Anda di halaman 1dari 24

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa, karena
atas berkat dan rahmat perlindungan-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
penulisan makalah EPIDEMIOLOGI PENYAKIT TIDAK MENULAR dengan judul
“HIPERTENSI” ini dengan baik.
Keberhasilan penulisan makalah ini, tidak terlepas dari dukungan berbagai
pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan limpah terima
kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan
makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh
karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca
untuk penyempurnaan tulisan ini dan karya tulis selanjutnya.

Kupang, 06 Maret 2020

Penulis

1|Page
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................1

DAFTAR ISI..............................................................................................................2

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG...................................................................................3

1.2 RUMUSAN MASALAH...............................................................................4

1.3 TUJUAN........................................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN

2.1 DEFINISI HIPERTENSI...............................................................................6

2.2 ETIOLOGI HIPERTENSI.............................................................................6

2.3 GEJALA HIPERTENSI.................................................................................8

2.4 KOMPLIKASI HIPERTENSI.......................................................................9

2.5 EPIDEMIOLOGI HIPERTENSI...................................................................10

2.6 FAKTOR RISIKO.........................................................................................13

2.7 PATOFISIOLOGI HIPERTENSI..................................................................17

2.8 PENCEGAHAN DAN PENGOBATAN.......................................................19

BAB III PENUTUP

3.1 KESIMPULAN..............................................................................................23

3.2 SARAN..........................................................................................................23

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................24

2|Page
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Hipertensi menurut World Health Organization (WHO) adalah suatu kondisi
dimana pembuluh darah memiliki tekanan darah tinggi (tekanan darah sistolik
≥140 mmHg atau tekanan darah diastolik ≥90 mmHg) yang menetap. Tekanan
darah adalah kekuatan darah untuk melawan tekanan dinding arteri ketika darah
tersebut dipompa oleh jantung ke seluruh tubuh. Semakin tinggi tekanan darah
maka semakin keras jantung bekerja (WHO, 2013).
Berdasarkan data World Health Organization (WHO) dari 70% penderita
hipertensi yang diketahui hanya 25% yang mendapat pengobatan, dan hanya
12,5% yang diobati dengan baik (adequately treated cases), diperkirakan sampai
tahun 2025 tingkat terjadinya tekanan darah tinggi akan bertambah 60%, dan akan
mempengaruhi 1,56 milyar penduduk di seluruh dunia. Di dunia, hampir 1 milyar
orang atau 1 dari 4 orang dewasa menderita hipertensi. Tekanan darah tinggi
merupakan penyakit kronis yang bisa merusak organ tubuh manusia (Depkes RI,
2007).
WHO mencatat pada tahun 2013 sedikitnya sejumlah 839 juta kasus
hipertensi, diperkirakan menjadi 1,15 milyar pada tahun 2025 atau sekitar 29%
dari total penduduk dunia, dimana penderitanya lebih banyak pada wanita (30%)
dibanding pria (29%). Sekitar 80% kenaikan kasus hipertensi terjadi terutama di
negara-negara berkembang (Triyanto, 2014).
Di Indonesia terjadi peningkatan prevalensi hipertensi. Secara keseluruhan
prevalensi hipertensi di Indonesia tahun 2013 sebesar 26,5% (Riskesdas, 2013).
Dan di Sumatera Utara prevalensi hipertensi tahun 2013 sebesar 24,7%
(Riskesdas, 2013). Data dari Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia (InaSH)
menyebutkan, angka kematian di Indonesia mencapai 56 juta jiwa terhitung dari
tahun 2000-2013. Diketahui bahwa faktor kematian paling tinggi adalah
hipertensi, menyebabkan kematian pada sekitar 7 juta penduduk Indonesia

3|Page
(InaSH, 2014). Hal ini menunjukkan, 76% kasus hipertensi pada masyarakat
belum terdiagnosis atau 76% masyarakat belum mengetahui bahwa mereka
menderita hipertensi.
Menurut National Basic Health Survey 2013, prevalensi hipertensi di
Indonesia pada kelompok usia 15-24 tahun adalah 8,7 %, pada kelompok usia 25-
34 tahun adalah 14,7 %, 35-44 tahun 24,8 %, 45-54 tahun 35,6 %, 55-64 tahun
45,9 %, 65-74 tahun 57,6 %, dan lebih dari 75 tahun adalah 63,8 %. Dengan
prevalensi yang tinggi tersebut, hipertensi yang tidak disadari mungkin jumlahnya
bisa lebih tinggi lagi. Hal ini disebabkan karena hipertensi dan komplikasi
jumlahnya jauh lebih sedikit daripada hipertensi tidak bergejala.
Hipertensi termasuk suatu kondisi yang dapat dicegah atau dikendalikan.
Namun dari hasil pengamatan data bahwa penderita hipertensi semakin meningkat
setiap tahunnya hampir di seluruh dunia dan menimbulkan masalah kesehatan
masyarakat global yang berkontribusi terhadap beban penyakit jantung, stroke,
gagal ginjal, kecacatan dan kematian dini.

1.2 RUMUSAN MASALAH


A. Apa itu Hipertensi ?
B. Apa etiologi dari Hipertensi ?
C. Apa saja gejala Hipertensi ?
D. Bagaimana komplikasi Hipertensi ?
E. Bagaimana epidemiologi Hipertensi ?
F. Apa saja faktor risiko Hipertensi ?
G. Bagaimana patofisiologi dari Hipertensi ?

1.3 TUJUAN
A. Mengetahui apa itu hipertensi
B. Mengetahui etiologi hipertensi
C. Mengetahui gejala hipertensi

4|Page
D. Mengetahui komplikasi hipertensi
E. Mengetahui epidemiologi hipertensi
F. Mengetahui faktor risiko hipertensi
G. Mengetahui patofisiologi hipertensi

5|Page
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 DEFINISI HIPERTENSI
Hipertensi lebih dikenal dengan istilah penyakit tekanan darah tinggi.
Batas tekanan darah yang dapat digunakan sebagai acuan untuk menentukan
normal atau tidaknya tekanan darah adalah tekanan sistolik dan diastolik.
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu peningkatan abnormal
tekanan darah dalam pembuluh darah arteri secara terus-menerus lebih dari
satu periode. Hal ini terjadi bila arteriol-arteriol kontriksi. Kontriksi arteriol
membuat darah sulit mengalir dan meningkatkan tekanan melawan dinding
arteri. Hipertensi menambah beban kerja jantung dan arteri yang bila berlanjut
dapat menimbulkan kerusakan jantung dan pembuluh darah (Udjianti, 2011).
Menurut WHO (2013), hipertensi didefinisikan sebagai keadaan
tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan tekanan diastolik ≥ 90 mmHg.
Hipertensi sering kali disebut sebagai pembunuh gelap (silent killer), karena
termasuk penyakit yang mematikan, tanpa disertai dengan gejala-gejalanya
lebih dahulu.

2.2 ETIOLOGI HIPERTENSI


A. Hipertensi Primer atau Esensial
Hipertensi Primer atau Esensial adalah suatu peningkatan tekanan arteri
yang dihasilkan oleh ketidakteraturan mekanisme kontrol homeostatik
normal tanpa subjek yang jelas atau tidak diketahui penyebabnya.
Hipertensi primer memiliki populasi kira-kira 90% dari seluruh pasien
hipertensi. Beberapa faktor diduga berkaitan dengan berkembangnya
hipertensi esensial seperti berikut ini.
1. Genetik
Individu yang mempunyai riwayat keluarga dengan hipertensi,
berisiko tinggi untuk mendapatkan penyakit ini.

6|Page
2. Jenis kelamin dan usia
Laki-laki berusia 35-50 tahun dan wanita pasca menopause berisiko
tinggi untuk mengalami hipertensi.
3. Diet
Konsumsi diet tinggi garam atau lemak secara langsung berhubungan
dengan berkembangnya hipertensi. Menurut Widharto (2007)
sebenarnya, bukanlah garam (garam dapur) yang tidak baik bagi
tekanan darah, tetapi kandungan natrium (Na) dalam darah yang dapat
mempengaruhi tekanan darah seseorang. Namun, Na yang masuk
dalam darah secara berlebihan dapat menahan air sehingga
meningkatkan volume darah. Meningkatkannya volume darah
mengakibatkan meningkatnya tekanan pada dinding pembuluh darah
sehingga kerja jantung dalam memompa darah semakin meningkat.
Sebagian besar hipertensi juga disebabkan adanya penebalan dinding
pembuluh arteri oleh lemak atau kolesterol. Jika penderita hipertensi
mengonsumsi makanan berlemak, kadar kolesterol dalam darahnya
dapat meningkat sehingga dinding pembuluh darah makin menebal.
Dampak yang semakin parah, pembuluh darah tersebut menjadi
tersumbat.
4. Berat badan
Obesitas (>25% di atas berat badan ideal) dikaitkan dengan
berkembangnya hipertensi. Orang yang kelebihan berat badan,
tubuhnya bekerja keras untuk membakar berlebihnya kalori yang
masuk. Pembakaran kalori ini memerlukan suplai oksigen dalam darah
yang cukup. Semakin banyak kalori yang dibakar, semakin banyak
pula pasokan oksigen dalam darah. Banyaknya pasokan darah tentu
menjadikan jantung bekerja lebih keras. Dampaknya, tekanan darah
orang gemuk cenderung tinggi (Widharto, 2007).

7|Page
5. Gaya hidup
Merokok dan konsumsi alkohol dapat meningkatkan tekanan darah
jika gaya hidup tersebut menetap.
B. Hipertensi Sekunder atau non Esensial
Hipertensi Sekunder adalah hipertensi yang disebabkan oleh penyakit lain
yaitu kerusakan ginjal, diabetes, kerusakan vaskuler dan lain-lain. Sekitar
10% dari pasien hipertensi tergolong hipertensi sekunder. Pada sekitar 5
10% penderita hipertensi, penyebabnya adalah penyakit ginjal. Pada
sekitar 1-2% penyebabnya adalah kelainan hormonal atau pemakaian obat
tertentu (misalnya pemakaian pil KB). Faktor pencetus munculnya
hipertensi sekunder antara lain: penggunaan kontrasepsi oral, coarctation
aorta, neurogenik (tumor otak, ensefalitis, gangguan psikiatris),
kehamilan, peningkatan volume intravaskuler, luka bakar, dan stres
(Udjianti, 2011).

2.3 GEJALA HIPERTENSI


Tekanan darah tinggi sering disebut sebagai silent killer, hal ini
diibaratkan sebagai bom waktu yang pada awal tidak menunjukkan tanda dan
gejala yang spesifik, sehingga orang seringkali mengabaikannya. Gejala
gejalanya itu adalah sakit kepala/rasa berat di tengkuk, mumet (vertigo),
jantung berdebar-debar, mudah lelah, penglihatan kabur, telinga berdenging
(tinnitus), dan mimisan.
Namun demikian, jika hipertensinya berat atau sudah berlangsung
lama dan tidak mendapat pengobatan, akan timbul gejala seperti: sakit kepala,
kelelahan, mual, muntah, sesak napas, terengah-engah, pandangan mata kabur
dan berkunang-kunang. Terjadi pembengkakan pada kaki dan pergelangan
kaki, keluar keringat yang berlebihan, kulit tampak pucat dan kemerahan,
denyut jantung yang kuat, cepat dan tidak teratur. Kemudian muncul gejala

8|Page
yang menyebabkan gangguan psikologis seperti: emosional, gelisah dan sulit
tidur (Ira, 2014).

2.4 KOMPLIKASI HIPERTENSI


Menurut Corwin (2005) komplikasi hipertensi terdiri dari stroke,
infarkmiokard, gagal ginjal, ensefalopati (kerusakan otak) dan pregnancy-
included hypertension (PIH). Adapun komplikasi yang mungkin timbul
tergantung pada berapa tinggi tekanan darah, berapa lama telah dialami,
adakah faktor-faktor risiko lain dan bagaimana penyakit tersebut ditangani.
A. Stroke
Stroke adalah gangguan fungsional otak fokal maupun global akut, lebih
dari 24 jam yang berasal dari gangguan aliran darah otak dan bukan
disebabkan oleh gangguan peredaran darah. Stroke dengan defisit
neurologik yang terjadi tiba-tiba dapat disebabkan oleh iskemia atau
perdarahan otak. Stroke iskemik disebabkan oleh oklusi fokal pembuluh
darah yang menyebabkan turunnya suplai oksigen dan glukosa ke bagian
otak yang mengalami oklusi (Hacke, 2003). Stroke dapat timbul akibat
pendarahan tekanan tinggi di otak atau akibat embolus yang terlepas dari
pembuluh otak yang terpajan tekanan tinggi. Stroke dapat terjadi pada
hipertensi kronik apabila arteri-arteri yang memperdarahi otak mengalami
hipertrofi dan menebal, sehingga aliran darah ke daerah-daerah yang
diperdarahi berkurang. Arteri-arteri otak yang mengalami arterosklerosis
dapat melemah sehingga meningkatkan kemungkinan terbentuknya
anurisma (Corwin, 2005).
B. Infark miokardium
Infark miokard dapat terjadi apabila arteri koroner yang arterosklerotik
tidak dapat mensuplai cukup oksigen ke miokardium atau apabila
terbentuk trombus yang menyumbat aliran darah melalui pembuluh
tersebut. Akibat hipertensi kronik dan hipertensi ventrikel, maka

9|Page
kebutuhan oksigen miokardium mungkin tidak dapat dipenuhi dan dapat
terjadi iskemia jantung yang menyebabkan infark. Demikian juga,
hipertrofi dapat menimbulkan perubahaan-perubahan waktu hantaran
listrik melintasi ventrikel sehingga terjadi distritmia, hipoksia jantung dan
peningkatan risiko pembentukan bekuan (Corwin, 2005).
C. Gagal Ginjal
Gagal ginjal merupakan suatu keadaan klinis kerusakan ginjal yang
progresif dan irreversible dari berbagai penyebab, salah satunya pada
bagian yang menuju ke kardiovaskular. Mekanisme terjadinya hipertensi
pada gagal ginjal kronik oleh karena penimbunan garam dan air atau
sistem renin angiotensin aldosteron (RAA). Menurut Mansjoer (2001)
hipertensi berisiko 4 kali lebih besar terhadap kejadian gagal ginjal bila
dibandingkan dengan orang yang tidak mengalami hipertensi.
D. Ensefalopati (kerusakan otak)
Ensefalopati (Kerusakan otak) dapat terjadi terutama pada hipertensi
maligna (hipertensi yang meningkat cepat). Tekanan yang sangat tinggi
pada kelainan ini menyebabkan peningkatan tekanan kapiler dan
mendorong ke dalam ruang intersitium diseluruh susunan saraf pusat.
Neuron-neuron disekitarnya kolaps yang dapat menyebabkan ketulian,
kebutaan dan takjarang juga koma serta kematian mendadak. Keterikatan
antara kerusakanotak dengan hipertensi, bahwa hipertensi berisiko 4 kali
terhadap kerusakanotak dibandingkan dengan orang yang tidak menderita
hipertensi (Corwin,2005).\

2.5 EPIDEMIOLOGI HIPERTENSI


A. Berdasarkan Orang
Hipertensi lebih sering terjadi pada pria usia 31 tahun ke atas sedangkan
pada wanita terjadi pada usia 45 tahun (setelah menopause). Prevalensi
hipertensi pada laki-laki sekitar 23,1% sedangkan pada wanita sekitar

10 | P a g e
6,5%. Pada usia 50-59 tahun prevalensi hipertensi pada laki-laki sekitar
53,8% sedangkan pada wanita sekitar 29% dan pada usia lebih dari 60
tahun prevalensi hipertensi sekitar 64,5% (Suryati, 2005). Hasil Riset
Kesehatan Dasar tahun 2013 menunjukkan prevalensi hipertensi pada
penduduk umur 18 tahun keatas secara nasional mencapai 25,8%.
Berdasarkan kelompok umur paling tinggi terdapat pada kelompok
umur 75 tahun ke atas yaitu 63,8%, di ikuti umur 65-74 tahun sebesar
57,6%. Berdasarkan jenis kelamin prevalensi hipertensi pada laki-laki
sebesar 22,8% dan pada perempuan sebesar 28,8%. Menurut Bustan
(2007), berdasarkan suku dan ras bahwa orang hitam di Amerika
mempunyai prognosis yang lebih jelek dibandingkan dengan orang
berkulit putih.
B. Berdasarkan Tempat
Hasil pengkuran tekanan darah yang diperoleh dari Riskesdas (2007)
menurut provinsi, prevalensi hipertensi tertinggi di Kalimantan Selatan
(39,6%) dan terendah Papua Barat (20,1%). Provinsi Jawa Timur (37,4%),
Bangka Belitung (37,2%), Sulawesi Tengah (36,6%), DI Yokyakarta
(35,8%), Sulawesi Barat (33,9%), Kalimantan Tengah (33,6%) dan Nusa
Tenggara Barat (32,4%), merupakan proinsi yang mempunyai prevalensi
hipertensi lebih tnggi dari angka nasional (31,7%). Berdasarkan Riskesdas
(2013), prevalensi hipertensi di Indonesia adalah 26,5%, prevalensi
mengalami penurunan dari tahun 2007 sebesar 31,7%. Provinsi yang
paling tinggi adalah Bangka Belitung (30,9%), diikuti Kalimatan Selatan
(30,8%), Kalimantan Timur (29,6%), Jawa Barat (29,4%) dan prevalensi
yang paling kecil adalah Papua (16,8%).
C. Berdasarkan Waktu
Para penderita penyakit hipertensi berdasakan waktu berbeda setiap
tahunnya. Studi morbiditas Survei Kesehatan Rumah Tanggga (SKRT,
2001), menunjukkan bahwa prevalensi hipertensi mengalami peningkatan

11 | P a g e
dari 96 per 1000 penduduk pada tahun 1995, naik menjadi 110 per 1000
penduduk tahun 2001. Berdasarkan laporan Riskesdas 2007 prevalensi
hipertensi di Indonesia 31,7 % dari total penduduk dewasa, sedangkan
tahun 2013 mengalami penurunan menjadi 26,5%.

Berdasarkan hasil pengukuran tekanan darah, prevalensi hipertensi pada


penduduk umur 18 tahun keatas tahu 2007 di Indonesi adalah sebesar
31.7%. menurut provinsis prevalensi tertinggi di Kalimantan Selatan dan
terendah di Papua Barat. Sedangkan, jika dibandingkan dengan tahun
2013 terjadi penurunan sebesar 5.9% (31.7% menjadi 25.8%). Penurunan
ini bisa terjadi karena berbagai macam faktor, seperti alat pengukuran
tensi yang berbeda, masyarakat yang sudah mulai sadar akan bahaya
hipertensi.

12 | P a g e
Berdasarka table diatas prevalensi hipertensi berdasarkan jenis kelamin
tahun 2007 dan 2013 prevalensi perempuan lebih tinggi dibanding laki-
laki.

2.6 FAKTOR RISIKO


A. Faktor yang tidak dapat diubah
1. Umur
Hipertensi erat kaitannya dengan umur, semakin tua seseorang
semakin besar resiko terkena hipertensi. Umur lebih dari 40 tahun
mempunyai resiko terkena hipertensi, dengan bertambahnya usia
resiko terkena hipertensi lebih besar sehingga prevalesi hipertensi
dikalangan usia lanjut lebih tinggi yaitu umur diatas 75 tahun 63,8%
diikuti usia 65-74 tahun (57,6%), usia 55-64 tahun (45,9%)
(Riskesdas, 2013). Kategori untuk pengelompokkan umur pada
penelitian ini menggunakan pengelompokkan umur berdasarkan
Riskesdas 2013, yaitu : 15-24 tahun, 25-34 tahun, 35-44 tahun, 45-54
tahun, 55-64 tahun dan ≥65 tahun.
2. Jenis Kelamin

13 | P a g e
Faktor gender berpengaruh pada terjadinya hipertensi, dimana pria
lebih banyak yang menderita hipertensi dibandingkan wanita, dengan
rasio sekitar 2,29 untuk peningkatan tekanan darah sistolik. Pria
diduga memiliki gaya hidup yang cenderung dapat meningkatkan
tekanan darah dibandingkan dengan wanita. Namun, setelah memasuki
manopause, prevalensi hipertensi pada wanita meningkat. Setelah usia
65 tahun, terjadinya hipertensi pada wanita lebih meningkat
dibandingkan dengan pria yang diakibatkan faktor hormonal.
Prevalensi hipertensi berdasarkan jenis kelamin pada riskesdas 2007
maupun riskesdas 2013 menunjukkan bahwa prevalensi hipertensi
perempuan lebih tinggi dibanding laki-laki (Depkes, 2014).
3. Keturunana atau Genetika
Seseorang cenderung menderita tekanan darah tinggi bila kedua orang
tuanya juga menderita tekanan darah tinggi. Penelitian menunjukkan
bahwa tekanan darah seorang anak akan lebih mendekati tekanan
darah orang tuanya bila mereka memiliki hubungan darah. Hal ini
menunjukkan bahwa gen yang diturunkan, dan bukan hanya faktor
lingkungan (seperti makanan atau status sosial), berperan besar dalam
menentukan tekanan darah (Palmer, A & William, B, 2005). Riwayat
keluarga yang menunjukkan adanya tekanan darah yang meninggi
merupakan faktor risiko paling kuat bagi seseorang untuk mengidap
hipertensi di masa datang.
B. Faktor risiko yang dapat diubah
1. Konsumsi Garam
Garam merupakan hal yang sangat penting pada mekanisme timbulnya
hipertensi. Pengaruh asupan garam terhadap hipertensi melalui
peningkatan volume plasma (cairan tubuh) dan tekanan darah.
Keadaan ini akan diikuti oleh peningkatan ekskresi kelebihan garam
sehingga kembali pada keadaan hemodinamik yang normal (Sheps,

14 | P a g e
2005). Hipertensi hampir tidak pernah ditemukan pada suku bangsa
dengan asupan garam minimal. Asupan garam kurang dari 3 gram per
hari menyebabkan prevalensi hipertensi rendah, sedangkan apabila
asupan garam antara 5-15 gram perhari, prevalensi hipertensi
menngkat menjadi 15-20%. Konsumsi garam yang dianjurkan tidak
lebih dari 6 gram perhari setara dengan 110 mmol natrium atau 2400
mg/hari.
2. Konsumsi Lemak Jenuh
Kebiasaan konsumsi lemak jenuh erat kaitannya dengan peningkatan
berat badan yang berisiko terjadinya hipertensi. Konsumsi lemak jenuh
juga meningkatkan risiko aterosklerosis yang berkaitan dengan
kenaikan tekanan darah. Penurunan konsumsi lemak jenuh, terutama
lemak dalam makanan yang bersumber dari hewan dan peningkatan
konsumsi lemak tak jenuhsecukupnya yang berasal dari minyak
sayuran, biji-bijian dan makanan lain yang bersumber dari tanaman
dapat menurunkan tekanan darah.
3. Alkohol
Alkohol juga dihubungkan dengan hipertensi. Peminum alkohol berat
cenderung hipertensi meskipun mekanisme timbulnya hipertensi
belum diketahui secara pasti. Orang-orang yang minum alkohol terlalu
sering atau terlalu banyak memiliki tekanan yang lebih tinggi dari
pada individu yang tidak minum atau minum sedikit. Mekanisme
peningkatan tekanan darah akibat alkohol masih belum jelas. Namun
diduga, peningkatan kadar kortisol dan peningkatan volume sel darah
merah serta kekentalan darah merah berperan dalam meingkatkan
tekanan darah. Diperkirakan konsumsi alkohol berlebihan menjadi
penyebab sekitar 5-20% dari semua kasus hipertensi. Mengkonsumsi 3
gelas atau lebih minuman beralkohol setiap hari meningkatkan risiko
menderita hipertensi sebesar 2 kali.

15 | P a g e
4. Obesitas
Obesitas diartikan sebagai suatu keadaan dimana terjadi penimbunan
lemak yang berlebihan dijaringan lemak tubuh dan dapat
mengakibatkan terjadinya beberapa penyakit. Obesitas merupakan cirri
khas penderita hipertensi. Obesitas bukanlah penyebab hipertensi.
Akan tetapi prevalensi hipertensi pada obesitas jauh lebih besar.
Risiko relatif untuk menderita hipertensi pada orang gemuk 5 kali
lebih tinggi dibandingkan dengan seorang yang badannya normal.
Pada penderita hipertensi ditemukan sekitar 20-33% memiliki berat
badan lebih (overweight) (Depkes, 2006).
5. Olahraga
Olahraga banyak dihubungkan dengan pengelolaan hipertensi, karena
olahraga isotonik dan teratur dapat menurunkan tahanan perifer yang
akan menurunkan tekanan darah. Kurang melakukan olahraga akan
meningkatkan kemungkinan timbulnya obesitas jika asupan garam
juga bertambah akan memudahkan timbulnya hipertensi. Kurangnya
aktivitas fisik meningkatkan risiko hipertensi karena meningkatkan
risiko kelebihan berat badan. Orang tidak aktif juga cenderung
mempunyai frekuensi denyut jantung lebih tinggi sehingga otot
jantungnya harus bekerja lebih keras pada setiap kontraksi. Makin
keras dan sering otot jantung harus memompa, makin besar tekanan
yang dibebankan pada arteri (Sheps, 2005). Melakukan olahraga
secara teratur tidak hanya menjaga bentuk tubuh dan berat badan,
tetapi juga dapat menurunkan tekanan darah. Latihan aerobik sedang
selama 30 menit sehari selama beberapa hari setiap minggu dapat
menurunkan tekanan darah. Jenis latihan yang dapat mengontrol
tekanan darah adalah berjalan kaki, bersepeda, berenang, dan aerobic
(Palmer, A & William, B, 2005).

16 | P a g e
6. Stress
Stress adalah suatu kondisi yang disebabkan oleh adanya transaksi
antara individu dengan lingkungannya yang mendorong seseorang
untuk mempersepsikan adanya perbedaan antara tuntutan situasi dan
sumber daya (biologis, psikologis dan sosial) yang ada pada diri
seseorang (Depkes, 2006). Hubungan antara stren dengan hipertensi
diduga melalui aktivitas saraf simpatis, yang dapat meningkatkan
tekanan darah secara bertahap. Apabila stres menjadi berkepanjangan
dapat berakibat tekanan darah menjadi tetap tinggi (Nurkhalida, 2003).
7. Merokok
Zat-zat kimia beracun seperti nikotin dan karbon monoksida yang
dihisap melalui rokok yang masuk ke dalam aliran darah dapat
merusak lapisan endotel pembuluh darah arteri yang mengakibatkan
proses artereosklerosis dan tekanan darah tinggi. Merokok juga
meningkatkan denyut jantung dan kebutuhan oksigen untuk disuplai
ke otot-otot jantung. Merokok pada penderita tekanan darah tinggi
semakin meningkatkan risiko kerusakan pada pembuluh darah arteri
(Depkes, 2006).

2.7 PATOFISIOLOGI HIPERTENSI


Tubuh memiliki sistem yang berfungsi mencegah perubahan tekanan
darah secara akut yang disebabkan oleh gangguan sirkulasi, yang berusaha
untuk mempertahankan kestabilan tekanan darah dalam jangka panjang reflek
kardiovaskular melalui sistem saraf termasuk sistem kontrol yang bereaksi
segera. Kestabilan tekanan darah jangka panjang dipertahankan oleh sistem
yang mengatur jumlah cairan tubuh yang melibatkan berbagai organ terutama
ginjal.
A. Perubahan anatomi dan fisiologi pembuluh darah

17 | P a g e
Aterosklerosis adalah kelainan pada pembuluh darah yang ditandai dengan
penebalan dan hilangnya elastisitas arteri. Aterosklerosis merupakan
proses multifaktorial. Terjadi inflamasi pada dinding pembuluh darah dan
terbentuk deposit substansi lemak, kolesterol, produk sampah seluler,
kalsium dan berbagai substansi lainnya dalam lapisan pembuluh darah.
Pertumbuhan ini disebut plak. Pertumbuhan plak di bawah lapisan tunika
intima akan memperkecil lumen pembuluh darah, obstruksi luminal,
kelainan aliran darah, pengurangan suplai oksigen pada organ atau bagian
tubuh tertentu. Sel endotel pembuluh darah juga memiliki peran penting
dalam pengontrolan pembuluh darah jantung dengan cara memproduksi
sejumlah vasoaktif lokal yaitu molekul oksida nitrit dan peptida
endotelium. Disfungsi endotelium banyak terjadi pada kasus hipertensi
primer.
B. Sistim rennin-angiotensin
Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin
II dari angiotensin I oleh angiotensin I-converting enzyme (ACE).
Angiotensin II inilah yang memiliki peranan kunci dalam menaikkan
tekanan darah melalui dua aksi utama.
1. Meningkatkan sekresi Anti-Diuretic Hormone (ADH) dan rasa haus.
Dengan meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang diekskresikan ke
luar tubuh (antidiuresis), sehingga menjadi pekat dan tinggi
osmolalitasnya. Untuk mengencerkannya, volume cairan ekstraseluler
akan ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari bagian intraseluler.
Akibatnya, volume darah meningkat, yang pada akhirnya akan
meningkatkan tekanan darah.
2. Menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Untuk mengatur
volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi ekskresi
NaCl (garam) dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus ginjal.
Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan cara

18 | P a g e
meningkatkan volume cairanekstraseluler yang pada gilirannya akan
meningkatkan volume dan tekanan darah.
C. Sistim saraf simpatis
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah
terletak di pusat vasomotor, pada medula di otak. Dari pusat vasomotor ini
bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis
dan keluar dari kolumna medula spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan
abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls
yang bergerak ke bawah melalui saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada
titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan
merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana
dengan dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan konstriksi pembuluh
darah.

2.8 PENCEGAHAN DAN PENGOBATAN HIPERTENSI


A. Pencegahan
Sebelum penyakit hipertensi menyerang kita akan lebih baik jika kita
mencegahnya terlebih dahulu. Cara yang tepat untuk mencegah hipertensi
yaitu :
1. Tidak merokok karena nikotin dalam rokok dapat mengakibatkan
jantung berdenyut lebih cepat dan menyempitkan pembuluh darah
kecil yang menyebabkan jantung terpaksa memompa lebih kuat untuk
memenuhi keperluan tubuh kita
2. Kurangi konsumsi garam karena garam berlebih dalam darah dapat
menyebabkan lebih banyak air yang disimpan dan ini mengakibatkan
tekanan darah menjadi tinggi
3. Kurangi lemak, lemak yang berlebih akan terkumpul di sekeliling
pembuluh darah dan menjadikannya tebal dan kaku
4. Pertahankan berat badan ideal

19 | P a g e
5. Olahraga secara teratur
6. Hindari konsumsi alkohol
7. Konsumsi makanan sehat,rendah lemak, kaya vitamin dan mineral
alami
B. Pengobatan
Olah raga lebih banyak dihubungkan dengan pengobatan hipertensi,
karena olah raga isotonik (seperti bersepeda, jogging, dan aerobic) yang
teratur dapat memperlancar peredaran darah sehingga dapat menurunkan
tekanan darah. Olah raga juga dapat digunakan untuk mengurangi/
mencegah obesitas dan mengurangi asupan garam ke dalam tubuh (tubuh
yang berkeringat akan mengeluarkan garam lewat kulit). Pengobatan
hipertensi secara garis besar dibagi menjadi 2 jenis yaitu:
1. Pengobatan non obat (non farmakologis)
Pengobatan non farmakologis kadang-kadang dapat mengontrol
tekanan darah sehingga pengobatan farmakologis menjadi tidak
diperlukan atau sekurang-kurangnya ditunda. Sedangkan pada keadaan
dimana obat anti hipertensi diperlukan, pengobatan non farmakologis
dapat dipakai sebagai pelengkap untuk mendapatkan efek pengobatan
yang lebih baik. Pengobatan non farmakologis diantaranya adalah :
a. Diet rendah garam/kolesterol/lemak jenuh
b. Mengurangi asupan garam ke dalam tubuh.
Nasehat pengurangan garam, harus memperhatikan kebiasaan
makan penderita. Pengurangan asupan garam secara drastis akan
sulit dilaksanakan. Cara pengobatan ini hendaknya tidak dipakai
sebagai pengobatan tunggal, tetapi lebih baik digunakan sebagai
pelengkap pada pengobatan farmakologis.
c. Ciptakan keadaan rileks, seperti meditasi, yoga atau hipnosis dapat
mengontrol sistem saraf yang akhirnya dapat menurunkan tekanan
darah.

20 | P a g e
d. Melakukan olah raga seperti senam aerobik atau jalan cepat selama
30-45 menit sebanyak 3-4 kali seminggu.
e. Berhenti merokok dan mengurangi konsumsi alkohol.
f. Perbanyak maknan yg mengandung kalsium, kalium, dan
magnesium
g. Perbanyak makanan yg mengandung serat
h. Menjaga berat badan
i. Hindari kebiasaan minum kopi berlebihan
2. Pengobatan dengan obat-obatan (farmakologis)
a. Diuretik
Obat-obatan jenis diuretik bekerja dengan cara mengeluarkan
cairan tubuh (lewat kencing) sehingga volume cairan ditubuh
berkurang yang mengakibatkan daya pompa jantung menjadi lebih
ringan. Contoh obatannya adalah Hidroklorotiazid.
b. Penghambat Simpatetik
Golongan obat ini bekerja dengan menghambat aktivitas saraf
simpatis (saraf yang bekerja pada saat kita beraktivitas ). Contoh
obatnya adalah : Metildopa, Klonidin dan Reserpin.
c. Betabloker
Mekanisme kerja anti-hipertensi obat ini adalah melalui penurunan
daya pompa jantung. Jenis betabloker tidak dianjurkan pada
penderita yang telah diketahui mengidap gangguan pernapasan
seperti asma bronkial. Contoh obatnya adalah : Metoprolol,
Propranolol dan Atenolol. Pada penderita diabetes melitus harus
hati-hati, karena dapat menutupi gejala hipoglikemia (kondisi
dimana kadar gula dalam darah turun menjadi sangat rendah yang
bisa berakibat bahaya bagi penderitanya). Pada orang tua terdapat
gejala bronkospasme (penyempitan saluran pernapasan) sehingga
pemberian obat harus hati-hati.

21 | P a g e
d. Vasodilator
Obat golongan ini bekerja langsung pada pembuluh darah dengan
relaksasi otot polos (otot pembuluh darah). Yang termasuk dalam
golongan ini adalah : Prasosin, Hidralasin. Efek samping yang
kemungkinan akan terjadi dari pemberian obat ini adalah : sakit
kepala dan pusing.
e. Penghambat ensim konversi Angiotensin
Cara kerja obat golongan ini adalah menghambat pembentukan zat
Angiotensin II (zat yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan
darah). Contoh obat yang termasuk golongan ini adalah Kaptopril.
Efek samping yang mungkin timbul adalah : batuk kering, pusing,
sakit kepala dan lemas.
f. Antagonis kalsium
Golongan obat ini menurunkan daya pompa jantung dengan cara
menghambat kontraksi jantung (kontraktilitas). Yang termasuk
golongan obat ini adalah : Nifedipin, Diltiasem dan Verapamil.
Efek samping yang mungkin timbul adalah : sembelit, pusing,
sakit kepala dan muntah.
g. Penghambat Reseptor Angiotensin II
Cara kerja obat ini adalah dengan menghalangi penempelan zat
Angiotensin II pada reseptornya yang mengakibatkan ringannya
daya pompa jantung. Obat-obatan yang termasuk dalam golongan
ini adalah Valsartan (Diovan). Efek samping yang mungkin timbul
adalah : sakit kepala, pusing, lemas dan mual. Dengan pengobatan
dan kontrol yang teratur, serta menghindari faktor resiko terjadinya
hipertensi, maka angka kematian akibat penyakit ini bisa ditekan.

22 | P a g e
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Seseorang dikatakan terkena hipertensi mempunyai tekanan dara
sistolik ≥140mmHg dan tekanan darah diastoltik ≥90mmHg. Penyakit in
adalah penyakit yang berbahaya karena merupakan salah satu faktor resiko
terjadinya stroke. Hipertensi berdasarkan penyebabnya dibagi menjadi 2, yaitu
hipertensi primer dan sekunder. Hipertensi primer atau merupakan hipertensi
dengan penyebab yang tidak diketahui secara pasti, sedangkan hipertensi
sekunder yaitu hipertensi yang disebabkan oleh penyebab spesifik tertentu,
misalnya penyakit ginjal, penyakit endokrin, diabetes mellitus dan lain-lain.

3.2 SARAN
Selalu menjaga kesehatan. Kesehatan merupakan anugerah yang tak
ternilai harganya. Karena di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat.
Selalu memperhatikan asupan makanan yang masuk dalam tubuh kita.
Makanlah makanan yang bergizi tinggi yang dapat memenuhi semua
kebutuhan tubuh kita, dan rajin berolahraga.

23 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA

Corwin E. 2005. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.


Departemen Kesehatan RI. (2013). Pedoman Teknis Penemuan dan Tatalaksana
Penyakit Hipertensi. Jakarta: Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak
Menular.
Sonifati, Fynce. 2017. Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Sikap Pasien Hipertensi
Dengan Upaya Pengendalian Hipertensi di UPTD Puskesmas Kecamatan
Gunungsitoli [skripsi]. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Sumatera
Utara. Medan.
Triyanto, Endang. 2014. Pelayanan Keperawatan bagi Penderita Hipertensi secara
Terpadu. Yogyakarta: Graha Ilmu
Udjianti, W. J., 2011. Keperawatan Kardiovaskular. Jakarta: Salemba Medika.
Widharto. 2007. Bahaya Hipertensi. Jakarta: PT. Sunda Kelapa Pustaka.

24 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai