Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

SIMULASI ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN


DENGAN BBLR

DI SUSUN OLEH :

RIZKY DWI KURNIA HADI (16.20.018)


VIKA ZAHROTUL ULA (16.20.025)

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN S1 & NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
KEPANJEN - MALANG
2018
1. Definisi
Istilah prematur telah di ganti menjadi Berat Badan Lahir Rendah oleh
WHO sejak 1960, hal ini di karenakan tidak semua bayi dengan berat
kurang dari 2500 gram pada waktu lahir adalah bayi yang prematur. Pada
kongres “european perinatal medicine” ke II di London (1970) di buat
keseragaman defenisi, yaitu :
a. Bayi kurang bulan: Bayi dengan masa kehamilan kurang mulai 37
minggu sampai 37 minggu (259) hari.
b. Bayi cukup bulan: Bayi dengan masa kehamilan mulai 37 minggu
sampai 42 minggu (259 hari – 293 hari)
c. Bayi lebih bulan: Bayi dengan masa kehamilan mulai 42 minggu
atau lebih (294 hari atau lebih)
Menurut Saifuddin (2001), Bayi Berat Lahir Rendah ialah bayi baru
lahir yang berat badannya saat lahir kurang dari 2500 gram (sampai
dengan 2499 gram). Menurut Depkes RI ( 1996) Bayi Berat Lahir Rendah
ialah bayi yang lahir dengan berat lahir 2500 gram atau kurang, tanpa
memerhatikan lamanya kehamilan ibu.

2. Epidemiologi
Prevalensi bayi berat lahir rendah (BBLR) diperkirakan 15% dari seluruh
kelahiran di dunia dengan batasan 3,3%-38% dan lebih sering terjadi di negara-
negara berkembang atau sosio-ekonomi rendah. Secara statistik menunjukkan
90% kejadian BBLR didapatkan di negara berkembang dan angka kematiannya
35 kali lebih tinggi dibanding pada bayi dengan berat lahir lebih dari 2500 gram
(4)
. BBLR termasuk faktor utama dalam peningkatan mortalitas, morbiditas dan
disabilitas neonatus, bayi dan anak serta memberikan dampak jangka panjang
(1,2)
terhadap kehidupannya dimasa depan . Angka kejadian di Indonesia sangat
bervariasi antara satu daerah dengan daerah lain, yaitu berkisar antara 9%-30%,
hasil studi di 7 daerah multicenter diperoleh angka BBLR dengan rentang 2.1%-
17,2 %. Secara nasional berdasarkan analisa lanjut SDKI, angka BBLR sekitar
7,5 %. Angka ini lebih besar dari target BBLR yang ditetapkan pada sasaran
program perbaikan gizi menuju Indonesia Sehat 2010 yakni maksimal 7%.
3. Etiologi
Penyebab terbanyak terjadinya BBLR adalah kelahiran premature dan
bayi kecil untuk masa kehamilan dan beberapa faktor predisposisi
meliputi: faktor ibu, faktor janin, factor plasenta seperti tersebut di bawah
ini:
1) Faktor ibu, meliputi; umur, jumlah paritas, penyakit kehamilan,
gizi kurang, atau malnutrisi, trauma, kelelahan, merokok dan
kehamilan yang tidak di inginkan
2) Faktor janin, meliputi; kelainan bawaan, kelainan kromosom,
prematur, hidramion.
3) Faktor plasenta, seperti penyakit vaskuler, kehamilan ganda

4. Klasifikasi
Dari pengertian tersebut bayi BBLR dapat di bagi menjadi dua
golongan yaitu:
a. Prematuritas Murni
Masa gestasinya kurang dari 37 minggu dan berat badannya
sesuai dengan berat badan untuk masa gestasi itu atau biasa di
sebut neonatus kurang bulan sesuai masa kehamilan (NKB –
SMK).
b. Dismaturitas
Bayi lahir dengan berat badan kurang dari berat badan
seharusnya untuk masa gestasi itu. Berarti bayi mengalami
retardasi pertumbuhan intraterine dan merupakan bayi yang kecil
untuk masa kehamilan.

5. Manifestasi Klinis
Secara umum gambaran klinis pada bayi berat badan lahir rendah sebagai berikut:
1. Berat badan lahir < 2500 gram, panjang badan £ 45 Cm, lingkar dada <
30 Cm, lingkar kepala < 33 Cm.
2. Masa gestasi < 37 minggu.
3. Penampakan fisik sangat tergantung dari maturitas atau lamanya gestasi;
kepala relatif lebih besar dari badan, kulit tipis, transparan, banyak
lanugo, lemak sub kutan sedikit, osifikasi tengkorak sedikit, ubun-ubun
dan sutu lebar, genetalia immatur, otot masih hipotonik sehingga tungkai
abduksi, sendi lutut dan kaki fleksi, dan kepala menghadap satu jurusan.
4. Lebih banyak tidur daripada bangun, tangis lemah, pernafasan belum
teratur dan sering terjadi apnea, refleks menghisap, menelan, dan batuk
belum sempurna.
Gangguan yang mungkin terjadi pada bayi BBLR antara lain:
1. Pusat pengaturan suhu tubuh yang belum matur.
2. Sistem immunologi belum berkembang dengan baik sehingga rentan
infeksi.
3. Sistem saraf pusat belum matur menyebabkan perdarahan periventrikuler.
4. Sistem pernafasan belum matur terutama paru-paru menyebabkan mudah
terkena penyakit membran hyalin.
5. Immaturitas hepar sehingga metabolisme bilirubin terganggu
(hiperbilirubinemia).

6. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain (3):
 Pemeriksaan skor ballard
 Tes kocok (shake test), dianjur untuk bayi kurang bulan
 Darah rutin, glukosa darah, kalau perlu dan tersedia fasilitas diperiksa
kadar elektrolit dan analisa gas darah.
 Foto dada ataupun babygram diperlukan pada bayi baru lahir dengan
umur kehamilan kurang bulan dimulai pada umur 8 jam atau
didapat/diperkirakan akan terjadi sindrom gawat nafas.
 USG kepala terutama pada bayi dengan umur kehamilan.

7. PENATALAKSANAAN
Setelah bayi lahir dilakukan:
7.1. Tindakan Umum
1. Membersihkan jalan nafas.
2. Mengusahakan nafas pertama dan seterusnya.
3. Perawatan tali pusat dan mata.
7.2. Tindakan Khusus
1. Suhu tubuh dijaga pada 36,5-37,5 oC pengukuran aksila, pada bayi
barulahir dengan umur kehamilan 35 minggu perlu perhatian ketat, bayi
dengan BBL 2000 garm dirawat dalam inkubator atau dengan boks kaca
menggunakan lampu.
2. Awasi frekwensi pernafasan pada 24 jam pertama untuk mengetahui
sindroma aspirasi mekonium.
3. Setiap jam hitung frekwensi pernafasan, bila > 60x/mnt lakukan foto
thorax.
4. Berikan oksigen sesuai dengan masalah pernafasan yang didapat.
5. Pantau sirkulasi dengan ketat (denyut jantung, perfusi darah, tekanan
darah).
6. Awasi keseimbangan cairan.
7. Pemberian cairan dan nutrisi bila tidak ada masalah pernafasan dan
keadaan umum baik:
1) Berikan makanan dini  early feeding untuk menghindari terjadinya
hipoglikemia.
2) Periksa kadar gula darah 8–12 jam post natal.
3) Periksa refleks hisap dan menelan.
4) Motivasi pemberian ASI.
5) Pemberian nutrisi intravena jika ada indikasi, nutrien yangdapat
diberikan meliputi; karbohidrat, lemak, asam amino, vitamin, dan
mineral.
6) Berikan multivitamin jika minum enteral bisa diberikan secara
kontinyu.
1. Tindakan pencegahan infeksi:
1) Cara kerja aseptik, cuci tangan sebelum dan sesudah memegang
bayi.
2) Mencegah terlalu banyak bayi dalam satu ruangan.
3) Melarang petugas yang menderita infeksi masuk ke tempat bayi
dirawat.
4) Pemberian antibiotik sesuai dengan pola kuan.
5) Membatasi tindakan seminimal mungkin.
6) Mencegah perdarahan berikan vitamin K 1 mg dalam sekali
pemberian.
8. Patofisiologi
Etiologi

Faktor Ibu Faktor Plasenta Faktor Janin

BBLR

Permukaan Jaringan Premaruritas


Fungsi organ-organ belum baik
tubuh relatif lemak
lebih luas subkutan
lebih tipis Penurunan daya
tahan Hati Paru Mata Kulit Sist.pen
cernaan
Penguapan Pemaparan
berlebih dengan suhu Risiko infeksi Konjugasi Vol Tipis,
Imaturitas
luar bilirubin paru Halus Tdk
lensa mata
belum baik menur mudah mampu
Kehilangan
un lecet, tidak menging
cairan nekrotikans, atau infeksi
Kehilansekunder.
Kekuranga
Retrolentral ada lemak esti
gan n cadangan
Hiperbilirubin subkutan nutrien
panas energi fibroplasia
Dehidrasi Tek O2
melalui
berkurang/h Risiko
kulit Ikterus
ipoksia Retinopaty Risiko perub.nutr
Risiko kerusakan isi kurang
kekurangan Ketidakefektifan integritas dr
cairan termoregulasi Pola napas tdk efektif kulit keb.tubuh
9. Respon Pasien

Konsep Asuhan Keperawatan

I. Pengkajian
A. Biodata pasien
 Biodata atau identitas pasien: meliputi nama tempat tanggal lahir
jenis kelamin .
 Bidata penanggung jawab meliputi : nama (ayah dan ibu, umur,
agama, suku atau kebangsaan, pendidikan, penghasilan pekerjaan,
dan alamat.
B. Riwayat kesehatan
1) Riwayat antenatal yang perlu dikaji atau diketahui dari riwayat
antenatal pada kasus BBLR yaitu:
a. Keadaan ibu selama hamil dengan anemia, hipertensi, gizi
buruk, merokok ketergantungan obat-obatan atau dengan
penyakit seperti diabetes mellitus, kardiovaskuler dan paru.
b. Kehamilan dengan resiko persalinan preterm misalnya
kelahiran multiple, kelainan kongenital, riwayat persalinan
preterm.
c. Pemeriksaan kehamilan yang tidak kontinyuitas atau periksa
tetapi tidak teratur dan periksa kehamilan tidak pada petugas
kesehatan.
d. Hari pertama hari terakhir tidak sesuai dengan usia kehamilan
(kehamilan postdate atau preterm).
e. Riwayat natalkomplikasi persalinan juga mempunyai kaitan
yang sangat erat dengan permasalahan pada bayi baru lahir.
Yang perlu dikaji :
f. Kala I : perdarahan antepartum baik solusio plasenta maupun
plasenta previa.
g. Kala II : Persalinan dengan tindakan bedah caesar, karena
pemakaian obat penenang (narkose) yang dapat menekan
sistem pusat pernafasan.
C. Riwayat post natal
Yang perlu dikaji antara lain :
1) Agar score bayi baru lahir 1 menit pertama dan 5 menit kedua AS
(0-3) asfiksia berat, AS (4-6) asfiksia sedang, AS (7-10) asfiksia
ringan.
2) Berat badan lahir : Preterm/BBLR < 2500 gram, untu aterm ³ 2500
gram lingkar kepala kurang atau lebih dari normal (34-36 cm).
D. Pola nutrisi
Yang perlu dikaji pada bayi dengan BBLR gangguan absorbsi
gastrointentinal, muntah aspirasi, kelemahan menghisap sehingga perlu
diberikan cairan parentral atau personde sesuai dengan kondisi bayi
untuk mencukupi kebutuhan elektrolit, cairan, kalori dan juga untuk
mengkoreksi dehidrasi, asidosis metabolik, hipoglikemi disamping
untuk pemberian obat intravena.
E. Pola eliminasi
Yang perlu dikaji pada neonatus adalah BAB : frekwensi, jumlah,
konsistensi. BAK : frekuensi, jumlah
F. Latar belakang sosial budaya
Kebudayaan yang berpengaruh terhadap BBLR kebiasaan ibu merokok,
ketergantungan obat-obatan tertentu terutama jenis
psikotropikaKebiasaan ibu mengkonsumsi minuman beralkohol,
kebiasaan ibu melakukan diet ketat atau pantang makanan tertentu.
G. Hubungan psikologis
Sebaiknya segera setelah bayi baru lahir dilakukan rawat gabung
dengan ibu jika kondisi bayi memungkinkan. Hal ini berguna sekali
dimana bayi akan mendapatkan kasih sayang dan perhatian serta dapat
mempererat hubungan psikologis antara ibu dan bayi. Lain halnya
dengan BBLR karena memerlukan perawatan yang intensif
H. Keadaan umum
Pada neonatus dengan BBLR, keadaannya lemah dan hanya merintih.
Keadaan akan membaik bila menunjukkan gerakan yang aktif dan
menangis keras. Kesadaran neonatus dapat dilihat dari responnya
terhadap rangsangan. Adanya BB yang stabil, panjang badan sesuai
dengan usianya tidak ada pembesaran lingkar kepala dapat
menunjukkan kondisi neonatus yang baik.
I. Tanda-tanda Vital
Neonatus post asfiksia berat kondisi akan baik apabila penanganan
asfiksia benar, tepat dan cepat. Untuk bayi preterm beresiko terjadinya
hipothermi bila suhu tubuh < 36 °C dan beresiko terjadi hipertermi bila
suhu tubuh < 37 °C. Sedangkan suhu normal tubuh antara 36,5°C –
37,5°C, nadi normal antara 120-140 kali per menit respirasi normal
antara 40-60 kali permenit, sering pada bayi post asfiksia berat
pernafasan belum teratur .
J. Kulit
Warna kulit tubuh merah, sedangkan ekstrimitas berwarna biru, pada
bayi preterm terdapat lanugo dan verniks.
K. Kepala
Kemungkinan ditemukan caput succedaneum atau cephal haematom,
ubun-ubun besar cekung atau cembung kemungkinan adanya
peningkatan tekanan intrakranial.
L. Mata
Warna conjunctiva anemis atau tidak anemis, tidak ada bleeding
conjunctiva, warna sklera tidak kuning, pupil menunjukkan refleksi
terhadap cahaya.
M. Hidung
Terdapat pernafasan cuping hidung dan terdapat penumpukan lendir.
N. Mulut
Bibir berwarna pucat ataupun merah, ada lendir atau tidak.
O. Telinga
Perhatikan kebersihannya dan adanya kelainan
P. Leher
Perhatikan kebersihannya karena leher nenoatus pendek
Q. Thorax
Bentuk simetris, terdapat tarikan intercostal, perhatikan suara wheezing
dan ronchi, frekwensi bunyi jantung lebih dari 100 kali per menit.
R. Abdomen
Bentuk silindris, hepar bayi terletak 1 – 2 cm dibawah  arcus costae    
pada garis papila  mamae, lien tidak teraba, perut buncit berarti adanya
asites atau tumor, perut cekung adanya hernia diafragma, bising usus
timbul 1 sampai 2 jam setelah masa kelahiran bayi, sering terdapat
retensi karena GI Tract belum sempurna.
S. Umbilikus
Tali pusat layu, perhatikan ada pendarahan atau tidak, adanya tanda –
tanda infeksi pada tali pusat.
T. Genitalia
Pada neonatus aterm testis harus turun, lihat adakah kelainan letak
muara uretra pada neonatus laki – laki, neonatus perempuan lihat labia
mayor dan labia minor, adanya sekresi mucus keputihan, kadang
perdarahan.
U. Anus
Perhatiakan adanya darah dalam tinja, frekuensi buang air besar serta
warna dari feses.
V. Ekstremitas
Warna biru, gerakan lemah, akral dingin, perhatikan adanya patah
tulang atau adanya kelumpuhan syaraf atau keadaan jari-jari tangan
serta jumlahnya.
W. Refleks
Pada neonatus preterm post asfiksia berat reflek moro dan sucking
lemah. Reflek moro dapat memberi keterangan mengenai keadaan
susunan syaraf pusat atau adanya patah tulang
(Doenges E marlyn,2007)
II. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan pola nafas  b/d tidak adekuatnya ekspansi paru
b. Resiko tinggi hipotermi atau hipertermi b/d imaturitas fungsi
termoregulasi atau perubahan suhu lingkungan
c. Resiko tinggi gangguan integritas kulit b/d imaturitas struktur kulit
d. Nutrisi kurang dari kebutuhan b/d ketidakmampuan menerima nutrisi
e. Disfungsi motilitas gastrointestinal b/d ketidakadekuatan aktivitas
peristaltic di dalam system gastrointestinal
f. Resti Infeksi b/d pertahanan imunologis tidak adekuat
g. Ikterus neonatus b/d bilirubin tidak konjugasi dalam sirkulasi

III. Intervensi Keperawatan


A. Dx : Ketidakefektifan pola nafas   b/d tidak adekuatnya ekspansi paru
Tujuan : setelah dilakukan tindakan leperawatan selama 1 x 24 jam Pola
nafas yang efektif
Kriteria hasil :
1) Kebutuhan oksigen  menurun
2) Nafas spontan, adekuat
3) Tidak sesak.
4) Tidak ada retraksi
Rencana Tindakan :
a. Kaji TTV bayi
R/ :untuk mengetahui keadaan umum pasien
b. Beri posisi semifowler
R/ : Mengurangi rasa nyeri dan memberikan rasa nyaman pada
pasien.
c. Tinjau ulang riwayat ibu terhadap obat-obatan yang akan
memperberat depresi pernapasan pada bayi  
R/: mengetahui obat-obatan yang memperberat depresi pernapasan
pada bayi
d. Observasi irama, kedalaman dan frekuensi pernafasan
R/ :Mengetahui irama, kedalaman dan frekuensi pernapasan
e. Kolaborasi pemberian oksigen dengan metode yang sesuai.
R/:memenuhi kecukupan oksigen dalam tubuh

B. Diagnosa : Resiko tinggi hipotermi atau hipertermi b/d imaturitas fungsi


termoregulasi atau perubahan suhu lingkungan
Tujuan : setelah dilakukan tindakan leperawatan selama 1 x 24 jam
suhu bayi stabil
Kreteria hasil: Suhu 36,5 0C -37,5 0C, Akral hangat
Rencana Tindakan :
a. Kaji TTV bayi
R/ :untuk mengetahui keadaan umum pasien
b. Rawat bayi dengan suhu lingkungan sesuai.
R/: Menurunkan risiko hipotermi / hipertermi.
c. Hindarkan bayi kontak langsung dengan benda sebagai sumber
dingin/panas.
R/: Hindarkan bayi kontak langsung dengan benda sebagai
sumber dingin/panas.
d. Ukur suhu bayi setiap 3 jam atau kalau perlu.
R/: Memantau terjadinya peningkatan / penurunan suhu tubuh.
e. Kolaborasi pemberian obat-obat sesuai dengan indikasi : 
fenobarbital
R/: Memperbaiki asidosis yang dapat terjadi pada hiportemia
dan hipertermia.

C. Diagnosa : Resiko tinggi gangguan integritas kulit b/d imaturitas


struktur kulit
Tujuan : setelah dilakukan tindakan leperawatan selama 1 x 24 jam
Integritas kulit baik
Kriteria hasil :Tidak ada rash, Tidak ada iritasi,Tidak plebitis
Rencana tindakan :
a. Kaji TTV bayi
R/ :untuk mengetahui keadaan umum pasien
b. Kaji kulit bayi dari tanda-tanda kemerahan, iritasi, rash, lesi dan
lecet pada daerah yang tertekan.
R/: Memantau adanya kemerahan, iritasi, rash, lesi dan lecet.
c. Lakukan perawatan tali pusat.
R/: Menjaga tali pusat dalam keadaan baik.
d. dGunakan plester non alergi dan seminimal mungkin
R/: Menurunkan terjadinya gangguan integritas kulit
e. Kolaborasi pemeriksaan darah rutin
R/: Memantau hasil pemeriksaan laboratorium.
f. Kolaborasi pemberian antibiotika.
R/: Obat-obatan sangat penting dalam proses penyembuhan.

D. Diagnosa : Nutrisi kurang dari kebutuhan b/d ketidakmampuan


menerima nutrisi
Tujuan : setelah dilakukan tindakan leperawatan selama 1 x 24 jam
nutrisi adekuat
Kriteria hasil : Berat badan naik 10-30 gram / hari, Tidak ada edema,
Protein dan albumin darah dalam batas normal
Rencana Tindakan :
a. Kaji TTV bayi
R/ :untuk mengetahui keadaan umum pasien
b. Catat intake dan output
R/: Memantau jumlah cairan masuk dan keluar.
c. Berikan ASI/PASI dengan metode yang tepat.
R/: Memenuhi kebutuhan nutrisi tubuh.
d. Timbang berat badan setiap hari
R/: Timbang berat badan setiap hari
e. Kolaborasi dalam pemberiantotal parenteral nutrition kalau
perlu
R/: Memenuhi kebutuhan cairan dan nutrisi.
E. Diagnosa : Disfungsi motilitas gastrointestinal b/d ketidakadekuatan
aktivitas peristaltic di dalam system gastrointestinal
Tujuan : setelah dilakukan tindakan leperawatan selama 1 x 24 jam
system gastrointestinal berfungsi dengan baik
Kriteria hasil : tidak ada kram abdomen, tidak ada nyeri abdomen, tidak
ada diare, nafsu makan meningkat, peristaltic usus dalam batas normal
15-30x/menit
Rencana tindakan :
a. Kaji TTV bayi
R/ :untuk mengetahui keadaan umum pasien
b. Monitor bising usus
R/: Mengetahui frekuensi bising usus yang normal
c. c.    Monitor status cairan dan elektrolit
R/: Mengetahui banyaknya ciaran dan elektrolit dalam tubuh
d. Catat intake dan output secara akurat
R/:Mengetahui intake dan output dalam tubuh secara adekuat
e. Kaji tanda-tanda gangguan keseimbangan cairan dan
elektrolit(membran mukoso kering, sianosis)
R/: mengetahui adanya tanda-tanda gangguan keseimbangan
cairan dan elektrolit
f. Kolaborasi dengan ahli gizi jumlah kalori dan jumlah zat gizi
yang dibutuhkan
R/:Terpenuhinya kalori dalam tubuh

F. Diagnosa : Resti Infeksi b/d pertahanan imunologis tidak adekuat


Tujuan : setelah dilakukan tindakan leperawatan selama 1 x 24 jam
pasien tidak memperlihatkan adanya tanda infeksi
Kriteria hasil : Suhu 36,5 0C -37,5 0C, Darah rutin normal, Tidak ada
tanda-tanda infeksi
Rencana tindakan :
a. Kaji TTV bayi
R/ :untuk mengetahui keadaan umum pasien
b. Kaji adanya tanda – tanda infeksi
R/:Mengetahui adanya tanda-tanda infeksi
c. Lakukan isolasi bayi lain yang menderita infeksi sesuai
kebijakan insitusi
R/: Tindakan yang dilakukan untuk meminimalkan terjadinya
infeksi  yang lebih luas
d. Sebelum dan setelah menangani bayi, lakukan pencucian tangan
R/:Untuk mencegah adanya infeksi
e. Yakinkan semua peralatan yang kontak dengan bayi bersih dan
steril
R/:untuk mencegah infeksi
f. Cegah personal yang mengalami infeksi menular untuk tidak
kontak langsung dengan bayi.
R/:untuk mencegah infeksi lebih lanjut pada bayi
g. Kolaborasi pemberian antibiotik
R/: untuk mencegah infeksi menyebar luas ketempat lain

G. Diagnosa : Ikterus neonatus b/d bilirubin tidak konjugasi dalam


sirkulasi
Tujuan : setelah dilakukan tindakan leperawatan selama 1 x 24 jam
Kriteria hasil :pertumbuhan dan perkembangan bayi dalam batas
normal, status nutrisi adekuat, tidak ada respon alergi sistemik
Rencana Tindakan :
a. Kaji TTV bayi
R/ :untuk mengetahui keadaan umum pasien
b. Amati tanda-tanda ikterus
R/:Mengrtahui tanda-tanda ikterus yang abnormal
c. Kaji tanda-tanda dehidrasi
R/: untuk mengetahui adanya tnda-tnada dehidrasi
d. Obsevasi peningkatan bilirubin serum
R/:Mengetahui adanya peningkatan bilirubin serum atau tidak
e. Timbang BB setiap hari
R/: mengetahui adanya peningkatan BB atau tidak
f. Kolaborasi dalam pemberian fototerapi
R/: untuk memberikan tindakan lebih lanjut
(NANDA NIC NOC, 2016)
Daftar pustaka
Masruroh. 2016. Buku Ajar Kegawatdaruratan Maternal & Neonatal. Yogyakarta: Nuha
Medika.
walyani , Elisabeth siwi dan endang purwoastuti. 2015. KONSEP DAN ASUHAN
KEBIDANAN MATERNAL DAN NEONATAL. Yogyakarta.:
PUSTAKABARUPRESS.
https://sugengmedica.wordpress.com/2012/03/16/bayi-berat-lahir-rendah-bblr/
https://ikeprahayu917.wordpress.com/2015/01/25/3/
https://lisyam90.wordpress.com/2013/05/22/asuhan-kebidanan-bblr/
https://kuliahbidan.wordpress.com/2008/07/16/bayi-berat-lahir-rendah-bblr/

Anda mungkin juga menyukai