Anda di halaman 1dari 12

Relasi Agama dan Sains: Reaksi Umat Islam di Indonesia di Tengah Wabah Covid-19

Abstrak
Sejak WHO (World Health Organization) atau badan kesehatan dunia menyatakan
wabah COVID-19 merupakan virus yang berbahaya bagi dunia. Dengan banyak memakan
Korban jiwa di Kota Hubei, Provinsi Wuhan, China. Virus ini semakin menyebar ke berbagai
negara dan menginfeksi berbagai masyarakat global. Virus ini melakukan penyebarannya
dengan cara ketika manusia melakukan kontak langsung, seperti berjabat tangan atau
menyentuh benda-benda yang telah dipegang oleh orang yang sudah terinfeksi COVID-19.
Awal mula virus ini menyebar terjadi ketika sebuah pesta dansa di Paloma & Amigos,
Jakarta, seorang warga Indonesia yang berinteraksi langsung dengan warga negara Jepang.
Kemudian, diketahui bahwa dua warga negara Jepang tersebut telah terinfeksi virus COVID-
19 yang setelahnya warga negara Indonesia tersebut juga terinfeksi virus ini dan ditetapkan
sebagai pasien 01. Hal ini ditanggapi langsung oleh pemerintah dengan membuat beberapa
kebijakan untuk memutus mata rantai COVID-19 dengan melakukan PSBB yang menutup
pusat keramaian, seperti pasar, mall, sekolah, kampus, dan rumah ibadah. Tidak hanya itu,
lembaga-lembaga, ormas-ormas serta instansi-instansi keagamaan, seperti MUI, NU dan
Muammadiyah juga melakukan penerapan kebijakan di berbagai rumah ibadah, salah satunya
masjid. Respons umat Islam di Indonesia pun juga beragam dalam menyikapi wabah
COVID-19, ada yang menyatakan bahwa wabah ini merupakan azab Allah, ada yang
memasrahkan dirinya kepada Allah dalam menghadapi wabah ini seperti paham Jabariyah,
ada yang tetap menerimanya sebagai takdir Allah tetapi melakukan usaha dalam
menyikapinya seperti paham Qadariyah, ada yang menerima wabah COVID-19 dengan
menghubungkan antara agama dengan sains, dan sebagainya.
Kata kunci: COVID-19, Pandemi, Islam, Sains
Pendahuluan
Pada Desember 2019, dunia dikejutkan oleh sebuah virus baru bernama Novel
Coronavirus yang banyak memakan korban jiwa di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, China.
Kemudian, penyebaran virus ini semakin masif penyebarannya melalui interaksi antara
sesama manusia. maka dari itu, organisasi kesehatan dunia (World Healts Organization)
menyatakan bahwa virus tersebut telah menjadi wabah yang menyebar ke berbagai negara di
dunia. (Kemendagri, 2020: 2)
Mengutip dari laman Kompas, pada 2 Maret 2020, presiden Joko Widodo resmi
mengumumkan dua warga negaranya positif Covid-19 karena telah melakukan kontak
langsung dengan warga negara Jepang yang datang ke Indonesia (Baskara, Kompas.id
/baca/riset/2020/04/18/rangkaian-peristiwa-pertama-covid-19/, akses 26 Juli 2020).
Kemudian mengutip pada Tirto.id, penyebaran Covid-19 di Indonesia semakin menyebar ke
berbagai daerah, salah satunya di Kota Medan, seorang tenaga medis di Rumah Sakit Bunda
Thamrin yang positif terpapar virus Corona jenis baru yaitu Covid-19 dari hasil “rapid test”
atau tes cepat pada 1 April 2020. (Aziz, Tirto.id/update-corona-1-april-satu-tenaga-medis-di-
medan-positif-covid-19, akses 26 Juli 2020)
Dalam hal ini pemerintah mulai membuat kebijakan untuk meminimalisir penyebaran
Covid-19 terhadap masyakarat Indonesia. kebijakan tersebut seperti penerapan PSBB
(Pembatasan Sosial Berskala Besar) dan penerapan New Normal atau kebiasaan baru. Untuk
penerapan PSBB telah diatur dalam Permenkes 9 Tahun 2020 dan Peraturan Pemerintah
nomor 21 Tahun 2020. Penerapan ini dilakukan dengan membatasi aktivitas tertentu
masyarakat, seperti di pasar, perkantoran, rumah ibadah dan sekolah-sekolah untuk memutus
mata rantai penyebaran Corona Virus Disease 19 atau Covid-19. Sehingga banyak
masyarakat Indonesia melakukan kegiatan di rumah dan tidak melakukan aktivitas di pusat
keramaian.
Tidak hanya kebijakan pemerintah Indonesia saja yang menjadi sorotan, tetapi reaksi
ormas dan instansi Islam di Indonesia pun menanggapinya dengan berbagai respon, salah
satunya MUI (Majelis Ulama Indonesia) dan Muhammadiyah. Kedua ormas ini memiliki
pengaruh penting bagi aktivitas keagamaan umat Islam di Indonesia sehingga harus
menetapkan kebijakan ritual keagamaan di masjid-masjid yang terdampak Covid-19, umat
Islam di Indonesia pun meresponnya dengan berbagai tanggapan.
Dikutip dari tulisan Muhammad Agus Mushodiq yang berjudul “Peran Majelis Ulama
Indonesia Dalam Mitigasi Pandemi Covid-19; Tinjauan Tindakan Sosial dan Dominasi
Kekuasaan Max Weber”, menjelaskan setidaknya terdapat sembilan fatwa yang dikeluarkan
oleh MUI pusat mengenai aktivitas menjalankan ritual keagamaan bagi umat Islam di tengah
wabah Covid-19. Fatwa ini telah dipublikasikan berjumlah sepuluh lembar dengan nomor 14
tahun 2020 yang berdasarkan Al-Qur’an, Hadits, Kaidah Fikih, serta ijtima ‘ulama.
(Mushodiq, Jurnal Salam, 5, April 2020: 462)
Berbeda halnya dengan Muhammadiyah, dikutip dari situs resmi
Muhammadiyah.or.id, ada tiga strategi yang dilakukan oleh Muhammadiyah dalam
mengatasi wabah Covid -19. Diantara yang pertama adalah melengkapi fasilitas kesehatan;
kedua, eksekusi di lapangan; ketiga, bimbingan keagamaan. (Ibrahim,
Muhammadiyah.or.id /id/news-18709-detail--totalitas-muhammadiyah-melawan-pandemi-
global.html. akses 26 Juli 2020)
Ormas Islam lainnya yang juga turut membantu umat Islam dalam menangani Covid-
19 adalah Nadhlatul Ulama (NU). NU membentuk satuan tugas (satgas) peduli Covi-19 dan
posko-posko untuk membantu umat Islam dalam mencegah penyebaran Covid-19. Sosialisasi
juga dilakukan NU ke berbagai lembaga atau instansi, seperti pendidikan, rumah sakit, dan
masjid-masjid yang hanya berafiliasi dengan NU. (Sahal,
https://nucare.id/news/pbnu_bentuk_satgas_nu_peduli_covid_19_dan_gelar_sosialisasi_pene
rapan_sop_pencegahan_virus_corona, akses 29 Juli 2020, 23:15)
Peranan ormas dan instansi umat Islam ini bisa menjadi panutan bagi umat Islam di
Indonesia untuk menaati peraturan yang sudah dibuat oleh pemerintah serta memutus rantai
penyebaran Covid-19. Akan tetapi, berbeda halnya dengan kondisi umat Islam yang ada di
Kota Medan. Berdasarkan situs waspada.co.id, MUI Kota Medan mengimbau kepada
masyarakat Kota Medan untuk melakukan Kegiatan ibadah di rumah bahkan jika situasinya
sudah gawat, salat Jum’at bisa diganti dengan salat zuhur di rumah. Tetapi, sebagian masjid
di kota Medan tetap menjalankan kegiatan keagamaan, seperti sholat berjamaah dengan
memakai protokol kesehatan dengan menggunakan masker dan penyemprotan disenfektan di
setiap masjid. (Bangun, waspada.co.id/2020/04/ini-kata-mui-medan-soal-penyelenggaraan-
ibadah-saat-covid-19/, akses 26 Juli 2020)
Beragam respon mulai muncul dari masyarakat muslim di Kota Medan. Ada yang
menerima keputusan tersebut bahkan tidak sedikit yang menolaknya. Hal ini perlu dipelajari
dengan melihat perilaku umat Islam yang ada di Kota medan. Dalam hal ini penulis melihat
sebuah ungkapan dari beberapa masjid yang ada di Kota Medan, ungkapan tersebut adalah
“Kuat Imun Karena Iman”. Dari ungkapan tersebut kita mengetahui sebuah fenomena bahwa
wabah Covid-19 bisa dihilangkan dengan melakukan ritual keagamaan yang mengarah pada
paham jabariyah.
Agama Islam juga memiliki pandangan tersendiri dalam menghadapi wabah Covid-19
ini. Islam mengajarkan para pemeluknya untuk selalu berikhtiar atau berusaha jika terjadi
suatu masalah. Islam juga tidak menutup kemungkinan dalam menerima pemecahan masalah
berdasarkan sains, karena didalam Al-Qur’an yang merupakan kitab suci bagi umat Islam
juga mengajarkan mengenai sains. Salah satu contohnya terdapat dalam surah Al-A’raf (7)
ayat 56:

﴿ َ‫ض بَ ْع َد إِصْ اَل ِحهَا َوا ْدعُوهُ َخوْ فًا َوطَ َمعًا ۚ إِ َّن َرحْ َمتَ هَّللا ِ قَ ِريبٌ ِمنَ ْال ُمحْ ِسنِين‬
ِ ْ‫﴾ َواَل تُ ْف ِسدُوا فِي اأْل َر‬۵۶ : ‫األعراف‬

Artinya : Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah)
memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan
harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang
berbuat baik.
Dengan demikian, penulis mencoba untuk menguraikan beragam reaksi ormas dan
umat Islam khususnya di Kota Medan serta melihat usaha dari umat Islam dalam menghadapi
wabah Covid-19. Serta menangkis dan menjauhkan hal-hal yang tidak diperlukan dalam
menyikapi Covid-19 dengan berpasrah diri atau menganggap wabah tersebut merupakan teori
konspirasi. Karena dalam ajaran Islam kita dituntut untuk selalu berpikir positif dan terbuka
terhadap sains.
Pembahasan
Awal Mula Covid-19 dan Penyebarannya di Indonesia
Covid-19 merupakan akronim dari nama Coronavirus Disease dengan angka 19 yang
menunjukkan bahwa virus tersebut muncul di akhir tahun 2019. Dalam tulisan Tri Satya Putri
Naipospos, Diketahui bahwa virus Covid-19 berasal dari zoonosis yang artinya bahwa virus
ini disebarkan oleh kelelawar. Menurutnya, ada tiga faktor yang menjadi pemicu dari
zoonosis: pertama, kerusakan lingkungan karena deforestasi dan kehilangan habitat. Kedua,
praktik-praktik budaya, terutama praktik mengonsumsi satwa liar eksotik yang menyebabkan
penyebaran patogen baru ke tubuh manusia. ketiga, peternakan intensif yang menyebabkan
hubungan antarternak sangat dekat satu sama lain dan menjadi peluang untuk penyebaran
patogen secara luas. (Naipospos, Kompas, 2020)
Awalnya penyebaran virus ini di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, China, yang
menyebabkan kematian massal. Virus ini menyebar dengan sangat massif melalui interaksi
antara sesama manusia ke berbagai negara. Dikutip dari laman bbc ada 188 negara yang
penduduknya positif virus corona, diantaranya Amerika Serikat, Italia, Spanyol, India, dan
termasuk Indonesia. Maka, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengumumkan bahwa
penyebaran virus ini sebagai pandemi bagi dunia. (https://www.bbc.com/indonesia/dunia-
53460946, akses 27 Juli 2020)
Seperti yang telah dijelaskan bahwa awal masuknya virus Covid-19 di Indonesia yaitu
interaksi dua warga negara Indonesia dengan warga negara Jepang yang singgah di Indonesia
dengan penyebutan pasien 1 dan 2. Kemudian, persebaran Covid-19 mulai menyebar ke
berbagai wilayah di Indonesia dengan kasus terbanyak melalui imported case. Dikutip dari
laman tirto.id, kronologi penyebaran Covid-19 dari pasien 01 yang mendatangi sebuah pesta
dansa di Paloma & Amigos, Jakarta. (Putri, https://tirto.id/kronologi-penularan-pasien-
positif-corona-covid-19-di-indonesia-eD6x, akses 27 Juli 2020, 22:15)
Pasien-pasien selanjutnya diketahui dengan kasus imported case, yaitu pasien yang
baru pulang dari luar negeri. Kasus Covid-19 selanjutnya diketahui bahwa pasien 12 dan 13
karena ada tracing atau kontak langsung dengan pasien 03 yang pernah berkontak lansgung
di klub dansa dan berinteraksi dengan pasien positif Covid-19. Penyebaran virus covid-19
semakin menyebar ke berbagai wilayah di Indonesia.
Data-data yang didapat pada 5 April mengenai persebaran virus Covid-19 di berbagai
wilayah di Indonesia dari lama tirto.id, yaitu untuk daerah Jakarta terkonfirmasi 1.124,
sembuh 56, meninggal 95: untuk daerah Jawa Barat terkonfirmasi 252, sembuh 12,
meninggal 28: untuk daerah Jawa Timur terkonfirmasi 188, sembuh 30, meninggal 14: untuk
daerah Jawa Tengah terkonfirmasi 120, sembuh 14, meninggal 18: untuk Daerah Istimewa
Yogyakarta terkonfirmasi 34, sembuh 1, meninggal 3: untuk daerah Sumatera Utara
terkonfirmasi 25, sembuh 0, meninggal 4.
Mengenai penyebaran Covid-19 di Medan, kasus pertama kali ditemukan pada
seorang perawat di Ruma Sakit Bunda Thamrin poitif Covid-19. Hal ini didapat dari laman
tirto.id, bahwa perawat tersebut terpapar dari pasien dalam pengawasan (PDP) berdasarkan
hasil dari “rapid test” atau tes cepat. Kemudian, penyebaran Covid-19 di Medan semakin
masif dengan jumlah korban yang cukup banyak. Maka, pemerintah Kota Medan berinisiatif
untuk melakukan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar).
Pemerintah pusat telah menerapkan kebijakan PSBB dengan tujuan mempercepat
penanganan penyebaran Covid-19. Pemerintah juga telah mengatur kebijakan PSBB pasal 4
ayat (3) Peraturan Pemerintah nomor 21 Tahun 2020 yang berbunyi “pembatasan kegiatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilakukan dengan memerhatikan pemenuhan
kebutuhan dasar penduduk”. Maka, sebagian kegiatan di tempat ramai diberhentikan untuk
sementara waktu, seperti pasar, perkantoran, sekolah, kampus, dan sebagainya.
PSBB memiliki tujuan, diantaranya: pertama, menjaga kesehatan masyarakat untuk
memutus penyebaran Covid-19. Kedua, jaringan pengaman sosial, pemerintah turut andil
dalam mempertahankan ekonomi masyarakat selama wabah Covid-19. Ketiga, pemberian
bantuan kepada UMKM agar usahanya tetap berjalan. Keempat, bantuan lapisan kepada
masyarakat kelas bawah yang terdampak wabah Covid-19.
Untuk pemerintah Kota Medan, kebijakan untuk menangkal wabah Covid-19 dengan
melakukan kebijakan karantina kesehatan sesuai Peraturan Wali Kota (Perwal) No.11/2020.
Selain itu, masyarakat juga diwajibkan menggunakan masker saat melakukan aktivitas di luar
rumah. Masyarakat Kota Medan juga dianjurkan untuk mematuhi protokol kesehatan yang
telah dibuat oleh Pemerintah Kota Medan.
MUI dan Ormas Islam di Indonesia Dalam Menyikapi Wabah COVID-19
Setelah pemerintah membuat kebijakan terkait penanganan wabah Covid-19, maka
peran instansi keagamaan khususnya umat Islam di Indonesia seperti Majelis Ulama
Indonesia (MUI) juga memiliki kebijakan tersendiri terkait wabah Covid-19. Kebijakan MUI
tersebut diambil dari Al-Qur’an, Hadits, kaidah Fikih dalam pelaksanaan ibadah yang akan
dilakukan oleh umat Islam di masa wabah Covid-19. Kebijakan tersebut berupa melakukan
sholat jum’at di rumah, tidak melakukan buka bersama di masjid di bulan Ramadhan, dan
sebagainya.
Mengutip dalam tulisan Mushodiq dengan judul Peran Majelis Ulama Indonesia
Dalam Mitigasi Pandemi Covid-19; Tinjauan Tindakan Sosial dan Dominasi Kekuasaan
Max Weber, MUI mengeluarkan fatwanya untuk kemaslahatan umat Islam yang ada di
Indonesia yang dipublikasikan dalam surat nomor 14 tahun 2020, isinya adalah sebagai
berikut:
1. Setiap orang wajib melakukan ikhtiar menjaga kesehatan dan menjauhi setiap hal
yang dapat menyebabkan terpapar penyakit, karena hal itu merupakan bagian dari
menjaga tujuan pokok beragama (al-Dharuriyat al-Khams).
2. Orang yang telah terpapar virus Corona, wajib menjaga dan mengisolasi diri agar
tidak terjadi penularan kepada orang lain. Baginya shalat Jumat dapat diganti dengan
shalat zuhur, karena shalat jumat merupakan ibadah wajib yang melibatkan banyak
orang sehingga berpeluang terjadinya penularan virus secara massal. Baginya haram
melakukan aktifitas ibadah sunnah yang membuka peluang terjadinya penularan,
seperti jamaah shalat lima waktu/rawatib, shalat Tarawih dan Ied di masjid atau
tempat umum lainnya, serta menghadiri pengajian umum dan tabligh akbar.
3. Orang yang sehat dan yang belum diketahui atau diyakini tidak terpapar COVID-19,
harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. Dalam hal ia berada di suatu kawasan yang potensi penularannya tinggi atau
sangat tinggi berdasarkan ketetapan pihak yang berwenang maka ia boleh
meninggalkan salat Jumat dan menggantikannya dengan shalat zuhur di tempat
kediaman, serta meninggalkan jamaah shalat lima waktu/rawatib, Tarawih, dan
Ied di masjid atau tempat umum lainnya.
b. Dalam hal ia berada di suatu kawasan yang potensi penularannya rendah
berdasarkan ketetapan pihak yang berwenang maka ia tetap wajib menjalankan
kewajiban ibadah sebagaimana biasa dan wajib menjaga diri agar tidak terpapar
COVID-19, seperti tidak kontak fisik langsung (bersalaman, berpelukan, cium
tangan), membawa sajadah sendiri, dan sering membasuh tangan dengan sabun.
4. Dalam kondisi penyebaran COVID-19 tidak terkendali di suatu kawasan yang
mengancam jiwa, umat Islam tidak boleh menyelenggarakan shalat jumat di kawasan
tersebut, sampai keadaan menjadi normal kembali dan wajib menggantikannya
dengan shalat zuhur di tempat masing-masing. Demikian juga tidak boleh
menyelenggarakan aktifitas ibadah yang melibatkan orang banyak dan diyakini dapat
menjadi media penyebaran COVID-19, seperti jamaah shalat lima waktu/rawatib,
shalat Tarawih dan Ied di masjid atau tempat umum lainnya, serta menghadiri
pengajian umum dan majelis taklim.
5. Dalam kondisi penyebaran COVID-19 terkendali, umat Islam wajib
menyelenggarakan shalat Jumat dan boleh menyelenggarakan aktifitas ibadah yang
melibatkan orang banyak, seperti jamaah shalat lima waktu/rawatib, shalat Tarawih
dan Ied di masjid atau tempat umum lainnya, serta menghadiri pengajian umum dan
majelis taklim dengan tetap menjaga diri agar tidak terpapar COVID-19.
6. Pemerintah menjadikan fatwa ini sebagai pedoman dalam menetapkan kebijakan
penanggulangan COVID-19 terkait dengan masalah keagamaan dan umat Islam wajib
menaatinya.
7. Pengurusan jenazah (tajhiz al-janaiz) yang terpapar COVID-19, terutama dalam
memandikan dan mengafani harus dilakukan sesuai protokol medis dan dilakukan
oleh pihak yang berwenang, dengan tetap memperhatikan ketentuan syariat.
Sedangkan untuk menshalatkan dan menguburkannya dilakukan sebagaimana biasa
dengan tetap menjaga agar tidak terpapar COVID-19.
8. Tindakan yang menimbulkan kepanikan dan/atau menyebabkan kerugian publik,
seperti memborong dan/atau menimbun bahan kebutuhan pokok serta masker dan
menyebarkan informasi hoax terkait COVID-19 hukumnya haram.
9. Umat Islam agar semakin mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan
memperbanyak ibadah, taubat, istighfar, dzikir, membaca Qunut Nazilah di setiap
shalat fardhu, memperbanyak shalawat, sedekah, serta senantiasa berdoa kepada Allah
SWT agar diberikan perlindungan dan keselamatan dari musibah dan marabahaya
(daf’u al-bala’), khususnya dari wabahCOVID-19.
Tidak hanya MUI, organisasi keislaman Muhammadiyah juga menerapkan kebijakannya
untuk umat Islam di Indonesia dalam menangani wabah Covid-19. Dalam tulisan Ibrahim di
laman Muhammadiyah.or.id, ada 3 kebijakan Muhammadiyah dalam menangani wabah
Covid-19: pertama, kesiapan fasilitas kesehatan. Dengan membentuk Muhammadiyah Covid-
19 Command Center (MCC) yang telah dibentuk pada kamis 5 Maret 2020. Kedua, eksekusi
lapangan dengan membentuk Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC).
MDMC melakukan penyemprotan cairan disenfektan di masjid, gereja, dan kampus.
Menghimbau masyarakat untuk menerapkan protokol kesehatan dengan memberikan masker
dan hand sanitizer kepada masyarakat. Ketiga, bimbingan keagamaan dengan memberikan
pencerahan kepada masyarakat agar tidak memiliki pemahaman neo-jabariyyah yaitu
memasrahkan seluruhnya kepada kehendak tuhan, tetapi manusia juga harus diwajibkan
untuk berikhtiar dalam menghadapi wabah Covid 19. (Ibrahim,
m.muhammadiyah.or.id/id/news-18709-detail--totalitas-muhammadiyah-melawan-pandemi-
global.html, akses 29 Juli 2020, 23:30)
Lembaga ormas Islam lainnya yang ikut berperan dalam menangani wabah Covid-19
ialah Nahdlatul Ulama (NU). NU membuka posko-posko di berbagai sekolah, masjid-masjid,
dan klinik-klinik untuk membantu daerah yang terkena wabah Covid-19. NU juga
membentuk satuan tugas (Satgas) NU peduli Covid-19 yang telah disediakan.
Konsep Teologi Dalam Menyikapi Wabah COVID-19
Selanjutnya, agama juga memiliki peran dalam menghadapi wabah COVID-19. Ajaran
Islam juga memiliki cara pandangnya sendiri ketika wabah COVID-19 dinyatakan sebagai
virus berbahaya di dunia. Dalam pandangan teologi Jabariyyah, COVID-19 merupakan
ketetapan dari Allah kepada umat manusia yang tidak dapat diganggu gugat. Berbeda halnya
dengan Qadariyyah yang meyakini ketentuan dari Allah, tetapi manusia masih memiliki bisa
berusaha atau ikhtiar.
Dalam konsep Islam, takdir terbagi menjadi dua, yaitu takdir mubrom yakni takdir yang
tidak bisa diubah sama sekali seperti kelahiran dan kematian. Yang kedua adalah takdir
mu’alaq yakni takdir yang bisa diubah dengan melakukan ikhtiar, seperti dari bodoh menjadi
berilmu dengan pendidikan dan dari miskin menjadi kaya dengan bekerja.
Dalam tulisan Hidayah dengan judul Dari Jabariyah, ke Qadariyah, hingga Islam
Progresif: Respons Muslim atas Pandemi COVID-19 di Indonesia, Jika kita melihat respon
umat Islam di Indonesia ada tiga sikap yaitu zona ketakutan, zona belajar, dan zona
bertumbuh. Zona ketakutan merupakan zona yang enggan dalam mengantisipasi wabah
COVID-19, karena hanya Allah yang berhak ditakuti daripada yang lainnya. Selanjutnya
zona belajar, yakni zona yang mulai berfikir cara untuk menyikapinya serta tidak termakan
berita-berita hoax. Terakhir adalah zona bertumbuh, yakni zona sadar secara kolektif dalam
menangani wabah COVID-19 dengan lembaga/instansi yang terpercaya. (Hidayah, Jurnal
Salam, 5, Maret 2020: 430)
Jika kita melihat respons umat Islam yang ada di Kota Medan terhadap wabah COVID-
19, awal mula masuk kedalam zona ketakutan dengan melakukan kegiatan ibadah di masjid-
masjid. Selanjutnya, umat Islam yang ada di Kota Medan mulai menyadari dengan berfikir
dan menyaring informasi-informasi terkait wabah COVID-19. Kemudian di bulan Mei tahun
2020 memasuki zona bertumbuh, ormas-ormas yang ada di Kota Medan, baik itu bergerak di
bidang keagamaan atau pun kepemudaan, mulai melakukan penyemprotan disenfektan dan
penerapan protocol kesehatan di setiap masjid untuk mencegah penyebaran COVID-19. Ada
beberapa kelompok moderat yang menerima wabah COVID-19 ini sebagai ulah manusia
yang telah merusak alam, kelompok ini masuk pada zona belajar.
Apabila melihat dari kedua pandangan teologi Islam, yaitu Jabariyah dan Qodariyah,
maka kita akan melihat sifat Jabariyah yang enggan dalam menyikapi wabah COVID-19 dan
menerimanya hanya sebatas ketetapan dari Allah. Umat Islam yang memiliki pemahaman
Jabariyah tetap akan melakukan kegiatan keagamaan di masjid-masjid, seperti sholat
berjamaah, sholat jumah berjamaah, dan sebagainya. Untuk di Kota Medan masih banyak
umat Islam yang menganut pemahaman ini.
Sementara untuk pemahaman Qodariyah, kehidupan yang telah ditetapkan oleh Allah
masih memiliki ruang ikhtiar bagi manusia. maka, umat Islam yang memiliki pemahaman ini
sangat menyikapi kebijakan pemerintah dalam menangani wabah COVID-19 untuk memutus
mata rantai penyebarannya. Mereka meyakini bahwa takdir Allah mengenai virus Corona
bisa ditangani dengan berikhtiar.
Islam juga memiliki pandangan tersendiri dalam menyikapi wabah COVID-19, dalam
tulisan Supriatna yang berjudul Wabah Corona Virus Disease 19 Dalam Pandangan Islam
mengutip dari perkataan Syaikh Prof. Dr. ‘Abdurrazaq bin ‘Abdil Muhsin Al-‘Abbad Al-badr
pada 14 Rajab 1441 H/ 09 Maret 2020, saat ini manusia sedang menghadapi wabah virus
mematikan yaitu virus Corona. Manusia juga membicarakan cara menghindari virus tersebut.
beliau juga mengutip dari beberapa ayat Al-Qur’an tentang cara orang beriman dalam
menghadapi wabah COVID-19, yaitu dalam Q.S. 9: 51, Q.S. 64:11 dan Q.S. 57:22.
(Supriatna, Jurnal Salam, 6, Mei 2020: 559)
Maka dari itu Islam juga memiliki peran penting dalam menghadapi wabah COVID-19,
karena merupakan agama mayoritas di Indonesia. Islam tidak hanya mengatur mengenai
konsep dalam beragama, tetapi Islam sangat terbuka dengan ilmu pengetahuan (sains).
Meskipun sebagian kalangan berpendapat bahwa COVID-19 merupakan azab yang
diturunkan oleh Allah, namun tidak sedikit pula yang berpasrah diri dalam keadaan tersebut,
sebagian umat Islam berupaya untuk mencegahnya melalui agama dan sains.
Kesimpulan
Semakin masifnya penyebaran virus COVID-19 di Indonesia sehingga pemerintah
mengambil kebijakan untuk menutup pusat keramaian, seperti pasar, mall, rumah ibadah,
sekolah-sekolah, dan kampus-kampus demi memutus mata rantai penyebaran virus tersebut,
tidak serta-merta menyurutkan umat Islam dalam beribadah atau bekerja dari rumah.
Ilmu pengetahuan (sains) juga berperan besar dalam menangani penyebaran COVID-19
dan mengidentifikasi virus ini. Agama Islam juga tidak menutup diri dengan ilmu
pengetahuan (sains) bahkan keduanya saling beriringan untuk mencegah penyebaran virus ini
agar aktivitas kembali dilaksanakan dengan berbagai usaha, seperti penyemprotan
disenfektan di setiap masjid, menerapkan protokol kesehatan, cuci tangan, menjaga
kebersihan, dan sebagainya.
Referensi

Aziz, A. (2020, April 1). Tirto.id. Retrieved 27 Juli, 2020, from Tirto.id:
https://tirto.id/update-corona-1-april-satu-tenaga-medis-di-medan-positif-covid-19-eKcK

Baskara, B. (2020, April 18). Kompas. Retrieved Juli 26, 2020, from Kompas.id:
https://bebas.kompas.id/baca/riset/2020/04/18/rangkaian-peristiwa-pertama-covid-19/

Hidayah, N. (2020, April 5). Dari Jabariyah, ke Qadariyah, hingga Islam Progresif: Respons
Muslim atas COVID-19 di Indonesia. Jurnal Salam , pp. 423-438.

Ibrahim, I. (2020, Maret 13). Muhammadiyah. Retrieved Juli 26, 2020, from
Muhammadiyah.or.id: http://m.muhammadiyah.or.id/id/news-18709-detail--totalitas-
muhammadiyah-melawan-pandemi-global.html

Jati, B., & Putra, G. R. (2020, Mei 5). Optimalisasi Upaya Pemerintah Dalam Mengatasi
Wabah Covid 19 Sebagai Bentuk Pemenuhan Hak Warga Negara . Jurnal Salam , pp.
473-484.

Juaningsih, I. N., Consuello, J., Tarmidzi, A., & NurIfan, D. (2020, Mei 6). Optimalisasi
Kebijakan Pemerintah Dalam Penanganan Covid-19 Terhadap Masyarakat Indonesia.
Jurnal Sala , pp. 509-518.

Mushodiq, M. A., & Imron, A. (2020, April 5). Peran Majelis Ulama Indonesia Dalam
Mitigasi Pandemi COVID-19; Tinjauan Tindakan Sosial dan Dominasi Kekuasaan Max
Weber. Jurnal Salam , pp. 455-472.

Sahal, H. (2020, Maret 14). NU Care. Retrieved Juli 27, 2020, from NUcare.id:
https://nucare.id/news/pbnu_bentuk_satgas_nu_peduli_covid_19_dan_gelar_sosialisasi_
penerapan_sop_pencegahan_virus_corona

supriyatna, e. (2020, Mei 5). WABAH CORONA VIRUS DISEASE COVID 19 DALAM
PANDANGAN ISLAM. Jurnal Salam , pp. 555-564.

Zahrotunnimah. (2020, Maret 3). Langkah Taktis Pemerintah Daerah Dalam Pencegahan
Penyebaran Virus Corona Covid-19 di Indonesia. Jurnal Salam , pp. 247-260.

Anda mungkin juga menyukai