Anda di halaman 1dari 20

UMBARA : Indonesian Journal of Anthropology Hermawati, Paskarina, Runiawati, Toleransi….

Toleransi Antar Umat Beragama di Kota Bandung

Rina Hermawati, Caroline Paskarina, Nunung Runiawati


Universitas Padjadjaran
rina.antrop@gmail.com

Abstract

As a city that has a characteristic of social heterogeneity, Bandung has the potential of conflict
originated from the diversity of identities. One of the sources of conflict which are susceptible to
emerge is the conflict originating in differences in religions. This article attempts to study tolerance
in relations among religions in Bandung, which is measured by to which extent the adherents of
religions determine their social distance towards other adherents of religions. By using the qualitative
method, we measured the value of tolerance index through three main dimensions, namely
perception, attitude and cooperation among religious people. The research result showed that the
Tolerance Index among religious people in Bandung City is 3.82, which is categorized as “High”,
indicating that social interaction among religious people in Bandung City has persisted well within
normal boundaries of social distance. The possibility of conflict is generally triggered by the building
permit of houses of worship which is within the government’s domain of authority; therefore it is
urgent to be reformed in order to increase the Tolerance Index in Bandung.

Keywords: tolerance, religion, index of tolerance

Abstrak

Sebagai kota yang memiliki ciri keanekaragaman secara sosial, Bandung menyimpan potensi konflik
yang bersumber dari keberagaman identitas tersebut. Salahsatu sumber konflik yang rentan muncul
di tengah-tengah masyarakat yang beragam adalah konflik yang bersumber dari perbedaan agama.
Artikel ini berupaya mengkaji toleransi dalam hubungan antarumat beragama di Kota Bandung yang
diukur melalui seberapa jauh para pemeluk agama menentukan jarak sosial mereka terhadap para
pemeluk agama lainnya. Dengan menggunakan metode kuantitatif, penulis mengukur nilai indeks
toleransi melalui tiga dimensi utama yaitu persepsi, sikap dan kerjasama antar umat beragama. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa Indeks Toleransi antarumat Beragama di Kota Bandung sebesar 3,82
termasuk dalam kategori “Tinggi”, yang mengindikasikan bahwa interaksi sosial antarumat
beragama di Kota Bandung telah berlangsung secara baik dan berada dalam batas-batas jarak sosial
yang wajar. Kemungkinan konflik umumnya dipicu oleh perizinan pembangunan rumah ibadat yang
berada dalam ranah kewenangan pemerintah, sehingga hal ini penting untuk dibenahi dalam rangka
meningkatkan capaian Indeks Toleransi di Kota Bandung.

Kata-kata kunci: toleransi, umat beragama, indeks toleransi

Latar Belakang Penelitian Dalam kedudukannya sebagai pusat


pemerintahan di Jawa Barat, juga kota
Tulisan ini membahas tentang tingkat pendidikan, dan kota wisata, kehadiran para
toleransi antar umat beragama di kalangan pendatang, baik dari daerah-daerah lain di
masyarakat perkotaan yang memiliki Indonesia maupun dari luar negeri, tidak
karakter sosial dan budaya yang beragam. dapat dihindari. Tidak sedikit dari kalangan
Seperti juga kota-kota lainnya, Bandung pendatang tersebut yang kemudian menjadi
memiliki ciri heterogenitas secara sosial. penduduk Kota Bandung, sehingga
105
Volume 1 (2) Desember 2016 eISSN 2528-1569 pISSN 2528-2115
UMBARA : Indonesian Journal of Anthropology Hermawati, Paskarina, Runiawati, Toleransi….

komposisi penduduk Kota Bandung makin secara etnisitas maupun faktor perbedaan
beragam. Keberagaman ini di satu sisi lainnya. Salah satu sumber konflik yang
menjadi potensi yang menambah daya tarik rentan muncul di tengah-tengah masyarakat
Kota Bandung, tapi di sisi lain, juga yang beragam adalah konflik yang
menyimpan potensi konflik yang bersumber bersumber dari perbedaan agama. Studi
dari keberagaman identitas tersebut. yang dilakukan Centre of Strategic and
International Studies (CSIS) pada tahun
Bandung sebagai kota yang majemuk bukan 2012, menyatakan bahwa toleransi
baru terbentuk saat ini, tetapi telah melalui beragama orang Indonesia tergolong rendah.
proses sejarah yang panjang. Dalam Dalam survei CSIS, sebanyak 59,5 persen
tulisannya, Budi Radjab (2006) responden tidak berkeberatan bertetangga
menguraikan terbentuknya keberagaman di dengan orang beragama lain. Sekitar 33,7
Kota Bandung sejak lebih dari seabad persen lainnya menjawab sebaliknya.
lampau. Keberagaman itu dibentuk oleh Penelitian ini dilakukan pada Februari 2012
berbagai suku bangsa yang bermukim di di 23 provinsi dan melibatkan 2.213
Kota Bandung, seperti yang berasal dari responden. Saat ditanya soal pembangunan
Jawa, Batak, Minangkabau, Minahasa, rumah ibadah agama lain di lingkungannya,
Ambon, Cina, Belanda, dan orang Sunda sebanyak 68,2 persen responden
yang terlebih dahulu mendiami wilayah menyatakan lebih baik hal itu tidak
Kota Bandung. Keberagaman suku bangsa dilakukan. Hanya 22,1 persen yang tidak
yang mendiami Kota Bandung semakin berkeberatan. Hasil survei juga
bertambah ketika Pemerintah Kolonial menunjukkan kecenderungan intoleransi ada
Hindia Belanda mendirikan sekolah-sekolah pada kelompok masyarakat dalam semua
lanjutan tingkat atas dan perguruan tinggi di kategori pendidikan. Sekitar 20 persen
awal abad ke-20, yang mengundang masyarakat berpendidikan sekolah dasar,
kehadiran banyak orang dari suku bangsa sekolah menengah pertama, dan sekolah
dan daerah lain ke Kota Bandung untuk menengah atas, menyatakan tak keberatan
menempuh pendidikan dan akhirnya dengan pembangunan rumah ibadah agama
menetap (Radjab, 2006). lain di lingkungannya. Adapun pada
masyarakat dengan pendidikan di atas SMA,
Kendati jumlah etnik Sunda secara umum hanya sekitar 38,1 persen yang menyatakan
identik sebagai penduduk asli di wilayah setuju. Data ini menunjukkan bahwa
Bandung, tetapi dominasi etnik ini secara ternyata tingkat toleransi beragama tidak
kultural berubah secara dinamis. Pada awal berkorelasi langsung dengan tingkat
tahun 1970-an, studi yang dilakukan Bruner pendidikan formal seseorang. Di sisi lain,
(dalam Radjab, 2006) menemukan bahwa temuan survei CSIS ini juga menguatkan
etnik Sunda masih relatif mendominasi, dugaan bahwa praktik demokrasi, khususnya
termasuk dalam hal kebudayaan, antara lain yang terkait dengan pluralitas dan
dalam hal penggunaan bahasa Sunda sebagai perlindungan negara akan kebebasan
bahasa sehari-hari. Tetapi, dominasi ini beragama, masih perlu ditingkatkan.
mengalami perubahan seiring pertumbuhan
Kota Bandung, baik dari sisi kepadatan Puslitbang Kehidupan Keagamaan Badan
penduduk, aktivitas ekonomi, dan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI -
berkembangnya sarana pendidikan (Radjab, dalam tahun 2009 - melakukan penelitian
2006). berkaitan dengan kerukunan ini di daerah
Jawa Barat. Penelitian yang sama dilakukan
Masyarakat yang beragam secara inheren pula di Jawa Timur (2010) dan Lampung
telah mengandung resiko konflik di antara (2011). Hasil yang didapat dari penelitian ini
kelompok-kelompok yang berbeda, baik hampir sama dengan penelitian yang
106
Volume 1 (2) Desember 2016 eISSN 2528-1569 pISSN 2528-2115
UMBARA : Indonesian Journal of Anthropology Hermawati, Paskarina, Runiawati, Toleransi….

dilakukan sebelumnya di Jawa Barat. terdapat di Provinsi DKI Jakarta dan Jambi.
Kesimpulannya adalah ditemukannya Sedangkan rata-rata tertinggi terdapat di
variasi tingkat kerukunan di berbagai Provinsi Sulawesi Utara. Sedangkan untuk
wilayah kabupaten di Jawa Barat dan variabel sikap dan interaksi antarumat
Lampung mulai dari yang “tidak rukun” beragama diperoleh rata-rata total skor 3,6
sampai pada yang “harmonis”. Untuk lebih dengan rata–rata terendah 2,9 dan rata-rata
mempertajam penelitian kerukunan dan tertinggi 4,3. Rata-rata terendah terdapat di
mendapatkan indeks kerukunan bagi seluruh Provinsi Jambi. Sedangkan rata-rata
daerah di Indonesia, Puslitbang Kehidupan tertinggi terdapat di Provinsi Nusa Tenggara
Keagamaan pada tahun 2012 berusaha Timur (NTT) dan Sulawesi Utara. Untuk
memperlebar penelitian masalah kerukunan variabel kerjasama antarumat beragama
dengan menjadikan seluruh provinsi sebagai diperoleh rata-rata total skor 3,6 dengan
lokasi penelitian. Dengan pengambilan rata–rata terendah 3 dan rata-rata tertinggi
lokasi sampel sebanyak ini diharapkan 4,4. Rata-rata terendah terdapat di Provinsi
survei dapat merepresentasikan jawaban Jambi. Sedangkan rata-rata tertinggi terdapat
atau sikap seluruh masyarakat beragama di Provinsi Sulawesi Utara. Dari pemaparan
dalam hal hubungan mereka dengan di atas, dapat disimpulkan bahwa secara
pemeluk agama lainnya. Survei yang keseluruhan (dari ketiga variabel yang
melibatkan peneliti Lembaga Ilmu diteliti) ternyata Jambi memiliki rata-rata
Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan peneliti terendah dan Sulawesi Utara memiliki rata-
Puslitbang Kehidupan Keagamaan ini rata tertinggi.
hasilnya menunjukkan bahwa bangsa
Indonesia masih toleran, dengan indeks Survei nasional yang dilakukan
terendah 3.1 (cukup toleran) hingga 4.2 Kementerian Agama RI di atas
(sangat toleran). menunjukkan temuan yang relatif lebih
moderat ketimbang studi-studi yang
Survei nasional ini kembali dilakukan pada dilakukan oleh lembaga-lembaga di luar
tahun 2013 yang hasilnya menemukan pemerintah. Perbedaan temuan ini perlu
bahwa kerukunan antarumat beragama disikapi dengan bijak, bukan dengan
sudah berada pada level baik. Nilai ini mempersoalkan keabsahan temuan yang
didasarkan pada pencapaian skor untuk dihasilkan, tapi dengan memaknai temuan
indikator-indikator kerukunan beragama tersebut sebagai indikasi bahwa masih
yang tergolong tinggi, yakni untuk “persepsi terdapat potensi konflik dalam hubungan
tentang kerukunan beragama” diperoleh antar umat beragama yang perlu segera
skor rata-rata 75,2; “sikap dan interaksi ditangani.
antarumat beragama” memiliki skor rata-
rata 71,9; dan “kerjasama antarumat Berbagai studi yang dipaparkan di atas
beragama” diperoleh skor rata-rata 72. menunjukkan bahwa kerukunan umat
Sedangkan rata-rata total skor (dalam skala beragama, termasuk sikap toleransi yang
5) untuk survei tentang persepsi tentang menjadi indikator dari kerukunan tersebut,
kerukunan beragama diperoleh skor rata-rata masih menjadi persoalan bagi bangsa
3,8; sikap dan tindakan antarumat beragama Indonesia. Tingkat toleransi di berbagai
diperoleh rata-rata 3,6; dan kerjasama daerah pun beragam, sehingga penanganan
antarumat beragama diperoleh rata-rata 3,6. persoalan tersebut tidak dapat diseragamkan.
Dalam konteks Kota Bandung, data yang ada
Kemudian, untuk variabel persepsi tentang tidak memunculkan banyak kasus
kerukunan beragama diperoleh rata-rata intoleransi yang terjadi di Kota Bandung.
total skor 3,8 dengan rata–rata terendah 3,3 Meskipun demikian, mengingat
dan rata-rata tertinggi 4,3. Rata-rata terendah karakteristik penduduk yang sangat
107
Volume 1 (2) Desember 2016 eISSN 2528-1569 pISSN 2528-2115
UMBARA : Indonesian Journal of Anthropology Hermawati, Paskarina, Runiawati, Toleransi….

beragam, persoalan toleransi ini tetap perlu Would exclude from entry into my
ditangani agar potensi konflik yang mungkin country (7.00)
muncul dapat dicegah. (Bogardus, 1925).

Kerangka Konseptual Konsep Bogardus tidak secara khusus


membahas tentang toleransi sosial ataupun
Studi tentang toleransi telah banyak toleransi antarumat beragama. Terdapat
dilakukan, salahsatunya yang lazim beberapa kelemahan ketika hal tersebut
digunakan sebagai model penelitian dipakai untuk melihat keintiman atau
kuantitatif tentang toleransi adalah yang kedekatan hubungan sosial antara pemeluk
dilakukan oleh Bogardus pada tahun 1925. yang berbeda agama di suatu negara.
Studi ini kemudian direplikasi pada tahun Tingkatan hubungan yang dikonsepsikan
1946, 1956, 1966, dan 2005. Fokus Bogardus tidak selamanya bisa dilihat
kajiannya adalah pada pengukuran sejauh berjenjang seperti itu, mengingat dua
mana penerimaan seseorang terhadap orang variabel jenjang yang ada, misalnya, bisa
lain yang memiliki karakteristik sosial dan saja memperlihatkan keintiman atau jarak
budaya yang berbeda dengan dirinya. sosial yang sama dalam praktek kehidupan
Konsep Bogardus ini kemudian populer masyarakat. Selain itu, terdapat juga variabel
dengan sebutan Social Distance Scale yang antara (intervening variables) yang ikut
kemudian banyak digunakan sebagai alat berpengaruh terhadap pilihan hubungan
ukur toleransi sosial. Bogardus yang dilakukan seseorang.
mendefinisikan jarak sosial (social distance)
sebagai function of affective distance Definisi toleransi beragama (religious
between the members of two groups: [i]n tolerance) tidak mudah ditemukan secara
social distance studies the center of attention eksplisit. Sebagian besar studi tentang
is on the feeling reactions of persons toward toleransi beragama lebih banyak
other persons and toward groups of people mendeskripsikan sikap yang disebut toleran.
(Bogardus, 1947). Dalam konsep ini, jarak Powell dan Clarke (2002) menyatakan
sosial pada dasarnya diukur dari seberapa bahwa an attitude of tolerance is only
besar simpati yang dirasakan individu atau possible when some action or practice is
kelompok terhadap individu atau kelompok objectionable to us, but we have overriding
lain yang berbeda dengan dirinya. reasons to allow that action or practice to
take place. Dalam pernyataan tersebut,
Secara rinci, pengukuran tersebut tersirat bahwa toleransi adalah pengecualian
dioperasionalisasikan ke dalam skala yang (exception) atas hal-hal yang sebenarnya
mencakup rentang skor dari 1,00 hingga tidak disukai, tapi tetap dibiarkan dilakukan.
7,00, di mana skor 1,00 berarti tidak ada Definisi lain dikemukakan oleh Andrew
jarak sosial. Skala yang dipakai Bogardus Cohen (2004: 69), yang menyatakan bahwa
sebagai berikut: an act of toleration is an agent‘s intentional
As close relatives by marriage (i.e., as and principled refraining from interfering
the legal spouse of a close relative) with an opposed other (or their behaviour,
(score 1.00) etc.) in situations of diversity, where the
As my close personal friends (2.00) agent believes she has the power to interfere.
As neighbors on the same street (3.00) Dalam definisi tersebut, toleransi diartikan
As co-workers in the same occupation sebagai sikap untuk tidak mencampuri atau
(4.00) mengintervensi urusan atau perilaku pihak
As citizens in my country (5.00) lainnya.
As non-citizen visitors in my country
(6.00)
108
Volume 1 (2) Desember 2016 eISSN 2528-1569 pISSN 2528-2115
UMBARA : Indonesian Journal of Anthropology Hermawati, Paskarina, Runiawati, Toleransi….

Dalam konteks hubungan antarumat benar, sehingga menafikan interpretasi


beragama, intoleransi muncul ketika ada kalangan lain, seperti terlihat dalam
prasangka terhadap orang atau kelompok gerakan purifikasi. Dalam agama lain,
lain yang berada di luar dirinya. Gordon hal seperti ini juga bisa terjadi, dengan
Allport (1954) menyebutkan tentang situasi dan faktor penyebab yang
paradoks agama dan intoleransi. mungkin sama.
Menurutnya, agama turut bertanggung 2. Variabel Pemahaman.
jawab atas munculnya prasangka. Kendati Pemahaman adalah kelanjutan dari
ada aspek universal dari setiap agama, tapi penafsiran terhadap ajaran. Dalam
ketika ikatan-ikatan keagamaan itu kasus masyarakat Islam diasumsikan
terbentuk, maka perasaan in group akan bahwa di sana ada beberapa paham
muncul dan menyebabkan setiap orang yang umum yang muncul setelah
berada di luar ikatan tersebut dianggap masyarakat menafsirkan ajaran Islam.
sebagai out group dan diperlakukan berbeda, Pemahaman ini merupakan penerapan
bahkan tidak jarang dicurigai akan manhaj tertentu dalam menafsirkan
menganggu ketahanan ikatan tersebut. teks al Quran maupun hadits. Karena
Dalam konteks inilah, konflik dan perilaku pemahaman bisa berbeda, tindakan
kekerasan yang mengatasnamakan agama atau sikap dalam hubungannya dengan
menjadi rentan muncul. agama lain juga bisa berbeda. Variabel
pemahaman ini bisa saja diwarnai oleh
Konflik keagamaan yang diawali oleh perbedaan yang mencolok antara satu
keadaan yang tidak rukun antarpara pemeluk daerah dari daerah lainnya.
agama yang berbeda muncul karena adanya 3. Variabel Sikap.
beberapa faktor penyebab. Ahmad (2013) Variabel ini muncul ketika variabel
menjelaskan keterkaitan berbagai faktor ini kedua dihadapkan dengan kondisi
dengan konflik atau keadaan tidak rukun ke sosial nyata dalam masyarakat. Hal ini
dalam variabel-variabel berikut: termasuk di dalamnya adalah faktor-
1. Variabel Norma dan Ajaran. faktor domestik dan internasional.
Ajaran yang ada yang mempengaruhi Hegemoni politik oleh negara atau
tingkah laku dan tindakan seorang represi yang dilakukan oleh kelompok
Muslim berasal dari al Quran dan apapun terhadap umat Islam akan
hadits (mungkin juga ijma). Ajaran ini melahirkan respon yang berbeda dari
diinterpretasi dan diinternalisasi. berbagai kelompok yang ada.
Karena ajaran yang ada sangat bersifat Meskipun demikian, sejauh ancaman
umum, hal ini memungkinkan hegemoni tadi menyangkut kedirian
munculnya berbagai interpretasi. Hal Islam sebagai agama atau umat Islam
ini juga dimungkinkan karena setiap sebagai masyarakat, maka respon
anggota masyarakat Muslim kalangan Islam akan sama, karena
mengalami sosialisasi primer yang mereka juga terikat oleh ajaran bahwa
berbeda, di samping pengalaman, “sebagai sesama umat Islam, mereka
pendidikan dan tingkatan ekonomi adalah bersaudara”.
yang juga tidak sama. Dari hasil 4. Variabel Persepsi.
interpretasi ini muncullah apa yang Persepsi adalah penilaian yang dalam
diidealkan berkaitan dengan hal ini terhadap kelompok agama lain,
kehidupan masyarakat Islam baik mengenai gambaran umumnya,
(baldatun thoyyibatun wa robbun masyarakatnya ataupun apa yang
ghofur). Termasuk dalam hal ini dilakukan oleh masyarakat agama lain
adalah pengakuan bahwa bersangkutan. Konflik-konflik yang
interpretasinya adalah yang paling muncul antara pemeluk suatu agama
109
Volume 1 (2) Desember 2016 eISSN 2528-1569 pISSN 2528-2115
UMBARA : Indonesian Journal of Anthropology Hermawati, Paskarina, Runiawati, Toleransi….

dengan pemeluk agama lainnya bisa melahirkan tindakan-tindakan kerjasama.


berasal dari adanya persepsi yang Jadi kalau sikap lebih merupakan tindakan
keliru atau pandangan jelek terhadap ke dalam dalam artian belum melahirkan
agama lain dan pemeluknya. Persepsi tindakan nyata berkaitan dengan hubungan
ini muncul setelah mereka melihat dan mereka dengan pemeluk agama lain,
memberikan penilaian terhadap kerjasama adalah realitas hubungan sosial.
kelompok agama lain tersebut yang Kerjasama dalam hal ini bisa diperlihatkan,
dianggapnya merugikan agama atau misalnya, dalam tindakan gotong royong
kelompok mereka. Dengan demikian untuk kepentingan bersama atau saling
pemahaman terhadap variabel ini menolong.
menjadi penting mengingat hal ini
akan memberikan gambaran kenapa Metode Penelitian
hubungan sosial antarpemeluk agama
memanas dan kenapa suatu konflik Pengumpulan data mengenai toleransi
terjadi. antarumat beragama ini dilakukan melalui
survei dengan menggunakan kuesioner.
Dengan cara ini diharapkan bisa tergambar
Penelitian ini memahami toleransi dalam generalisasi pola hubungan antarumat
hubungan antarumat beragama sebagai beragama yang ada. Hubungan yang
masalah kerukunan antarumat beragama. dimaksud berkaitan dengan tingkat
Karena itu, variabel toleransi kemudian keintiman (intimacy) atau bahkan sebaliknya
dioperasionalkan ke dalam 3 (tiga) indikator, kebencian yang menyertainya. Dengan kata
yakni persepsi, sikap, dan kerjasama. lain, toleransi dalam hubungan antarumat
Persepsi, yakni aspek kehidupan yang beragama ini akan diukur melalui seberapa
masuk dalam wilayah penilaian para jauh para pemeluk agama menentukan jarak
pemeluk agama dalam kaitannya dengan sosial mereka terhadap para pemeluk agama
pemeluk agama lainnya. Dalam tindakan lainnya. Selain mengukur jarak sosial yang
sosial atau sikap yang muncul, persepsi atau mencerminkan toleransi umat beragama di
penilaian biasanya mendahului tindakan Kota Bandung, penelitian ini juga
tersebut. Dengan kata lain, persepsi biasanya menambahkan variabel sikap pemerintah
mendorong lahirnya sikap atau bahkan dan harapan masyarakat terhadap
tindakan. Persepsi terhadap pemeluk agama pemerintah sebagai dua variabel yang dinilai
lain juga dipengaruhi oleh norma atau world penting untuk mengetahui seberapa besar
view yang dipunyai oleh para pemeluk persepsi dan harapan masyarakat terhadap
agama bersangkutan. Sikap, yakni pendirian peran pemerintah dalam memelihara kondisi
yang diperlihatkan oleh para pemeluk agama kerukunan antarumat beragama. Pemerintah
yang berupa respon terhadap pemeluk sebagai pihak yang memiliki kewenangan
agama lainnya. Aspek ini akan formal untuk mengatur hubungan-hubungan
menggambarkan apa yang akan dilakukan sosial, termasuk di dalamnya hubungan
oleh pemeluk agama sehubungan dengan antarumat beragama, menjadi aktor yang
hadirnya fakta sosial di hadapan mereka. berperan strategis untuk mendukung
Sikap yang dimaksud di sini bisa berupa terciptanya toleransi yang kondusif.
tindakan, tetapi bisa juga berupa tindakan
“diam”. Tetapi dalam penelitian ini sikap Kelima dimensi yang menjadi fokus survei
akan diungkapkan melalui pernyataan- ini, yaitu “persepsi”, “sikap” “kerjasama”,
pernyataan. Kerjasama, yakni aspek “sikap pemerintah”, dan “harapan terhadap
hubungan sosial antara para pemeluk agama pemerintah”, dijelaskan melalui beberapa
yang berbeda. Persepsi atau penilaian selain indikator yang dirumuskan melalui item-
bisa mendorong lahirnya sikap juga bisa item pertanyaan dalam kuesioner. Indikator
110
Volume 1 (2) Desember 2016 eISSN 2528-1569 pISSN 2528-2115
UMBARA : Indonesian Journal of Anthropology Hermawati, Paskarina, Runiawati, Toleransi….

yang memperlihatkan lima dimensi di atas tama diolah untuk mendapatkan tabel
diberi bobot, mulai dari yang paling rendah frekuensi dan persentase dari setiap jawaban
sampai yang paling tinggi. Dalam jawaban pertanyaan. Secara bersamaan juga bisa
pada kuesioner, para responden diminta diperoleh nilai skor rata-rata berupa mean
untuk memilih salah satu dari 5 jawaban, dan median dari setiap variabel. Untuk dapat
yakni Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Netral memperoleh indeks skor dari beberapa
(N), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak variabel yang menanyakan tentang (1)
Setuju (STS). Jawaban tersebut diberi skor, persepsi; (2) sikap; (3) kerjasama; (4) sikap
yakni 5 untuk SS, 4 untuk S, 3 untuk N, 2 terhadap pemerintah; dan (5) harapan
untuk TS, dan 1 untuk STS. Kelima jawaban terhadap pemerintah, yang masing-masing
yang ada tentu saja tidak memperlihatkan digabung menjadi variabel komposit.
arti apa-apa bagi responden selain bahwa Karena jawaban-jawab terhadap pertanyaan
mereka diminta untuk memilih satu saja dibobotkan dari yang tertinggi sampai yang
jawaban yang dirasa sesuai dengan terendah (1-5), Skor variabel komposit
pandangan, pendapat dan persepsi mereka. inilah yang digunakan sebagai barometer
Skor jawaban tersebut mengindikasikan yang menunjukkan tingkatan toleransi
potensi kerukunan pada diri para responden. dalam hubungan antarumat beragama di
Pembobotan ini, yang tentunya hanya Kota Bandung.
diketahui oleh para peneliti, dijadikan alat
ukur berkaitan dengan tingkat kerukunan, di Dengan menggunakan hasil penghitungan
mana jawaban berbobot 5 adalah menunjuk skor tersebut, disusun indeks penilaian dari
pada tingkat kerukunan yang tinggi. setiap variabel dan indeks keseluruhan yang
Penomoran ini menjadi penting mengingat mencerminkan tingkat toleransi umat
jawaban dalam kuesioner tidak berformat beragama di Kota Bandung. Rumus yang
sama, melainkan tergantung pada digunakan untuk menghitung indeks
pertanyaannya. Dalam kuesioner terdapat tersebut adalah:
pertanyaan yang memerlukan jawaban
“sangat setuju” sampai “sangat tidak setuju”, a. Menghitung indeks
pembobotan jawaban seperti ini merujuk Indeks = (∑ Frekuensi x Skor)/∑
pada skala Likert yang lazim digunakan Frekuensi
dalam penelitian survei. Pembobotan b. Menghitung jarak interval
jawaban dalam skala Likert pada umumnya (Skor Tertinggi - Skor
berjumlah ganjil: 3, 5, 7 dan seterusnya. Interval = Terendah)/5
Dalam penelitian ini ditetapkan 5 variasi, = (5-4)/5
artinya 1 – 5, yang dianggap sudah cukup 0,8
untuk mengakomodasi semua variasi Nilai Indeks:
jawaban yang diberikan para responden. 1 - 1.7 = Sangat rendah
1.8 - 2.5 = Rendah
Penentuan sampel yang menjadi responden 2.6 - 3.3 = Cukup
dalam penelitian ini menggunakan teknik 3.4 - 4.1 = Tinggi
area sampling berdasarkan kecamatan di 4.2 - 5 = Sangat tinggi
Kota Bandung, sehingga diharapkan data
yang terkumpul dapat mewakili kondisi dari Hasil penghitungan tersebut selanjutnya
setiap kecamatan. dianalisis dengan menginterpretasikan nilai
indeks. Dalam interpretasi tersebut, juga
Pengolahan dan analisis data kuantitatif digunakan hasil pengolahan data secara
diolah dengan menggunakan program deskriptif.
statistik SPSS. Jawaban-jawaban responden
yang diperoleh melalui kuesioner pertama-
111
Volume 1 (2) Desember 2016 eISSN 2528-1569 pISSN 2528-2115
UMBARA : Indonesian Journal of Anthropology Hermawati, Paskarina, Runiawati, Toleransi….

Hasil Penelitian
Tabel 1 Persepsi Responden tentang
Persepsi tentang Toleransi Toleransi Antarumat Beragama
Persepsi adalah penilaian yang dalam hal ini di Kota Bandung
terhadap kelompok agama lain, baik Jawaban (%)
Persepsi
mengenai gambaran umumnya, SS S N TS STS
masyarakatnya ataupun apa yang dilakukan Memeluk 56,5 39,4 3,7 0,5
oleh masyarakat agama lain bersangkutan. agama
merupakan
Konflik-konflik yang muncul antara bagian dari
pemeluk suatu agama dengan pemeluk hak asasi
agama lainnya bisa berasal dari adanya manusia
persepsi yang keliru atau pandangan jelek Menjalankan 56 40,3 3,7
terhadap agama lain dan pemeluknya. ibadah sesuai
dengan
Persepsi ini muncul setelah mereka melihat
agamanya
dan memberikan penilaian terhadap masing-
kelompok agama lain tersebut yang masing
dianggapnya merugikan agama atau merupakan
kelompok mereka. Dengan demikian bagian dari
hak asasi
pemahaman terhadap variabel ini menjadi
manusia
penting mengingat hal ini akan memberikan Setiap 52,8 44,4 2,3 0,5
gambaran kenapa hubungan sosial pemeluk
antarpemeluk agama memanas dan kenapa agama wajib
suatu konflik terjadi. menjamin
kebebasan
pemeluk
Dalam tindakan sosial atau sikap yang agama lainnya
muncul, persepsi atau penilaian biasanya untuk
mendahului tindakan tersebut. Dengan kata memeluk
lain, persepsi biasanya mendorong lahirnya agama sesuai
sikap atau bahkan tindakan. Persepsi dengan
keyakinannya
terhadap pemeluk agama lain juga masing-
dipengaruhi oleh norma atau world view masing
yang dipunyai oleh para pemeluk agama Setiap 50,5 45,8 3,2 0,5
bersangkutan. Persepsi ini diukur dari pemeluk
sejumlah hal, antara lain: pemenuhan hak- agama wajib
menjamin
hak keberagamaan, pemenuhan kewajiban kebebasan
dalam hubungan antarumat beragama, pemeluk
penilaian terhadap keberagaman, penilaian agama lainnya
terhadap tindakan yang dilakukan oleh untuk
pemeluk agama yang berbeda, serta konflik beribadah
sesuai dengan
yang berpeluang terjadi atau pernah dialami agamanya
oleh responden dalam interaksinya dengan masing-
pemeluk agama lain. masing
Perbedaan 50,9 45,4 2,8 0,9
Berdasarkan data yang diperoleh, diperoleh agama
merupakan
temuan bahwa mayoritas responden hal yang wajar
memiliki persepsi positif terhadap dalam
pernyataan-pernyataan yang diajukan terkait kehidupan
dengan toleransi antarumat beragama. Hal bermasyarakat
ini tergambar pada tabel berikut ini:
112
Volume 1 (2) Desember 2016 eISSN 2528-1569 pISSN 2528-2115
UMBARA : Indonesian Journal of Anthropology Hermawati, Paskarina, Runiawati, Toleransi….

Jawaban (%) Jawaban (%)


Persepsi Persepsi
SS S N TS STS SS S N TS STS
Agama yang 50,9 46,3 2,3 0,5 disebabkan
saya anut karena
mengajarkan kepentingan
saya untuk ekonomi
bersikap Konflik antar 34,3 35,6 19,9 9,3 0,9
toleran atau umat
menghargai beragama
agama lain disebabkan
Penyebaran 23,1 29,6 25 19,4 2,8 karena
agama kepada egoisme
penganut masing-
agama lain masing
tidak pemeluk
diperbolehkan agama
Pemeluk 48,1 46,8 3,2 1,4 0,5 Kerjasama 14,4 56,9 16,2 9,7 2,8
agama yang antar umat
baik tidak beragama
akan sudah terjalin
melakukan dengan baik
kekerasan Para tokoh 14,8 51,4 19 13,4 1,4
secara fisik agama sudah
terhadap menjalankan
pemeluk tugasnya
agama lainnya dengan baik
Pemeluk 48,1 48,1 2,3 1,4 dalam
agama yang menjaga
baik tidak kerukunan
akan umat
melakukan beragama
kekerasan Organisasi 14,8 53,2 17,6 13 1,4
secara verbal keagamaan
terhadap sudah
pemeluk menjalankan
agama lainnya tugasnya
Kegiatan 46,8 48,6 4,6 dengan baik
radikalisme dalam
(kekerasan) menjaga
dilarang kerukunan
dalam agama umat
yang saya anut beragama
Di lingkungan 5,6 10,6 14,4 50,5 19 Pemerintah 14,4 50,9 15,7 16,2 2,8
tempat tinggal sudah
saya pernah menjalankan
terjadi konflik tugasnya
antar umat dengan baik
bergama dalam
Konflik antar 13,9 36,1 26,9 20,8 2,3 menjaga
umat kerukunan
beragama hidup umat
disebabkan beragama
karena Sumber: Hasil Penelitian, diolah, 2015
kepentingan
politik
Konflik antar 18,1 30,1 26,9 22,2 2,8 Kendati ada item pernyataan yang dijawab
umat
beragama “Tidak Setuju” oleh mayoritas responden,

113
Volume 1 (2) Desember 2016 eISSN 2528-1569 pISSN 2528-2115
UMBARA : Indonesian Journal of Anthropology Hermawati, Paskarina, Runiawati, Toleransi….

tapi jawaban ini bermakna positif karena Sikap tentang Toleransi


menyangkut konflik dengan pemeluk agama
lain yang pernah dialami oleh responden di Sikap, yakni pendirian yang diperlihatkan
lingkungan tempat tinggalnya. Jawaban oleh para pemeluk agama yang berupa
responden yang menyatakan ‘tidak’ respon terhadap pemeluk agama lainnya.
mengandung arti bahwa konflik tidak pernah Aspek ini akan menggambarkan apa yang
dialami responden. Sebanyak 16,2% akan dilakukan oleh pemeluk agama
responden menjawab dalam kategori pernah sehubungan dengan hadirnya fakta sosial di
mengalami konflik, yakni “Sangat Setuju” hadapan mereka. Dalam penelitian ini, sikap
(5,6%) dan “Setuju” (10,6%). Berdasarkan mayoritas responden menunjukkan bahwa
wawancara dengan responden yang mereka relatif terbuka dalam berinteraksi
menjawab pernah mengalami konflik di sosial dengan umat yang berbeda agama. Hal
lingkungannya, alasan yang menyebabkan ini tampak dari data berikut ini yang
konflik timbul adalah: (1) sebanyak 2,4% menggambarkan sikap responden dalam
menjawab karena penolakan pembangunan relasi sosial dengan umat beragama lain.
tempat ibadah agama lain (dalam hal ini
gereja), kemudian 0,5% responden Tabel 2 Sikap terhadap Toleransi
menyebutkan penyebab konflik adalah Jawaban (%)
karena tetangga yang beragama berbeda Sikap S S N TS ST
membuka usaha di rumahnya tetapi tanpa S S
izin dari lingkungan setempat, dan sebanyak Saya bersedia 48, 44, 5,6 1,4
0,5% responden lain menyebutkan konflik bertetangga dengan 1 9
pemeluk agama
muncul karena ada bangunan mesjid di lain
lingkungannya yang dibangun dengan Saya bersedia 48, 46, 4,2 0,9
arsitektur Cina, sehingga dianggap kurang bergaul (menyapa, 6 3
Islami. Alasan-alasan tersebut menegaskan mengobrol dll)
bahwa pemicu konflik antarumat beragama dengan pemeluk
agama lain
bersumber dari pembangunan rumah ibadah
Saya bersedia 42, 46, 8,8 1,4 0,9
agama lain di lingkungan sekitar penduduk. bersahabat dengan 1 8
pemeluk agama
Data di atas menunjukkan bahwa meskipun lain
persepsi sebagian besar responden tergolong Saya bersedia 11, 10, 18, 29, 30,
positif terhadap keberagaman agama, tetapi menikah dengan 1 2 5 6 6
pemeluk agama
ketika dikaitkan dengan keberadaan rumah lain
ibadat di lingkungan permukiman, masih Dalam melakukan 29, 58, 9,3 2,8
ada responden yang mempersepsinya hubungan sosial, 6 3
sebagai hal yang tidak seharusnya saya tidak pernah
dilakukan. Hal ini bermakna bahwa persepsi membeda-bedakan
seseorang
toleransi beragama cenderung positif jika berdasarkan
perbedaan agama itu masih berada dalam agamanya
jarak sosial yang tidak terlampau dekat Saya tidak 22, 34, 19, 22,
dengan kehidupan sehari-hari responden. keberatan apabila 7 7 9 7
Sebaliknya, ketika aktivitas pemeluk agama pemeluk agama
lain membangun
lain tersebut dinilai sudah memasuki ranah tempat
kehidupan sehari-hari, misalnya dengan peribadatannya di
menyelenggarakan kegiatan ibadat di sekitar lingkungan tempat
lingkungan permukiman, maka persepsi tinggal saya
toleransi mengalami pergeseran ke arah Saya tidak 23, 39, 17, 18, 1,4
keberatan apabila 6 4 6 1
kecenderungan penolakan.
114
Volume 1 (2) Desember 2016 eISSN 2528-1569 pISSN 2528-2115
UMBARA : Indonesian Journal of Anthropology Hermawati, Paskarina, Runiawati, Toleransi….

Jawaban (%) orang yang berbeda agama. Kendati


Sikap S S N TS ST mayoritas (46,8%) menyatakan tidak pernah
S S
berselisih paham, tapi ada 17,2% responden
pemeluk agama
lain mengadakan yang pernah berselisih paham dengan
kegiatan-kegiatan pemeluk agama yang berbeda. Penyebabnya
keagamaan di adalah:
lingkungan tempat 1. Berbeda pendapat tentang kepercayaan;
tinggal saya 2. Berselisih dengan etnis lain dengan
Saya pernah 4,2 13 9,3 46, 26,
berselisih paham 8 9 membawa-bawa agama masing-masing;
dengan pemeluk 3. Berselisih karena masalah pribadi, tapi
agama lain membawa-bawa agama masing-masing;
Saya bersedia 24, 62, 11, 1,9 0,5 4. Merasa terganggu dengan kegiatan
untuk 1 5 1 keagamaan yang diselenggarakan di
bermusyawarah/be
rdamai dengan
sekitar lingkungan permukiman.
pemeluk agama
lain jika terjadi Informasi tersebut menunjukkan bahwa
perselisihan. penyebab timbulnya perselisihan pada
Keberadaan ajaran- 20, 38 25, 9,7 6 umumnya tidak secara langsung berkaitan
ajaran agama lain 4 9
diluar yang sudah
dengan masalah agama, tapi karena dipicu
ditetapkan oleh oleh persoalan pribadi atau persoalan lain
negara meresahkan yang kemudian disangkutpautkan dengan
Sumber: Hasil Penelitian, diolah, 2015 agama. Perselisihan tersebut timbul karena
prasangka sosial, yakni penilaian atas dasar
Data di atas menunjukkan bahwa responden stereotip tertentu terhadap individu atau
tidak merasa ada masalah jika harus kelompok yang berbeda identitasnya. Masih
berinteraksi dengan orang atau kelompok adanya prasangka sosial dalam hubungan
yang berbeda agama, selama dalam jarak antarumat beragama ini rentan menjadi
sosial yang tidak terlalu masuk ke ruang pemicu konflik ketika ada ketidakpuasan
privat. Tetapi, ketika ditanyakan apakah dalam hubungan sosial, misalnya ketika
bersedia menikah dengan pemeluk agama kegiatan keagamaan yang dilakukan oleh
lain, mayoritas responden menyatakan umat agama yang berbeda dirasakan
ketidaksetujuan. Ini menunjukkan bahwa mengganggu seperti menyebabkan
jarak sosial yang ditoleransi dalam kemacetan, maka yang kemudian
hubungan antarumat beragama baru sebatas dipersalahkan bukan hanya
hal-hal yang berada dalam ruang publik, penyelenggaranya tapi juga agamanya.
tetapi ketika sudah masuk ke ranah privat,
maka jarak sosial ini menyempit. Kondisi ini Kerja Sama antarumat Beragama
tentu tidak terlepas dari larangan bagi
pemeluk agama tertentu untuk menikah Salah satu variabel yang digunakan untuk
dengan pemeluk agama lainnya. Misal di mengukur indeks kerukunan di Kota
kalangan Islam terdapat larangan bagi Bandung adalah kerjasama antar umat
Muslimah untuk menikah dengan laki-laki beragama/hubungan sosial. Data pada tabel
non muslim. Demikian juga, dengan ajaran di bawah ini menunjukkan secara
untuk mencari jodoh dengan melihat aspek keseluruhan sub variabel yang diukur berasa
agamanya. pada posisi baik dan sangat baik. Namun
demikian, terdapat kecenderungan fluktuasi
Pertanyaan lain yang menarik untuk dikaji sikap dan perilaku pada subvariabel
terkait dengan sikap responden yang tertentu. Misalnya subvariabel besedia
menyatakan pernah berselisih paham dengan mengundang pemeluk agama lain dalam
115
Volume 1 (2) Desember 2016 eISSN 2528-1569 pISSN 2528-2115
UMBARA : Indonesian Journal of Anthropology Hermawati, Paskarina, Runiawati, Toleransi….

kegiatan (misalnya kegiatan syukuran, pesta, Kerjasama/ Jawaban (%)


dan lain sebagainya) yang saya lakukan Hubungan STS
SS S N TS
Sosial
(bersedia bertransaksi) memperoleh nilai
pemeluk
baik dan sangat baik sebesar 90,7%. Sub agama lain
variabel ini mendapatkan nilai yang paling untuk
tinggi dibandingkan dengan sub variabel membangun
lainnya. Ini berarti dalam konteks hubungan rumah
sosial, masyarakat Kota Bandung secara ibadahnya
Saya bersedia 23, 41, 27, 6,9 0,9
umum tidak mempermasalahkan identitas terbuka 1 2 8
keagamaan. Hal yang sama juga terjadi pada aspek (mengizinkan)
hubungan kerja dimana sub variabel saya bersedia kegiatan
melakukan hubungan kerja dengan pemeluk keagamaan
agama lain memperoleh nilai kedua tertinggi lain
Saya bersedia 21, 42, 26, 8,3 1,4
yaitu 87,5%. mendengarkan 8 1 4
saran dari
Tabel 3 tokoh agama
Kerjasama/Hubungan Sosial di antara Umat lain
Beragama di Kota Bandung Sumber: Hasil Penelitian, diolah, 2015
Kerjasama/ Jawaban (%)
Hubungan STS Pada aspek sosial lainnya seperti kesediaan
SS S N TS
Sosial menghadiri undangan dari pemeluk agama
Saya bersedia 33, 57, 7,9 0,9 0,5
lain dan kesediaan memberikan sumbangan
mengundang 3 4
pemeluk kepada pemeluk agama lain mendapatkan
agama lain indeks sangat baik-baik masing-masing
dalam kegiatan sebesar 83,8% dan 79,6%. Ini menunjukkan
(misalnya adanya pola relasi sosial yang relatif aman
kegiatan
syukuran,
dan setidaknya dapat menjadi modal sosial
pesta, dan lain dalam membangun masyarakat Kota
sebagainya) Bandung yang multikultural.
yang saya
lakukan Subvariabel yang sedikit menjadi perhatian
Saya bersedia 32, 50, 12, 3,7
adalah tiga aspek yang memiliki kaitan
menghadiri 9 9 5
undangan dari teologis yaitu kesediaan mengizinkan
pemeluk kegiatan keagamaan lain sebesar 64,3%,
agama lain kesediaan menerima saran dari tokoh agama
Saya bersedia 35, 44, 14, 5,1 0,5 lain sebesar 63,9% dan bersedia membantu
memberikan 2 4 8 pemeluk agama lain untuk membangun
sumbangan
kepada rumah ibadahnya 49,1%. Fluktuasi perilaku
pemeluk sosial yang menurun pada tiga aspek ini
agama lain menunjukkan adanya kehati-hatian bagi
yang responden untuk menjalin hubungan dalam
memerlukanny aspek keagamaan. Bahkan pada subvariabel
a
Saya bersedia 35, 51, 11, 0,9 0,5
kesediaan membantu pembangunan rumah
melakukan 6 9 1 ibadah di beberapa wilayah mendapatkan
hubungan respon negatif dari masyarakat lebih dari
kerja dengan 16%. Artinya, sebagian masyarakat di Kota
pemeluk Bandung enggan untuk melibatkan diri pada
agama lain
Saya bersedia 20, 28, 34, 14, 1,9
kegiatan yang terkait dengan “ruang privat”
membantu 4 7 7 4
116
Volume 1 (2) Desember 2016 eISSN 2528-1569 pISSN 2528-2115
UMBARA : Indonesian Journal of Anthropology Hermawati, Paskarina, Runiawati, Toleransi….

agama tertentu seperti terlibat dalam Sikap


Jawaban (%)
pembangunan rumah ibadah SS S N TS STS
Pemerintah
berlaku sudah
Sikap Pemerintah dalam Hubungan menjamin hak
antarumat Beragama yang sama
bagi setiap
Berdasarkan Peraturan Bersama Menteri agama untuk
Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 membangun
rumah
Tahun 2006/Nomor 8 Tahun 2006, ibadatnya
pemeliharaan kerukunan umat beragama Prosedur 0,9 23, 33, 33, 8,3
menjadi tanggung jawab bersama umat perizinan 6 8 3
beragama, pemerintah daerah dan pembangunan
pemerintah pusat. Dengan demikian tempat ibadat
yang sekarang
pemerintah memiliki peran strategis dalam berlaku sudah
memelihara toleransi dalam umat beragama. diterapkan
Sub bahasan ini membahas bagaimana peran dengan
pemerintah memelihara kerukunan konsisten bagi
antarumat beragama melalui 11 indikator. setiap agama
Pemerintah 4,6 30, 37, 20, 6,9
Adapun rekapitulasinya adalah sebagai memfasilitasi 1 5 8
berikut: dialog antar
umat agama
Tabel 4 Sikap Pemerintah Dalam Hubungan dengan baik
Antarumat Beragama Pemerintah 5,1 34, 31 25, 4,2
Jawaban (%) sering 3 5
Sikap
SS S N TS STS mengadakan
Pemerintah
kegiatan-
Pemerintah 8,8 42, 20, 23, 5,1 kegiatan yang
memfasilitasi 1 8 1 melibatkan
pembangunan berbagai
sarana agama
peribadatan Pemerintah 14, 38, 25, 14, 6
dengan baik bersikap tegas 4 9 9 8
Pemerintah 2,8 27, 29, 34, 5,6 dalam
melakukan 8 6 3 menyikapi
sosialisasi kasus
mengenai penistaan
aturan agama
pendirian Pemerintah 13, 42, 24, 13, 6,9
sarana bersikap tegas 4 1 1 4
peribadatan dalam
dengan baik menyikapi
Pemerintah 23, 29, 25 19, 2,8 kasus
memfasilitasi 1 6 4 kekerasan
kegiatan- antar umat
kegiatan beragama
keagamaan di Pemerintah 15, 41, 24, 13, 5,6
kota Bandung bersikap tegas 3 2 5 4
Pemerintah dalam
dengan baik menyikapi
Prosedur 2,3 25 34, 33, 4,6 kasus
perizinan 7 3 penyimpanga
pembangunan n ajaran
tempat ibadat agama
yang sekarang
117
Volume 1 (2) Desember 2016 eISSN 2528-1569 pISSN 2528-2115
UMBARA : Indonesian Journal of Anthropology Hermawati, Paskarina, Runiawati, Toleransi….

Sikap
Jawaban (%) 1. Prosedur perizinan pembangunan
SS S N TS STS tempat ibadat yang sekarang
Pemerintah
berlaku sudah menjamin hak yang
Pemerintah 18, 45, 19, 12 3,7
melindungi 5 8 9 sama bagi setiap agama untuk
kebebasan membangun rumah ibadatnya
beribadah (34,7%).
setiap 2. Prosedur perizinan pembangunan
pemeluk tempat ibadat yang sekarang
agama
berlaku sudah diterapkan dengan
Sumber: Hasil Penelitian, diolah, 2015
konsisten bagi setiap agama
(33,8%).
Secara umum, berdasarkan jawaban
3. Pemerintah memfasilitasi dialog
responden terdapat 3 kategori utama yaitu
antar umat agama dengan baik
kategori jawaban yang berada memiliki
(37,5%).
frekuensi tertinggi dalam kategori setuju,
Berdasarkan Peraturan Bersama
netral dan tidak setuju yang akan dijelaskan
Menteri Agama dan Menteri Dalam
lebih lanjut sebagai berikut:
Negeri Nomor 9 Tahun 2006/Nomor 8
a. Jawaban memiliki frekuensi tertinggi
Tahun 2006 terdapat persyaratan
dalam kategori setuju menunjukan
administratif, persyaratan teknis dan
bahwa sikap pemerintah dinilai baik
persyaratan khusus yang harus
dalam memelihara hubungan antar umat
ditempuh masyarakat dalam pendirian
beragama. Adapun beberapa sikap
rumah beribadat. Responden
pemerintah yang dimaksud adalah
menyatakan netral atas prosedur
sebagai berikut:
perizinan yang konsisten dan
1. Pemerintah memfasilitasi
terjaminnya hak yang sama bagi setiap
pembangunan sarana peribadatan
agama dalam membangun rumah
dengan baik (42,1%).
ibadah pemerintah.
2. Pemerintah memfasilitasi kegiatan-
Dalam perspektif ketatanegaraan,
kegiatan keagamaan di Kota
perizinan merupakan salah satu bentuk
Bandung Pemerintah dengan baik
pengendalian dan merupakan
(29,6%)
pengecualian atas suatu larangan. Oleh
3. Pemerintah sering mengadakan
karenanya prosedur yang ada harus
kegiatan-kegiatan yang melibatkan
konsisten diterapkan sehingga dapat
berbagai agama (34,3%)
menjamin hak yang sama bagi setiap
4. Pemerintah bersikap tegas dalam
warga negara.
menyikapi kasus penistaan agama
c. Jawaban memiliki frekuensi tertinggi
(38,9%)
dalam kategori tidak setuju terdapat
5. Pemerintah bersikap tegas dalam
pada indikator kegiatan sosialisasi yang
menyikapi kasus kekerasan antar
dilakukan oleh pemerintah. Pemerintah
umat beragama (42,1%)
dinilai belum melakukan sosialisasi
6. Pemerintah melindungi kebebasan
mengenai aturan pendirian sarana
beribadah setiap pemeluk agama
beribadatan dengan baik. Sosialisasi
(41,2%)
diperlukan dalam rangka
7. Pemerintah bersikap tegas dalam
menumbuhkembangkan keharmonisan,
menyikapi kasus penyimpangan
saling pengertian, saling menghormati
ajaran agama (45,8%)
dan saling percaya diantara umat
b. Jawaban memiliki frekuensi tertinggi
beragama. Untuk itu dalam masa
dalam kategori netral pada ketiga
mendatang kegiatana sosialisasi ini
indikator di bawah ini:
perlu ditingkatkan.
118
Volume 1 (2) Desember 2016 eISSN 2528-1569 pISSN 2528-2115
UMBARA : Indonesian Journal of Anthropology Hermawati, Paskarina, Runiawati, Toleransi….

Harapan terhadap Pemerintah Harapan Jawaban (%)


terhadap SS S N TS STS
Pemerintah
Di era Reformasi, pengakuan terhadap HAM
pembangunan
semakin menguat dan era keterbukaan tempat ibadat
diakui sebagai penciri khusus era reformasi. perlu
Sejalan dengan hal tersebut, konflik-konflik menjamin hak
terbuka yang melibatkan umat beragama yang sama
bagi setiap
mulai muncul. Peristiwa yang paling tragis
agama untuk
ialah konflik yang terjadi di Poso, Ambon, membangun
Sambas, Sampit dan titik-titik konflik lain di rumah
sejumlah daerah. Disinilah pentingnya ibadatnya
kebijakan-kebijakan dan langkah-langkah Prosedur 40,7 50,5 7,9 0,9
yang komprehensif untuk mendorong perizinan
pembangunan
semakin kuatnya budaya kerukunan dan tempat ibadat
perdamaian, sekaligus meminimalisir perlu
berbagai faktor pemicu konflik. diterapkan
dengan
Harapan responden terhadap pemerintah konsisten bagi
agar terciptanya kerukunan umat beragama setiap agama
sangat besar. Hal ini ditujukan melalui Pemerintah 41,2 44,9 12 1,4 0,5
perlu
sebagian besar jawaban responden kuesioner memfasilitasi
yang berada dalam kategori setuju dan dialog antar
sangat setuju: umat agama
Pemerintah 42,1 48,6 8,3 0,9
Tabel 5 Harapan terhadap Pemerintah perlu
Dalam Hubungan Antarumat Beragama mengadakan
Harapan Jawaban (%) kegiatan-
terhadap SS S N TS STS kegiatan yang
Pemerintah melibatkan
Pemerintah 41,2 50 6,9 1,9 berbagai
perlu agama
memfasilitasi Pemerintah 41,7 50 5,6 2,3 0,5
pembangunan perlu tegas
sarana dalam
peribadatan menyikapi
Pemerintah 44,4 46,8 7,9 0,9 kasus
perlu penistaan
melakukan agama
sosialisasi Pemerintah 45,4 50,5 3,2 0,5 0,5
mengenai perlu tegas
aturan dalam
pendirian menyikapi
sarana kasus
peribadatan kekerasan
Pemerintah 44 49,5 5,6 0,9 antar umat
perlu beragama
memfasilitasi Pemerintah 42,6 48,1 6 2,3 0,9
kegiatan- perlu tegas
kegiatan dalam
keagamaan di menyikapi
kota Bandung kasus
Pemerintah penyimpangan
Prosedur 43,5 50 6 0,5 ajaran agama
perizinan
119
Volume 1 (2) Desember 2016 eISSN 2528-1569 pISSN 2528-2115
UMBARA : Indonesian Journal of Anthropology Hermawati, Paskarina, Runiawati, Toleransi….

Harapan Jawaban (%) 3 Memelihara dan 1


terhadap SS S N TS STS meningkatkan
Pemerintah kerjasama dengan
Pemerintah 35,6 42,6 12 4,2 5,6 FKUB
perlu 4 Sosialisasi keberadaan 1
membentuk FKUB
Forum 5 Penjaminan hak-hak 1
Kerukunan setiap penganut agama
Umat 6 Pemerintah harus 3
Beragama mencegah dan meredam
(FKUB) konflik antar umat
sampai tingkat beragama
RW 7 Sosialisasi mengenai 2
Pemerintah 37,5 38,9 17,6 2,8 3,2 pemahaman toleransi
perlu antarumat beragama
memasukkan 8 Perlunya dewan 1
muatan antaragama
kerukunan 9 Perlu adanya layanan 1
umat cepat seperti hotline
beragama untuk laporan konflik
dalam agama di Kota Bandung
kurikulum di Sumber: Hasil Penelitian, diolah, 2015
sekolah
Sumber: Hasil Penelitian, diolah, 2015
Berdasarkan tabel harapan responden
terhadap hubungan antarumat beragama
Harapan responden dapat diwujudkan
diperoleh kesimpulan bahwa pemerintah
melalui peran aktif pemerintah pusat,
perlu menciptakan kerukunan antarumat
pemerintah daerah dan masyarakat. Hal ini
beragama, interumat beragama dan
sesuai dengan mandat Peraturan Bersama
kerukunan antarumat beragama dan
Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri
pemerintah. Kerukunan umat beragama di
Nomor 9 Tahun 2006/Nomor 8 Tahun 2006
Kota Bandung dapat tercipta melalui upaya
Pasal (1) angka (1) bahwa Pemeliharaan
membangun budaya toleransi antar umat
kerukunan umat beragama adalah upaya
beragama. Pemerintah harus mampu
bersama umat beragama dan Pemerintah di
membangun kesadaran atas perbedaan
bidang pelayanan, pengaturan, dan
agama sehingga terciptanya kerukunan dan
pemberdayaan umat beragama.
keharmonisan dalam beragama. Upaya yang
dapat dilakukan melalui sosialisasi dan
Adapun Harapan lainnya yang
membangun bingkai kerukunan umat
terdidentifikasi melalui kuesioner diluar
beragama melalui Forum Kerukunan Umat
jawaban yang tersedia adalah sebagai
Beragama (FKUB). Dimana salah satu
berikut:
tujuannya menjadikan ruang dialog
Tabel 6
antaragama khususnya dalam
Harapan Pemerintah dalam Hubungan
menyelesaikan konflik yang muncul
Antarumat Beragama
diantara para pemangku agama.
No Harapan Jumlah
Responden
1 Memelihara dan 33 Indeks Toleransi Umat Beragama di
meningkatkan Kota Bandung
kerukunan umat
beragama agar Bandung
Pengolahan data berdasarkan penghitungan
aman dan juara
2 Memperhatikan agama 5 skor untuk mengetahui indeks toleransi
minoritas antarumat beragama di Kota Bandung
menunjukkan hasil sebagai berikut:
120
Volume 1 (2) Desember 2016 eISSN 2528-1569 pISSN 2528-2115
UMBARA : Indonesian Journal of Anthropology Hermawati, Paskarina, Runiawati, Toleransi….

pernyataan bahwa pemerintah telah


Tabel 7 Indeks Toleransi Antarumat mensosialisasikan dengan baik aturan
Beragama di Kota Bandung perizinan pembangunan rumah ibadat, serta
Capaian Indeks Skor Kategoripenilaian netral untuk pernyataan bahwa
Indeks Persepsi 3,88 Tinggi prosedur perizinan sudah menjamin hak
Indeks Sikap 3,72 Tinggi yang sama bagi setiap agama untuk
Indeks Kerja Sama 3,96 Tinggi mendirikan rumah ibadatnya.
Indeks Sikap 3,21 Cukup
Pemerintah Persoalan perizinan pembangunan rumah
Indeks Harapan 4,27 Sangat ibadat selama ini dinilai oleh responden
terhadap Pemerintah Tinggi sebagai penyebab utama munculnya konflik
antarumat beragama. Sementara, ranah
Indeks Toleransi 3,82 Tinggi
perizinan berada dalam kewenangan
Sumber: Hasil Penelitian, diolah, 2015
pemerintah. Hal ini berarti bahwa ada
persoalan regulasi yang juga perlu dibenahi
Tabel di atas menunjukkan bahwa capaian
oleh pemerintah agar interaksi antarumat
indeks untuk setiap variabel berada pada
beragama tidak mengarah pada munculnya
kategori “Tinggi”, kecuali untuk Indeks
penilaian negatif ketika ada rencana
Sikap Pemerintah yang termasuk kategori
pembangunan rumah ibadat agama lain di
“Cukup”. Penilaian yang tinggi untuk
lingkungan permukiman. Isu tentang
variabel persepsi, sikap, dan kerja sama,
perizinan sangat rentan dipolitisasi oleh
serta penilaian yang “Sangat Tinggi” untuk
pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab,
variabel harapan terhadap pemerintah
sehingga kepastian regulasi dan prosedur
menunjukkan bahwa toleransi antarumat
perizinan perlu disosialisasikan dan
beragama di Kota Bandung berada pada
diberlakukan secara tegas oleh pemerintah
kondisi yang baik. Masih terdapat penilaian
tanpa membeda-bedakan agama.
yang cenderung negatif terkait dengan
aktivitas keberagamaan yang dianggap dapat
Secara keseluruhan, Indeks Toleransi
mengganggu ranah pribadi responden. Hal
antarumat Beragama di Kota Bandung
ini justru menjadi tugas Pemerintah Kota
menunjukkan kategori “Tinggi”, yakni
Bandung untuk dapat mengatur interaksi
berada pada nilai 3,82. Capaian ini
antarumat beragama dengan lebih baik,
menunjukkan bahwa persepsi, sikap, dan
terutama untuk meminimalkan gangguan-
kerja sama dalam interaksi sosial antarumat
gangguan ke dalam ranah pribadi tersebut.
beragama di Kota Bandung sudah
berlangsung secara kondusif. Jarak sosial
Indeks sikap pemerintah yang termasuk
yang ada masih tergolong wajar karena
kategori “Cukup” mengindikasikan bahwa
kecenderungan penolakan terhadap pemeluk
pemerintah belum berperan optimal dalam
agama berbeda hanya berkaitan dengan
hal sosialisasi mengenai aturan pendirian
ranah yang sangat pribadi atau berkaitan
sarana peribadatan serta prosedur perizinan
dengan identitas in-group dari suatu
pembangunan tempat ibadat yang berlaku.
pemeluk agama. Dalam hal interaksi sosial
Penerapan aturan-aturan perizinan
lainnya, ada keterbukaan untuk menerima
pembangunan rumah ibadat juga dinilai
dan bergaul dengan pemeluk agama yang
belum cukup optimal untuk menjamin hak
berbeda.
yang sama bagi setiap pemeluk agama untuk
membangun rumah ibadatnya. Hal ini
Kecendeungan tingginya toleransi antar
dikuatkan dengan data penilaian responden
untuk kedua hal tersebut yang sebagian umat beragama di Kota Bandung agaknya
besar responden menilai tidak setuju untuk dilatarbelakangi oleh kuatnya ’tarikan’
121
Volume 1 (2) Desember 2016 eISSN 2528-1569 pISSN 2528-2115
UMBARA : Indonesian Journal of Anthropology Hermawati, Paskarina, Runiawati, Toleransi….

kehidupan urban yang memiliki kemampuan


untuk ’memaksa’ individu menjadi lebih Kemungkinan konflik umumnya dipicu oleh
rasional di satu sisi serta ’endapan’ nilai‐ perizinan pembangunan rumah ibadat yang
berada dalam ranah kewenangan
nilai tradisi yang tidak dapat hilang
pemerintah, sehingga hal ini penting untuk
sepenuhnya di sisi lain. Hal ini cukup dibenahi dalam rangka meningkatkan
menjelaskan kenyataan bahwa toleransi capaian Indeks Toleransi di Kota Bandung.
antar umat beragama di Kota Bandung Isu agama masih menjadi faktor kuat untuk
dalam hubungannya dengan relasi sosial, memicu sentimen berbasis identitas in-
seperti berteman dan bertetangga lebih group dan out-group, sehingga rentan
tinggi dibandingkan dengan relasi‐relasi memicu konflik.
yang lebih privat ‐ seperti anggota keluarga
Pemerintah Kota Bandung justru perlu
yang menikah dengan orang lain yang beda meningkatkan perannya dalam
agama. Masyarakat Kota Bandung juga meminimalkan resiko konflik yang dipicu
merasa keberatan jika di dekat tempat oleh sentimen keagamaan tersebut.
tinggalnya terdapat rumah ibadah dari umat Mayoritas responden berharap pemerintah
agama lain. Namun demikian, sikap rasional berperan lebih banyak dan lebih substantif
masyarakat kota menjadikan permalahan dalam hal regulasi kehidupan umat
beragama, memenuhi jaminan hak
pendirian rumah ibadah ini tidak
beragama, serta dalam hal penciptaan situasi
menimbulkan kekerasan antar umat toleransi yang kondusif, seperti melalui
beragama. Pemerintahlah yang kemudian penguatan Forum Kerukunan Umat
sangat diharapkan mampu menyelesaikan Beragama dan pendidikan multikultural.
permasalahan yang berkaitan dengan Pemerintah juga diharapkan lebih tegas,
toleransi antar umat beragama. konsisten, dan adil terhadap semua pemeluk
agama dalam mensosialisasikan peraturan-
Simpulan peraturan yang terkait dengan perizinan
pembangunan rumah ibadat dan penerapan
Berdasarkan hasil pengolahan data dan peraturan-peraturan tersebut.
analisis yang diuraikan pada bagian
sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa Saran-saran
Indeks Toleransi antarumat Beragama di
Kota Bandung sebesar 3,82 termasuk dalam Untuk meningkatkan kehidupan umat
kategori “Tinggi”, yang mengindikasikan beragama yang lebih toleran demi
bahwa interaksi sosial antarumat beragama tercapainya Bandung Juara, disarankan
di Kota Bandung telah berlangsung secara untuk melakukan sejumlah hal sebagai
baik dan berada dalam batas-batas jarak berikut:
sosial yang wajar. Mayoritas responden 1. Pemerintah perlu berperan lebih optimal
memiliki persepsi positif terhadap dalam hal sosialisasi mengenai aturan
pernyataan-pernyataan yang diajukan terkait pendirian sarana peribadatan serta
dengan toleransi antarumat beragama, prosedur perizinan pembangunan tempat
sebagaimana tercermin juga dalam sikap ibadat yang berlaku.
antarumat beragama yang bersedia 2. Penerapan aturan-aturan perizinan
menerima secara terbuka keberadaan pembangunan rumah ibadat juga perlu
pemeluk agama yang berbeda dalam ranah lebih konsisten dengan tidak
pergaulan sosial maupun profesi, meskipun diskriminatif
sebatas pada dimensi publik atau formal dari 3. Pemerintah perlu lebih banyak
pergaulan sosial. mensosialisasikan aturan perizinan
122
Volume 1 (2) Desember 2016 eISSN 2528-1569 pISSN 2528-2115
UMBARA : Indonesian Journal of Anthropology Hermawati, Paskarina, Runiawati, Toleransi….

pembangunan rumah ibadat, sehingga beragama yang sama, untuk


ada kejelasan dan kepastian hokum bagi meminimalkan keresahan yang muncul
masyarakat akibat berkembangnya aliran atau sekte-
4. Persoalan perizinan pembangunan sekte tertentu dalam agama tertentu.
rumah ibadat selama ini dinilai oleh 9. Perlu dibentuk FKUB hingga tingkat
responden sebagai penyebab utama komunitas (RT/RW) sebagai instrumen
munculnya konflik antarumat beragama. deteksi dini konflik intra atau antarumat
Sementara, ranah perizinan berada beragama, yang dalam pelaksanaan
dalam kewenangan pemerintah. Hal ini tugasnya berkoordinasi dengan aparat
berarti bahwa ada persoalan regulasi pemerintah, kepolisian, dan tokoh
yang juga perlu dibenahi oleh masyarakat setempat.
pemerintah agar interaksi antarumat
beragama tidak mengarah pada
munculnya penilaian negatif ketika ada DAFTAR PUSTAKA
rencana pembangunan rumah ibadat
agama lain di lingkungan permukiman. Ahmad, Haidlor Ali. (2013). Survei Nasional
5. Isu tentang perizinan sangat rentan Kerukunan Umat Beragama di
dipolitisasi oleh pihak-pihak yang tidak Indonesia. Jakarta: Puslitbang Kehidupan
bertanggung jawab, sehingga kepastian Keagamaan Badan Litbang dan Diklat
regulasi dan prosedur perizinan perlu Kementerian Agama RI.
disosialisasikan dan diberlakukan secara Allport, Gordon. (1954). The Nature of
Prejudice. Cambridge, MA: Addison
tegas oleh pemerintah tanpa membeda-
Wesley
bedakan agama. Baron, Robert A dan Donn Byrne. (2004).
6. Untuk merespon masukan responden Psikologi Sosial. Edisi kesepuluh Jilid 1.
yang mengatakan harus menempuh jarak Jakarta : Erlangga.
yang cukup jauh untuk menuju tempat Bogardus, Emory S. (1925). "Social Distance in
ibadatnya, Pemerintah Kota dapat the City". Proceedings and Publications
memfasilitasi pembangunan rumah- of the American Sociological Society.
rumah ibadat yang mewakili agama- Volume 20, hal. 40–46.
agama yang diakui resmi oleh negara, Dayakisni, Tri dan Hudainah. (2006). Psikologi
selain Islam (Kristen Protestan, Kristen Sosial. Malang : UMM Press.
Katolik, Hindu, Budha, dan Kong Hu Faridah, Ika Fatmawati. (2013). Toleransi Antar
Umat Bergama Masyarakat Perumahan.
Cu) di tiap kecamatan, sehingga jika ada
Jurnal Komunitas 5(1): 14-25.
pemeluk agama tersebut yang bermukim [http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/
di kecamatan tersebut tidak perlu komunitas].
menempuh jarak yang jauh untuk dapat Karwadi. (2004). Motivasi Beragama Secara
beribadat serta tidak perlu Toleran Masyarakat Dusun Sorowajan
menyelenggarakan kegiatan peribadatan Banguntapan Bantul Yogyakarta.
di rumah-rumah yang dapat Aplikasia, Jumal Aplikasi llmu-ilmu
mengganggu lingkungan sekitarnya. Agama,Vol.V(1): 1-16.
7. Dalam rangka meminimalkan prasangka Lay, Cornelis. (2009). Kekerasan Atas Nama
sosial, perlu ditumbuhkan kembali nilai- Agama: Perspektif Politik. Jurnal Ilmu
nilai sosial di masyarakat, seperti gotong Sosial dan Ilmu Politik, Volume 13(1):1-
19.
royong, silih kirim makanan ketika
Nisvilyah, Lely. (2003). Toleransi Antar Umat
perayaan hari-hari keagamaan, dan Beragama Dalam Memperkokoh
sejenisnya, sehingga ada interaksi sosial Persatuan Kesatuan Bangsa( Studi Kasus
yang lebih akrab antarmasyarakat. Umat Islam dan Kristen Dusun Segaran
8. Perlu pengkajian lebih lanjut tentang Kecamatan Dlanggu Kabupaten
potensi konflik internal di antara umat
123
Volume 1 (2) Desember 2016 eISSN 2528-1569 pISSN 2528-2115
UMBARA : Indonesian Journal of Anthropology Hermawati, Paskarina, Runiawati, Toleransi….

Mojekerto). Kajian Moral dan Buddha dan Islam di desa Jatimulyo,


Kewarganegaraan, (1):383-396. Kecamatan Girimulyo, Kab Kulon
Nurhayati, Indah. (2011). Kerukunan Antar Progo). Yogyakarta: Skripsi Jurusan
Umat Beragama (Studi Kasus Tentang Perbandingan Agama, Fakultas
Perayaan Hari Besar Umat Beragama Ushuluddin, Universitas Islam Negeri
Islam dan Agama Kong Hu Chu Di Sunan Kalijaga.
Kelurahan Kranggan Kecamatan Setara Institute. (2010). Toleransi Sosial
Semarang Tengah Kota Semarang). Masyarakat Perkotaan. Jakarta:
Semarang: Fakultas Ushuluddin Institut SETARA Institute.
Agama Islam Negeri Walisongo. Sternberg, Robert J. (2001). Psychology:
Powell, Russell dan Steve Clarke. (2002). S earch of The Human Mind. Third
"Religion, Tolerance and Intolerance: Edition. Harcout College Publisher. USA.
Views from Across the Disciplines". _____. (2004). Prasangka Sosial. [Online].
Diunduh dari Diunduh dari
http://www.philosophy.ox.ac.uk/__data/a http://library.usu.ac.id/download/fisip/k
ssets/pdf_file/0013/13504/Tolerance5_ba esos-irmawati3.pdf (12 Desember
ckground_reading.pdf, pada 9 September 2008).
2015. Suryana, Toto. (2011). Konsep dan Aktualisasi
Radjab, Budi. (2006). Kota Bandung yang Kerukunan Antar Umat Beragama.
Majemuk. Pikiran Rakyat, 15 Juli. Jurnal Pendidikan Agama Islam. Ta’lim
Risdianto, Hery. (2008). Kerukunan Umat Volume 9. (2):127-136.
Beragama(Studi Hubungan Pemeluk

124
Volume 1 (2) Desember 2016 eISSN 2528-1569 pISSN 2528-2115

Anda mungkin juga menyukai