1 PB
1 PB
Abstract
As a city that has a characteristic of social heterogeneity, Bandung has the potential of conflict
originated from the diversity of identities. One of the sources of conflict which are susceptible to
emerge is the conflict originating in differences in religions. This article attempts to study tolerance
in relations among religions in Bandung, which is measured by to which extent the adherents of
religions determine their social distance towards other adherents of religions. By using the qualitative
method, we measured the value of tolerance index through three main dimensions, namely
perception, attitude and cooperation among religious people. The research result showed that the
Tolerance Index among religious people in Bandung City is 3.82, which is categorized as “High”,
indicating that social interaction among religious people in Bandung City has persisted well within
normal boundaries of social distance. The possibility of conflict is generally triggered by the building
permit of houses of worship which is within the government’s domain of authority; therefore it is
urgent to be reformed in order to increase the Tolerance Index in Bandung.
Abstrak
Sebagai kota yang memiliki ciri keanekaragaman secara sosial, Bandung menyimpan potensi konflik
yang bersumber dari keberagaman identitas tersebut. Salahsatu sumber konflik yang rentan muncul
di tengah-tengah masyarakat yang beragam adalah konflik yang bersumber dari perbedaan agama.
Artikel ini berupaya mengkaji toleransi dalam hubungan antarumat beragama di Kota Bandung yang
diukur melalui seberapa jauh para pemeluk agama menentukan jarak sosial mereka terhadap para
pemeluk agama lainnya. Dengan menggunakan metode kuantitatif, penulis mengukur nilai indeks
toleransi melalui tiga dimensi utama yaitu persepsi, sikap dan kerjasama antar umat beragama. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa Indeks Toleransi antarumat Beragama di Kota Bandung sebesar 3,82
termasuk dalam kategori “Tinggi”, yang mengindikasikan bahwa interaksi sosial antarumat
beragama di Kota Bandung telah berlangsung secara baik dan berada dalam batas-batas jarak sosial
yang wajar. Kemungkinan konflik umumnya dipicu oleh perizinan pembangunan rumah ibadat yang
berada dalam ranah kewenangan pemerintah, sehingga hal ini penting untuk dibenahi dalam rangka
meningkatkan capaian Indeks Toleransi di Kota Bandung.
komposisi penduduk Kota Bandung makin secara etnisitas maupun faktor perbedaan
beragam. Keberagaman ini di satu sisi lainnya. Salah satu sumber konflik yang
menjadi potensi yang menambah daya tarik rentan muncul di tengah-tengah masyarakat
Kota Bandung, tapi di sisi lain, juga yang beragam adalah konflik yang
menyimpan potensi konflik yang bersumber bersumber dari perbedaan agama. Studi
dari keberagaman identitas tersebut. yang dilakukan Centre of Strategic and
International Studies (CSIS) pada tahun
Bandung sebagai kota yang majemuk bukan 2012, menyatakan bahwa toleransi
baru terbentuk saat ini, tetapi telah melalui beragama orang Indonesia tergolong rendah.
proses sejarah yang panjang. Dalam Dalam survei CSIS, sebanyak 59,5 persen
tulisannya, Budi Radjab (2006) responden tidak berkeberatan bertetangga
menguraikan terbentuknya keberagaman di dengan orang beragama lain. Sekitar 33,7
Kota Bandung sejak lebih dari seabad persen lainnya menjawab sebaliknya.
lampau. Keberagaman itu dibentuk oleh Penelitian ini dilakukan pada Februari 2012
berbagai suku bangsa yang bermukim di di 23 provinsi dan melibatkan 2.213
Kota Bandung, seperti yang berasal dari responden. Saat ditanya soal pembangunan
Jawa, Batak, Minangkabau, Minahasa, rumah ibadah agama lain di lingkungannya,
Ambon, Cina, Belanda, dan orang Sunda sebanyak 68,2 persen responden
yang terlebih dahulu mendiami wilayah menyatakan lebih baik hal itu tidak
Kota Bandung. Keberagaman suku bangsa dilakukan. Hanya 22,1 persen yang tidak
yang mendiami Kota Bandung semakin berkeberatan. Hasil survei juga
bertambah ketika Pemerintah Kolonial menunjukkan kecenderungan intoleransi ada
Hindia Belanda mendirikan sekolah-sekolah pada kelompok masyarakat dalam semua
lanjutan tingkat atas dan perguruan tinggi di kategori pendidikan. Sekitar 20 persen
awal abad ke-20, yang mengundang masyarakat berpendidikan sekolah dasar,
kehadiran banyak orang dari suku bangsa sekolah menengah pertama, dan sekolah
dan daerah lain ke Kota Bandung untuk menengah atas, menyatakan tak keberatan
menempuh pendidikan dan akhirnya dengan pembangunan rumah ibadah agama
menetap (Radjab, 2006). lain di lingkungannya. Adapun pada
masyarakat dengan pendidikan di atas SMA,
Kendati jumlah etnik Sunda secara umum hanya sekitar 38,1 persen yang menyatakan
identik sebagai penduduk asli di wilayah setuju. Data ini menunjukkan bahwa
Bandung, tetapi dominasi etnik ini secara ternyata tingkat toleransi beragama tidak
kultural berubah secara dinamis. Pada awal berkorelasi langsung dengan tingkat
tahun 1970-an, studi yang dilakukan Bruner pendidikan formal seseorang. Di sisi lain,
(dalam Radjab, 2006) menemukan bahwa temuan survei CSIS ini juga menguatkan
etnik Sunda masih relatif mendominasi, dugaan bahwa praktik demokrasi, khususnya
termasuk dalam hal kebudayaan, antara lain yang terkait dengan pluralitas dan
dalam hal penggunaan bahasa Sunda sebagai perlindungan negara akan kebebasan
bahasa sehari-hari. Tetapi, dominasi ini beragama, masih perlu ditingkatkan.
mengalami perubahan seiring pertumbuhan
Kota Bandung, baik dari sisi kepadatan Puslitbang Kehidupan Keagamaan Badan
penduduk, aktivitas ekonomi, dan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI -
berkembangnya sarana pendidikan (Radjab, dalam tahun 2009 - melakukan penelitian
2006). berkaitan dengan kerukunan ini di daerah
Jawa Barat. Penelitian yang sama dilakukan
Masyarakat yang beragam secara inheren pula di Jawa Timur (2010) dan Lampung
telah mengandung resiko konflik di antara (2011). Hasil yang didapat dari penelitian ini
kelompok-kelompok yang berbeda, baik hampir sama dengan penelitian yang
106
Volume 1 (2) Desember 2016 eISSN 2528-1569 pISSN 2528-2115
UMBARA : Indonesian Journal of Anthropology Hermawati, Paskarina, Runiawati, Toleransi….
dilakukan sebelumnya di Jawa Barat. terdapat di Provinsi DKI Jakarta dan Jambi.
Kesimpulannya adalah ditemukannya Sedangkan rata-rata tertinggi terdapat di
variasi tingkat kerukunan di berbagai Provinsi Sulawesi Utara. Sedangkan untuk
wilayah kabupaten di Jawa Barat dan variabel sikap dan interaksi antarumat
Lampung mulai dari yang “tidak rukun” beragama diperoleh rata-rata total skor 3,6
sampai pada yang “harmonis”. Untuk lebih dengan rata–rata terendah 2,9 dan rata-rata
mempertajam penelitian kerukunan dan tertinggi 4,3. Rata-rata terendah terdapat di
mendapatkan indeks kerukunan bagi seluruh Provinsi Jambi. Sedangkan rata-rata
daerah di Indonesia, Puslitbang Kehidupan tertinggi terdapat di Provinsi Nusa Tenggara
Keagamaan pada tahun 2012 berusaha Timur (NTT) dan Sulawesi Utara. Untuk
memperlebar penelitian masalah kerukunan variabel kerjasama antarumat beragama
dengan menjadikan seluruh provinsi sebagai diperoleh rata-rata total skor 3,6 dengan
lokasi penelitian. Dengan pengambilan rata–rata terendah 3 dan rata-rata tertinggi
lokasi sampel sebanyak ini diharapkan 4,4. Rata-rata terendah terdapat di Provinsi
survei dapat merepresentasikan jawaban Jambi. Sedangkan rata-rata tertinggi terdapat
atau sikap seluruh masyarakat beragama di Provinsi Sulawesi Utara. Dari pemaparan
dalam hal hubungan mereka dengan di atas, dapat disimpulkan bahwa secara
pemeluk agama lainnya. Survei yang keseluruhan (dari ketiga variabel yang
melibatkan peneliti Lembaga Ilmu diteliti) ternyata Jambi memiliki rata-rata
Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan peneliti terendah dan Sulawesi Utara memiliki rata-
Puslitbang Kehidupan Keagamaan ini rata tertinggi.
hasilnya menunjukkan bahwa bangsa
Indonesia masih toleran, dengan indeks Survei nasional yang dilakukan
terendah 3.1 (cukup toleran) hingga 4.2 Kementerian Agama RI di atas
(sangat toleran). menunjukkan temuan yang relatif lebih
moderat ketimbang studi-studi yang
Survei nasional ini kembali dilakukan pada dilakukan oleh lembaga-lembaga di luar
tahun 2013 yang hasilnya menemukan pemerintah. Perbedaan temuan ini perlu
bahwa kerukunan antarumat beragama disikapi dengan bijak, bukan dengan
sudah berada pada level baik. Nilai ini mempersoalkan keabsahan temuan yang
didasarkan pada pencapaian skor untuk dihasilkan, tapi dengan memaknai temuan
indikator-indikator kerukunan beragama tersebut sebagai indikasi bahwa masih
yang tergolong tinggi, yakni untuk “persepsi terdapat potensi konflik dalam hubungan
tentang kerukunan beragama” diperoleh antar umat beragama yang perlu segera
skor rata-rata 75,2; “sikap dan interaksi ditangani.
antarumat beragama” memiliki skor rata-
rata 71,9; dan “kerjasama antarumat Berbagai studi yang dipaparkan di atas
beragama” diperoleh skor rata-rata 72. menunjukkan bahwa kerukunan umat
Sedangkan rata-rata total skor (dalam skala beragama, termasuk sikap toleransi yang
5) untuk survei tentang persepsi tentang menjadi indikator dari kerukunan tersebut,
kerukunan beragama diperoleh skor rata-rata masih menjadi persoalan bagi bangsa
3,8; sikap dan tindakan antarumat beragama Indonesia. Tingkat toleransi di berbagai
diperoleh rata-rata 3,6; dan kerjasama daerah pun beragam, sehingga penanganan
antarumat beragama diperoleh rata-rata 3,6. persoalan tersebut tidak dapat diseragamkan.
Dalam konteks Kota Bandung, data yang ada
Kemudian, untuk variabel persepsi tentang tidak memunculkan banyak kasus
kerukunan beragama diperoleh rata-rata intoleransi yang terjadi di Kota Bandung.
total skor 3,8 dengan rata–rata terendah 3,3 Meskipun demikian, mengingat
dan rata-rata tertinggi 4,3. Rata-rata terendah karakteristik penduduk yang sangat
107
Volume 1 (2) Desember 2016 eISSN 2528-1569 pISSN 2528-2115
UMBARA : Indonesian Journal of Anthropology Hermawati, Paskarina, Runiawati, Toleransi….
beragam, persoalan toleransi ini tetap perlu Would exclude from entry into my
ditangani agar potensi konflik yang mungkin country (7.00)
muncul dapat dicegah. (Bogardus, 1925).
yang memperlihatkan lima dimensi di atas tama diolah untuk mendapatkan tabel
diberi bobot, mulai dari yang paling rendah frekuensi dan persentase dari setiap jawaban
sampai yang paling tinggi. Dalam jawaban pertanyaan. Secara bersamaan juga bisa
pada kuesioner, para responden diminta diperoleh nilai skor rata-rata berupa mean
untuk memilih salah satu dari 5 jawaban, dan median dari setiap variabel. Untuk dapat
yakni Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Netral memperoleh indeks skor dari beberapa
(N), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak variabel yang menanyakan tentang (1)
Setuju (STS). Jawaban tersebut diberi skor, persepsi; (2) sikap; (3) kerjasama; (4) sikap
yakni 5 untuk SS, 4 untuk S, 3 untuk N, 2 terhadap pemerintah; dan (5) harapan
untuk TS, dan 1 untuk STS. Kelima jawaban terhadap pemerintah, yang masing-masing
yang ada tentu saja tidak memperlihatkan digabung menjadi variabel komposit.
arti apa-apa bagi responden selain bahwa Karena jawaban-jawab terhadap pertanyaan
mereka diminta untuk memilih satu saja dibobotkan dari yang tertinggi sampai yang
jawaban yang dirasa sesuai dengan terendah (1-5), Skor variabel komposit
pandangan, pendapat dan persepsi mereka. inilah yang digunakan sebagai barometer
Skor jawaban tersebut mengindikasikan yang menunjukkan tingkatan toleransi
potensi kerukunan pada diri para responden. dalam hubungan antarumat beragama di
Pembobotan ini, yang tentunya hanya Kota Bandung.
diketahui oleh para peneliti, dijadikan alat
ukur berkaitan dengan tingkat kerukunan, di Dengan menggunakan hasil penghitungan
mana jawaban berbobot 5 adalah menunjuk skor tersebut, disusun indeks penilaian dari
pada tingkat kerukunan yang tinggi. setiap variabel dan indeks keseluruhan yang
Penomoran ini menjadi penting mengingat mencerminkan tingkat toleransi umat
jawaban dalam kuesioner tidak berformat beragama di Kota Bandung. Rumus yang
sama, melainkan tergantung pada digunakan untuk menghitung indeks
pertanyaannya. Dalam kuesioner terdapat tersebut adalah:
pertanyaan yang memerlukan jawaban
“sangat setuju” sampai “sangat tidak setuju”, a. Menghitung indeks
pembobotan jawaban seperti ini merujuk Indeks = (∑ Frekuensi x Skor)/∑
pada skala Likert yang lazim digunakan Frekuensi
dalam penelitian survei. Pembobotan b. Menghitung jarak interval
jawaban dalam skala Likert pada umumnya (Skor Tertinggi - Skor
berjumlah ganjil: 3, 5, 7 dan seterusnya. Interval = Terendah)/5
Dalam penelitian ini ditetapkan 5 variasi, = (5-4)/5
artinya 1 – 5, yang dianggap sudah cukup 0,8
untuk mengakomodasi semua variasi Nilai Indeks:
jawaban yang diberikan para responden. 1 - 1.7 = Sangat rendah
1.8 - 2.5 = Rendah
Penentuan sampel yang menjadi responden 2.6 - 3.3 = Cukup
dalam penelitian ini menggunakan teknik 3.4 - 4.1 = Tinggi
area sampling berdasarkan kecamatan di 4.2 - 5 = Sangat tinggi
Kota Bandung, sehingga diharapkan data
yang terkumpul dapat mewakili kondisi dari Hasil penghitungan tersebut selanjutnya
setiap kecamatan. dianalisis dengan menginterpretasikan nilai
indeks. Dalam interpretasi tersebut, juga
Pengolahan dan analisis data kuantitatif digunakan hasil pengolahan data secara
diolah dengan menggunakan program deskriptif.
statistik SPSS. Jawaban-jawaban responden
yang diperoleh melalui kuesioner pertama-
111
Volume 1 (2) Desember 2016 eISSN 2528-1569 pISSN 2528-2115
UMBARA : Indonesian Journal of Anthropology Hermawati, Paskarina, Runiawati, Toleransi….
Hasil Penelitian
Tabel 1 Persepsi Responden tentang
Persepsi tentang Toleransi Toleransi Antarumat Beragama
Persepsi adalah penilaian yang dalam hal ini di Kota Bandung
terhadap kelompok agama lain, baik Jawaban (%)
Persepsi
mengenai gambaran umumnya, SS S N TS STS
masyarakatnya ataupun apa yang dilakukan Memeluk 56,5 39,4 3,7 0,5
oleh masyarakat agama lain bersangkutan. agama
merupakan
Konflik-konflik yang muncul antara bagian dari
pemeluk suatu agama dengan pemeluk hak asasi
agama lainnya bisa berasal dari adanya manusia
persepsi yang keliru atau pandangan jelek Menjalankan 56 40,3 3,7
terhadap agama lain dan pemeluknya. ibadah sesuai
dengan
Persepsi ini muncul setelah mereka melihat
agamanya
dan memberikan penilaian terhadap masing-
kelompok agama lain tersebut yang masing
dianggapnya merugikan agama atau merupakan
kelompok mereka. Dengan demikian bagian dari
hak asasi
pemahaman terhadap variabel ini menjadi
manusia
penting mengingat hal ini akan memberikan Setiap 52,8 44,4 2,3 0,5
gambaran kenapa hubungan sosial pemeluk
antarpemeluk agama memanas dan kenapa agama wajib
suatu konflik terjadi. menjamin
kebebasan
pemeluk
Dalam tindakan sosial atau sikap yang agama lainnya
muncul, persepsi atau penilaian biasanya untuk
mendahului tindakan tersebut. Dengan kata memeluk
lain, persepsi biasanya mendorong lahirnya agama sesuai
sikap atau bahkan tindakan. Persepsi dengan
keyakinannya
terhadap pemeluk agama lain juga masing-
dipengaruhi oleh norma atau world view masing
yang dipunyai oleh para pemeluk agama Setiap 50,5 45,8 3,2 0,5
bersangkutan. Persepsi ini diukur dari pemeluk
sejumlah hal, antara lain: pemenuhan hak- agama wajib
menjamin
hak keberagamaan, pemenuhan kewajiban kebebasan
dalam hubungan antarumat beragama, pemeluk
penilaian terhadap keberagaman, penilaian agama lainnya
terhadap tindakan yang dilakukan oleh untuk
pemeluk agama yang berbeda, serta konflik beribadah
sesuai dengan
yang berpeluang terjadi atau pernah dialami agamanya
oleh responden dalam interaksinya dengan masing-
pemeluk agama lain. masing
Perbedaan 50,9 45,4 2,8 0,9
Berdasarkan data yang diperoleh, diperoleh agama
merupakan
temuan bahwa mayoritas responden hal yang wajar
memiliki persepsi positif terhadap dalam
pernyataan-pernyataan yang diajukan terkait kehidupan
dengan toleransi antarumat beragama. Hal bermasyarakat
ini tergambar pada tabel berikut ini:
112
Volume 1 (2) Desember 2016 eISSN 2528-1569 pISSN 2528-2115
UMBARA : Indonesian Journal of Anthropology Hermawati, Paskarina, Runiawati, Toleransi….
113
Volume 1 (2) Desember 2016 eISSN 2528-1569 pISSN 2528-2115
UMBARA : Indonesian Journal of Anthropology Hermawati, Paskarina, Runiawati, Toleransi….
Sikap
Jawaban (%) 1. Prosedur perizinan pembangunan
SS S N TS STS tempat ibadat yang sekarang
Pemerintah
berlaku sudah menjamin hak yang
Pemerintah 18, 45, 19, 12 3,7
melindungi 5 8 9 sama bagi setiap agama untuk
kebebasan membangun rumah ibadatnya
beribadah (34,7%).
setiap 2. Prosedur perizinan pembangunan
pemeluk tempat ibadat yang sekarang
agama
berlaku sudah diterapkan dengan
Sumber: Hasil Penelitian, diolah, 2015
konsisten bagi setiap agama
(33,8%).
Secara umum, berdasarkan jawaban
3. Pemerintah memfasilitasi dialog
responden terdapat 3 kategori utama yaitu
antar umat agama dengan baik
kategori jawaban yang berada memiliki
(37,5%).
frekuensi tertinggi dalam kategori setuju,
Berdasarkan Peraturan Bersama
netral dan tidak setuju yang akan dijelaskan
Menteri Agama dan Menteri Dalam
lebih lanjut sebagai berikut:
Negeri Nomor 9 Tahun 2006/Nomor 8
a. Jawaban memiliki frekuensi tertinggi
Tahun 2006 terdapat persyaratan
dalam kategori setuju menunjukan
administratif, persyaratan teknis dan
bahwa sikap pemerintah dinilai baik
persyaratan khusus yang harus
dalam memelihara hubungan antar umat
ditempuh masyarakat dalam pendirian
beragama. Adapun beberapa sikap
rumah beribadat. Responden
pemerintah yang dimaksud adalah
menyatakan netral atas prosedur
sebagai berikut:
perizinan yang konsisten dan
1. Pemerintah memfasilitasi
terjaminnya hak yang sama bagi setiap
pembangunan sarana peribadatan
agama dalam membangun rumah
dengan baik (42,1%).
ibadah pemerintah.
2. Pemerintah memfasilitasi kegiatan-
Dalam perspektif ketatanegaraan,
kegiatan keagamaan di Kota
perizinan merupakan salah satu bentuk
Bandung Pemerintah dengan baik
pengendalian dan merupakan
(29,6%)
pengecualian atas suatu larangan. Oleh
3. Pemerintah sering mengadakan
karenanya prosedur yang ada harus
kegiatan-kegiatan yang melibatkan
konsisten diterapkan sehingga dapat
berbagai agama (34,3%)
menjamin hak yang sama bagi setiap
4. Pemerintah bersikap tegas dalam
warga negara.
menyikapi kasus penistaan agama
c. Jawaban memiliki frekuensi tertinggi
(38,9%)
dalam kategori tidak setuju terdapat
5. Pemerintah bersikap tegas dalam
pada indikator kegiatan sosialisasi yang
menyikapi kasus kekerasan antar
dilakukan oleh pemerintah. Pemerintah
umat beragama (42,1%)
dinilai belum melakukan sosialisasi
6. Pemerintah melindungi kebebasan
mengenai aturan pendirian sarana
beribadah setiap pemeluk agama
beribadatan dengan baik. Sosialisasi
(41,2%)
diperlukan dalam rangka
7. Pemerintah bersikap tegas dalam
menumbuhkembangkan keharmonisan,
menyikapi kasus penyimpangan
saling pengertian, saling menghormati
ajaran agama (45,8%)
dan saling percaya diantara umat
b. Jawaban memiliki frekuensi tertinggi
beragama. Untuk itu dalam masa
dalam kategori netral pada ketiga
mendatang kegiatana sosialisasi ini
indikator di bawah ini:
perlu ditingkatkan.
118
Volume 1 (2) Desember 2016 eISSN 2528-1569 pISSN 2528-2115
UMBARA : Indonesian Journal of Anthropology Hermawati, Paskarina, Runiawati, Toleransi….
124
Volume 1 (2) Desember 2016 eISSN 2528-1569 pISSN 2528-2115