan Obesitas

Manajemen berat badan yang efektif bagi individu dan kelompok berisiko

terkena obesitas melibatkan berbagai strategi jangka panjang. Ini termasuk


27

pencegahan, perawatan berat badan, pengelolaan ko-morbiditas dan penurunan

berat badan.

Menurut Kopelman dan Caterson, manajemen berat badan meliputi :

1. Terapi diet

2. Aktivitas fisik

3. Terapi perilaku

4. Terapi medikamentosa

2.4.1 Terapi Diet


Diet merupakan langkah awal untuk menurunkan berat badan. Pengaturan

menu diet adalah kunci keberhasilan untuk menurunkan berat badan. Menu diet

yang baik terutama terdiri dari sayur-sayuran, buah-buahan, kacang-kacangan,

karbohidrat kompleks, biji-bijian, kaya serat, rendah lemak dan rendah gula. Yang

harus diingat dari diet tersebut adalah makan makanan yang bervariasi sehingga

asupan gizi terpenuhi, dan makan dengan jadwal teratur, bukan dengan jalan

melewatkan makan (skip meals) (Kopelman dan Caterson, 2005).

Diet rendah kalori adalah pilihan utama untuk penurunan berat badan pada

orang yang overweight dan obesitas. Mengurangi kalori dari lemak adalah yang

paling praktis karena lemak mengandung kalori paling tinggi. Mengurangi asupan

lemak saja tanpa menurunkan asupan kalori tidak mencukupi, jadi sebaiknya

mengurangi asupan lemak disertai pengurangan asupan karbohidrat juga

(Kopelman dan Caterson, 2005).

Diet sebaiknya diatur secara individual dengan pengurangan kalori sebesar

500 – 1000 kalori dari asupan rata-rata harian sehingga terjadi penurunan berat
28

badan sekitar 0.5 – 1.0 kg setiap minggunya, penurunan berat badan 0.5 – 1.0 kg

setiap minggu adalah penurunan berat badan yang sehat menurut WHO (WHO,

2015).

2.4.2 Latihan Fisik

Aktivitas fisik adalah gerakan tubuh yang disebabkan oleh kontraksi otot

rangka yang menyebabkan peningkatan pemakaian energi (Van Baak and Saris,

2005). Latihan fisik atau olahraga adalah bagian dari aktivitas fisik, merupakan

gerakan tubuh yang terencana, terstruktur, dan berulang yang dilakukan untuk

memperbaiki atau memelihara satu atau lebih komponen kebugaran tubuh

(Pestacello, 2000). Efisiensi latihan fisik berasal dari volume (durasi, distance dan

repetisi), intensitas (beban dan kecepatan), serta densitas (frekuensi) ( Burke,

2002).

Latihan fisik/olahraga adalah bagian dari aktivitas fisik, yang dianjurkan

sebagai bagian dari terapi penurunan berat badan, karena:

- Membantu penurunan berat badan.

- Dapat menurunkan lemak abdominal.

- Meningkatkan kebugaran sistem kardiorespirasi.

- Membantu mempertahankan berat badan setelah program penurunan berat

badan.

- Anjurannya adalah dimulai dengan latihan fisik sedang selama 30 – 45

menit 3 hingga 5 kali seminggu.


29

Kebugaran tubuh adalah keadaan tubuh yang dimiliki atau dicapai individu

sehingga mampu untuk melakukan aktivitas fisik. Latihan fisik/olahraga

merupakan alternatif untuk meningkatkan derajat kebugaran seseorang termasuk

mengurangi lemak tubuh. kegunaan utama latihan fisik adalah penurunan berat

badan, perbaikan sistem fungsional paru jantung (cardiorespirasi system) yang

meliputi hipertrofi otot jantung, penurunan detak jantung istirahat, peningkatan

stroke volume, peningkatan volume darah dan hemoglobin serta menambah

jumlah pembuluh kapiler (Sharkey, 2003).

Dalam upaya untuk memperbaiki kebugaran seseorang termasuk

mengurangi lemak dan meningkatkan kebugaran atau daya tahan paru jantung,

American College of Sport Medicine atau ACSM (ACSM, 2001)

merekomendasikan untuk melakukan olahraga aerobik, seperti berjalan, berlari,

bersepeda, berenang, joging, senam aerobik dan lain-lain. Latihan hendaknya

dilakukan 3-5 kali perminggu, pada intensitas 60-90% detak jantung maksimum

selama 20-60 menit. Jenis latihan dapat dikerjakan secara teratur maupun

intermitten, resistance training yang dikerjakan secara teratur dapat juga

mengurangi lemak tubuh (Pestacello, 2000).

2.4.3 Terapi Perilaku

Obesitas dapat disebabkan oleh faktor psikologis, seperti kecemasan,

depresi, eating disorder, stress atau tekanan hidup dan efek samping obat tertentu.

Selain itu, obesitas sendiripun memiliki dampak terhadap kondisi psikologis

seseorang (Kopelman dan Caterson, 2005).


30

Terapi perilaku merupakan terapi yang baik diterapkan dalam proses

penurunan dan juga dalam fase mempertahankan berat badan (Kopelman dan

Caterson, 2005) .

Dokter sebaiknya memahami motivasi penurunan berat badan pasien,

menganalisa kesiapan pasien dalam melaksanakan program, dan mengambil

langkah-langkah tepat untuk memotivasi pasien selama terapi (Kopelman dan

Caterson, 2005).

Terapi perilaku untuk mendukung pola makan sehat dan aktivitas fisik

harus digunakan secara teratur karena bermanfaat dalam mencapai penurunan

berat badan (Kopelman dan Caterson, 2005).

2.4.4 Terapi Medikamentosa

Obat penurun berat badan dapat digunakan sebagai bagian dari program

penurunan berat badan yang juga harus melibatkan diet dan aktivitas fisik.

Umumnya terapi medikamentosa dianjurkan pada IMT lebih dari 30 atau lebih

dari 27 yang disertai penyakit penyulit obesitas (Eckel, 2008).

Salah satu terapi medikamentosa yang sempat beredar di Eropa beberapa

tahun yang lalu adalah rimonabant, tetapi rimonabant ini ditolak di Amerika

Serikat oleh FDA, namun kemudian pada tahun 2007 ditarik dari peredaran

karena terjadi peningkatan angka kejadian depresi, cemas, dan pikiran bunuh diri

pada pemakai rimonabant (Astrup, 2010). Sibutramin ditarik dari peredaran

karena adanya penelitian terbaru SCOUT (Sibutramine Cardiovascular Outcome

Trial), yang menunjukkan peningkatan angka kesakitan penyakit infark


31

miokardial dan stroke bila sibutramin diberikan pada penderita obesitas dengan

penyakit hipertensi, riwayat penyakit jantung koroner dan riwayat stroke (James et

al., 2010).

Orlistat juga mendapat penambahan label peringatan dari Food and Drug

Administration (FDA) di Amerika Serikat tentang adanya risiko kerusakan hati

yang dapat berakibat fatal walaupun kasusnya sangat jarang (FDA, 2010). Di

Indonesia saat ini hanya ada dua obat penurun berat badan yang diizinkan oleh

BPOM, yaitu orlistat (Xenical®) dan diethylpropion (Apisate®). Diethylpropion

termasuk golongan simpatomimetik amin dengan efek samping yang agak mirip

dengan sibutramine namun efeknya minimal.

2.5 Latihan Fisik


Aktivitas fisik adalah pergerakan badan yang disebabkan oleh otot skeletal

yang memerlukan pemakaian energi. Kurangnya aktivitas fisik merupakan salah

satu dari 10 faktor resiko utama kematian di seluruh dunia. Beberapa penyakit

yang berkorelasi dengan kurangnya aktivitas fisik adalah penyakit kardiovaskular,

kanker dan diabetes (WHO, 2015).

Aktivitas fisik dan latihan fisik (olahraga) adalah dua istilah yang berbeda.

Latihan fisik/olahraga merupakan bagian dari aktivitas fisik, terstruktur,

terencana, bersifat pengulangan/repetisi, dan bertujuan meningkatkan kebugaran

jasmani. Aktivitas fisik dapat memberikan keuntungan bagi kesehatan mahluk

hidup (ASCM, 2001).


32

Latihan fisik memiliki banyak manfaat bagi kesehatan bagi segala

kalangan baik pria maupun wanita, dewasa maupun anak-anak. Adapun beberapa

fungsi tersebut adalah (ACSM, 2001):

- Menjaga berat badan yang ideal.

- Menurunkan resiko terhadap penyakit jantung koroner, diabetes dan

kanker.

- Orang dewasa yang aktif secara fisik memiliki resiko yang lebih

rendah untuk menderita depresi dan penurunan fungsi kognitif ketika

menjadi lebih tua.

- Menjaga organ-organ tubuh berfungsi secara optimal, terutama jantung

dan paru. Ketika dilakukan secara teratur, aktivitas fisik dengan

intensitas sedang maupun keras dapat memperkuat otot jantung dan

organ paru. Kemampuan pompa jantung menjadi lebih baik sehingga

oksigenasi jaringan di seluruh tubuh menjadi lebih baik. Begitu juga

dengan proses pembuangan material toksik hasil metabolisme menjadi

lebih baik.

- Menurunkan tekanan darah, memperbaiki profil lipid darah, menjaga

kestabilan gula darah dan insulin, menurunkan kadar CRP, dan

mencegah kelebihan berat badan.

- Memperkuat struktur tubuh seperti otot dan tulang, mencegah

osteoporosis dan kehilangan masa otot.


33

2.5.1 Jenis Latihan Fisik

Menurut ACSM (American College of Sports Medicine), olah raga yang baik

harus mencakup 4 aspek, yaitu:

- Latihan kardiorespiratori

- Latihan kekuatan (resistance training)

- Latihan fleksibilitas

- Latihan neuromotor

2.5.1.1 Latihan kardiorespiratori

Latihan untuk sistem kardio dan respiratori harus teratur, memiliki tujuan,

bersifat ritmik dan continous. Latihan tersebut dapat berupa berjalan, berjalan

cepat, berlari, bersepeda, berenang, menari, dll. Latihan fisik tipe ini baik

dilakukan dengan intensitas medium 5x seminggu dengan durasi 30 menit, atau

dengan total durasi ≥ 150 menit per minggu. Jika menggunakan jenis olah raga

dengan intensitas tinggi, baiknya adalah dengan frekuensi 3x seminggu dengan

durasi minimal 20menit atau dengan jumlah total ≥ 75 menit per minggu (ACSM,

2001).

Latihan fisik dapat berupa latihan dengan intensitas medium/ sedang,

seperti berjalan, berenang, bersepeda santai, menari, berkebun, yoga, golf, dll.

Sedangkan latihan fisik dengan intensitas tinggi dapat berupa jalan cepat, berlari,

bersepeda cepat, panjat tebing, senam aerobik, olah raga bela diri (tinju, karate,

thai boxing), dan olah raga yang bersifat kompetitif (sepak bola, tennis, bola

basket, dll) (ACSM, 2001).


34

2.5.1.2 Latihan Kekuatan

Latihan kekuatan / resistance training adalah latihan fisik yang

menargetkan kekuatan otot dengan jalan memberikan beban. Latihan ini bertujuan

meningkatkan kekuatan otot skeletal dan memberikan bentuk serta definisi yang

jelas terhadap bentuk otot, mencegah osteoporosis dan kelemahan otot (ACSM,

2001).

Latihan kekuatan dapat dilakukan dengan menargetkan beberapa grup otot

seperti dada, bahu, punggung, perut, paha, kaki, dan lengan. Usahakan untuk

bergantian melatih grup otot tertentu untuk mencegah ketidakseimbangan antara

grup otot tertentu (ACSM, 2001).

Intensitas yang baik untuk melakukan latihan beban adalah 2-3x

seminggu. Berikan istirahat 48jam sebelum memulai latihan beban berikutnya.

Beban yang diberikan pada otot harus dimulai dari berat yang masih mampu

ditoleransi baru meningkat secara gradual untuk mencegah cedera otot (ACSM,

2001).

Latihan selalu dibagi dalam bentuk grup otot, misal grup otot dada, perut

dan pinggang, punggung, kaki dan lengan. Setiap grup otot dilatih dengan 2-4 set

yang terdiri dari 8-12 repetisi dalam setiap set nya. Berikan jeda 2-3menit sebelum

memulai repetisi antar set (ACSM, 2001).

Peningkatan beban dan jumlah repetisi dan set harus secara gradual ketika

tubuh sudah mampu mentoleransi beban terakhir yang digunakan, hal tersebut

berguna untuk mencegah terjadinya cedera (ACSM, 2001).


35

Pada kasus dimana kondisi fisik lemah, seperti usia yang tua, latihan

beban dapat dilakukan dengan menggunakan beban yang lebih ringan dengan

jumlah repetisi yang lebih banyak pada tiap set latihan (ACSM, 2001).

2.5.1.3 Latihan Neuromotor

Latihan neuromotor berfungsi untuk melatih kebugaran fungsional, seperti

keseimbangan, agilitas, koordinasi dan kemampuan proprioseptif. Latihan ini

baiknya dilakukan 2-3x seminggu dengan durasi 20-30menit. Latihan dapat

berupa senam taichi, yoga, tari balet (ACSM, 2001).

Latihan ini sangat memberikan manfaat bagi lansia, karena dapat

mencegah jatuh dan fraktur tulang (ACSM, 2001).

2.5.1.4 Latihan Fleksibilitas

Latihan fleksibilitas sangat berfungsi untuk menjaga kelenturan otot dan

sendi. Seperti diketahui, semakin menua manusia, semakin otot dan sendi menjadi

kaku. Selain itu latihan ini memberikan manfaat untuk kestabilan postural

(ACSM, 2001).

Latihan fleksibilitas dapat dilakukan dengan melakukan peregangan. Salah

satu olah raga yang dapat dilakukan adalah senam yoga (ACSM, 2001).

Frekuensi yang baik adalah 2-3x seminggu dengan durasi 20menit.

Peregangan baiknya dilakukan sampai otot terasa tegang atau sedikit tidak

nyaman, bukan terasa sakit. Tiap melakukan peregangan durasi yang disarankan
36

adalah 10-30 detik kemudian meningkat sesuai dengan peningkatan fleksibilitas

otot tersebut sampai maksimal 60 detik (ACSM, 2001).

2.6 Alpha-Lipoic Acid (ALA)

2.6.1 Struktur Biokimia dan Fisiologis Alpha Lipoic Acid

Alpha Lipoic Acid (ALA) dikenal sebagai thioctic acid, 1,2-dithiolane-3-

pentanoic acid, 1,2-dithiolane-3 valeric acid, dan 6,8-thioctic acid, merupakan

suatu rantai asam lemak medium dengan dua atom sulfur pada akhir cabang dan

berperan sebagai suatu coenzyme untuk berbagai reaksi redoks pada hampir

seluruh jaringan dalam tubuh (Islam, 2009). ALA dapat pula berikatan dan

menonaktifkan logam berat seperti besi, cadmium, magnesium, cobalt, nikel, zinc

dan arsenic (Hajoway, 2010). Rumus molekul ALA adalah C 8 H 14 O 2 S 2 dengan

berat molekul 206,33 g/mol dan merupakan bahan serbuk mirip kristal yang

berwarna kekuningan yang larut dalam etanol, natrium klorida maupun air.

Apabila dikonsumsi peroral akan diabsorbsi sekitar 30% di dalam usus halus.

Absorbsi ALA akan menurun jika diberikan bersama makanan, hal ini

menunjukkan adanya potensi kompetisi antar substrat dalam makanan dengan

ALA (Islam, 2009).

Para peneliti pertama kali menemukan peranan penting ALA dalam

metabolisme tubuh manusia pada tahun 1951, sedangkan peranannya sebagai

antioksidan baru dikenal pada tahun 1988. ALA adalah asam lemak belerang,

pada awalnya diduga sebagai vitamin, akan tetapi pada kenyataannya ALA juga

diproduksi di dalam tubuh manusia. ALA merupakan kofaktor untuk


37

menghasilkan energi, sering dikenal dengan nama lipoamide yang juga disebut

sebagai lipoat dalam siklus energi di mitokondria. ALA akan mengaktifkan enzim

yang berperan pada molekul yang menghasilkan energi, seperti piruvat yang

didapat dari penghancuran produk dari asam amino. ALA juga secara natural

dapat dihasilkan dalam jumlah minimal pada tumbuhan maupun binatang

(Hajoway, 2010).

Prekursor Lipoic Acid (LA) adalah asam oktanoat, yang dibuat melalui

biosintesis asam lemak atau β-oksidasi asam lemak rantai panjang. Asam oktanoat

diperoleh dari thioester karier protein acyl menjadi amyda dari domain lipoyl

oleh enzim octanoyltransferase. Pusat-pusat sulfur di insersi pada atom karbon 6

dan ke-8 dari asam oktanoat melalui mekanisme metionin radikal s-adenocyl, oleh

enzim lipoyl sintase. Alpha-lipoic acid akan terbentuk lagi setiap kali protein

terdegradasi dari aksi enzim spesifik, yang disebut lypoamidase. Alpha-lipoic

acid bebas (free alpha lipoic acid) dapat melekat ke dalam domain lipoyl oleh

enzim protein lygase lipoate. Lygase lypoate diproduksi melalui ikatan enzim

adenylate lipoid intermediate (Hajoway, 2010).

Struktur biokimia LA terdiri dari dua thiol (sulfur), yang dapat teroksidasi

atau tereduksi. Bentuk tereduksi dikenal sebagai dihydrolipoicacid (DHLA),

sedangkan bentuk teroksidasi dikenal sebagai alpha lipoic acid. Alpha-lipoic acid

juga mengandung satu karbon asimetrik, yang berarti ada dua kemungkinan

isomer optik yang identik seperti bayangan cermin satu sama lain (R-LA dan S-

LA). Hanya R-isomer yang di sintesis dalam tubuh dan terikat pada protein.
38

Alpha-lipoic acid yang terikat protein dalam bentuk suplemen mungkin berisi baik

R-LA atau 50/50 (rasemat), campuran R-LA dan S-LA (Higdon, 2006).

Gambar 2.1 Struktur Chiral Alpha Lipoic Acid

(Sumber: Islam,2009)

ALA memiliki pusat chiral yang berarti dapat dijumpai dalam bentuk

imajinasi bayangan cermin (S- dan R-alpha-lipoic acid) yang tidak dapat

bersentuhan satu sama lainnya (Hajoway, 2010).

ALA akan bersifat sebagai antioksidan apabila ada kelebihan ALA dalam

sirkulasi tubuh dan dalam keadaan tidak terikat protein, akan tetapi pada

kenyataannya jumlahnya sangat sedikit. ALA juga secara alamiah dapat

dihasilkan dalam jumlah minimal pada tumbuhan maupun binatang kecuali sudah

diproses dalam bentuk suplemen secara oral maupun injeksi (Hajoway, 2010).

Apabila suplemen yang berisi free ALA diberikan pada tubuh maka akan

berfungsi sebagai antioksidan. Free ALA segera ditangkap oleh sel, dan di dalam
39

sel akan direduksi menjadi dihydrolipoic acid (DHLA). Hanya DHLA yang secara

langsung berefek sebagai antioksidan, sedangkan ALA diduga mempunyai efek

sebagai antioksidan secara tidak langsung (Higdon, 2006).

ALA adalah anti oksidan yang dapat bekerja baik di dalam sel (watery

part) maupun di luar sel (fatty part), bekerja dengan melindungi mitokondria dari

efek buruk radikal bebas. ALA dapat ditemukan di beberapa jenis makanan

seperti bayam, brokoli, tomat, peas, brewer’s yeast, brussel sprout, rice bran,

kentang, daging ginjal, daging liver, dan daging jantung. Sebenarnya tubuh

memproduksi asam lipoat untuk memenuhi fungsi metabolik dasar dengan cara

mengubah glukosa menjadi energi pada siklus krebs. (Winarsi, 2007). ALA

adalah kofaktor enzim dari beberapa kompleks enzim di dalam mitokondria yang

dapat mengkatalisis beberapa reaksi yang berhubungan dengan produksi energi,

misalnya mengkatalisis perubahan piruvat menjadi asetil koenzim A pada

kompleks enzim Pyruvat dehidrogenase. Sejak empat puluh tahun lalu, ahli

biologi menemukan bahwa ALA adalah antioksidan kuat yang dapat melawan

efek buruk dari radikal bebas pada berbagai penyakit, seperti penyakit jantung dan

liver, kanker, penuaan sel, dan lainnya (Berkson, 2007).

Lipoat atau bentuk dihidrolipoat dapat bereaksi dengan senyawa oksigen

reaktif seperti radikal superoksida (O 2 -), radikal hidroksil (-OH), HOCL, radikal

peroksil, dan oksigen singlet. Asam lipoat melindungi membran dengan cara

berinteraksi dengan vitamin C dan glutation, serta memanfaatkan kembali radikal

vitamin E. Di sisi lain, senyawa hidroksi lipoat ini juga menunjukkan aktivitas

prooksidan, yaitu dengan cara mereduksi Fe (Winarsi, 2007).


40

Fe3+ DHLA
Fe2+

Fe2+ + H 2 O 2  Fe3+ + OH- + HO.

Fe3+ + H2O2  Fe2+ + OOH. + OH-

ALA meregenerasi vitamin C dengan cara mereduksi bentuk

teroksidasinya menjadi bentuk tereduksi, begitu juga dengan radikal vitamin E

yang dapat diregenerasi secara langsung dengan cara mereduksinya atau secara

tidak langsung melalui bentuk tereduksi vitamin C. ALA meregenerasi glutation

dengan dua cara, yakni melalui peningkatan sistein uptake dari makanan, dan

melalui ekspresi enzim Gamma-Glutamyl Cystein Ligase (GCL) yang berperan

pada sintesa glutation (Hagen, 2012). Glutation dapat menstabilkan struktur

membran dengan cara menghilangkan atau meminimalkan pembentukan asil

peroksida dalam reaksi peroksidasi lipid. Glutation dalam sel eritrosit berperan

sebagai antioksidan untuk mencegah terjadinya oksidasi hemoglobin menjadi

methemoglobin (Winarsi, 2007).

Efek farmakologi ALA, terutama potensinya sebagai antioksidan, ketika

diaplikasikan ke dalam tubuh, ALA akan menampakkan efek seperti obat yang

berefek pada aktivitas antioksidan, misalnya saja dalam menurunkan kadar gula

darah. Secara in vitro, puncak aktivitas antioksidan ALA ditentukan oleh kadar

dan sifat-sifatnya. Dalam hal ini, ada empat sifat antioksidan ALA, yaitu sebagai

pengkelat logam, ROS scavenger, meregenerasi antioksidan endogen, dan

memperbaiki kerusakan oksidatif. ALA memiliki sifat-sifat unik, yaitu mampu

mencegah berkembangnya penyakit. Sebagai contoh, ALA dapat melindungi

hepar dari kerusakan yang disebabkan oleh alkohol, melindungi paru-paru dari
41

paparan asap rokok, memperbaiki penggunaan glukosa pada penderita diabetes

tipe 2, serta menekan neuropati dan katarak (Andreassen, 2001). Beberapa studi

yang dilakukan di Eropa menyatakan bahwa efek anti oksidan ALA dapat dipakai

sebagai suplemen untuk mengatasi berbagai penyakit, seperti hipertensi, CHD,

sindroma metabolik, diabetes, kanker pankreas, penyakit degeneratif, kerusakan

fungsi otak, glaukoma, dan katarak (Berkson, 2007).

ALA dipakai untuk pengobatan penyakit liver yang disebabkan oleh

keracunan jamur, alcohol-induced damage, intoksikasi metal, dan keracunan CCl4

. ALA sangat penting pada jalur metabolik sel hati (termasuk dalam

menghancurkan zat beracun), bekerja dengan cara mengikat radikal bebas dan

meningkatkan sintesa glutation yang merupakan antioksidan utama pada hati.

ALA juga dapat mengaktivasi pembentukan Protein Kinase B (PKB) yang dapat

mencegah apoptosis sel hati akibat kerusakan oksidatif (Hagen, 2012). Berbagai

pakar naturopatik di Jerman berpendapat bahwa ALA merupakan nutrisi penting

untuk hati. Dosis yang dipakai untuk mengatasi kerusakan hati adalah 200-400

mg/ 70 kgbb, tiga kali per hari, dan dikonsumsi pada saat perut kosong. ALA

sebaiknya dikonsumsi 1-2 jam sebelum makan, sebab jika tercampur dengan

makanan, puncak konsentrasi di plasma akan menurun sekitar 20-30% (Hagen,

2012).

ALA juga bermanfaat dalam sejumlah model stres oksidatif seperti injury

ischemia reperfusion, diabetes, pembentukan katarak, aktivasi HIV,

neurodegenerasi, dan injuri radiasi. ALA menghambat transkripsi redox-sensitive


42

transcription factors, yakni NF-kappa B yang berperan pada proses inflamasi

(Hagen, 2012).

Banyak bukti bahwa suplementasi ALA secara oral memicu suatu

kesatuan aktivitas biokimiawi yang unik dengan nilai farmakoterapeutik potensial

untuk mengatasi gangguan-gangguan patofisiologis. Konsumsi ALA dari

makanan belum ditemukan dapat menyebabkan peningkatan free-ALA dalam

plasma atau sel-sel manusia. Sebaliknya, pemberian suplemen ALA oral dapat

diabsorpsi lebih baik dan cepat, sehingga menyebabkan peningkatan kadar free-

ALA dalam plasma dan sel yang signifikan. Penelitian farmakokinetik pada

manusia menemukan bahwa sekitar 30%-40% dosis oral ALA (campuran 50/50

R-LA dan S-LA) diabsorpsi tubuh. Kadar ALA dalam plasma biasanya

memuncak dalam waktu satu jam atau kurang. ALA serta metabolitnya

dieksresikan terutama dalam urin (Higdon, 2006).

2.6.2 Efek ALA Terhadap Berat Badan dan Lemak

Walaupun mekanisme pasti masih belum dapat diketahui, ALA diketahui

memiliki efek yang signifikan terhadap penurunan berat badan dan mencegah

kenaikan berat badan. Dari penelitian yang dilakukan oleh Butler et al., pada

tahun 2009, didapatkan korelasi positif antara dosis ALA dengan efek penurunan

berat badan. Penurunan berat badan ini kemungkinan besar disebabkan adanya

efek anoreksia dari terapi ALA. (Seo et al., 2012). Efek penurunan nafsu makan

tersebut terutama dijumpai pada 2 minggu awal pemberian ALA dan akan

menghilang secara gradual (Butler et al., 2009). Supplementasi ALA juga


43

diketahui dapat menurunkan berat lemak viseral (Timmers et al., 2010). Wang et

al., mendapati adanya peningkatan biogenesis mitokondria dan oksidasi asam

lemak pada otot skeletal. Oksidasi asam lemak akan menyebabkan penggunaan

lemak sebagai energi dalam bentuk ATP, sehingga berat lemak tubuh baik

subkutan maupun viseral dapat bekurang.

Koh et al. (2011) melakukan penelitian terhadap 360 penderita obesitas

dan mendapati efek signifikan terhadap penurunan berat badan pada grup yang

diberikan suplementasi ALA dengan dosis 600mg dan 1200mg dibandingkan

dengan kontrol. Penurunan berat badan berkorelasi positif dengan dosis ALA

yang diberikan.

Carbonelli et al. (2010) mendapatkan penurunan masa lemak tubuh,

penurunan IMT dan lingkar perut pada penderita overweight yang diberikan ALA

dengan dosis 800 mg selama 4 bulan.

Selain efek terhadap penurunan berat badan, diketahui juga bahwa ALA

mampu memperbaiki profil lipid, termasuk penurunan total kolesterol, trigliserida,

LDL, dan meningkatkan HDL (Zhang et al., 2011).

Efek penurunan berat badan dari ALA disebabkan oleh hambatan pada

aktivitas AMP kinase pada hypothalamus. (Kim et al., 2004). AMP kinase

(AMPK) adalah pengatur utama pada metabolisme glukosa dan lipid pada sel.

AMPK akan diaktivasi ketika energi seluler habis. Aktivasi AMPK pada otot

skeletal akan meningkatkan pengambilan glukosa (Hayasi et al., 2000). Aktivasi

AMPK juga akan meningkatkan oksidasi asam lemak bebas melalui hambatan

pada acetyl-coenzyme A carboxylase.


44

AMPK yang teraktivasi akan memberikan sinyal rasa lapar, dan membuat

subjek memiliki rasa ingin makan. Pemberian ALA diketahui akan menghambat

aktivasi AMP kinase pada hipotalamus sehingga menghambat rasa lapar (Kola,

2008). ALA dapat menstimulasi transport glukosa dan sintesa ATP pada jaringan

perifer, dan dapat menghambat aktivasi AMP kinase melalui peningkatan

pengambilan glukosa oleh sel hipotalamus (Kim et al., 2004).

ALA juga diketahui memiliki efek lipolisis. Hormone sensitive lipase

(HSL) adalah lipase intraseluler yang mampu menghidrolisis triasilgliserol,

diasilgliserol, monoasilgliserol, dan kolesterol-ester. Enzim ini berfungsi untuk

memobilisasi cadangan lemak menjadi energi (Kolehmainen et al., 2002). ALA

mampu meningkatkan fosforilasi HSL yang akan memecah lemak menjadi energi

dan mengurangi masa lemak subkutan maupun viseral (Watt et al., 2006;

Fernandez et al., 2012).

2.7 Hewan Coba


2.7.1 Penggunaan tikus ( Rattus Norvegicus) di laboratorium

Penggunaan tikus atau rat ( Rattus Norvegicus) telah diketahui sifat-sifatnya

dengan sempurna, mudah dipelihara, merupakan hewan yang relatif sehat dan

cocok untuk berbagai macam penelitian. Terdapat beberapa galur atau varietas

tikus yang memiliki kekhususan tertentu antara lain galur Sprague-dawley yang

berwarna albino putih berkepala kecil dan ekornya lebih panjang daripada

badannya dan galur Wistar yang ditandai dengan kepala besar dan ekor

lebih pendek (Malole dan Pramono, 1989).


45

Gambar 2.2 Rattus norvegicus galur wistar

Tikus ( Rattus norvegicus ) galur wistar lebih besar dari famili tikus

umumnya dimana tikus ini dapat mencapai 40 cm diukur dari hidung sampai

ujung ekor dan berat 140-500 gram. Tikus betina biasanya memiliki ukuran lebih

kecil dari tikus jantan dan memiliki kematangan seksual pada umur 4 bulan dan

dapat hidup selama 4 tahun ( Kusumawati, 2004)

Dibandingkan dengan tikus liar, tikus laboratorium lebih cepat menjadi

dewasa, tidak memperlihatkan perkawinan musiman, dan umumnya lebih mudah

berkembang biak. Jika tikus liar dapat hidup dapat hidup 4-5 tahun, tikus

laboratorium jarang hidup lebih dari 3 tahun (Smith and Mangkoewidjojo, 1988).

Umumnya berat tikus laboratorium lebih ringan dibandingkan berat tikus

liar. Biasanya pada umur empat minggu beratnya 35-40 gram, dan berat dewasa

rata-rata 200-250 gram, tetapi bervariasi tergantung pada galur. Tikus jantan tua

dapat mencapai 500 gram, tetapi tikus betina jarang lebih dari 350 gram. Tikus

putih (Rattus norvegicus) galur Wistar merupakan salah satu hewan percobaan

yang biasa digunakan dalam berbagai penelitian. Hewan ini telah banyak

diketahui baik sifat, karakteristik, serta struktur anatominya dan zat gizi yang

diperlukannya hampir sama dengan manusia (Smith and Mangkoewidjojo, 1988).


46

Ada dua sifat yang membedakan tikus dari hewan percobaan lain. Tikus

tidak dapat muntah, karena struktur anatomi yang tidak lazim di tempat esofagus

bermuara ke dalam lambung dan tikus tidak mempunyai kandung empedu (Smith

and Mangkoewidjojo, 1988).

2.7.2 Pemantauan Keselamatan Tikus di Laboratorium

Pemantauan keselamatan tikus di laboratorium (Smith and

Mangkoewidjojo, 1988; Ngatidjan, 2006 ) antara lain :

a. Kandang tikus harus cukup kuat tidak mudah rusak, mudah dibersihkan

(satu kali seminggu), mudah dipasang lagi, hewan tidak mudah lepas, harus

tahan gigitan dan hewan tampak jelas dari luar. Alas tempat tidur harus

mudah menyerap air pada umumnya dipakai serbuk gergaji atau sekam padi.

b. Menciptakan suasana lingkungan yang stabil dan sesuai dengan keperluan

fisiologi tikus.(suhu, kelembaban dan kecepatan pertukaran udara yang

ekstrim harus dihindari).

c. Untuk tikus dengan berat badan 200-300 gram luas lantai tiap ekor tikus

adalah 600 cm2, tinggi 20,0 cm.

d. Tikus harus diperlakukan dengan kasih saying

2.7.3 Tikus Obesitas

Kriteria obesitas pada tikus bisa didapatkan dengan perhitungan :


47

- Indeks Massa Tubuh

BB (gram)
IMT = ___________________________________________
Panjang nasoanal (cm) x Panjang nasoanal (cm)

Tikus dinyatakan obesitas jika nilai IMT > 0,68 (Novelli et al., 2007)

- Kriteria Lee

Indeks Obesitas Lee = √Berat Badan (gram) x 10


───────────────
Panjang naso anal (mm)

Tikus dinyatakan obesitas jika nilai indeks obesitas Lee > 0,3 (Campos et

al., 2008). Untuk penelitian ini dipakai kriteria obesitas menurut Lee. Dengan

perhitungan menggunakan indeks obesitas Lee, berat badan tikus dewasa usia 4-5

bulan rata-rata yang dinyatakan sebagai obesitas adalah lebih dari 250 gram.

Semua subjek penelitian diinduksi menjadi obesitas dengan diet tinggi kalori

(tinggi karbohidrat dan tinggi lemak) ad libitum selama delapan minggu. Berat

badan tikus diukur dengan timbangan dan untuk panjang naso anal tikus diukur

dengan sentimeter dimana tikus ditenangkan terlebih dahulu, dalam keadaan

punggung tikus lurus kemudian diukur panjang naso anal.

2.7.4 Aktivitas Fisik Pada Tikus

Berdasarkan penelitian, waktu latihan intensitas berat pada tikus sehingga

timbul kelelahan (tenggelam) didapatkan lama waktunya 60 menit (Jawi, 2002).

Menurut Pangkahila (2009), latihan intensitas sedang adalah 30% dari intensitas

berat. Jadi 30% x 60 menit = 18 menit. Sehingga diperlukan sekitar 18 menit (di-

bulatkan 20 menit). Vitariana (2010) melakukan penelitian untuk mencari waktu


48

yang tepat dalam menentukan waktu latihan untuk intensitas sedang. Dalam

percobaan tersebut didapatkan waktu latihan selama 60 menit tikus tampak

mengalami kelelahan dan mau tenggelam; dalam waktu 30 menit tikus tampak

mengalami kelelahan; dalam waktu 20 menit tikus masih bisa berenang tapi tidak

mengalami kelelahan.
BAB III

KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTHESIS

3.1 Kerangka Berpikir

Berdasarkan teori yang dikemukakan diatas, salah satu penyebab dari

obesitas adalah karena adanya ketidakseimbangan energi, antara energi yang

dikonsumsi dengan energi yang dipakai. Energi yang dikonsumsi didapatkan dari

makanan yang masuk ke dalam tubuh, dapat berupa karbohidrat, protein, maupun

lemak. Sedangkan pemakaian energi (energy expenditure) bergantung pada energi

untuk fungsi fisiologis dasar, energi untuk memproses makanan dan aktivitas

fisik.

Kelebihan berat badan dan obesitas adalah suatu penyakit yang disebabkan

oleh multifaktor, diantaranya adalah akibat kelebihan konsumsi energi yang

didapatkan dari makanan maupun minuman, serta kurangnya aktivitas fisik untuk

menjaga keseimbangan energi.

WHO menyatakan definisi kelebihan berat badan jika IMT ≥ 25, dan

dinyatakan obesitas jika IMT ≥ 30. Sedangkan pedoman di Asia pasifik, dikatakan

kelebihan berat badan jika IMT ≥ 23 dan obesitas jika ≥ 25.

Aktivitas fisik sangat berperan dalam menjaga keseimbangan energi di

dalam tubuh kita. Olah raga merupakan salah satu bagian dari aktivitas fisik. Olah

raga maupun aktivitas fisik yang dilakukan secara teratur memiliki banyak

manfaat seperti menjaga kesehatan jantung dan organ tubuh lainnya, namun juga

memiliki dampak yang sangat besar dalam menjaga dan menurunkan berat badan.

49
50

Selain aktivitas fisik, diketahui pemberian supplementasi dengan zat

tertentu maupun dengan pengobatan medikamentosa dapat membantu

menurunkan berat badan. Alpha lipoic acid atau ALA merupakan senyawa

antioksidan yang memiliki efek membantu menurunkan berat badan.

Efek penurunan berat badan dari ALA disebabkan oleh hambatan pada

aktivitas AMP kinase pada hypothalamus. AMP kinase (AMPK) adalah pengatur

utama pada metabolisme glukosa dan lipid pada sel. AMPK akan diaktivasi ketika

energi seluler habis. Aktivasi AMPK pada otot skeletal akan meningkatkan

pengambilan glukosa. Aktivasi AMPK juga akan meningkatkan oksidasi asam

lemak bebas melalui hambatan pada acetyl-coenzyme A carboxylase.

AMPK yang teraktivasi akan memberikan sinyal rasa lapar, dan membuat

subjek memiliki rasa ingin makan. Pemberian ALA diketahui akan menghambat

aktivasi AMP kinase pada hipotalamus sehingga menghambat rasa lapar. ALA

dapat menstimulasi transport glukosa dan sintesa ATP pada jaringan perifer, dan

dapat menghambat aktivasi AMP kinase melalui peningkatan pengambilan

glukosa oleh sel hipotalamus.

ALA juga diketahui memiliki efek lipolisis. Hormone sensitive lipase

(HSL) adalah lipase intraseluler yang mampu menghidrolisis triasilgliserol,

diasilgliserol, monoasilgliserol, dan kolesterol-ester. Enzim ini berfungsi untuk

memobilisasi cadangan lemak menjadi energi (Kolehmainen et al., 2002). ALA

mampu meningkatkan fosforilasi HSL yang akan memecah lemak menjadi energi

dan mengurangi masa lemak subkutan maupun viseral (Watt et al., 2006;

Fernandez et al., 2012).


51

3.2 Konsep Penelitian

-Pemberian Alpha Lipoic Acid


-Latihan Intensitas Sedang

Faktor Internal: Faktor Eksternal:


- Umur - Gaya Hidup
- Jenis kelamin
- Konsumsi
- IMT
- Kebugaran Fisik makanan
- Genetik
- Aktivitas Fisik
- Hormonal
- Lingkungan

Tikus Wistar Jantan Obesitas


- Penurunan berat
badan
- Penurunan lemak
subkutan abdominal
- Penurunan lemak
i l bd i l

Gambar 3.1 Konsep Penelitian

.
52

3.3 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka berpikir dan kerangka konsep diatas, maka dapat

dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut :

1. Pemberian ALA secara oral dengan latihan fisik intensitas sedang dapat

menurunkan berat badan lebih banyak daripada latihan fisik intensitas

sedang saja pada tikus wistar jantan dengan obesitas.

2. Pemberian ALA secara oral dengan latihan fisik intensitas sedang dapat

menurunkan berat lemak subkutan abdominal lebih banyak daripada

latihan fisik intensitas sedang saja pada tikus wistar jantan dengan

obesitas.

3. Pemberian ALA secara oral dengan latihan fisik intensitas sedang dapat

menurunkan berat lemak visceral abdominal lebih banyak daripada latihan

fisik intensitas sedang saja pada tikus wistar jantan dengan obesitas.
BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian

Rancangan Penelitian merupakan penelitian eksperimental dengan

rancangan post test only control group design (Federer, 2008). Skema penelitian

digambarkan sebagai berikut : P0


O1

P1
P S R O2

P2
O3

Gambar 4.1 Rancangan Penelitian

Keterangan:

P : Populasi

S : Sampel

R : Randomisasi Sampel

P0 : Perlakuan kelompok kontrol dengan makanan standard setelah tikus

menjadi obesitas

P1 : Perlakuan kelompok perlakuan dengan makanan standard dan latihan

fisik intensitas sedang setelah tikus menjadi obesitas

53
54

P2 : Perlakuan kelompok perlakuan dengan makanan standard dan latihan

fisik intensitas sedang dan pemberian ALA setelah tikus menjadi obesitas

O1 : Observasi berat badan, lemak subkutan abdominal dan lemak viseral

abdominal kelompok kontrol post test

O2 : Observasi berat badan, lemak subkutan abdominal dan lemak viseral

abdominal kelompok perlakuan 1 post test

O3 : Observasi berat badan, lemak subkutan abdominal dan lemak viseral

abdominal kelompok perlakuan 2 post test

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Farmakologi Fakultas

Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar. Penelitian dilaksanakan dalam waktu

13 minggu, yang terdiri dari :

Minggu 1 : adaptasi tikus dan persiapan

Minggu 2 – 9 : perlakuan tikus sehingga menjadi obesitas

Minggu 10 – 13 : perlakuan pada tikus dan pengukuran berat badan tiap minggu

Minggu 14 : satu hari untuk penimbangan berat badan, berat lemak subkutan dan

viseral abdominal post perlakuan.


55

4.3 Populasi dan Kriteria Sampel Penelitian

4.3.1 Sampel penelitian

Dalam penelitian ini digunakan tikus dengan kriteria sebagai berikut :

tikus putih (Rattus Norvegicus) galur Wistar, jantan, dewasa yang sehat, obesitas

(berat lebih dari 250 gram) , berumur 4-5 bulan.

4.3.2 Kriteria Sampel

1. Kriteria inklusi

Kriterian inklusi yang digunakan dalam penelitian ini adalah Tikus putih (

Rattus Norvegicus) galur Wistar , jantan, sehat, umur 4-5 bulan dan obesitas

dengan berat badan minimal 250 gram .

2. Kriteria drop out

Tikus putih sakit atau mati.

4.3.3 Besar Sampel

Pada penelitian ini perhitungan jumlah sampel dihitung dengan

menggunakan rumus Federer (2008)

(n –: 1) x (t – 1) ≥15
Keterangan

n = jumlah sampel

t = jumlah perlakuan

Perhitungan :

(n – 1) x (3 – 1) ≥15

(n – 1) x 2 ≥15
56

2n – 2 ≥15

2n ≥17

n ≥ 8.5

Untuk mengantisipasi adanya sampel yang drop out maka ditambah 10%,

sehingga jumlah cadangan tikus = 10% x 8.5 = 0.85 ≈ 1 ekor. Jadi sampel yang

diperlukan adalah 10 ekor per kelompok, sehingga jumlah sampel yang diperlukan

untuk 3 kelompok perlakuan adalah 30 ekor.

4.4. Variabel Penelitian

4.4.1. Klasifikasi Variabel

1. Variabel bebas : ALA dan latihan fisik intensitas sedang.

2. Variabel tergantung: berat badan, berat lemak subkutan abdominal, dan berat

lemak viseral abdominal.

3. Variabel kendali : diet tinggi kalori , jenis tikus, umur tikus, galur Wistar, berat

badan tikus, panjang naso-anal tikus, jenis kelamin tikus putih .

4.4.2 Definisi Operasional


1. ALA 100 mg adalah dosis antioksidan Alpha Lipoic Acid dengan merk dagang

Alpha Lipoic Acid® dari GNC dalam bentuk tereduksinya yakni Dihidro

Lipoic Acid (DHLA) dengan sisi R-Isomer yang dapat mereduksi radikal

bebas dalam darah. Dosis yang diberikan mengikuti penelitian sebelumnya

yang dilakukan oleh Seo et al. (2012) yaitu 0.5% wt./wt. berat badan. Dengan

perhitungan dari indeks Lee didapatkan berat badan tikus yang obesitas

adalah kira-kira 250 gram. Dengan demikian, dosis yang diberikan adalah
57

0.5% wt./wt. ALA x 250 gram = 15 mg perhari. ALA diberikan per sonde

(force feeding) satu kali sehari.

2. Latihan Intensitas sedang Latihan intensitas sedang meliputi;

a. Renang di dalam ember berdiameter 35 cm, dengan kedalaman air

20 cm.

b. Frekuensi : setiap hari.

c. Durasi : selama 20 menit. Berdasarkan penelitian waktu latihan

intensitas berat pada tikus sehingga timbul kelelahan (tenggelam) didapatkan

lama waktunya 60 menit (Jawi, 2002). Untuk latihan intensitas sedang; 30%

dari intensitas berat. Jadi 30% x 60 menit = 18 menit. Sehingga diperlukan

sekitar 18 menit (dibulatkan 20 menit) (Pangkahila, 2009). Pada Penelitian

pendahuluan untuk mencari waktu yang tepat dalam menentukan waktu latihan

untuk intensitas sedang dalam percobaan mencit direnangkan didapatkan

bahwa waktu latihan selama 60 menit tikus tampak mengalami kelelahan dan

mau tenggelam; dalam waktu 30 menit tikus tampak mengalami kelelahan;

dalam waktu 20 menit tikus masih bisa berenang tapi tidak mengalami

kelelahan (Vitariana, 2010).

3. Berat badan, diukur dengan timbangan tikus merk Tanita.

4. Berat lemak abdomen adalah berat lemak viseral dan berat lemak subkutan

abdomen.

5. Berat lemak viseral abdomen adalah lemak yang terdapat di daerah

intraperitoneal, mencakup lemak omental dan mesenterik, diukur dengan

timbangan merk Sartorius yang memiliki kepekaan sampai dengan 0,0001.


58

6. Berat lemak subkutan abdomen adalah lemak yang terdapat di lapisan subkutan

di daerah di antara ruas tulang punggung thoracalis dan ruas tulang punggung

coccygeal, diukur dengan timbangan merk Sartorius yang memiliki kepekaan

sampai dengan 0,0001.

7. Tikus wistar jantan adalah hewan percobaan tikus jenis Rattus norvegicus, galur

wistar, jenis kelamin jantan, yang sehat, berusia 4-5 bulan dengan berat kira-

kira 250 gram (kriteria indeks Lee >0.3).

8. Diet tinggi karbohidrat dan lemak adalah diet yang terdiri dari karbohidrat 55%,

lemak 35%, protein 10% yang didapat dari Laboratorium Farmakologi

Universitas Udayana, Denpasar, Bali.

4.5 Alat dan Bahan Penelitian

1. ALA dengan merk dagang Alpha Lipoic Acid ® 100mg GNC

2. Gliserin

3. Diet tinggi karbohidrat dan lemak yang terdiri dari: karbohidrat 55%, lemak

35%, protein 10% yang didapat dari Laboratorium Farmakologi Universitas

Udayana, Denpasar, Bali.

4. Sonde

5. Timbangan tikus merk Tanita

6. Timbangan merk Sartorius

7. Buku untuk mencatat data

8. Ember dan air


59

4.6 Prosedur Penelitian

4.6.1 Sebelum Perlakuan

1. Dari populasi tikus Wistar, dipilih 30 ekor tikus yang sesuai dengan kriteria

inklusi untuk dijadikan sampel. Tikus sampel ini diadaptasikan terlebih dahulu

selama 7 hari.

2. Kandang yang digunakan untuk memelihara tikus percobaan berupa bak plastik

berukuran 50x40x20 cm dan pada bagian atas diberi penutup kawat, di dalam

kandang terdapat tempat makanan dan botol minuman, serta pada dasar bak

diberikan sekam padi untuk menyerap kotoran tikus. Setiap kandang berisi satu

ekor tikus.

3. Semua tikus percobaan diaklimatisasi di Laboratorium Patologi Fakultas

Kedokteran Hewan Universitas Udayana. Tikus di kandangkan dan diberikan

makanan tinggi kalori sehari dua kali selama 60 hari, dan diberi minum secara ad

libitum juga.

4. Tikus ditempatkan pada kondisi 12 jam pada pagi hari tanpa lampu, sedangkan

pada 12 jam berikutnya (malam hari) diberi penerangan berupa lampu kuning 10

watt. Suhu kandang dijaga pada kisaran suhu 25°C dan kelembaban 70%,

kebersihan dan kenyamanan kandang harus selalu dijaga dan tikus diperlakukan

dengan kasih sayang.

5. Selama 8 minggu, ketiga kelompok tikus akan diberikan diet tinggi lemak

tinggi karbohidrat dengan komposisi karbohidrat 55%, lemak 35%, protein 10%
60

yang didapat dari Laboratorium Farmakologi Universitas Udayana, Denpasar,

Bali.

4.6.2 Pelaksanaan Penelitian

1. Setelah 8 minggu, akan didapatkan tikus obese dengan berat badan lebih dari

250 gram. Kemudian tikus dibagi menjadi 3 kelompok (masing-masing 10 ekor

tikus) secara random dan makanan ketiga kelompok tikus tersebut diganti

menjadi makanan standar.

P0 (kelompok kontrol) : tidak mendapat perlakuan apapun selama 4 minggu.

P1 (kelompok 1) : tikus melakukan latihan fisik intensitas sedang berupa

renang di dalam ember berisi air dengan durasi 20 menit setiap hari selama 4

minggu.

P2 (kelompok 2) : tikus melakukan latihan fisik intensitas sedang berupa

renang di dalam ember berisi air dengan durasi 20 menit setiap hari dan

diberikan ALA personde satu kali sehari dengan dosis 15mg setiap hari selama

4 minggu.

2. Setelah 4 minggu pada ketiga kelompok dilakukan penimbangan berat badan

dengan menggunakan timbangan Taniata. Setelah dilakukan penimbangan,

ketiga kelompok tikus dibunuh dengan cara dianestesi secara inhalasi dengan

chloroform. Setelah itu dilakukan pembedahan, dimana rongga abdomen

dibuka, dicari, dan dipisahkan lemak subkutan abdominal yang terdapat di

lapisan subkutan di daerah di antara ruas tulang punggung thoracalis dan ruas
61

tulang punggung coccygeal, kemudian diukur dengan timbangan merek

Sartorius. Untuk lemak viseral abdominal diambil lemak yang terdapat di

daerah intraperitoneal, mencakup lemak omentum dan mesenterik, diukur

dengan timbangan merk Sartorius.


62

4.7 Alur Penelitian

Tikus Wistar
(Hewan Coba)

Adaptasi selama tujuh hari

Tikus diberi diet tinggi kalori selama 8 minggu

Pemilihan tikus yang memenuhi syarat obesitas

Kontrol Kelompok 1 Kelompok 2

Tikus diberi diet Tikus diberi diet standar Tikus diberi diet standar,
standar setiap hari dan latihan fisik intensitas latihan fisik intensitas sedang
selama 28 hari sedang selama 28 hari dan ALA selama 28 hari

Berat badan
Berat Lemak Subkutan Abdominal
Berat Lemak Viseral Abdominal

Analisis Data

Gambar 4.2 Alur Penelitian


63

4.8. Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis dengan langkah sebagai berikut:

Data yang diperoleh dari penelitian akan dianalisis dan diolah dengan

langkah – langkah sebagai berikut :

1. Analisis deskriptif

Semua data dianalisis secara deskriptif. Analisis deskriptif dilakukan

sebagai dasar untuk statistik analistik ( uji hipotesis ) untuk mengetahui

karakteristik data yang dimiliki.

2. Analisis normalitas

Data uji normalitas dengan menggunakan Shaphiro – wilk karena sampel

yang digunakan kurang dari 30 sampel. Data berdistribusi normal

(p>0,05).

3. Uji homogenitas

Uji homogenitas dilakukan dengan homogenity of variance test dengan

Lavene’s test dan bersifat homogen (nilai p>0,05).

4. Uji komparasi untuk mengetahui perbedaan rerata berat badan, berat

lemak subkutan dan lemak viseral abdominal antar kelompok sesudah

perlakuan dengan ketentuan sebagai berikut :

Data berdistribusi normal (p>0,05) dan homogen kemudian dilakukan

analisis komparabilitas dengan T-independence test, analisi kemaknaan

dengan one way Annova test dan dilanjutkan dengan LSD untuk

mengetahui perbedaan individual antar kelompok


BAB V

HASIL PENELITIAN

Penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan menggunakan

completely randomized menggunakan Post-test only Control Group Design yang

menggunakan 30 ekor tikus putih (Rattus norvegicus) jantan, galur Wistar, sehat,

umur 4-5 bulan dan obesitas dengan berat badan minimal 250 gram yang terbagi

menjadi 3 (tiga) kelompok masing-masing berjumlah 10 ekor tikus, yaitu

kelompok kontrol (P0) tidak mendapat perlakuan apapun, kelompok perlakuan 1

(P1) yang diberikan latihan fisik intensitas sedang berupa renang di dalam ember

berisi air dengan durasi 20 menit setiap hari selama 4 minggu, dan kelompok

perlakuan 2 (P2) yang diberikan latihan fisik intensitas sedang berupa renang di

dalam ember berisi air dengan durasi 20 menit setiap hari dan diberikan ALA

personde satu kali sehari dengan dosis 15 mg setiap hari selama 4 minggu. Hasil

penelitian ini kemudian dianalisis dan disajikan menggunakan hasil analisis

deskriptif, normalitas data, homogenitas data, dan uji komparabilitas.

5.1 Analisis Deskriptif

Rerata berat badan, berat lemak subkutan abdominal, dan berat lemak

viseral abdominal setelah 4 minggu perlakuan (posttest). Hasil analisis deskriptif

berat badan, berat lemak subkutan abdominal, dan berat lemak viseral abdominal

pada masing-masing kelompok disajikan pada Tabel 5.1.

64
65

Tabel 5.1
Hasil Analisis Deskriptif Data
Kelompok Rerata Minimum Maksimum
Variabel N SB
Subjek (gram) (gram) (gram)
P0 10 279,10 5,84 269 286
Berat badan P1 10 257,90 10,31 243 279
P2 10 213,90 8,92 201 231
P0 10 1,99 0,49 1,3 2,9
Berat lemak subkutan
P1 10 1,46 0,31 1,0 2,0
abdominal
P2 10 0,66 0,24 0,3 0,9
P0 10 2,19 0,76 1,1 3,2
Berat lemak viseral
P1 10 1,46 0,49 0,9 2,4
abdominal
P2 10 0,79 0,46 0,3 1,6

Gambar 5.1

Perbandingan Rerata Berat Badan antar Kelompok


66

Gambar 5.2

Perbandingan Rerata berat Lemak Subkutan Abdominal antar Kelompok

Gambar 5.3

Perbandingan Rerata Berat Lemak Viseral Abdominal antar Kelompok


67

5.2 Uji Normalitas Data

Rerata berat badan, berat lemak subkutan abdominal, dan berat lemak

viseral abdominal setelah 4 minggu perlakuan (posttest) diuji normalitasnya

dengan uji Shapiro-Wilk. Hasilnya menunjukkan bahwa data berdistribusi normal

(p>0,05) (Tabel 5.2).

Tabel 5.2
Hasil Uji Normalitas Data Antar Kelompok

Kelompok
Variabel N p Keterangan
Subjek
P0 10 0,309 Normal
Berat badan P1 10 0,429 Normal
P2 10 0,871 Normal
P0 10 0,713 Normal
Berat lemak subkutan
P1 10 0,940 Normal
abdominal
P2 10 0,068 Normal
P0 10 0,464 Normal
Berat lemak viseral
P1 10 0,341 Normal
abdominal
P2 10 0,061 Normal
n = jumlah sampel; p = taraf signifikansi

5.3 Uji Homogenitas Data antar Kelompok

Rerata berat badan, berat lemak subkutan abdominal, dan berat lemak

viseral abdominal setelah 4 minggu perlakuan (posttest) diuji homogenitasnya

dengan menggunakan uji Lavene’s test. Hasil menunjukkan bahwa varian data

hasil penelitian adalah homogen (p>0,05). Data disajikan pada Tabel 5.3.
68

Tabel 5.3
Hasil Uji Homogenitas Data Antar Kelompok

Variabel N p Keterangan

Berat badan 30 0,576 Homogen

Berat lemak subkutan abdominal 30 0,094 Homogen

Berat lemak viseral abdominal 30 0,072 Homogen

N = jumlah sampel; p = taraf signifikansi

5.4 Uji Komparabilitas

Analisis komparabilitas ini bertujuan untuk membandingkan rerata berat

badan, berat lemak subkutan abdominal, dan berat lemak viseral abdominal

setelah 4 minggu perlakuan (posttest). Hasil analisis kemaknaan diuji dengan uji t-

independence pada Tabel 5.4.

Tabel 5.4
Rerata Nilai Variabel antar Kelompok Sesudah Perlakuan
Kelompok Rerata
Variabel N SB F p
Subjek (gram)
P0 10 279,10 5,84
Berat badan P1 10 257,90 10,31 150,776 0,000
P2 10 213,90 8,92
P0 10 1,99 0,49
Berat lemak subkutan
P1 10 1,46 0,31 34,029 0,000
abdominal
P2 10 0,66 0,24
P0 10 2,19 0,76
Berat lemak viseral
P1 10 1,46 0,49 14,110 0,000
abdominal
P2 10 0,79 0,46
SB = Simpangan Baku; F = F-test; p = signifikansi

Tabel 5.4 menunjukkan rerata berat badan sesudah 4 minggu perlakuan

kelompok kontrol (P0) adalah 279,10±5,84 gram, pada kelompok P1 adalah


69

257,90±10,31 gram, dan pada kelompok P2 adalah 213,90±8,92 gram. Analisis

kemaknaan dengan One Way Anova menunjukkan bahwa nilai F= 150,776 dan

nilai p= 0,000. Rerata berat lemak subkutan abdominal sesudah 4 minggu

perlakuan kelompok kontrol (P0) adalah 1,99±0,49 gram, pada kelompok P1

adalah 1,46±0,31 gram, dan pada kelompok P2 adalah 0,66±0,24 gram. Analisis

kemaknaan dengan One Way Anova menunjukkan bahwa nilai F= 34,029 dan

nilai p= 0,000. Rerata berat lemak viseral abdominal sesudah 4 minggu perlakuan

kelompok kontrol (P0) adalah 2,19±0,76 gram, pada kelompok P1 adalah

1,46±0,49 gram, dan pada kelompok P2 adalah 0,79±0,46. Analisis kemaknaan

dengan One Way Anova menunjukkan bahwa nilai F= 14,110 dan nilai p= 0,000.

Hal ini berarti rerata berat badan, berat lemak subkutan abdominal, dan

berat lemak viseral abdominal setelah 4 minggu perlakuan (posttest) antar

kelompok kontrol (P0), kelompok perlakuan 1 (P1) dan kelompok perlakuan 2

(P2) berbeda sangat bermakna (p<0,01). Uji lanjutan untuk mengetahui perbedaan

individual antar kelompok dengan menggunakan Least Significance Difference

(LSD) test (Tabel 5.5).


70

Tabel 5.5
Analisis LSD Perbandingan Rerata Variabel antar Kelompok

Variabel Kelompok I Kelompok II Rerata Perbedaan p


P0 P1 21,200* 0,000
P2 65,200* 0,000
P1 P0 -21,200* 0,000
Berat badan
P2 44,000* 0,000
P2 P0 -65,200* 0,000
P1 -44,000* 0,000
P0 P1 0,5300* 0,003
P2 1,3300* 0,000
Berat lemak subkutan P1 P0 -0,5300* 0,003
abdominal P2 0,8000* 0,000
P2 P0 -1,3300* 0,000
P1 -0,8000* 0,000
P0 P1 0,7300* 0,010
P2 1,4000* 0,000
Berat lemak viseral P1 P0 -0,7300* 0,010
abdominal P2 0,6700* 0,017
P2 P0 -1,4000* 0,000
P1 -,6700* 0,017
*Berbeda bermakna (p<0,05) secara statistik diuji menggunakan Least Significaance
Difference Test (LSD)

Hasil analisis lanjutan menggunakan LSD menunjukkan bahwa ketiga

kelompok memiliki rerata berat badan, berat lemak subkutan abdominal dan berat

lemak viseral abdominal yang berbeda setelah 4 minggu perlakuan (p<0,05). Hasil

ini menunjukkan bahwa rerata berat badan dan berat lemak viseral abdominal

pada kelompok P0 adalah yang paling tinggi, disusul oleh kelompok P1 dan

kelompok P2 memiliki rerata berat badan dan berat lemak viseral abdominal yang

paling rendah.
BAB VI

PEMBAHASAN

6.1 Subyek Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni dengan metode

Posttest Only Control Group Design. Data dikumpulkan dari 30 ekor tikus putih

(Rattus norvegicus) jantan, galur Wistar, sehat, umur 4-5 bulan dan obesitas

dengan berat badan minimal 250 gram. Penelitian dilakukan di Laboratory

Animal Unit Bagian Farmakologi, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.

Semua tikus yang memenuhi kriteria obesitas sebanyak 30 ekor tikus dibagi

menjadi 3 kelompok, yaitu kelompok kontrol (P0) tidak mendapat perlakuan

apapun, kelompok perlakuan 1 (P1) yang diberikan latihan fisik intensitas sedang

berupa renang di dalam ember berisi air dengan durasi 20 menit setiap hari selama

4 minggu, dan kelompok perlakuan 2 (P2) yang diberikan latihan fisik intensitas

sedang berupa renang di dalam ember berisi air dengan durasi 20 menit setiap hari

dan diberikan ALA personde satu kali sehari dengan dosis 15 mg setiap hari

selama 4 minggu. Setelah 4 minggu perlakuan dilakukan pemeriksaan berat

badan, berat lemak subkutan abdominal, dan berat lemak viseral abdominal.

Penggunaan tikus sebagai subjek disebabkan karena tikus merupakan

hewan yang memiliki banyak persamaan secara biologis terhadap manusia. Tikus

merupakan salah satu hewan coba dalam penelitian berbasis percobaan nutrisi.

Ada dua sifat yang membedakan tikus dari hewan percobaan lain, yaitu bahwa

tikus tidak dapat muntah karena struktur anatomi yang tidak lazim di tempat

71
72

esofagus yang bermuara ke dalam lambung, serta tidak memiliki kantong empedu.

Karakteristik tikus yaitu tidak memiliki kantung empedu, tidak dapat

memuntahkan kembali isi perutnya, tidak pernah berhenti tumbuh, namun

kecepatannya akan menurun setelah berumur 100 hari. Penggunaan tikus Wistar

(Rattus norvegicus) telah diketahui sifat-sifatnya dengan sempurna mudah

dipelihara dan cocok untuk berbagai macam penelitian. Sedangkan penggunaan

tikus Wistar berjenis kelamin jantan dikarenakan tikus jantan tidak terpengaruh

oleh siklus menstruasi seperti pada tikus Wistar betina, dimana pada tikus yang

menstruasi akan terjadi perubahan hormonal yang akan memberi efek pada berat

badan, berat lemak subkutan abdominal, dan berat lemak viseral abdominal

(Smith dan Mangkoewidjojo, 1988).

6.2 Pengaruh Latihan Fisik Intensitas Sedang Terhadap Berat Badan,

Berat Lemak Subkutan Abdominal, dan Berat Lemak Viseral Abdominal

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi penurunan berat badan yang

signifikan sesudah 4 minggu perlakuan yaitu pada kelompok kontrol (P0) adalah

279,10±5,84 gram dan pada kelompok P1 adalah 257,90±10,31 gram (p<0,01).

Selain itu, rerata berat lemak subkutan abdominal juga mengalami penurunan

sesudah 4 minggu perlakuan jika dibandingkan pada kelompok kontrol (P0)

adalah 1,99±0,49 gram dan pada kelompok P1 adalah 1,46±0,31 gram (p<0,01).

Rerata berat lemak viseral abdominal sesudah 4 minggu perlakuan kelompok

kontrol (P0) adalah 2,19±0,76 gram dan pada kelompok P1 adalah 1,46±0,49

gram (p<0,01).
73

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan

sebelumnya oleh Amalia (2005) yang menunjukkan bahwa latihan fisik secara

teratur yang dilakukan minimal 6 sampai 8 minggu dengan durasi latihan minimal

30 menit akan menyebabkan penurunan berat badan dengan rerata 1,8 kg. Selain

itu, penelitian lain menunjukkan hasil yang serupa bahwa ada hubungan antara

aktivitas fisik dengan penurunan berat badan (p=0,000) (Febrina, 2007).

Perlakuan latihan fisik (renang) selama 18 minggu pada tikus menunjukkan

bahwa latihan lebih banyak menyebabkan penurunan berat badan. Penurunan

berat badan sebagai pengaruh dari olahraga bersamaan dengan penurunan massa

lemak, lingkar perut, dan kadar kolesterol (Sudibjo, 2009). Purwanto (2011)

menyatakan bahwa dalam kurun waktu 12 minggu setelah melakukan senam

aerobik, persentase lemak badan menurun secara bermakna sebesar 3,42%.

Aktivitas otot merupakan salah satu jalan untuk memindahkan lemak dari

jaringan adipose kemudian membakarnya menjadi energi di otot (Irving et al.,

2008). Pelatihan fisik dapat mengurangi presentasi lemak tubuh dan

meningkatkan massa otot, serta meningkatkan presentasi jaringan non-lemak.

Selain itu disebutkan pula bahwa program olahraga aerob dapat mengurangi risiko

penyakit yang dihubungkan dengan obesistas (Sheerwood, 2012).

Aktivitas fisik memfasilitasi mobilisasi dan oksidasi lemak terutama pada

jaringan adipose viseral yang akan menyebabkan penurunan kadar lemak tubuh

karena meningkatnya metabolisme basal pada sel-sel tubuh (Dewi et al., 2015).

Individu yang terlatih memiliki otot yang berkapiler dan bermitokondria lebih

banyak serta dapat meningkatkan kapasitas untuk menyimpan karbohidrat dan


74

mengoksidasi lemak (Psilander, 2014). Peningkatan penggunaan lemak sebagai

energi pada latihan endurance terjadi selama latihan submaksimal (Gropper et al.,

2009). Faktor lain yang berperan pada oksidasi lemak adalah proliferasi kapiler

otot skelet yang meningkatkan pelepasan asam lemak ke otot, peningkatan

karnitin transferase yang memudahkan transportasi asam lemak melewati

membran mitokondria, dan peningkatan asam lemak pengikat protein yang

mengatur transportasi asam lemak miosit (Horowitz dan Klein, 2000).

Oksidasi asam lemak menghalangi penggunaan glukosa dan glikolisis di

dalam otot skelet. Kebanyakan asam lemak yang dioksidasi selama latihan dengan

intensitas rendah (25% VO2 max) berasal dari asam lemak plasma. Seiring

peningkatan intensitas latihan, terjadi peningkatan intramuscular triasilgliserol

mencapai sekitar setengah total lemak yang teroksidasi. Total lemak yang

teroksidasi selama latihan dengan intensitas tinggi (> 70% VO2 max) lebih rendah

dibandingkan saat latihan dengan intensitas menengah meskipun pengeluaran

energi selama latihan tersebut tergolong tinggi (Horowitz dan Klein, 2000). Selain

pengaruh intensitas latihan, kecepatan oksidasi lemak juga dipengaruhi oleh

durasi latihan yang dilakukan pada setiap intensitas. Perubahan lemak menjadi

energi meningkat ketika latihan dilakukan pada periode waktu yang lama (Achten

et al., 2002).

Menurut Maughan et al. (2007) kehilangan berat badan dapat berasal dari

oksidasi substrat dalam tubuh, oksidasi air, dan hilangnya air akibat pelepasan

glikogen. Oksidasi substrat dalam tubuh adalah oksidasi bahan bakar metabolik

(karbohidrat, lemak, dan protein) saat latihan. Oksidasi tersebut menghasilkan


75

karbondioksida yang hilang saat bernapas dan menyisakan air yang terhitung

sebagai berat badan. Oksidasi substrat yang terjadi kemudian menghasilkan

oksidasi air. Air dapat hilang akibat pelepasan glikogen. Glikogen dalam jaringan

berkaitan dengan sejumlah air, ketika glikogen otot banyak berkurang selama

latihan maka beberapa air tidak akan berikatan dengan glikogen dan menyebabkan

perubahan berat badan.

6.3 Pengaruh Pemberian ALA Terhadap Berat Badan, Berat Lemak

Subkutan Abdominal, dan Berat Lemak Viseral Abdominal

Antioksidan Alpha Lipoic Acid (ALA) merupakan asam lemak yang berisi

komponen sulfur yang dijumpai pada setiap sel, merupakan kofaktor pada

aktivitas mitokondria dan berperan dalam metabolisme yang membantu

mengkonversi glukosa menjadi energi di dalam sel. Beberapa penelitian yang

pernah dilakukan pada tikus menunjukkan bahwa antioksidan dapat membantu

proses penurunan berat badan tikus.

Pernyataan tersebut diperkuat oleh hasil penelitian ini. Dalam penelitian

ini pemberian ALA pada kelompok P2 terbukti dapat memperkuat efek pelatihan

fisik intensitas sedang dalam menurunkan berat badan, berat lemak subkutan

abdominal, dan berat lemak viseral abdominal. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa sesudah 4 minggu perlakuan rerata berat badan kelompok kontrol (P0)

adalah 279,10±5,84 gram, pada kelompok P1 adalah 257,90±10,31 gram, dan

pada kelompok P2 adalah 213,90±8,92 gram (p<0,01). Selain itu, rerata berat

lemak subkutan abdominal juga mengalami penurunan sesudah 4 minggu

perlakuan jika dibandingkan pada kelompok kontrol (P0) adalah 1,99±0,49 gram,
76

pada kelompok P1 adalah 1,46±0,31 gram, dan pada kelompok P2 adalah

0,66±0,24 gram. (p<0,01). Rerata berat lemak viseral abdominal sesudah 4

minggu perlakuan kelompok kontrol (P0) adalah 2,19±0,76 gram, pada kelompok

P1 adalah 1,46±0,49 gram, dan pada kelompok P2 adalah 0,79±0,46 (p<0,01).

Hasil penelitian ini serupa dengan penelitian Kim et al. (2004), yang

menunjukkan bahwa pemberian alpha lipoic acid kepada tikus dapat menurunkan

berat badan dengan jalan mengurangi nafsu makan dan meningkatkan pemakaian

energi. Selain itu Butler et al. (2009) menemukan korelasi positif antara dosis

ALA dengan efek penurunan berat badan. Penurunan berat badan ini

kemungkinan besar disebabkan adanya efek anoreksia dari terapi ALA. (Seo et

al., 2012). Efek penurunan nafsu makan tersebut terutama dijumpai pada 2

minggu awal pemberian ALA dan akan menghilang secara gradual (Butler et al.,

2009). Supplementasi ALA juga diketahui dapat menurunkan berat lemak viseral

(Timmers et al., 2010).

Koh et al. (2011) melakukan penelitian terhadap 360 penderita obesitas

dan mendapati efek signifikan terhadap penurunan berat badan pada grup yang

diberikan suplementasi ALA dengan dosis 600 mg dan 1200 mg dibandingkan

dengan kontrol. Penurunan berat badan berkorelasi positif dengan dosis ALA

yang diberikan. Carbonelli et al. (2010) mendapatkan penurunan masa lemak

tubuh, penurunan IMT dan lingkar perut pada penderita overweight yang

diberikan ALA dengan dosis 800 mg selama 4 bulan.

Selain efek terhadap penurunan berat badan, diketahui juga bahwa ALA

mampu memperbaiki profil lipid, termasuk penurunan total kolesterol, trigliserida,


77

LDL, dan meningkatkan HDL (Zhang et al., 2011). Pemberian ALA dosis kisaran

50-1800 mg memberikan hasil yang bermakna dalam menurunkan kadar

kolesterol total, trigliserida, LDL dan meningkatkan HDL (Carrier et al., 2014).

Dosis ALA yang dapat memberikan efek perbaikan lipid darah adalah 300 mg

(Hussein et al, 2015). Dalam penelitian yang dilakukan oleh Gunawan (2016)

pemberian ALA dosis 5,8 mg dan 10,8 mg selama 14 hari secara per sonde pada

tikus dislipidemia dapat memperbaiki profil lipid pada tikus.

Efek penurunan berat badan dari ALA disebabkan oleh hambatan pada

aktivitas AMP kinase pada hypothalamus. (Kim et al., 2004). AMP kinase

(AMPK) adalah pengatur utama pada metabolisme glukosa dan lipid pada sel.

AMPK akan diaktivasi ketika energi seluler habis. Aktivasi AMPK pada otot

skeletal akan meningkatkan pengambilan glukosa (Hayasi et al., 2000). Aktivasi

AMPK juga akan meningkatkan oksidasi asam lemak bebas melalui hambatan

pada acetyl-coenzyme A carboxylase.

AMPK yang teraktivasi akan memberikan sinyal rasa lapar, dan membuat

subjek memiliki rasa ingin makan. Pemberian ALA diketahui akan menghambat

aktivasi AMP kinase pada hipotalamus sehingga menghambat rasa lapar (Kola,

2008). ALA dapat menstimulasi transport glukosa dan sintesa ATP pada jaringan

perifer, dan dapat menghambat aktivasi AMP kinase melalui peningkatan

pengambilan glukosa oleh sel hipotalamus (Kim et al., 2004).

ALA juga diketahui memiliki efek lipolisis. Hormone sensitive lipase

(HSL) adalah lipase intraseluler yang mampu menghidrolisis triasilgliserol,

diasilgliserol, monoasilgliserol, dan kolesterol-ester. Enzim ini berfungsi untuk


78

memobilisasi cadangan lemak menjadi energi (Kolehmainen et al., 2002). ALA

mampu meningkatkan fosforilasi HSL yang akan memecah lemak menjadi energi

dan mengurangi masa lemak subkutan maupun viseral (Watt et al., 2006;

Fernandez et al., 2012).

Dalam penelitian ini ALA terbukti memiliki efek yang signifikan terhadap

penurunan berat badan, mencegah kenaikan berat badan, mengurangi lemak

subkutan dan viseral.


BAB VII

SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat disimpulkan sebagai berikut.

1. Pemberian ALA secara oral dengan latihan fisik intensitas sedang dapat

menurunkan berat badan lebih banyak daripada latihan fisik intensitas sedang

saja pada tikus wistar jantan dengan obesitas.

2. Pemberian ALA secara oral dengan latihan fisik intensitas sedang dapat

menurunkan berat lemak subkutan abdominal lebih banyak daripada latihan

fisik intensitas sedang saja pada tikus wistar jantan dengan obesitas.

3. Pemberian ALA secara oral dengan latihan fisik intensitas sedang dapat

menurunkan berat lemak viseral abdominal lebih banyak daripada latihan fisik

intensitas sedang saja pada tikus wistar jantan dengan obesitas.

7.2 Saran

Sebagai saran dalam penelitian ini adalah.

1. Perlu melakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui dosis optimal

pemberian ALA terhadap berat badan, berat lemak subkutan abdominal dan

berat lemak viseral abdominal.

2. Perlu dilakukan uji klinik terhadap kombinasi ALA dan latihan fisik intensitas

sedang pada manusia dalam mencegah dan mengobati obesitas.

79
DAFTAR PUSTAKA

Achten, Juul, Michael G., Asker E. Jeunkendrup.2002. Determination of the


ExerciseIntensity that Elicit Maximal Maximal Fat Oxidation. American College
of SportsMedicine Journal.

Adiputra, N. 2008. Kesehatan Olah Raga. Available from :


http://www.balihesg.org/index.php?option=com content&task=view&id= 360&
itemid=28. Accessed on 11/15/2015.

Amalia A. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan penurunan berat badan


pada peserta klub kebugaran (studi kasus di klub kebugaran indah dan jennifer)
[skiripsi]. Semarang: Universitas Diponegoro; 2005

American College of Sports Medicine. 2001. Appropriate intervention Strategies for


Weight Loss and Prevention of Weight Regain for Adults. Medical Science
Sports Exercise. 33(12):2145-2156.

Andreassen, E. 2001. Lipoic Acid Improves Survival In Transgenic Mouse Model’s


Of Huntington’s Disease. In Neuroreport. Volume 12. P: 3371-3373.

Astrand, P.O. Rodahl, K., Dahl, H.A., Stromme, S.B. 2003. Physiological Bases of
Exercise. Textbook of Work Physiology Fourth Edition.Champaign: Human
Kinetics.

Astrup, A. 2010. Drug Management in Obesity-Efficacy Versus Safety. New England


Journal of Medicine. 363;3, 288-290.

Barassi, M., 2009. At A Glance Ilmu Gizi: EMS. hal: 32-35, 102-104.

Berkson, B.M. 2007. Alpha Lipoic Acid and Liver Disease. Townsend Letter.
Available From: www.townsendletter.com/Dec2007/alphalipo1207.htm.
accessed on 12/11/2015.

Burke, L., Deakin, V. 2002. Clinical Sports Nutrition. NSW, McGraw Hill Book Co,
Australia.

Butler, J.A., Hagen, T.M., Moreau, R. 2009. Lipoic Acid Improves


Hypertriglyceridemia By Stimulating Triacylglycerol Clearance And
Downregulating Liver Triacylglycerol Secretion. Arch Biochem Biophys.
485(1):63-71. doi: 10.1016/j.abb.2009.01.024.

80
81

Byles, J. 2009. Obesity: The New Global Threat to Healthy Ageing and Longevity.
Volume: 18, Issue: 4 Ageing, Anti-ageing and Globalization: Transitions and
limits in the governance of ageing. Available from : http://hsr.e-
contentmanagement.com/archives/vol/18/issue/4/article/3200/obesity. Accessed
on 01/17/2011

Campos, K.E., Volpato GT, Calderon IMP, Rudge MVC, Damasceno DC. 2008.
Effect of Obesity on Rat Reproduction and On The Development Of Their Adult
Offspring. Braz J Med Biol Res. 41(2):122–5.

Carbonelli, M.G., Di Renzo, L., Bigioni, M., Di Daniele, N., De Lorenzo, A., Fusco,
M.A. 2010. Alpha Lipoic Acid Supplementation : A Tool For Obesity
Therapy?.Current Pharmaceutical Design, 16: 840-846.

Carrier B, Wen S, Zigouras S, Browne RW, Li Z, Patel MS, Williamson DL, Rideout
TC. 2014. Alpha-lipoic acid reduces LDL-particle number and PCSK9
concentrations in high-fat fed obese Zucker rats.PLoS One. 2014 Mar
4;9(3):e90863.

Dewi, P.K, Ieva B. A, Yulianti A.B. 2015. Hubungan KebugaranJasmani dan Lemak
Tubuh pada Kelompok Senam dan Kelompok Tidak Senam.Prosiding Penelitian
Sivitas Akademika, Universitas Islam Bandung

Eckel, R.H. 2008. Nonsurgical Management of Obesity in Adults. New England


Journal of Medicine. 358; 18: 1941-50.

FDA. 2015. Orlistat (marketed as Alli and Xenical) Information.


http://www.fda.gov/Safety/MedWatch/SafetyInformation/SafetyAlertsforHuman
MedicalProducts/ucm228830.htm accessed n 11/15/2015

Febrina. Hubungan antara asupan makan dan aktivitas fisik dengan penurunan berat
badan wanita obes penerima farmakoterapi di klinik obesitas [Karya Tulis
Ilmiah]. Semarang: Universitas Diponegoro;2007.

Febrina. Hubungan antara asupan makan dan aktivitas fisik dengan penurunan berat
badan wanita obes penerima farmakoterapi di klinik obesitas [Karya Tulis
Ilmiah]. Semarang: Universitas Diponegoro;2007.

Federer, W. 2008. Statistic and Society, Data Collection and Interpretation. 2nd
Edition. New York: Marcel Dekker.

Gropper, Sareen S, Jack L. Smith, James L. Groff. 2009. Advance Nutrition and
HumanMetabolism, Fifth Edition. Wadsworth: Cengage Learning
82

Hagen, T.M. 2012. Lipoic Acid. Available From:


www.lpi.oregonstate.edu/infocenter/othernuts/la/#metabolism. Accessed at
10/05/2015

Hajoway, M. 2010. Alpha Lipoic Acid, A True Antioksidant. Available from: URL:
http://www.bodybuilding.com/fun/ala2.htm1 12. Accessed on 11/12/2015

Hayashi T. 2000. Metabolic stress and altered glucose transport: activation of AMP-
activated protein kinase as a unifying coupling mechanism. Diabetes 49, 527-
531.

Higdon,.J. 2006. Lipoic acid. Available from:URL:http://oregonstate


edu/infocenter/othernut/la/. Accessed on 12/12/2015.

Horowitz, J.F dan Klein, S. 2000. Lipid Metabolism During EnduranceExercise.


American Journal Of Clinical Nutrition, 72(suppl):558S-63S

Huffman, D.M and Barzilai, N. 2009. Role of Visceral Adipose Tissue in Aging.
Biochim Biophys Acta1790(10): 1117–1123.

Hussein, S.A., Abdel-mageid, A.D., Abu-ghazalla, A.M. 2015. Biochemical Study


On The Effect Of Alpha-Lipoic Acid On Lipid Metabolism Of Rats Fed High Fat
Diet. Benha Vet Med J. 28(1):109-119.

Ikeuchi, M., Koyama, T., Takahashi, J., Yazawa, K. 2007. Effects of Astaxanthin in
Obese Mice Fed a Hight-Fat Diet. Jurnal Biosci, Biotechnol, Biochem. 71(4):
893-899

Irving BA, Davis CK, Brock DW. 2008. Effect of exercise training intensity on
abdominal visceral fat and body composition. Medicine and science in sports and
exercise. 40(11):1863-1872.

Islam, M.T. 2009. Antioxidant Activities of Dithiol Alpha Lipoic Acid. J.


Med.Science. Vol8: 254-265

James, W.P.T. 2010, Effects of Sibutramine on Cardiovascular Outcome in


Overweight and Obese Subjects, New England Journal Medicine 363(10): 905-
17.

Jawi, M. 2002. “ Waktu Pemulihan Tiga Hari setelah Pemberian Beban Aktivitas
Fisik Maksimal Dapat mengembalikan Keadaan Normal dari Gambaran
Histologis Lien dan Limfosit Darah pada Tikus Putih” (Tesis). Denpasar;
Universitas Udayana.
83

Kanazawa, M., Yoshiike, N., Osaka, T., Numba, Y., Zimmet, P., Inoue, S. 2005.
Criteria and Classification Of Obesity In Japan and Asian Oceania. World Rev
Nutr Diet. 94:1-12.

Kim, M. S., Park, J.Y., Namkoong C., Jang, P.G., Ryu, J.W., Song, H.S., Yun,J.Y.,
NAmgoong, I.S., Ha, J., Park, I.S., Lee, I.K., Viollet, B., Youn, J.H., Lee, H.K.,
Lee, K.U. 2004. Antiobesity Effects of Alpha Lipoic Acid Mediated by
Suppresion of Hypothalamic AMP Activated Protein Kinase. Nature,
doi:10.1038./nm1061

Klein, S. 2010. Is Visceral Fat Responsible for the Metabolic Abnormalities


Associated With Obesity? Implications of omentectomy. Diabetes Care Vol. 33
No. 7:1693-1694.

Koh, E.H., Lee, W.J., Lee, S.A., Kim, E.H., Cho, E.H., Jeong E., Kim, D.W., Kim,
M.S., Park, J.Y., Park, K.G., Lee, H.J., Lee, I.K., Lim, S., Jang, h.K., Lee, K.H.,
Lee, K.U. 2011. Effects of alpha-lipoic Acid on body weight in obese subjects.
Am J Med. 124: 85.

Kola B. 2008. Role of AMP-activated protein kinase in the control of appetite. J


Neuroendocrinol. 2008 Jul; 20(7): 942–951. doi: 10.1111/j.1365-
2826.2008.01745.x

Kopelman, P.G., Caterson, I.D. 2005. An Overview of Obesity Management in


Clinical Obesity in Adults and Childhood. Kopelman PG, CatersonID, Dietz WH
(Eds), Blackwell Publishing pp. 319-326.

Kusumawati, D. 2004. Bersahabat dengan Hewan Coba. Yogyakarta : Gajah Mada


University Press.

Levy, Y. 2010. It's not only the Overweight: It's the Visceral Fat. IMAJ Vol 12.
Maki, K.C., Reeves, M.S., Farmer, M., Yasunaga, K., Matsuo, N., Katsuragi, Y.,
Komikado, M., Tokimitsu, I., Wilder, D., Jones, F., Blumberg, J.B., Cartwright,
Y. 2009. Green Tea Catechin Consumption Enhances Exercise-Induced
Abdominal Fat Loss in Overweight and Obese Adults. Journal of Nutrition.
139(2): 264-270.

Malole, Sri Utami Pramono, C. 1989. Penggunaan Hewan-hewan Percobaan


DiLaboratorium. Jawa Barat: Institut Pertanian Bogor. Hal : 104 – 112.

Maughan, R.J., Susan M. S, John B. L. 2007. Errors in Estimation ofHydration Status


from Changes in Body Mass. Journal of Sport Sciences, 25(7), 797-804
84

McPhee, S.J and Ganong, W.F. 2005. Pathophysiology of diseases : An introduction


to Clinical Medicine 5th edition. International ed. Lange. Halaman 391-408,554-
556.

Molina, P.E. 2006. Lange physiology series, endocrine physiology. International


edition. 2nd edition. McGraw Hill. 247-262.

Nduhirabandi, F., Du Toit, E.F., Blackhurst, D., Marais, D., Lochner, A. 2010.
Chronic melatonin consumption prevents obesity-related metabolic abnormalities
and protect the heart against myocardial ischemia and reperfusion injury in a pre-
diabetic model of diet-induced obesity. J.Pineal Res 50 : 171-182.

Ngatidjan, 2006. Metode Laboratorium dalam Toksikologi. Cetakan -1. Yogyakarta :


Bagian Farmakologi dan Toksikologi Fakultas Kedokteran UGM. hal : 116, 136.

Novelli, E.L.B., Diniz, Y., Galhardi, C.M., Ebaid, G. 2007. Anthropometrical


Parameters and Markers of Obesity in Rats. J. RSM. 41:111-119.

Nurmalina, R. 2011. Pencegahan Dan Manajemen Obesitas. Jakarta: Elex Media


Komputindo. Hal : 29-32.

Pangkahila, A. 2009. Pelatihan Fisik Menurunkan Proses Penuaan. Naskah Lengkap


Seminar Nasional Anti Aging Medicine. Fakultas Kedokteran Universitas
Udayana. Februari, 24th 2009.

Pangkahila, W. 2007. Anti Aging Medicine: Memperlambat Penuaan Meningkatkan


Kualitas Hidup. Penerbit buku Kompas. Halaman 94-99.

Pestacello, L.S., Van Heest, J.L. 2003. Physical activity mediates a healthier body
weight in the present of obesity. Br. J. Sport Med. 34:86-93

Popkin, B.M. 2005. Global Nutrition Dynamics: The World is Shifting Rapidly
Toward a Diet Linked With Noncommunicable Diseases.American Journal of
Clinical Nutrition, 84(2): 289-298.

Psilander, Niklas. (2014). The Effect of Different Exercise Regimens on


MitocondrialBiogenesis and Performance. Thesis for Doctoral Degree,
Stockholm KarolinskaInstitutet

Purwanto, 2011. Dampak senam aerobik terhadap daya tahan tubuh dan penyakit.
Sport Sci J. 1(1): 1-9
85

Sanchez, A. F. Inflammation, oxidative stress and obesity. Int. J. Mol. Sci. 2011, 12,
3117-3132; doi:10.3390/ijms12053117

Sayburn, A. 2010. Withdrawal of sibutramine leaves European doctors with just one
obesity drug. BMJ; 340:c477.

Seo E.Y., Ha A.W., Kim W.K. 2012. Alpha lipoic acid reduced weight gain and
improved the lipid profile in rats fed with high fat diet. Nutr Res Pract. 2012; 6:
195-200.

Sharkey, B. J. 2003. Kebugaran dan Kesehatan. PT Rajagrafindo Persada.2003: 23.

Sheerwood. 2012. Fisiologi Manusia. Jakarta : EGC

Sirajuddin, Saifuddin. 2011. Penuntun Praktikum Penilaian Status Gizi Secara


Biokimia dan Antropometri. Makassar: Universitas Hasanuddin.

Smith , J. B. , Soesanto Mangkoewidjojo. 1988. Pemeliharaan, Pembiakan dan


Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis. Jakarta: Penerbit Universitas
Indonesia ( UI Press). h. 30 – 32 , 43-44, 54,57.

Soegih, R. 2009. Obesitas Permasalahan dan Terapi Praktis. Cetakan-1.


Jakarta:Sagung Seto. h. 5-8, 17-20, 87, 101

Sudibjo Prijo. (2009). Beberapa Pertimbangan dalam Pemilihan Metode untuk


MengestimasiLemak Badan. Jurnal Universitas Sumatera Utara

Sudrajat J. 2008. Prifil Lemak, Kolesterol Darah, Dan Respon Fisiologi Tikus Wistar
Yang Diberi Ransum Mengandung Gulai Daging Sapi Lean [skripsi]. IPB.
Bogor.

Thierney Jr, L.M., McPhee, S.J., Papadakis, M.A. 2005. Obesity. 2005 Lange Current
Medical Diagnosis and Treatment. 44th Edition. McGraw Hill

Timmers S, de Vogel-van den Bosch J, Towler MC, Schaart G, Moonen-Kornips E,


Mensink RP. 2010. Prevention of high fat diet-induced muscular lipid
accumulation in rats by alpha lipoic acid is not mediated by AMPK activation. J
Lipid Res. 2010; 51: 352-359.

Turk, M.W., Yang, K., Hravnak, M., Sereika, S.M., Ewing, L.J., Burke, L.E. 2009.
Randomized Clinical Trials of Weight-Loss Maintenance: A Review. J
Cardiovasc Nurs. 24(1): 58–80.
86

Van Baak, M.A., Saris, V.H.M. 2005. Exercise and Obesity in Clinical Obesity in
Adults and children. Editor: Kopelman, Catrerson, andDietz. Published by
Backwell, N. Pp. 363-379.

Vitariana. 2010. Pemberian Ekstrak Daun Kayu Manis (Sauropus


Androgynus(L)Merr.) Menurunkan Kadar Isoporostane Dalam Urin Tikus
WistarYang Diberikan Beban Aktivitas Berlebih Maksimal. Denpasar,
Universitas Udayana.

Wajchenberg, B.L., 2000. Subcutaneous and Visceral Adipose Tissue: Their Relation
to the Metabolic Syndrome. Endocrine Reviews. 21 (6):697-738.

Wang Y., Li X., Guo Y., Chan L., Guan X. Alpha Lipoic Acid Increases Energy
Expenditure By Enhancing AMPK-PGC-1α Signalling In The Skeletal Muscle
of Aged Mice. Metabolism. 2010 July ; 59(7): 967–976.

WHO.2015. Obesity and Overweight. http://www.who.int/mediacentre/factsheets


/fs311/en/. Accesed on 12/12/2015.

Wilborn C. 2005. Obesity : Prevalence, Medical Consequences, Management, and


Research Directions. Journal of the International Society of Sports Nutrition.
2(2):4-31, 2005

Winarsi, H. 2007. Antioksidan Alami & Radikal Bebas. Potensi dan Aplikasinya
dalam Kesehatan. Penerbit Kanisius. Jogjakarta. Hal: 191-196.

Wirahadikusumah, M. 2001. Biokimia Protein, Enzim, dan Asam Nukleat. Bandung.


Penerbit ITB Bandung. 53-54.

Zhang Y., Han P., Wu N., He B., Lu Y., Li S. 2011. Amelioration of lipid
abnormalities by alpha-lipoic acid through antioxidative and anti-inflammatory
effects. Obesity (Silver Spring). 19: 1647-1653.
87

LAMPIRAN
Lampiran I
88

Lampiran II
Hasil analisa Alpha Lipoic Acid 100mg GNC

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI

UNIVERSITAS UDAYANA

UPT. LAB. ANALITIK


Kampus Bukit Jimbaran, Telp. 0361701954, HP.081803134550

Lampiran 1

Alpha Lipoic
No Kode Sampel METODE
Acid (%)

1 Sampel 1 100 HPLC

Bukit Jimbaran, 29 Maret 2016


Kepala UPT Laboratorium Analitik
Universitas Udayana

IDA BAGUS PUTRA MANUABA


89

Lampiran III KOMPOSISI ALA GNC 100MG

Kegunaan: Dapat digunakan untuk penderita diabetes.

Petunjuk Penggunaan: Minum satu atau dua kapsul lunak sehari.


Directions: Take one or two softgel capsules daily.

Komposisi

Tiap kapsul lunak mengandung:


Alpha Lipoic Acid (from Thioctic Acid) 100mg

Other Ingredients: Soybean oil, Gelatin from bovine, Glycerin


(from Vegetable), Riboflavin, Titanium Dioxide (Natural Mineral
Whitener).
Potency verified by GNC procedure#5275.
Conforms to USP <2091> for weight.
Meets USP <2040> disintegration.
Peringatan & Perhatian:
- Hanya untuk penderita kencing manis yan g telah ditetapkan
oleh dokter.
- Selama penggunaan, konsultasikan pada dokter secara berkala.
- Penggunaan dosis tinggi sebaiknya dihindari karena dapat
menyebabkan hipoglikemia (sakit kepala, dizziness, fatigue)
yang biasanya dihubungkan dengan kadar gula darah rendah.
- Apabila gejala berlanjut konsultasikan kepada tenaga
medis/dokter.
Penyimpanan di luar jangkauan anak-anak
KEEP OUT OF REACH OF CHILDREN
Simpan di tempat sejuk dan kering
Store in a cool, dry place.
90

Lampiran IV Produk GNC ALA 100mg


91

Lampiran V Data Berat Badan Tikus


No BB Awal Panjang dalam cm BB 4 mg
Kontrol 1 269 19 280
2 280 20 285
3 274 19.5 281
4 284 19 285
5 270 19.6 286
6 288 18 269
7 272 18.5 271
8 291 19 275
9 276 19.6 280
10 291 19.4 279

P1 1 281 19.5 266


2 283 19.5 257
3 279 19 261
4 280 19.2 279
5 284 19.3 243
6 285 20 258
7 286 19.7 257
8 281 19.4 244
9 283 19.4 260
10 285 19.7 254

P2 1 280 19.2 215


2 283 19.5 213
3 285 19.5 209
4 287 19.9 201
5 286 19.8 205
6 289 20 219
7 280 19 213
8 287 19.8 231
9 279 19 224
10 281 19 209
Kontrol : Pakan normal
P1 : Pakan Normal + Aktivitas Fisik (renang)
P2 : Pakan Normal + Aktivitas Fisik (renang) + ALA per-oral
92

Lampiran VI Analisa pre-post BB

Paired Samples Test

Paired Differences
95% Confidence
Interval of the
Difference

Std. Std. Error


Mean Deviation Mean Lower Upper t df Sig. (2-tailed)

Pair 1 P0pre - P0post .400 11.683 3.694 -7.957 8.757 .108 9 .916

Pair 2 P1pre - P1post 24.800 11.478 3.630 16.589 33.011 6.833 9 .000

Pair 3 P2pre - P2post 69.800 9.841 3.112 62.760 76.840 22.429 9 .000

Lampiran VII Data Pemeriksaan Berat Lemak

N PENGUKURAN LEMAK SUB KUTAN, ABDOMEN DAN VISCERAL PADA


0 TIKUS PUTIH
Kontrol Pakan normal, renang Pakan normal, renang
sedang sedang dan ALA
SC Visc SC visc SC visc
1 2,0 1,6 1,3 0,9 0,9 0,6
2 1,7 1,8 1,4 1,2 0,3 0,4
3 1,6 1,1 1,5 0,9 0,4 0,6
4 2,9 3,3 1,3 1,1 0,8 0,5
5 1,4 1,1 2,0 1,3 0,4 0,5
6 2,2 2,6 1,1 1,9 0,7 0,7
7 1,3 1,9 1,5 2,4 0,5 0,3
8 2,2 3 1,8 1,9 0,8 1,4
9 2,4 3,2 1,0 1,3 0,9 1,6
10 2,2 3,1 1,7 1,7 0,9 1,3
93

Lampiran VIII Analisis Deskriptif

Berat Badan (gram)


Kelompok N Mean Std. Deviation Minimum Maximum
Kelompok P0 10 279.10 5.840 269 286
Kelompok P1 10 257.90 10.311 243 279
Kelompok P2 10 213.90 8.925 201 231
Total 30 250.30 28.829 201 286
Berat Lemak Subkutan Abdominal (gram)
Kelompok N Mean Std. Deviation Minimum Maximum
Kelompok P0 10 1.990 .4932 1.3 2.9
Kelompok P1 10 1.460 .3098 1.0 2.0
Kelompok P2 10 .660 .2366 .3 .9
Total 30 1.370 .6571 .3 2.9
Berat Lemak Visceral Abdominal (gram)
Kelompok N Mean Std. Deviation Minimum Maximum
Kelompok P0 10 2.190 .7637 1.1 3.2
Kelompok P1 10 1.460 .4949 .9 2.4
Kelompok P2 10 .790 .4630 .3 1.6
Total 30 1.480 .8134 .3 3.2

Lampiran IX Uji Normalitas Data

Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Kelompok Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Berat Badan (gram) Kelompok P0 .193 10 .200* .914 10 .309
Kelompok P1 .182 10 .200* .928 10 .429
*
Kelompok P2 .151 10 .200 .968 10 .871
Berat Lemak Subkutan Kelompok P0 .165 10 .200* .954 10 .713
Abdominal (gram) Kelompok P1 .149 10 .200* .976 10 .940
Kelompok P2 .223 10 .173 .856 10 .068
Berat Lemak Visceral Kelompok P0 .156 10 .200* .932 10 .464
Abdominal (gram) Kelompok P1 .227 10 .156 .918 10 .341
Kelompok P2 .277 10 .028 .837 10 .061
94

Lampiran X Uji Homogenitas Data

Test of Homogeneity of Variance

Levene Statistic df1 df2 Sig.


Berat Badan (gram) Based on Mean .564 2 27 .576
Based on Median .578 2 27 .568
Based on Median .578 2 22.088 .569
and with adjusted df
Based on trimmed .564 2 27 .576
mean
Berat Lemak Based on Mean 2.579 2 27 .094
Subkutan Abdominal Based on Median 2.145 2 27 .137
(gram)
Based on Median 2.145 2 19.394 .144
and with adjusted df
Based on trimmed 2.710 2 27 .085
mean
Berat Lemak Visceral Based on Mean 2.902 2 27 .072
Abdominal (gram) Based on Median 2.408 2 27 .109
Based on Median 2.408 2 26.875 .109
and with adjusted df
Based on trimmed 2.896 2 27 .073
mean

Lampiran XI Analisis Komparasi

ANOVA
Mean
Sum of Squares df Square F Sig.
Berat Badan (gram) Between Groups 22121.600 2 11060.800 150.776 .000
Within Groups 1980.700 27 73.359

Total 24102.300 29
Berat Lemak Between Groups 8.966 2 4.483 34.029 .000
Subkutan Abdominal Within Groups 3.557 27 .132
(gram)
Total 12.523 29
Berat Lemak Visceral Between Groups 9.806 2 4.903 14.110 .000
Abdominal (gram) Within Groups 9.382 27 .347
Total 19.188 29
95

Lampiran XII Uji Lanjutan dengan LSD

Multiple Comparisons
LSD
95% Confidence Interval
Dependent Mean
Variable (I) Kelompok (J) Kelompok Difference (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound

Berat Badan Kelompok P0 Kelompok P1 21.200* 3.830 .000 13.34 29.06


(gram)
Kelompok P2 65.200* 3.830 .000 57.34 73.06

Kelompok P1 Kelompok P0 -21.200* 3.830 .000 -29.06 -13.34

Kelompok P2 44.000* 3.830 .000 36.14 51.86

Kelompok P2 Kelompok P0 -65.200* 3.830 .000 -73.06 -57.34

Kelompok P1 -44.000* 3.830 .000 -51.86 -36.14

Berat Lemak Kelompok P0 Kelompok P1 .5300* .1623 .003 .197 .863


Subkutan Kelompok P2 1.3300* .1623 .000 .997 1.663
Abdominal
Kelompok P1 Kelompok P0 -.5300* .1623 .003 -.863 -.197
(gram)
Kelompok P2 .8000* .1623 .000 .467 1.133

Kelompok P2 Kelompok P0 -1.3300* .1623 .000 -1.663 -.997

Kelompok P1 -.8000* .1623 .000 -1.133 -.467

Berat Lemak Kelompok P0 Kelompok P1 .7300* .2636 .010 .189 1.271


Visceral Kelompok P2 1.4000* .2636 .000 .859 1.941
Abdominal
Kelompok P1 Kelompok P0 -.7300* .2636 .010 -1.271 -.189
(gram)
Kelompok P2 .6700* .2636 .017 .129 1.211

Kelompok P2 Kelompok P0 -1.4000* .2636 .000 -1.941 -.859

Kelompok P1 -.6700* .2636 .017 -1.211 -.129

*. The mean difference is significant at the 0.05 level.


96

Lampiran XIII Foto Foto Penelitian


Kelompok Kontrol

Kelompok 1
97

Kelompok 2

Anda mungkin juga menyukai