Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menurut Depkes diare adalah penyakit yang ditandai dengan


bertambahnya frekuensi buang air besar lebih dari biasanya (3 atau lebih per
hari) yang disertai perubahan bentuk dan konsistensi tinja dari penderita.
Menurut WHO diare adalah buang air besar encer yang lebih dari 3x/hari.
Jenis diare meliputi diare tanpa dehidrasi ringan atau sedang dan dehidrasi
berat. Dehidrasi ringan adalah keadaan yang berbahaya karena dapat
menyebabkan merunnya volume darah (hipovolemia), kolaps kardiovaskuler,
dan kematian bila tidak ditangani (Depkes). Kasus diare berkaitan dengan
masalah perilaku dan lingkungan. Perubahan musim menimbulkan hujan dan
banjir, kurangnya sarana air bersih menyebabkan meningkatnya kasus diare.
Mengkonsumsi makanan/minuman yang tidak bersih membuat daya tahan
tubuh lemah hingga diare.

Diberbagai negara pun diare menjadi salah satu penyebab angka


kesakitan dan kematian anak, WHO melaporkan penyebab utama kematian
pada balita adalah diare (post neonatal) 14%, pneumonia 14% kemudian
malaria 8%, khususnya di Negara berkembang seperti Indonesia. di Indonesia
sendiri masih didominasi dengan diare dan menjadi masalah yang lazim
terjadi pada balita. Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT),
Studi Mortalitas dan Riset Kesehatan Dasar dari tahun ke tahun diketahui
bahwa diare masih menjadi penyebab utama kematian balita di Indonesia.
Menurut SDKI 2013 di Indonesia 14% anak balita mengalami diare dalam
dua minggu sebelum survey. Diare dengan adanya darah hanya satu setiap
1000 anak. Umur anak <6 bulan dengan jumlah anak 1.614 yang mengalami
diare 11,8%, 6-11 bulan 19,2% dalam 1.853 anak, 12-23 bulan 21,4% dalam
3.333 anak, 24-35 bulan 16% dalam 3.218, 36-47 bulan 9,7% dalam 3.200
anak, 48-59 bulan 8,1% dalam 3.162. Menurut hasil Riskesdas tahun 2013,

1
insiden penyakit diare pada balita adalah 10,2%. Survei Morbiditas yang
dilakukan oleh Subdit Diare Departemen Kesehatan dari tahun 2000-2010
terlihat kecendrungan insiden naik. Pada tahun 2000 penyakit diare 301/1000
penduduk, tahun 2003 naik menjadi 374/1000 penduduk, tahun 2006 naik
menjadi 423/1000 penduduk dan tahun 2010 menjadi 411/1000 penduduk.
Tahun 2010 terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) diare di 33 kecamatan dengan
jumlah penderita 4202 dengan kematian 73 orang (CFR 1, 74%).

Jika tidak diatasi diare yang berlangsung sampai berhari-hari membuat


tubuh balita mengalami kekurangan cairan/dehidrasi. Jika diare disertai
muntah-muntah resiko kematian dapat mengancam.

1.2 Tujuan

Mahasiswa/i dapat menjelaskan berbagai macam bentuk penyakit


dengan gejala diare dan penyebabnya serta gejala klinis, diagnosis, hingga
penatalaksanaannya.

1.3 Manfaat

Mahasiswa/i dapat memahami berbagai macam bentuk penyakit dengan


gejala diare dan penyebabnya serta gejala klinis, diagnosis, hingga
penatalaksanaan.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Data Tutorial

Hari / Tanggal Sesi 1 : Senin, 15 Januari 2018

Hari / Tanggal Sesi 1 : Rabu, 17 Januari 2018

Tutor : dr. Agus Widjaja, M.H.A.

Moderator : Nurafni Dewi NR

Sekretaris : Dian Dwi Kurnia

2.2 Skenario

LBM 3

MENCRET

Ibu Siti membawa anaknya ke UGD RS, anaknya berusia 1 tahun


dengan keluahan BAB cair lebih dari10x sehari sejak kemarin dengan
konsistensi encer, tidak ada ampas, sekali BAB ±¼ gelas aqua, warna tinja
kekuningan, tidak terdapat lendir maupun darah. Balita tersebut tampak
lemah, rewel serta terlihat sangat kehausan. Ibu Siti masih memberikan ASI
tetapi ASInya kurang. Ibu Siti juga mengeluhkan anaknya panas sejak
kemarin, tidak ada batuk dan pilek. BAK mulai jarang dan warnanya kuning
pekat. Bila anaknya menangis tidak mengeluarkan air mata sejak tadi.

Pada pemeriksaan tanda vital didapatkan nadi 130x/menit, suhu axila


39oC, berat badan 11 kg. dan pada pemeriksaan fisik didapatkan ubun-ubun
cekung, mata cowong dan turgor kulit menurun. Dokter Jaga UGD RS
memberikan terapi cairan dan melakukan pemeriksaan penunjang.

3
2.3 Pembahasan LBM 3
2.3.1 Klarifikasi Istilah
a) Turgor kulit adalah derajat elastisitas kulit. Tugor kulit diperiksa dengan
cara mengangkat (mencubit) sebagian kulit kemudian melepaskannya.
Kulit yang normal akan segera kembali pada posisi semula dengan cepat.
b) Mata cowong adalah mata yang cekung atau menjorok ke dalam. Mata
cowongadalah salah satu tanda dehidrasi pd bayi.

2.3.2 Identifikasi Masalah


A. Klasifikasi dan tanda-tanda dehidrasi?
B. Apa penyebab dari BAK kuning pekat dan saat pasien menangis tidak
mengeluarkan air mata?
C. Apa saja faktor risiko terjadinya keluhan diskenario?
D. Bagaimana mekanisme terjadinya keluhan disekanio?
E. Apa saja kandungan ASI dan berapa lama waktu pemberian ASI?
F. Interpretasi pemeriksaan diskenario?

2.3.3 Brain Storming


A. Klasifikasi dan tanda-tanda dehidrasi?

Kehilangan cairan tubuh biasanya disertai gangguan keseimbangan


elektrolit. Dehidrasi dapat dikategorikan berdasarkan osmolaritas dan
derajat keparahannya. Kadar natrium serum merupakan penanda
osmolaritas yang baik selama kadar gula darah normal. Berdasarkan
perbandingan jumlah natrium dengan jumlah air yang hilang, dehidrasi
dibedakan menjadi tiga tipe yaitu dehidrasi isotonik, dehidrasi hipertonik,
dan dehidrasi hipotonik. Variasi kadar natrium mencerminkan jumlah
cairan yang hilang dan memiliki efek patofisiologi berbeda. (Laksana,
2015)
1. Dehidrasi isotonik (isonatremik). Tipe ini merupakan yang paling
sering (80%). Pada dehidrasi isotonik kehilangan air sebanding
dengan jumlah natrium yang hilang, dan biasanya tidak
mengakibatkan cairan ekstrasel berpindah ke dalam ruang

4
intraseluler. Kadar. natrium dalam darah pada dehidrasi tipe ini 135-
145 mmol/L dan osmolaritas efektif serum 275-295 mOsm/L.
2. Dehidrasi hipotonik (hiponatremik). Natrium hilang yang lebih
banyak daripada air. Penderita dehidrasi hipotonik ditandai dengan
rendahnya kadar natrium serum (kurang dari 135 mmol/L) dan
osmolalitas efektif serum (kurang dari 270 mOsml/L). Karena kadar
natrium rendah, cairan intravaskuler berpindah ke ruang
ekstravaskuler, sehingga terjadi deplesi cairan intravaskuler.
Hiponatremia berat dapat memicu kejang hebat; sedangkan koreksi
cepat hiponatremia kronik (2 mEq/L/jam) terkait dengan kejadian
mielinolisis pontin sentral.
3. Dehidrasi hipertonik (hipernatremik). Hilangnya air lebih banyak
daripada natrium. Dehidrasi hipertonik ditandai dengan tingginya
kadar natrium serum (lebih dari 145 mmol/L) dan peningkatan
osmolalitas efektif serum (lebih dari 295 mOsm/L). Karena kadar
natrium serum tinggi, terjadi pergeseran air dari ruang ekstravaskuler
ke ruang intravaskuler. Untuk mengkompensasi, sel akan
merangsang partikel aktif (idiogenik osmol) yang akan menarik air
kembali ke sel dan mempertahankan volume cairan dalam sel. Saat
terjadi rehidrasi cepat untuk mengoreksi kondisi hipernatremia,
peningkatan aktivitas osmotik sel tersebut akan menyebabkan infl
uks cairan berlebihan yang dapat menyebabkan pembengkakan dan
ruptur sel; edema serebral adalah konsekuensi yang paling fatal.
Rehidrasi secara perlahan dalam lebih dari 48 jam dapat
meminimalkan risiko ini.

Berdasarkan persentase kehilangan air dari total berat badan,


derajat/skala dehidrasi dapat ringan, sedang, hingga derajat berat.
(Laksana, 2015)

5
Table 1. Derajat dehidrasi berdasarkan persentase kehilangan air dari
berat badan
Derajat dehidrasi Dewasa Bayi dan Anak
Derajat Ringan 4% dari berat badan 5% dari berat badan
Derajat Sedang 6% dari berat badan 10% dari berat badan
Derajat Berat 8% dari berat badan 15% dari berat badan

Derajat dehidrasi berbeda antara usia bayi dan anak jika


dibandingkan usia dewasa. Bayi dan anak (terutama balita) lebih rentan
mengalami dehidrasi karena komposisi air tubuh lebih banyak, fungsi
ginjal belum sempurna dan masih bergantung pada orang lain untuk
memenuhi kebutuhan cairan tubuhnya, selain itu penurunan berat badan
juga relatif lebih besar. Pada anak yang lebih tua, tanda dehidrasi lebih
cepat terlihat dibandingkan bayi karena kadar cairan ekstrasel lebih
rendah.Menentukan derajat dehidrasi pada anak dapat menggunakan skor
WHO, dengan penilaian keadaan umum, kondisi mata, mulut dan turgor.

Table 2. derajat dehidrasi berdasarkan skor WHO


Skor
Yang dinilai
A B C
Gelisah, lemas,
Keadaan umum Baik Lesu/haus
mengantuk hingga syok
Mata Biasa Cekung Sangat cekung
Mulut Biasa Kering Sangat kering
Turgor Baik Kurang Jelek
Skor: < 2 tanda di kolom B dan C : tanpa dehidrasi
> 2 tanda di kolom B : dehidrasi ringan sedang
≥ 2 tanda di kolom C : dehidrasi berat

Selain menggunakan skor WHO, penentuan derajat dehidrasi juga dapat


dilakukan dengan menggunakan skor Maurice-King.

Tabel 3. Penentuan derajat dehidrasi menurut skor Maurice-King


Bagian tubuh Nilai untuk gejala yang ditemukan
yang diperiksa 0 1 2

6
Keadaan umum Sehat Gelisah,cengeng, Mengigau,
apatis, ngantuk koma atau syok
Turgor kulit Normal Sedikit kurang Sangat kurang
Mata Normal Sedikt cekung Sangat cekung
Ubun-ubun Normal Sedikit cekung Sangat cekung
besar
Mulut Normal Kering Kering &
sianosis
Denyut Kuat< 120 Sedang (120- Lemah >140
nadi/menit 140)
Skor:  0-2 : dehidrasi ringan
 3-6 : dehidrasi sedang
 7-12 : dehidrasi berat

Derajat dehidrasi berdampak pada tanda klinis. Makin berat


dehidrasi, gangguan hemodinamik makin nyata. Produksi urin dan
kesadaran dapat menjadi tolok ukur penilaian klinis dehidrasi.

Table 4. tanda klinis dehidrasi


Ringan Sedang Berat
Defisit cairan 3-5% 6-8% >10%
Hemodinamik Takikardi
Takikardi
Takikardi Nadi sangat lemah
Nadi tak teraba
Nadi lemah Volume kolaps
Akral dingin, sianosis
Hipotensi ortostatik
Jaringan Lidah kering Lidah keriput Atonia
Turgor turun Turgor kurang Turgor buruk
Urin Pekat Jumlah turun Oliguria
SSP Mengantuk Apatis Koma
B. Apa penyebab dari BAK kuning pekat dan saat pasien menangis
tidak mengeluarkan air mata?

Pasien mengalami BAB cair lebih dari 10x dalam sehari dan juga
kemungkinan ASI yang masuk tidak mencukupi cairan yang dibutuhkan
oleh tubuh pasien, sehingga pasien mengalami kekurangn cairan. Dilihat
dari tanda klinis dan keluhan pasien disekario dan dinilai menggunakan

7
skor, pasien masuk kategori dehidrasi ringan sedang. Warna urin yang
pekat itu disebabkan karena intake cairan pada pasien ini berkurang yang
menyebabkan ginjal mengkompensasi dengan menyerap kembali cairan
pada tubulus ginjal dan membawa kembali keseluruh tubuh, sehingga
osmolaritas cairan yang dikeluarkan oleh ginjal itu tinggi dan
menyebabkan warna urin menjadi pekat dan bau. Dan kalau menangis itu
tidak keluar air mata, hal ini juga berkaitan dengan dehidrasi yang
menyebabkan produksi cairan di kelenjar lakrimalis menjadi sedikit atau
bahkan tidak ada, terkadang dehidrasi juga bisa menyebabkan mata
menjadi cowong

C. Apa saja faktor risiko terjadinya keluhan diskenario?

Faktor yang mempengaruhi terjadinya diare pada balita itu sendiri


yaitu diantaranya faktor penyebab (agent), penjamu (host), dan faktor
lingkungan (environment). (Hannif dkk, 2011)
Faktor penyebab (agent) diare dapat dibagi menjadi empat faktor
yaitu meliputi faktor infeksi, faktor malabsorbsi, faktor makanan dan
factor psikologis. Faktor infeksi dibagi menjadi dua yaitu infeksi enternal
adalah infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan penyebab
utama diare pada anak, disebabkan oleh bakteri E. Coli, rotavirus,
cacing, protozoa dan jamur, sedangkan infeksi parenteral adalah infeksi
diluar alat pencernaan makanan seperti Tonsilitis, Bronkopneumonia dan
Ensefalitis. Faktor malabsorbsi misalnya malabsorbsi karbohidrat, lemak,
dan protein. Selanjutnya faktor makanan yaitu apabila seseorang
mengkonsumsi seperti makanan basi, beracun, dan alergi terhadap
makanan. Apabila seseorang mengalami ketakutan atau rasa cemas itu
merupakan faktor psikologis yang juga dapat menyebabkan diare,
biasanya terjadi pada orang yang lebih besar.
Kemudian faktor penjamu (host) yang menyebabkan diare yaitu
keadaan gizi dan perilaku masyarakat. Sedangakan faktor penjamu yang
menyebabkan terjadinya diare yaitu tidak memberikan ASI sampai 2
tahun, keadaan gizi yang kurang, anak-anak yang sedang menderita

8
campak dalam waktu 4 minggu terakhir diakibatkan dari penurunan
kekebalan tubuh panderita, umur, dan perilaku manusia yang tidak sehat.
Selanjutnya faktor lingkungan (environment) yang merupakan
epidemiologi diare atau penyebaran diare sebagian besar disebabkan
karena faktor lingkungan yaitu sanitasi lingkungan yang buruk dan
lingkungan social ekonomi.

D. Bagaimana mekanisme terjadinya keluhan disekanio?

Buang air besar cair menunjukkan kelainan penyerapan nutrisi dan


air di dalam usus. Hal ini dapat terjadi akibat dari reaksi usus terhadap
masuknya kuman patogen ke dalam usus sehingga usus berusaha untuk
mengeluarkan bakteri patogen tersebut dengan cara meningkatkan
gerakan peristaltik usus. Hal ini menyebabkan nutrisi dan air tidak
sempat di serap secara maksimal dan kandungan air dalam feses masih
tinggi ketika dikeluarkan.

Terdapat pula adanya peran lain dari kuman patogen V. cholerae


yang menghasilkan enterotoksin yang bekerja pada sel epitel usus,
merangsang aktivitas adenil siklase. Hal ini menyebabkan air dan ion Na
mengalir ke dalam lumen usus dan menghasilkan diare encer dalam
jumlah besar.

Sedangkan mengenai mengapa feses pasien di skenario tidak ada


ampas dan darah adalah kemungkinan akibat konsumsi ASI dan karena
usus pasien tidak mengalami perdarahan dan luka.

E. Apa saja kandungan ASI dan berapa lama waktu pemberian ASI?

Air Susu Ibu (ASI) merupakan makanan alamiah yang ideal untuk
bayi terutama pada bulan-bulan pertama kehidupan bayi. ASI
mengandung komponen makro dan mikro nutrien. Yang termasuk
makronutrien adalah karbohidrat, protein dan lemak sedangkan

9
mikronutrien adalah vitamin & mineral. Volume dan komposisi nutrien
ASI berbeda untuk setiap ibu bergantung dari kebutuhan bayi. Perbedaan
volume dan komposisi di atas juga terlihat pada masa menyusui
(kolostrum, ASI transisi, ASI matang dan ASI pada saat penyapihan).
ASI mengandung air sebanyak 87.5%, oleh karena itu bayi yang
mendapat cukup ASI tidak perlu lagi mendapat tambahan air walaupun
berada di tempat yang mempunyai suhu udara panas.(Hendarto, 2013)

Kandungan ASI terdiri dari: (Hendarto, 2013)

1. Karbohidrat

Laktosa adalah karbohidrat utama dalam ASI dan berfungsi


sebagai salah satu sumber energi untuk otak. Kadar laktosa yang
terdapat dalam ASI hampir 2 kali lipat dibanding laktosa yang
ditemukan pada susu sapi atau susu formula. Namun demikian angka
kejadian diare yang disebabkan karena tidak dapat mencerna laktosa
(intoleransi laktosa) jarang ditemukan pada bayi yang mendapat ASI.
Hal ini disebabkan karena penyerapan laktosa ASI lebih baik
dibanding laktosa susu sapi atau susu formula. Kadar karbohidrat
dalam kolostrum tidak terlalu tinggi, tetapi jumlahnya meningkat
terutama laktosa pada ASI transisi (7-14 hari setelah melahirkan).
Sesudah melewati masa ini maka kadar karbohidrat ASI relatif stabil.

2. Protein

Kandungan protein ASI cukup tinggi dan komposisinya berbeda


dengan protein yang terdapat dalam susu sapi. Protein dalam ASI dan
susu sapi terdiri dari protein whey dan Casein. Protein dalam ASI
lebih banyak terdiri dari protein whey yang lebih mudah diserap oleh
usus bayi, sedangkan susu sapi lebih banyak mengandung protein
Casein yang lebih sulit dicerna oleh usus bayi. Kualitas protein ASI
juga lebih baik dibanding susu sapi yang terlihat dari profil asam
amino (unit yang membentuk protein). ASI mempunyai jenis asam
amino yang lebih lengkap dibandingkan susu sapi. Salah satu

10
contohnya adalah asam amino taurin; asam amino ini hanya
ditemukan dalam jumlah sedikit di dalam susu sapi. Taurin
diperkirakan mempunyai peran pada perkembangan otak karena asam
amino ini ditemukan dalam jumlah cukup tinggi pada jaringan otak
yang sedang berkembang. ASI juga kaya akan nukleotida (kelompok
berbagai jenis senyawa organik yang tersusun dari 3 jenis yaitu basa
nitrogen, karbohidrat, dan fosfat). Nukleotida ini mempunyai peran
dalam meningkatkan pertumbuhan dan kematangan usus, merangsang
pertumbuhan bakteri baik dalam usus dan meningkatkan penyerapan
besi dan daya tahan tubuh.

3. Lemak

Kadar lemak dalam ASI lebih tinggi dibanding dengan susu sapi
dan susu formula. Kadar lemak yang tinggi ini dibutuhkan untuk
mendukung pertumbuhan otak yang cepat selama masa bayi. Lemak
omega 3 dan omega 6 yang berperan pada perkembangan otak bayi
banyak ditemukan dalam ASI. Disamping itu ASI juga mengandung
banyak asam lemak rantai panjang diantaranya asam dokosaheksanoik
(DHA) dan asam arakidonat (ARA) yang berperan terhadap
perkembangan jaringan saraf dan retina mata. Jumlah lemak total di
dalam kolostrum lebih sedikit dibandingkan ASI matang, tetapi
mempunyai persentasi asam lemak rantai panjang yang tinggi.

4. Karnitin

Karnitin ini mempunyai peran membantu proses pembentukan


energi yang diperlukan untuk mempertahankan metabolisme tubuh.
ASI mengandung kadar karnitin yang tinggi terutama pada 3 minggu
pertama menyusui, bahkan di dalam kolostrum kadar karnitin ini lebih
tinggi lagi. Konsentrasi karnitin bayi yang mendapat ASI lebih tinggi
dibandingkan bayi yang mendapat susu formula.

5. Vitamin K

11
Vitamin K dibutuhkan sebagai salah satu zat gizi yang berfungsi
sebagai faktor pembekuan. Kadar vitamin K ASI hanya seperempat-
nya kadar dalam susu formula. Bayi yang hanya mendapat ASI
berisiko untuk terjadi perdarahan, walapun angka kejadian perdarahan
ini kecil. Oleh karena itu pada bayi baru lahir perlu diberikan vitamin
K yang umumnya dalam bentuk suntikan.

6. Vitamin D

Seperti halnya vitamin K, ASI hanya mengandung sedikit


vitamin D. Hal ini tidak perlu dikuatirkan karena dengan menjemur
bayi pada pagi hari maka bayi akan mendapat tambahan vitamin D
yang berasal dari sinar matahari. Sehingga pemberian ASI eksklusif
ditambah dengan membiarkan bayi terpapar pada sinar matahari pagi
akan mencegah bayi menderita penyakit tulang karena kekurangan
vitamin D.

7. Vitamin E

Salah satu fungsi penting vitamin E adalah untuk ketahanan


dinding sel darah merah. Kekurangan vitamin E dapat menyebabkan
terjadinya kekurangan darah (anemia hemolitik). Keuntungan ASI
adalah kandungan vitamin E nya tinggi terutama pada kolostrum dan
ASI transisi awal.

8. Vitamin A

Selain berfungsi untuk kesehatan mata, vitamin A juga berfungsi


untuk mendukung pembelahan sel, kekebalan tubuh, dan
pertumbuhan. ASI mengandung dalam jumlah tinggi tidak saja
vitamin A dan tetapi juga bahan bakunya yaitu beta karoten. Hal ini
salah satu yang menerangkan mengapa bayi yang mendapat ASI
mempunyai tumbuh kembang dan daya tahan tubuh yang baik.

9. Vitamin yang larut dalam air

12
Hampir semua vitamin yang larut dalam air seperti vitamin B,
asam folat, vitamin C terdapat dalam ASI. Makanan yang dikonsumsi
ibu berpengaruh terhadap kadar vitamin ini dalam ASI. Kadar vitamin
B1 dan B2 cukup tinggi dalam ASI tetapi kadar vitamin B6, B12 dan
asam folat mungkin rendah pada ibu dengan gizi kurang. Karena
vitamin B6 dibutuhkan pada tahap awal perkembangan sistim syaraf
maka pada ibu yang menyusui perlu ditambahkan vitamin ini.
Sedangkan untuk vitamin B12 cukup di dapat dari makanan sehari-
hari, kecuali ibu menyusui yang vegetarian.

10. Mineral

Mineral utama yang terdapat di dalam ASI adalah kalsium yang


mempunyai fungsi untuk pertumbuhan jaringan otot dan rangka,
transmisi jaringan saraf dan pembekuan darah. Walaupun kadar
kalsium ASI lebih rendah dari susu sapi, tapi tingkat penyerapannya
lebih besar. Penyerapan kalsium ini dipengaruhi oleh kadar fosfor,
magnesium, vitamin D dan lemak. Perbedaan kadar mineral dan jenis
lemak diatas yang menyebabkan perbedaan tingkat penyerapan.

Kandungan zat besi baik di dalam ASI maupun susu formula


keduanya rendah serta bervariasi. Namun bayi yang mendapat ASI
mempunyai risiko yang lebih kecil utnuk mengalami kekurangan zat
besi dibanding dengan bayi yang mendapat susu formula. Hal ini
disebabkan karena zat besi yang berasal dari ASI lebih mudah diserap,
yaitu 20-50%.

Mineral zinc dibutuhkan oleh tubuh karena merupakan mineral


yang banyak membantu berbagai proses metabolisme di dalam tubuh.
Kadar zinc ASI menurun cepat dalam waktu 3 bulan menyusui.
Seperti halnya zat besi kandungan mineral zink ASI juga lebih rendah
dari susu formula, tetapi tingkat penyerapan lebih baik. Penyerapan
zinc terdapat di dalam ASI, yaitu 60%. Mineral yang juga tinggi

13
kadarnya dalam ASI dibandingkan susu formula adalah selenium,
yang sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan cepat.

United National Childrens Fund (UNICEF) dan World Health


Organitation (WHO) merekomendasikan pemberia ASI eksklusif sampai
bayi berumur enam bulan. Setelah itu anak harus diberi makanan padan dan
semi padat sebagai makanan tambahan ASI. ASI eksklusif dianjurkan pada
beberapa bulan pertama kehidupan karena ASI tidak terkontaminasi dan
mengandung banyak gizi yang diperlukan anak pada umur tersebut.
Pengenalan dini makanan yang rendah energi dan gizi atau yang disiapkan
dalam kondisi yang tidak higienis dapat menyebabkan anak mengalami
kurang gizi dan terinfeksi organisme asing, sehingga mempunyai dya tahan
tubuh yang rendah terhadap penyakit. (Kemenkes RI, 2014)

Pola menyusui dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu:


(Kemenkes RI, 2014)

1. Menyusui eksklusif adalah tidak memberi bayi makan dan


minuman lain termasuk air putih, selain ASI (kecuali obat-obatan
dan vitamin ataumineral tetes; ASI perah juga diperbolehkan).
2. Menyusui predominan adalah menyusui bayi tetapi pernah
memberikan sedikit air atau minuman berbasis air, misalnya teh
sebagai makanan/minuman prelakteal sebelum ASI keluar.
3. Menyusui parsial adalah menyusui bayi serta diberikan makanan
buatan selain ASI baik susu formula, bubur atau makanan lain
sebelum bayi berumur enam bulan, baik diberikan secara kontinyu
maupun diberikan sebagai makanan prelakteal.

F. Interpretasi pemeriksaan diskenario?


1. Interpretasi pemeriksaan tanda vital
a. Nadi : 130x/menit  dalam batas normal. Karena nadi normal
untuk bayi adalah 120-130x/menit.

14
b. Suhu axila : 39oC  adanya peningkatan suhu (demam).
Peningkatan suhu pada pasien diskenario bisa disebabkan oleh
adanya infeksi dalam tubuh pasien.
c. Berat badan : 11 kg  dalam batas normal untuk usia pasien
diskenario.
2. Interpretasi pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik didapatkan ubun-ubun cekung, mata
cowong dan turgor kulit menurun, merupakan tanda-tanda dari
dehidrasi derajat sedang berdasarkan penilaian Maurice-King.

2.3.4 Learning Issue


A. Diagnosis Banding kasus diskenario
B. Diagnosis Kerja diskenario
C. Terapi kasus diskenario

2.3.5 Referensi
A. Artikel IDAI
B. Artikel Kemenkes RI
C. Artikel Kedokteran

2.3.6 Pembahasan Learning Issue


A. Diagnosis Banding kasus diskenario

Diagnosis Banding kasus diskenario adalah Gastroenteritis,


Disentri, Kolera.

1. Gastroenteritis
a. Definisi
Gastroenteritis adalah adanya inflamasi pada membran mukosa
saluran pencernaan dan ditandai dengan diare dan muntah. Diare

15
adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau
setengah cair(setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari
biasanya lebih dari 200 gram atau 200 ml/24 jam.(Pujiarto, 2015)
b. Penyebab
Hampir 80% kasus GEA yang terjadi pada anak disebabkan oleh
infeksi virus. Sisanya disebabkan oleh bakteri dan parasit. Umumnya
virus penyebab GEA adalah Rotavirus, Adenovirus enteric, dan virus
Norwalk. Virus penyebab lainnya yang lebih jarang yaitu calicivirus
dan astrovirus. Rotavirus merupakan penyebab pada 1/3 kasus GEA,
termasuk yang rawat inap. Meskipun jauh lebih jarang dari virus,
bakteri penyebab GEA Antara lain Campylobacter jejuni,
Salmonella spp, Shigella spp, Yersinia enterocolica dan spesies
Eschericia coli.(Pujiarto, 2015)
Selain dari karena infeksi, GEA juga dapat disebabkan oleh
faktor makanan yaitu malabsorbsi dan keracunan makanan.
c. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis penyakit gastroenteritis bervariasi.
Berdasarkan salah satu hasil penelitian yang telah dilakukan, mual
(93%), muntah (81%) atau diare (89%), dan nyeri abdomen (76%)
adalah gejala yang paling sering dilaporkan oleh kebanyakan pasien.
Tanda-tanda dehidrasi sedang sampai berat, seperti membran
mukosa yang kering, penurunan turgor kulit, mata cekung, terdapat
pada <10 % pada hasil pemeriksaan.(Amin, 2015)
d. Diagnosa
1) Anamnesa. Pasien dengan diare akut infektif datang dengan
keluhan khas yaitu mual, muntah, nyeri abdomen, demam dan
tinja yang sering, bisa air, malabsorbtif, atau berdarah
tergantung bakteri yang menyebabkan. Curiga terjadinya
gastroenteritis apabila terjadi perubahan tiba-tiba konsistensi
tinja menjadi lebih berair, dan/atau muntah yang terjadi tiba-
tiba.
2) Pemeriksaan fisik, ditemukan:

16
 Demam > 38° C
 > 6 kali buang air besar dalam waktu 24jam
 Gejala memburuk setelah 48 jam
 Gejala dehidrasi berat (pusing, haus berat, penurunan
jumlah urin). (Amin, 2015)

2. Disentri
a. Definisi
Disentri merupakan kumpulan gejala penyakit seperti diare
berdarah, lendir dalam tinja, dan nyeri saat mengeluarkan tinja.
b. Penyebab
Penyebab disentri adalah infeksi bakteri atau amuba.Infeksi
yang disebabkan oleh bakteri dikenal sebagai disentri basiler dan
merupakan penyebab tersering disentri pada anak. Shigella
dilaporkan sebagai penyebab tersering disentri basiler pada anak.
Sedangkan infeksi yang disebabkan oleh amuba dikenal sebagai
disentri amuba.
Infeksi menyebar melalui tangan, makanan maupun air yang
terkontaminasi, dan biasanya terjadi pada daerah dengan kebersihan
perorangan yang buruk. (Hegar, 2013)
c. Manifestasi klinis
1) Disentri basiler
 Onset : berlangsung cepat, sering mendadak, dapat juga perlahan-
lahan
 Defeksi sedikit-sedikit dan dapat terus menerus. Sifat:
mulanya sedikit-sedikit sampai isi usus terkuras habis, selanjutnya
pada keadaan ringan masih dapat mengeluarkan cairan,
sedangkan bila keadaan berat tinja berlendir dengan warna
kemerah-merahan (red currant jelly) atau lendir yang bening
dan berdarah, bersifat basa.
 Sakit perut kolik
 Muntah

17
 Mikroskopik : sel-sel pus, leukosit/eritrosit, sel makrofag.
 Suhu bervariasi dari rendah-tinggi
 Nadi cepat
 Sakit perut terutama di sebelah kiri, terasa melilit diikuti
pengeluaran tinja sehingga mengakibatkan perut menjadi
cekung.
2) Disentri amoeba
 onset penyakit perlahan-lahan.
 perut kembung, kadang nyeri perut ringan
 diare ringan, 4-5 kali sehari, dengan tinja berbau busuk.
Kadang tinja bercampur darah dan lendir.
 nyeri tekan di daerah sigmoid, jarang nyeri di daerah epigastrium,
tergantung pada lokasi ulkusnya.
 Keadaan umum baik, tanpa atau sedikit demam ringan(subfebris).
 Kadang dijumpai hepatomegali yang tidak atau sedikit nyeri
tekan.(Hegar, 2013)
d. Diagnosis
1) Disentri basiler
 Keluhan nyeri abdomen bawah, dan diare
 Pemeriksaan mikroskopik tinja menunjukkan adanya eritrosit dan
leukosit PMN.
 Untuk memastikan diagnosis dilakukan kultur dari bahan
tinja segar atau hapus rektal.
 Endoskopi : mukosa hemoragik yang terlepas dan ulserasi. Kadang
tertutup eksudat. Sebagian besar lesi terdapat di bagian distal
kolon dan secara progresif berkurang di segmen proksimal kolon
 Px. Enzim immunoassay : mendeteksi toksik di tinja.

2) Disentri amoeba
 Pemeriksaan tinja : tidak banyak mengandung leukosit
tetapi banyak mengandung bakteri.

18
 Diagnosis pasti baru dapat ditegakkan bila ditemukan
amoeba (trofozoit).
 Tinja berbau busuk, bercampur darah dan lendir.
 Pemeriksaan sigmoidoskopi dan kolonoskopi : didapatkan ulkus
yang khas dengan tepi menonjol, tertutup eksudat kekuningan,
mukosa usus antara ulkus-ulkus tampak normal.Foto rontgen kolon :
pada kasus amoebiasis kronis, tampak ulkus disertai spasme
otot. Pada ameboma nampak filling defect yang mirip
karsinoma. (Hegar, 2013)

3. Kolera
a. Definisi
Penyakit kolera adalah penyakit yang menginfeksi saluran usus
bersifat akut yang disebabkan oleh bakteri Vibrio cholerae, bakteri
ini masuk kedalam tubuh seseorang melalui makanan atau minuman
yang terkontaminasi.
b. Penyebab
Penyebab infeksi kolera adalah bakteri bernama Vibrio cholerae.
Bakteri kolera memproduksi CTX atau racun berpotensi kuat di usus
kecil. Dinding usus yang ditempeli CTX akan mengganggu aliran
mineral sodium dan klorida hingga akhirnya menyebabkan tubuh
mengeluarkan air dalam jumlah besar (diare) dan berakibat kepada
kekurangan elektrolit dan cairan.Sumber-sumber infeksi kolera bisa
dari faktor makanan dan paparan air yang mengandung bakteri.
c. Manifestasi klinis

Pada penderita penyakit kolera ada beberapa hal tanda dan


gejala yang ditampakkan, antara lain ialah :
1) Diare yang encer dan berlimpah tanpa didahului oleh rasa mulas
atau tenesmus.
2) Feaces atau kotoran (tinja) yang semula berwarna dan berbau
berubah menjadi cairan putih keruh (seperti air cucian beras)

19
tanpa bau busuk ataupun amis, tetapi seperti manis yang
menusuk.
3) Feaces (cairan) yang menyerupai air cucian beras ini bila
diendapkan akan mengeluarkan gumpalan-gumpalan putih.
4) Diare terjadi berkali-kali dan dalam jumlah yang cukup banyak.
5) Terjadinya muntah setelah didahului dengan diare yang terjadi,
penderita tidaklah merasakan mual sebelumnya.
6) Kejang otot perut bisa juga dirasakan dengan disertai nyeri yang
hebat.
7) Banyaknya cairan yang keluar akan menyebabkan terjadinya
dehidrasi dengan tanda-tandanya seperti: detak jantung cepat,
mulut kering, lemah fisik, mata cekung, hypotensi dan lain-lain
yang bila tidak segera mendapatkan penangan pengganti cairan
tubuh yang hilang dapat mengakibatkan kematian.
d. Diagnosis
Kolera didiagnosis dengan ditemukan diare konsistensi encer
berwarna seperti air cucian beras, tanpa didahului nyeri perut. Pada
pemeriksaan feses ditemukan positif Vibrio Cholerae.

B. Diagnosis Kerja skenario

Pada skenario di atas didapat data sebagai berikut:

1. Hasil anamnesis
 Identitas pasien: anak usia 1 tahun
 Keluhan utama: BAB cair lebih dari 10x sehari sejak kemarin
 Konsistensi BAB: encer, tidak ada ampas, sekali BAB ±¼ gelas
aqua, warna tinja kekuningan, tidak terdapat lendir maupun darah
 Keluhan lain: demam, BAK mulai jarang dan berwarna kuning
pekat, bila menangis tidak mengeluarkan air mata
 Informasi lain: ibu pasien sudah memberikan ASI, tetapi ASInya
kurang.
2. Pemeriksaan

20
 Keadaan Umum: pasien tampak lemah, rewel serta terlihat sangat
kehausan
 Nadi: 130x/menit  normal untuk usia pasien
 Suhu: 39oC demam
 Berat badan: 11 kg  normal untuk usia pasien
 Pemeriksaan fisik: didapatkan ubun-ubun cekung, mata cowong
dan turgor kulit menurun, merupakan tanda-tanda dari dehidrasi
derajat sedang berdasarkan penilaian Maurice-King
3. Pemeriksaan penunjang yang disarankan
 Pemeriksaan feses
 Pemeriksaan darah lengkap
 Pemeriksaan kimia darah

Dilihat dari data pada skenario diatas, kami mencurigai pasien


mengalami gastroenteritis akut dengan dehidrasi ringan sedang.

C. Terapi kasus diskenario

Tatalaksana Kasus diskenario yang pertama dilakukan adalah


penilaian terhadap anak yang diare, nilai derajat dehidrasi. (Pujiarto,
2015)

21
Gambar penilaian derajat dehidrasi pada pasien diare

Setelah dinilai derajat dehidrasi, tatalaksana pasien sesuai derajat


dehidrasinya. Pada kasus di skenario pasien diare dengan dehidrasi
derajat ringan sedang, jadi ditatalaksana dengan rencana B dan
pemberian ASI tetap diteruskan.

22
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Jadi, dari hasil diskusi kelompok 2 SGD LBM 3, kami mengambil


diagnosa kerja gastroenteritis akut yaitu inflamasi pada membran mukosa
saluran pencernaan dan ditandai dengan diare dan muntah.. Sedangkan
untuk pemeriksaan penunjang, disarankan untuk melakukan pemeriksaan
feses, pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan kimia darah untuk
menegakkan diagnosa pasien.

Tatalaksana pasien sesuai derajat dehidrasinya. Pada pemeriksaan


didapatkan pasien mengalami dehidrasi ringan sedang berdasarkan tingkat
dehidrasi menurut penilaian Maurice-King, jadi ditatalaksana dengan
rencana B menurut WHO dan pemberian ASI tetap diteruskan.

23
Daftar Pustaka

Amin, Lukman Zulkifli. 2015. Tatalaksana Diare Akut. CDK-230/ volume 42


nomor 7 tahun 2015.

Hannif, Nenny Sri Mulyani, Susy Kuscithawati. 2011. Faktor Risiko Diare Akut
pada Balita. Berita Kedokteran Masyarakat, Volume 27 Nomor 1 Maret
2011.

Hegar, Badriul. 2013. Disentri. http://www.idai.or.id/artikel/seputar-kesehatan-


anak/disentri Diakses pada Tanggal 20 Januari 2018 pukul 10.24 Wita.

Hendarto, Aryono dan Keumala Pringgadini. 2013. Nilai Nutrisi Air Susu Ibu.
http://www.idai.or.id/artikel/klinik/asi/nilai-nutrisi-air-susu-ibuDiakses pada
Tanggal 19 Januari 2018 pukul 12.17 Wita.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI). 2014. Situasi dan


Analisis ASI Eksklusif. Jakarta. Kemenkes RI Pusat Data dan Informasi.

Laksana, Eri. 2015. Strategi Terapi Cairan pada Dehidrasi. CDK-224/ volume 42
nomor 1 tahun 2015.

Pujiarto, Purnawati Sujud. 2015. Gastroenteritis Akut (GEA) pada Anak. InHealth
Gazette Desember 2014 – Maret 2015.

24

Anda mungkin juga menyukai