Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

BRONKOPNEUMONIA

Oleh Kelompok 1:
1. Aprillia Pegy M 16.20.002
2. Iga Ari P.J 16.20.010
3. Rini Putri P. 16.20.019

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
KEPANJEN
2018
LAPORAN PENDAHULUAN BRONKOPNEUMONIA

A. Definisi
Bronkopneumonia disebut juga pneumonia lobularis yaitu suatu
peradangan pada parenkim paru yang terlokalisir yang biasanya mengenai
bronkiolus dan juga mengenai alveolus disekitarnya, yang sering menimpa
anak-anak dan balita. Bronkopneumonia lebih sering merupakan infeksi
sekunder terhadap berbagai keadaan yang melemahkan daya tahan tubuh
tetapi bisa juga sebagai infeksi primer yang biasanya kita jumpai pada anak-
anak dan orang dewasa (Bradley et.al., 2011).
Bronkopneumania adalah peradangan pada parenkim paru yang
melibatkan bronkus atau bronkiolus yang berupa distribusi berbentuk bercak-
bercak (patchy distribution). Pneumonia merupakan penyakit peradangan akut
pada paru yang disebabkan oleh infeksi mikroorganisme dan sebagian kecil
disebabkan oleh penyebab non-infeksi yang akan menimbulkan konsolidasi
jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat (Bradley et.al., 2011).
Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal
dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, alveoli,
serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan menimbulkan gangguan
pertukaran gas setempat. (Zul, 2001).
Bronkopneumonia digunakan untuk menggambarkan pneumonia yang
mempunnyai pola penyebaran berbercak, teratur dalam satu atau lebih area
terlokalisasi didalam bronki dan meluas ke parenkim paru yang berdekatan
disekitarnya. Pada bronkopneumonia terjadi konsolidasi area berbercak.
(Smeltzer, 2001).

B. Epidemiologi
Insiden penyakit ini pada negara berkembang hampir 30% pada
anak-anak di bawah umur 5 tahun dengan resiko kematian yang tinggi,
sedangkan di Amerika pneumonia menunjukkan angka 13% dari seluruh
penyakit infeksi pada anak di bawah umur 2 tahun (Bradley et.al., 2011).
C. Etiologi
1. Faktor Infeksi
 Bakteri
Pneumonia bakteri biasanya didapatkan pada usia lanjut.
Organisme gram seperti : Steptococcus pneumonia, S. aerous,
steptococcus pyogenesis. Bakteri gram negatif seperti
Haemophilus influenza, klebsiella pneumonia dan P. Aeruginosa.
 Virus
Disebabkan oleh virus influenza yang menyebar melaluitransmisi
droplet. Cytomegalovirus dalam hal ini dikenal sebagai penyebab
utama pneumonia virus.
 Jamur
Infeksi yang disebabkan jamur seperti histoplasmosis menyebar
melalui penghirupan udara yang mengandung spora dan biasanya
ditemukan pada kotoran burung, tanah serta kompos.
 Protozoa
Menimbulkan terjadinya Pneumocystis carinii pneumonia (PCP).
Biasanya menjangkiti pasien yang mengalami immunosupresi.
(Reeves, 2001).
2. Faktor Non Infeksi
Terjadi akibat disfungsi menelan atau refluksiesophagus meliputi:
Bronkopneumonia hidrokarbon yang terjadi oleh karena aspirasi
selama penelanan muntah atau sonde lambung (zat hidrokarbon seperti
pelitur, minyak tanah dan bensin).
Bronkopneumonia lipoid biasa terjadi akibat pemasukan obat yang
mengandung minyak secara intranasal, termasuk jeli petroleum. Setiap
keadaan yang menganggu mekanisme menelan seperti palatoskizis,
pemberian makanan dengan posisi horizontal, atau pemaksaan
pemberian makanan seperti inyak ikan pada anak yang sedang
menangis. Keparahan penyekit tergantung pada jenis minyak yang
terinhalasi.
D. Patofisiologi
Sebagian besar penyebab dari bronkopneumonia ialah
mikroorganisme (jamur, bakteri, virus) & sebagian kecil oleh penyebab
lain seperti hidrokarbon (bensin, minyak tanah, & sejenisnya). Serta
aspirasi (masuknya isi lambung kedalam saluran nafas). Awalnya
mikroorganisme bisa masuk melalui percikan ludah (droplet) infasi ini
dapat masuk ke saluran pernafasan atas & menimbulkan reaksi imunologis
dari tubuh. Reaksi ini menyebabkan peradangan, dimana ketika terjadi
peradangan ini tubuh dapat menyesuaikan diri maka timbullah gejala
demam pada penderita.
Reaksi peradangan ini dapat menimbulkan secret. Semakin lama
secret semakin menumpuk di bronkus maka aliran bronkus menjadi
semakin sempit & pasien dapat merasa sesak. Tidak hanya terkumpul
dibronkus, lama kelamaan secret dapat sampai ke alveolus paru &
mengganggu sistem pertukaran gas di paru.
Tidak hanya menginfeksi saluran nafas, bakteri ini dapat juga
menginfeksi saluran cerna ketika ia terbawa oleh darah. Bakteri ini dapat
membuat flora normal dalam usus menjadi agen pathogen sehingga timbul
masalah GI tract.
PATHWAY

Gambar Diambil dari: https://encryptedtbn0.gstatic.com/images?


q=tbn:ANd9GcRO2dO5MPecJxw6kJu8sYifHGy5agmhpNZO02WUWTxHm42ir
WdutA

E. Manifestasi Klinis
1. Kesulitan dan sakit pada saat pernafasan.
 Nyeri pleuritik
 Nafas dangkal dan mendengkur
 takipneu
2. Bunyi nafas diatas area yang mengalami kinsolidasi
 Mengecil kemudian menjadi hilang
 Krekels, ronki, egofoni
3. Gerakan dada tidak simetris
4. Menggigil dan demam (38,8-41,1 Celcius)
5. Diafoesis
6. Anoreksia
7. Malaise
8. Batuk kental, produktif
 Sputum kuning kehijauan, kemudian berubah menjadi kemerahan
atau berkarat.
9. Gelisah
10. Sianosis
 Area sirkumoral
 Dasar kuku kebiruan
11. Masalah-masalah psikososial: disorientasi, ansietas, takut mati.

F. Pemeriksaan Penunjang
1. Rontgen dada: Hal ini dilakukan untuk mengidentifikasi distribusi
struktural; dapat juga menyatakan abses luas/ infiltrat, empiema
(stapilococcus); infiltrasi menyebar atau terlokalisasi (bakterial); atau
penyebaran/ perluasan infiltrat nodul (virus). Pneumonia mikoplasma
sinar x dada mungkin bersih. Foto thorax bronkopeumoni terdapat
bercak-bercak infiltrat pada satu atau beberapa lobus, jika pada
pneumonia lobaris terlihat adanya konsolidasi pada satu atau beberapa
lobus.
2. Pengambilan sekret secara broncoscopy dan fungsi paru untuk
preparasi langsung, biakan dan test resistensi dapat menemukan atau
mencari etiologinya, tetapi cara ini tidak rutin dilakukan karena sukar.
3. Pemeriksaan fungsi paru. Pada pemeriksaan ini akan didapatkan volume
paru mungkin menurun (kongesti dan kolaps alveolar); tekanan jalan nafas
mungkin meningkat dan komplain paru menurun, terjadi hipoksemia.
4. Analisa gas darah atau DL. Pada pemeriksaan darah ini biasanya akan
didapatkan hasil yang tidak normal mungkin terjadi, tergantung pada luas
paru yang terlibat dan penyakit paru yang ada.
Pemeriksaan Laboratorium
a. Leukosit meningakat mencapai 15.000-40.000/mm3
b. Laju endap darah meningkat mencapai 100mm
c. Urine biasanya berwarna lebih tua, mungkin terdapat adanya
albumin urin ringan lantaran adanya peningkatan suhu tubuh.
d. ASTO meningkat pada adanya infeksi steptococcus.
e. GDA menunjukkan adanya hipoksemia tanpa hiperkapnea atau
sebuah retensi CO2.

G. Penatalaksanaan
 Terapi oksigen jika pasien mengalami pertukaran gas yang tidak
adekuat.
 Ventilasi mekanik mungkin diperlukan jika nilai normal GDA tidak
dapat dipertahankan.
 Blok saraf interkostal untuk mengurangi nyeri.
 Pada pneumonia aspirasi bersihkan jalan nafas yang tersumbat.
 Perbaiki hipotensi pada pneumonia aspirasi dengan penggantian
volume cairan.
 Terapi antimikrobial berdasarkan kultur dan sensitivitas
 Supresan batuk jika batuk bersifat nonproduktif
 Analgesik untuk mengurangi nyeri pleuritik

1. Penatalaksanaan Umum
 Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menit sampai sesak nafas hilang atau
PaO2 pada analisis gas darah ≥ 60 torr.
 Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit.
 Asidosis diatasi dengan pemberian bikarbonat intravena.
2. Penatalaksanaan Khusus
 Mukolitik, ekspektoran, dan obat penurun panas sebaiknya tidak
diberikan pada 72 jam pertama karena akan mengaburkan interpretasi
reaksi antibiotik awal.
 Obat penurun panas diberikan hanya pada penderita dengan suhu
tinggi, takikardi, atau penderita kelainan jantung.
 Pemberian antibiotika berdasarkan mikroorganisme penyebab dan
manifestasi klinis.

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian Keperawatan
a. Identitas.
b. Riwayat Keperawatan.
1) Keluhan utama.
Biasanya anak sangat gelisah, terjadi dispnea, pernapasan
cepat dan dangkal, diserai adanya pernapasan cuping hidupng,
serta sianosis disekitar hidung & mulut. Kadang disertai muntah
serta diare, tinja berdarah dengan atau tanpa adanya lendir, dan
anoreksia
2) Riwayat penyakit sekarang.
Bronkopneumonia umumnya didahului oleh infeksi saluran
pernapasan pada bagian atas selama beberapa hari. Suhu tubuh bisa
saja meningkat sangat mendadak mencapai 39-40ºC dan kadang
pula disertai adanya kejang akibat demam yang tinggi.
3) Riwayat penyakit dahulu.
Biasanya pernah menderita penyakit infeksi yang
menyebabkan menurunnya sistem imun.
4) Riwayat kesehatan keluarga.
Apabila ada anggota keluarga yang menderita penyakit ispa
maka keluarga lain dapat tertular.
5) Riwayat kesehatan lingkungan.
Pneumonia umumnya sering terjadi pada musim hujan dan
awal musim semi. Selain itu pemeliharaan kesehatan & kebersihan
lingkungan yg kurang juga dapat menyebabkan anak menderita
sakit.
6) Imunisasi.
Anak yang tidak mendapatkan imunisasi lengkap sangat
beresiko tinggi untuk mendapat penyakit ispa atas atau bawah
lantaran sistem pertahanan tubuh yang tidak cukup kuat untuk
dapat melawan infeksi sekunder.

c. Pemeriksaan persistem.
1) Sistem kardiovaskuler.
Takikardi, iritability.
2) Sistem pernapasan.
Adanya sesak napas, retraksi dada, pernapasan cuping hidung,
takipnea, ronki, wheezing, batuk produktif atau non produktif,
pernapasan tidak teratur/ireguler, pergerakan dada asimetris,
perkusi redup pada daerah terjadinya konsolidasi, terdapat adanya
sputum/sekret.
3) Sistem pencernaan.
Anak biasanya malas minum/makan, muntah, berat badan
mengalami penurunan, lemah.
4) Sistem eliminasi.
Anak atau bayi menderita diare, atau dehidrasi, orang tua mungkin
belum bisa memahami mengenai alasan anak menderita diare
sampai terjadi adanya dehidrasi (ringan sampai berat).
5) Sistem saraf.
Biasanya anak mengalami demam, kejang, sakit kepala yang
ditandai dengan menangis terus pada anak-anak atau malas minum.
6) Sistem lokomotor/muskuloskeletal.
Tonus otot menurun, lemah secara umum,
7) Sistem endokrin.
Tidak ada kelainan atau masalah.
8) Sistem integumen.
Turgor kulit menurun, membran mukosa kering, sianosis, pucat,
akral hangat, kulit kering.
9) Sistem penginderaan.
Tidak ada masalah atau kelainan.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b/d banyaknya secret/mucus.
b. Gangguan pertukaran gas b/d meninkatnya sekresi dan akumulasi
eksudat.
c. Pola nafas tidak efektif b/d penurunan ekspansi paru, proses inflamasi.
d. Hipertermi berhubungan dengan adanya bakteri dan infeksi virus.
e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
pemasukan dan pengeluaran oksigen.
f. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan
cairan yang berlebihan dampak dari usaha peningkatan proses bernafas
g. Kurangnya pengetahuan keluarga berhubungan dengan kurangnya
informasi mengenai proses penyakit dan perawatan di rumah.

3. Intervensi
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas, perubahan pola nafas,
kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan produksi mukus
pada paru dan ketidak efektifan batuk.
Tujuan : Bersihkan jalan nafas, pola nafas, perubahan pola nafas,
kerusakan pertukaran gas efektif dengan kriteria pernafsan spontan suara
nafas Vesikuler, frekuensi pernafasan normal (30-60 X/menit pada bayi
dan 15-30 X/menit pada anak). Tidak sesak dan tidak sianosis, batuk
spontan, AGD normal (Pa O2 80 – 100 dan CO2 35 – 45).
Intervensi
1) Lakukan Auskultasi Suara 2 – 4 Jam
R: mengetahui obstruksi pada saluran nafas dan manifestainya pada
suara nafas.
2) Berikan posisi kepala lebih tinggi dari posisi badan dan kaki.
R: penurunan diafragma dapat membantu ekspansi paru lebih maximal.
3) Latih dan anjurkan klien untuk lebih efektif
R: batuk merupakan mekanisme alamiah untuk mengeluarkan benda
asing dari saluran nafas dengan baik dan benar.
4) Ubah posisi klien sesering mungkin tiap 2 jam
R: Posisi klien yang tetap secara terus menerus dapat mengakibatkan
akumulasi sekret dan cairan pada lobus yang berada di bagian bawah.
5) Lakukan suction bila perlu
R: peningkatan mucus/lendir di saluran nafas dapat menyumbat jalan
nafas.
6) Monitor tanda vital tiap 4 jam
R: peningkatan frekwensi nafas mengindikasikan tingkat keparahan.
7) Lakukan kolaborasi pemberian O2
R: kebutuhan oksigen yang masuk ke tubuh dapat dibantu dengan
tambahan oksigen yang diberikan.
8) Lakukan pemijatan dinding dada dan perut serta pemberian nebulizer
hati. Hati pada anak yang sesak dan suhu tubuh yang tinggi.
R: getaran dan pemijatan membantu melepaskan sekret yang
menempel pada dinding saluran nafas, nebulizer merangkang batuk
efektif klien.
9) Berikan obat ekspektoran, broncodilator, mukolitik dan pemeriksaan
penunjang.
R: pelebaran saluran nafas, sekret yang mudah keluar akan
mempermudah klien bernafas, deteksi sejauh mana kebutuhan O2 dapat
diberikan dengan pemeriksaan penunjang.

b. Hipertermi berhubungan dengan adanya bakteri dan infeksi virus


Tujuan : Suhu tubuh dan tanda vital dalam batas normal dengan
kriteria suhu tubuh normal 365 – 375 o C (bayi) 36-37 (anak) nadi normal
120 140 X/menit (bayi) 100-120 X/menit (anak) Respirasi normal 30-60
X/ment (bayi) 30-40X/menit (anak).
Intervensi :
1) Monitor suhu tubuh tiap 2-4 Jam
R: perubahan suhu tubuh dapat mengetahui adanya infeksi.
2) Berikan kompres hangat
R: kompres hangat menurunkan panas dengan cara konduksi yaitu kontak
langsung dengan obyek.
3) Berikan antipiretik, analgetik sesuai program dokter
R: menurunkan panas di pusat hepotalamus.

c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan


antara pemasukan dan pengeluaran oksigen
Tujuan : klien mampu meningkatkan aktivitas fisiknya dengan
kriteria mampu melaksanakan aktifitas ringan dan mampu
mempertahankan gerak.
Intervensi
1) Rencanakan periode istirahat sering pada klien untuk penghematan
energi.
R: istirahat yang cukup dapat mengembalikan tenaga klien secara
bertahap dan mencegah pengeluaran yang berlebihan.
2) Ciptakan lingkungan yang tenang tanpa stress
R: Lingkungan yang tenang dapat memberikan rasa nyaman pada klien.
3) Ubah posisi secara bertahap dan tingkatkan aktivitas sesuai toleransi
R: membantu mobilisasi secara bertahap
4) Sertakan orang tua dalam meningkatkan kebutuhan istirahat
R: istirahat tidur lebih efektif dengan peran serta orang tua.

d. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan


cairan yang berlebihan dampak dari usaha peningkatan proses
bernafas.
Tujuan : volume cairan tubuh sumbang antara intake dan output
dengan kriteria kebutuhan cairan terpenuhi, urine normal, turgor kulit baik
dan membran mukosa lembab, tidak demam.
Intervensi :
1) Tingkatkan frekwensi pemasukan cairan melalui oral
R: Membantu mengencerkan sekresi pernafasan dan mencegah status
cairan tubuh
2) Monitor pengeluaran urine tiap 8 jam
R: mengetahui perbandingan antara pemasukan dan pengeluaran cairan.
3) Berikan cairan infus sesuai program dokter
R: memenuhi kebutuhan cairan dan elektrolit
4) Kolaborasi tentang pemberian antipiretik
R: mencegah timbulnya demam

e. Kurangnya pengetahuan keluarga berhubungan dengan kurangnya


informasi mengenai proses penyakit dan perawatan di rumah.
Tujuan : Secara verbal keluarga dapat menjelaskan proses
penyakit, penyebab dan penyegahan penyakit dengan kriteria keluarga
menunjukkan pemahaman menganai instruksi evaluasi dan mengatakan
rencana keperawatan untuk istirahat cairan diet dan perawatan evaluasi.
Intervensi :
1) Berikan penjelasan pada keluarga tentang perlunya istirahat
R: Meminimalkan gerak sehingga klien tidak kelelahan
2) Jelaskan perlunya diet bergizi sesuai dengan usia dan cairan tambahan
R: Diet bergizi dapat menimbilkan kebutuhan nutrisi klien terpenuhi
3) Diskusikan tanda dan gejala distres pernafasan
R: keluarga mengetahui lebih dini gejala distres pernafasan
4) Libatkan keluarga dalam setiap tindakan keperawatan yang akan
dilakukan
R: Keluarga dapat melakukannya.
5) Libatkan keluarga dalam setiap tindakan keperawatan yang akan
dilakukan.
R: menghindari kesalah pahaman dalam tindakan dan membantu peran
aktif keluarga.
6) Ajarkan nama antibiotik dan antibiotik, dosis waktu pemberian dan
tujuan serta efek sampingnya pada keluarga.
R: Keluarga dapat memberikan obat yang tepat sesuai kondisi klien.
DAFTAR PUSTAKA

Hidayat, A Aziz Alimul. 2008. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak untuk Pendidikan


Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika

Djojodibroto, Darmanto. 2009. Respirologi (respiratory medicine). Jakarta: EGC


Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT). Standar Perawatan

Pasien: proses keperawatan, diagnosis, dan evaluasi. Terjemahan oleh Susan


Martin Tucker, et al. 1998. Jakarta: EGC

Somantri, Irman. 2007. Keperawatan Medikal Bedah: Asuhan Keperawatan pada


Pasien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai