Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Setelah 24 tahun Indonesia meratifikasi Konvensi Hak-hak Anak, tepatnya pada tanggal 25
Agustus 1990 melalui Keppres R.I. No. 36 tahun 1990, Indonesia belum mempunyai kebijakan
dan peraturan perundang-undangan tentang perlindungan anak yang berorientasi pada Konvensi
Hak-hak Anak. Baru pada tanggal 22 Oktober 2002, Indonesia menetapkan Undang-undang No.
23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang berorientasi pada hak-hak anak seperti yang
tertuang dalam Konvensi Hak-hak Anak.

Situasi dan kondisi anak Indonesia saat ini, mencerminkan adanya penyalahgunaan anak (abuse),
eksploitatif, diskriminatif dan mengalami berbagai tindakan kekerasan yang membahayakan
perkembangan jasmani, psikologi, dan sosial anak. Keadaan ini, tentunya sangat memprihatinkan
bagi bangsa dan negara Indonesia, karena anak dari aspek agama merupakan amanah dan karunia
dari Tuhan Yang Maha Esa yang harus dijaga harkat dan martabatnya sebagai mahluk ciptaan–
Nya. Dari aspek kehidupan berbangsa dan bernegara, anak adalah generasi penerus perjuangan
bangsa dan penentu masa depan bangsa dan negara Indonesia. Untuk itu, diperlukan upaya-
upaya yang akan memberikan perlindungan khusus kepada anak-anak Indonesia yang berada
dalam keadaan sulit tersebut, ke dalam suatu Program Nasional Bagi Anak Indonesia sebagai
tindak lanjut Sidang Umum PBB yang melahirkan deklarasi “ A World Fit For Children“.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi
a. Menurut U.S Departement of Health, Education and Wolfare child abuse merupakan
tidakan kekerasan fisik atau mental, kekerasan seksual dan penelantaran terhadap
anak dibah usia 18 tahun yang dilakukan oleh orang yang seharusnya bertanggung
jawab terhadap kesejahteraan anak yang terancam.
b. seharusnya bertanggung jawab terhadap kesejahteraan anak yang terancam.
Menurut Harry Kempe dkk (1992), child abuse merupakan the battered child
syndrome yang hanya terbatas pada anak-anak yang mendapatkan perlakuan salah
secara fisik yang bersifat ekstrem atau membahayakan anak-anak.

Jadi child abuse merupakan suatu tidak kekerasan kekerasan (fisik dan/atau mental),
eksploitasi (ekonomi, seksual) dan diskriminasi dalam tulisan ini selanjutnya disebut
anak yang mengalami berbagai perlakuan salah. Kondisi dan situasi anak yang sulit
tersebut tergolong ke dalam anak yang memerlukan perlindungan khusus.

Bentuk Child abuse

Bentuk dariChild abuse adalah sebagai berikut (Martha, 2008):

1. Tidak sayang dan dingin Tindakan tidak sayang dan dingin ini berupa misalnya: menunjukan
sedikit atau tidak sama sekali rasa sayang kepada anak (seperti pelukan), kata-kata sayang.
2. Intimidasi Tindakan intimidasi bisa berupa: berteriak, menjerit, mengancam anak, dan
mengertak anak.
3. Mengecilkan atau mempermalukan anak Tindakan mengecilkan atau mempermalukan anak
dapat berupa seperti: merendahkan anak, mencela nama, membuat perbedaan negatif antar
anak, menyatakan bahwa anak tidak baik, tidak berharga, jelek atau sesuatu yang didapat
dari kesalahan.
4. Kebiasaan mencela anak Tindakan mencela anak bisa dicontohkan seperti: mengatakan
bahwa semua yang terjadi adalah kesalahan anak.
5. Tidak mengindahkan atau menolak anak ,Tindakan tidak mengindahkan atau menolak anak
bisa berupa: tidak memperhatikan anak, memberi respon dingin, tidak peduli dengan anak. 6.
Hukuman ekstrim Tindakan hukuman ekstrim bisa berupa: mengurung anak dalam kamar mandi,
mengurung dalam kamar gelap. Mengikat anak di kursi untuk waktu lama dan meneror.

B. Klasifikasi Child Abuse


Perlakuan salah terhadap anak dibagi menjadi dua golongan yaitu:
a. Dalam keluarga
a) Penganiayaan fisik contohnya seperti memukul anak.
b) Kelalaian atau penelantaraan contohnya nak merasa kurang mendapatkan kasih
sayang dari orang tuanya, pengawasan yang kurang dari keluarga anak sehingga
anak rentan mengalami resiko trauma fisik maupun mental.
c) Penganiayaan secara emosional contohnya mengucapkan kata-kata yang tidak
seharusnya didengar oleh anak seperti perkataan yang dapat merendahkan anak
atau perkataan yang membuat anak menjadi malu.
d) Penganiayaa seksual, dimana anak mendapatkan pelecehan seksual seperti
pemerkosaan.
e) Syndrom Munchausen dimana merupakan permintaan pengobatan terhadap
penyakit yang dibuat-buat dan pemberian keterangan palsu untuk mendukung
tuntutan.
b. Diluar Keluarga
a) Dalam institusi atau lembaga
b) Di tempat kerja
c) Di jalan
d) Di medan perang
C. Penyebab Terjadinya Child Abuse
Menurut Helfer dan Kempe dalam Pillitery ada 3 faktor yang menyebabkan child abuse,
yaitu:
a) Orang tua memiliki potensi untuk melukai anak-anak. Orang tua yang memiliki
kelainan mental, atau kurang kontrol diri daripada orang lain, atau orang tua tidak
memahami tumbuh kembang anak, sehingga mereka memiliki harapan yang tidak
sesuai dengan keadaan anak. Dapat juga orang tua terisolasi dari keluarga yang lain,
bisa isolasi sosial atau karena letak rumah yang saling berjauhan dari rumah lain,
sehingga tidak ada orang lain yang dapat memberikan support kepadanya.
b) Menurut pandangan orang tua anak terlihat berbeda dari anak lain. Hal ini dapat
terjadi pada anak yang tidak diinginkan atau anak yang tidak direncanakan, anak yang
cacat, hiperaktif, cengeng, anak dari orang lain yang tidak disukai, misalnya anak
mantan suami/istri, anak tiri, serta anak dengan berat lahir rendah (BBLR). Pada anak
BBLR saat bayi dilahirkan, mereka harus berpisah untuk beberapa lama, padahal
pada beberapa hari inilah normal bonding akan terjalin.
c) Adanya kejadian khusus : Stress. Stressor yang terjadi bisa jadi tidak terlalu
berpengaruh jika hal tersebut terjadi pada orang lain. Kejadian yag sering terjadi
misalnya adanya tagihan, kehilangan pekerjaan, adanya anak yang sakit, adanya
tagihan, dll. Kejadian tersebut akan membawa pengaruh yang lebih besar bila tidak
ada orang lain yang menguatkan dirinya di sekitarnya Karena stress dapat terjadi pada
siapa saja, baik yang mempunyai tingkat sosial ekonomi yag tinggi maupun rendah,
maka child abuse dapat terjadi pada semua tingkatan.
Menurut Rusel dan Margolin, wanita lebih banyak melakukan kekerasan pada anak,
karena wanita merupakan pemberi perawatan anak yang utama. Sedangkan laki-laki
lebih banyak melakukan sex abuse, ayah tiri mempunyai kemungkinan 5 sampai 8
kali lebih besar untuk melakukannya daripada ayah kandung (Smith dan Maurer).
Ada beberapa faktor yang menyebabkan anak mengalami kekerasan. Baik kekerasan
fisik maupun kekerasan psikis, diantaranya adalah:
a. Stress yang berasal dari anak.
a) Fisik berbeda, yang dimaksud dengan fisik berbeda adalah kondisi fisik anak
berbeda dengan anak yang lainnya. Contoh yang bisa dilihat adalah anak
mengalami cacat fisik. Anak mempunyai kelainan fisik dan berbeda dengan
anak lain yang mempunyai fisik yang sempurna.
b) Mental berbeda, yaitu anak mengalami keterbelakangan mental sehingga anak
mengalami masalah pada perkembangan dan sulit berinteraksi dengan
lingkungan di sekitarnya.
c) Temperamen berbeda, anak dengan temperamen yang lemah cenderung
mengalami banyak kekerasan bila dibandingkan dengan anak yang memiliki
temperamen keras. Hal ini disebabkan karena anak yang memiliki
temperamen keras cenderung akan melawan bila dibandingkan dengan anak
bertemperamen lemah.
d) Tingkah laku berbeda, yaitu anak memiliki tingkah laku yang tidak
sewajarnya dan berbeda dengan anak lain. Misalnya anak berperilaku dan
bertingkah aneh di dalam keluarga dan lingkungan sekitarnya.
e) Anak angkat, anak angkat cenderung mendapatkan perlakuan kasar
disebabkan orangtua menganggap bahwa anak angkat bukanlah buah hati dari
hasil perkawinan sendiri, sehingga secara naluriah tidak ada hubungan
emosional yang kuat antara anak angkat dan orang tua.
b. Stress keluarga

a) Kemiskinan dan pengangguran, kedua faktor ini merupakan faktor terkuat


yang menyebabkan terjadinya kekerasan pada anak, sebab kedua faktor ini
berhubungan kuat dengan kelangsungan hidup. Sehingga apapun akan
dilakukan oleh orangtua terutama demi mencukupi kebutuhan hidupnya
termasuk harus mengorbankan keluarga.
b) Mobilitas, isolasi, dan perumahan tidak memadai, ketiga faktor ini juga
berpengaruh besar terhadap terjadinya kekerasan pada anak, sebab lingkungan
sekitarlah yang menjadi faktor terbesar dalam membentuk kepribadian dan
tingkah laku anak.
c) Perceraian, perceraian mengakibatkan stress pada anak, sebab anak akan
kehilangan kasih sayang dari kedua orangtua.
d) Anak yang tidak diharapkan, hal ini juga akan mengakibatkan munculnya
perilaku kekerasan pada anak, sebab anak tidak sesuai dengan apa yang
diinginkan oleh orangtua, misalnya kekurangan fisik, lemah mental, dsb.
c. Stress berasal dari orang tua
a) Rendah diri, anak dengan rendah diri akan sering mendapatkan kekerasan,
sebab anak selalu merasa dirinya tidak berguna dan selalu mengecewakan
orang lain.
b) Waktu kecil mendapat perlakuan salah, orangtua yang mengalami perlakuan
salah pada masa kecil akan melakuakan hal yang sama terhadap orang lain
atau anaknya sebagai bentuk pelampiasan atas kejadian yang pernah
dialaminya.
c) Harapan pada anak yang tidak realistis, harapan yang tidak realistis akan
membuat orangtua mengalami stress berat sehingga ketika tidak mampu
memenuhi memenuhi kebutuhan anak, orangtua cenderung menjadikan anak
sebagai pelampiasan kekesalannya dengan melakukan tindakan kekerasan.
D. Akibat Terjadinya Child Abuse
Anak-anak korban kekerasan umumnya menjadi sakit hati, dendam, dan menampilkan
perilaku menyimpang di kemudian hari. Bahkan, Komnas PA mencatat, seorang anak
yang berumur 9 tahun yang menjadi korban kekerasan, memiliki keinginan untuk
membunuh ibunya.
Berikut ini adalah dampak-dampak yang ditimbulkan kekerasan terhadap anak
(child abuse), antara lain:
a. Dampak kekerasan fisik, anak yang mendapat perlakuan kejam dari orang tuanya
akan menjadi sangat agresif, dan setelah menjadi orang tua akan berlaku kejam
kepada anak-anaknya. Orang tua agresif melahirkan anak-anak yang agresif, yang
pada gilirannya akan menjadi orang dewasa yang menjadi agresif.
b. Dampak kekerasan psikis. Unicef (1986) mengemukakan, anak yang sering
dimarahi orang tuanya, apalagi diikuti dengan penyiksaan, cenderung meniru
perilaku buruk (coping mechanism) seperti bulimia nervosa (memuntahkan
makanan kembali), penyimpangan pola makan, anorexia (takut gemuk),
kecanduan alkohol dan obat-obatan, dan memiliki dorongan bunuh diri.
c. Dampak kekerasan seksual. Menurut Mulyadi (Sinar Harapan, 2003) diantara
korban yang masih merasa dendam terhadap pelaku, takut menikah, merasa
rendah diri, dan trauma akibat eksploitasi seksual, meski kini mereka sudah
dewasa atau bahkan sudah menikah. Bahkan eksploitasi seksual yang dialami
semasa masih anak-anak banyak ditengarai sebagai penyebab keterlibatan dalam
prostitusi.
d. Dampak penelantaran anak. Pengaruh yang paling terlihat jika anak mengalami
hal ini adalah kurangnya perhatian dan kasih sayang orang tua terhadap anak, 
Hurlock (1990) mengatakan jika anak kurang kasih sayang dari orang tua
menyebabkan berkembangnya perasaan tidak aman, gagal mengembangkan
perilaku akrab, dan selanjutnya akan mengalami masalah penyesuaian diri pada
masa yang akan datang.

E. Manifestasi klinis Child Abuse


Akibat pada fisik anak, antara lain: Lecet, hematom, luka bekas gigitan, luka bakar, patah
tulang, perdarahan retinaakibat dari adanya subdural hematom dan adanya kerusakan
organ dalam lainnya. Sekuel/cacat sebagai akibat trauma, misalnya jaringan parut,
kerusakan saraf, gangguan pendengaran, kerusakan mata dan cacat lainnya.
Akibat pada tumbuh kembang anak. Pertumbuhan dan perkembangan anak yang
mengalami perlakuan salah, pada umumnya lebih lambat dari anak yang normal, yaitu:
a. Pertumbuhan fisik anak pada umumnya kurang dari anak-anak sebayanya yang tidak
mendapat perlakuan salah.
b. Perkembangan kejiwaan juga mengalami gangguan, yaitu:
a) Kecerdasan
 Berbagai penelitian melaporkan terdapat keterlambatan dalam
perkembangan kognitif, bahasa, membaca, dan motorik.
 Retardasi mental dapat diakibatkan trauma langsung pada kepala, juga
karena malnutrisi.
 Pada beberapa kasus keterlambatan ini diperkuat oleh tidak adanya
stimulasi yang adekuat atau karena gangguan emosi.
b) Emosi
Terdapat gangguan emosi pada: perkembangan kosnep diri yang positif, atau
bermusuh dalam mengatasi sifat agresif, perkembangan hubungan sosial dengan
orang lain, termasuk kemampuan untuk percaya diri.
c) Konsep Tiri
Anak yang mendapat perlakuan salah merasa dirinya jelek, tidak dicintai, tidak
dikehendaki, muram, dan tidak bahagia, tidak mampu menyenangi aktifitas dan
bahkan ada yang mencoba bunuh diri.
d) Agresif
Anak yang mendapat perlakuan salah secara badani, lebih agresif terhadap teman
sebayanya. Sering tindakan agresif tersebut meniru tindakan orangtua mereka atau
mengalihkan perasaan agresif kepada teman sebayanya sebagai hasil miskinnya
konsep diri.
e) Hubungan Sosial
Pada anak yang sering kurang dapat bergaul dengan teman sebayanya atau dengan
orang dewasa. Mereka mempunyai sedikit teman dan suka mengganggu orang
dewasa, misalnya dengan melempari batu atau perbuatan-perbuatan kriminal
lainnya.
f) Akibat dari penganiayaan seksual

Tanda-tanda penganiayaan seksual antara lain:


 Tanda akibat trauma atau infeksi lokal, misalnya nyeri perianal,
sekret vagina, dan perdarahan anus.
 Tanda gangguan emosi, misalnya konsentrasi berkurang, enuresis,
enkopresis, anoreksia, atau perubahan tingkah laku.
 Tingkah laku atau pengetahuan seksual anak yang tidak sesuai
dengan umurnya. Pemeriksaan alat kelamin dilakukan dengan
memperhatikan vulva, hymen, dan anus anak.

F. Penanganan Dan Pencegahan Child Abuse


Pencegahan dapat dilakukan dengan mengurangi kemungkinan terjadinya kekerasan pada
anak dan di rumah tangga. Pencegahan primer dapat dilakukan dengan melakukan
pendidikan kesehatan tentang child abuse dan mengidentifikasi resiko terjadinya child
abuse. Hal yang dapat dilakukan oleh perawat adalah dengan memberikan pendidikan
kepada keluarga tentang pertumbuhan dan perkembangan anak, serta cara menghadapi
stress saat menjadi orang tua.
Pencegahan dan penanggulangan penganiayaan dan kekerasan pada anak adalah melalui:
1. Pelayanan kesehatan
Pelayanan kesehatan dapat melakukan berbagai kegiatan dan program yang
ditujukan pada individu, keluarga, dan masyarakat.
a. Prevensi primer-tujuan: promosi orangtua dan keluarga sejahtera.
a) Individu
 Pendidikan kehidupan keluarga di sekolah, tempat ibadah, dan
masyarakat
 Pendidikan pada anak tentang cara penyelesaian konflik
 Pendidikan seksual pada remaja yang beresiko
 Pendidikan perawatan bayi bagi remaja yang merawat bayi
 Pelayanan referensi perawatan jiwa
 Pelatihan bagi tenaga profesional untuk deteksi dini perilaku
kekerasan.

b) Keluarga
 Kelas persiapan menjadi orangtua di RS, sekolah, institusi di
masyarakat
 Memfasilitasi jalinan kasih sayang pada orangtua baru
 Rujuk orangtua baru pada perawat Puskesmas untuk tindak lanjut
(follow up)
 Pelayanan sosial untuk keluarga
c) Komunitas
 Pendidikan kesehatan tentang kekerasan dalam keluarga
 Mengurangi media yang berisi kekerasan
 Mengembangkan pelayanan dukungan masyarakat, seperti:
pelayanan krisis, tempat penampungan anak/keluarga/usia
lanjut/wanita yang dianiaya
 Kontrol pemegang senjata api dan tajam
b. Prevensi sekunder-tujuan: diagnosa dan tindakan bagi keluarga yang
stress.
a) Individu
 Pengkajian yang lengkap pada tiap kejadian kekerasan
pada keluarga pada tiap pelayanan kesehatan
 Rencana penyelamatan diri bagi korban secara adekuat
 Pengetahuan tentang hukuman untuk meminta bantuan
dan perlindungan
 Tempat perawatan atau “Foster home” untuk korban
b) Keluarga
 Pelayanan masyarakat untuk individu dan keluarga
 Rujuk pada kelompok pendukung di masyarakat (self-
help-group). Misalnya: kelompok pemerhati keluarga
sejahtera
 Rujuk pada lembaga/institusi di masyarakat yang
memberikan pelayanan pada korban.
c) Komunitas
 Semua profesi kesehatan terampil memberikan pelayanan
pada korban dengan standar prosedur dalam menolong
korban.
 \Unit gawat darurat dan unit pelayanan 24 jam memberi
respon, melaporkan, pelayanan kasus, koordinasi dengan
penegak hukum/dinas sosial untuk pelayanan segera.
 Tim pemeriksa mayat akibat kecelakaan/cedera
khususnya bayi dan anak.
 Peran serta pemerintah: polisi, pengadilan, dan
pemerintah setempat.
 Pendekatan epidemiologi untuk evaluasi.
 Kontrol pemegang senjata api dan tajam.
c. Prevensi tertier-tujuan: redukasi dan rehabilitasi keluarga dengan
kekerasan.
a) Individu
 Strategi pemulihan kekuatan dan percaya diri bagi korban
 Konseling profesional pada individu
b) Keluarga
 Reedukasi orangtua dalam pola asuh anak
 Konseling profesional bagi keluarga
 Self-help-group (kelompok peduli)
c) Komunitas
 “Foster home”, tempat perlindungan
 Peran serta pemerintah
 “follow up” pada kasus penganiayaan dan kekerasan
 Kontrol pemegang senjata api dan tajam
2. Pendidikan
Sekolah mempunyai hak istimewa dalam mengajarkan bagian badan yang sangat
pribadi, yaitu penis, vagina, anus, mammae dalam pelajaran biologi. Perlu ditekankan
bahwa bagian tersebut sifatnya sangat pribadi dan harud dijaga agar tidak diganggu
orang lain. Sekolah juga perlu meningkatkan keamanan anak di sekolah. Sikap atau
cara mendidik anak juga perlu diperhatikan agar tidak terjadi aniaya emosional. Guru
juga dapat membantu mendeteksi tanda2 aniaya fisik dan pengabaian perawatan pada
anak.
3. Penegak hukum dan keamanan
Hendaknya UU no.4 thn 1979, tentang kesejahteraan anak cepat ditegakkan
secara konsekuen. Hal ini akan melindungi anak dari semua bentuk penganiayaan dan
kekerasan. Bab II pasal 2 menyebutkan bahwa “anak berhak atas perlindungan
terhadap lingkungan hidup yang dapat membahayakan atau menghambat
pertumbuhan dan perkembangannya secara wajar.
4. Media massa
Pemberitaan penganiayaan dan kekerasan pada anak hendaknya diikuti oleh
artikel2 pencegahan dan penanggulangannya. Dampak pada anak baik jangka pendek
maupun jangka panjang diberitakan agar program pencegahan lebih ditekankan.
G. Fasilitas Pelayanan Untuk Anak Child Abuse
Pelayanan fasilitas yang bisa digunakan untuk anak dengan child abuse adalah:
1. Pihak kepolisian
2. Rumah sakit
3. YPAI
Meningkatkan upaya-upaya perlindungan anak Indonesia dari berrbagai bentuk
penyalahgunaan atau tindakan salah melalui berbagai bidang kegiatan yang akan dibagi
kedalam:
a. Pencegahan
b. Perlindungan hukum
c. Pemulihan anak dan reinteraksi sosial atau keluarga
d. Peningkatan koordinasi dan kerja sama baik tingkat lokal, nasional, regional dan
internasional.
e. Peningkatan partisipasi anak
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
B. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko trauma berhubungan dengan karakteristik anak, pemberian asuhan dan
lingkungan.
2. Cemas berhubungan dengan perlakuan salah yang berulang-ulang, ketidakberdayaan
dan potensial kehilangan orang tua.
3. Resiko terhadap kerusakan kedekatan orang tua / anak / bayi berhubungan dengan
perlakuan kekerasan
4. Risiko cidera berhubungan dengan kekerasan fisik (kekerasan orang tua)
5. Ketakutan berhubungan dengan kondisi fisik / social
6. Resiko keterlamnbatan perkembangan berhubungan dengan perilaku kekerasan
(Nanda, 2012)
C. Intervensi
1. Dx 1 : Resiko trauma berhubungan dengan karakteristik anak, pemberian
asuhan dan lingkungan.
Tujuan: setelah dialakukan tindakan keperawatan diharapkan tidak terjadi trauma
pada anak
NOC : Abuse Protection
Kriteria hasil :
a. Keselamatan tempat tinggal
b. Rencana dalam menghindari kekerasan/ perlakuan yang salah
c. Rencanakan tindakan untuk menghindari perlakuan yang salah
d. Keselamatan diri sendiri
e. Keselamatan anak

NIC: Enviromental Mangemen: safety

Intervensi

a. Identifikasi kebutuhan rasa aman pasien berdasarkan tingkat fisik, fungsi


kognitif dan perilaku masa lalu
b. Modifikasi lingkungan untuk meminimalkan bahaya dan resiko
c. Monitor lingkungan dalam perubahan status keamanan
d. Bantu pasien dalam menyiapkan lingkungan yang aman
e. Ajarkan resiko tinggi individu dan kelompok tentang bahaya lingkungan
f. kolaborasi dengan agen lain untuk mengmbangkan keamanan lingkungan
2. Dx 2 : Cemas berhubungan dengan perlakuan salah yang berulang-ulang
ketidakberdayaan dan potensial kehilangan orang tua.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatandiharapkan rasa cemas anak dapat
berkurang / hilang
NOC : Kontrol cemas
Kriteria hasil :
a. Monitor intensitas kecemasan
b. Menyingkirkan tanda kecemasan
c. Menurunkan stimulasi lingkuangan ketika cemas
d. Mencari informasi untuk menurunkan cemas
e. Menggunakan strategi koping efektif
NIC : Penurunan cemas
Intervensi
a. Tenangkan klien
b. Berusaha memahami keadaan klien
c. Temani pasien untuk mendukung keamanan dan menurunkan rasa tak
d. Bantu pasien untuk mengidentifikasi situasi-situasi yang menciptakan cemas
e. Dukung penggunaan mekanisme pertahanan diri dengan cara yang tepat
f. kaji tingkat kecemasan dan reaksi fisik pada tingkat kecemasan

3. Dx 3 : Resiko terhadap kerusakan kedekatan orang tua / anak / bayi berhubungan


dengan perlakuan kekerasan
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan
diharapkan tidak terjadi kerusakan kedekatan orang tua / anak / bayi
NOC : Parenting
Kriteria hasil :
a. Menyediakan kebutuhan fisik anak
b. Merangsang perkembangan kognitif
c. Merangsang perkembangan emosi
d. Merangsang perkembangan spiritual
e. Menggunakan masyarakat dan sumber lain yang tepat
f. Gunakan interaksi yang tepat untuk perkembangan emosi anak
NIC : Anticipatory guidance
Intervensi
a. Kaji pasien untuk mengidentifikasi perkembangan dan krisis situasional
selanjutnya dalam efek dari krisis yang ada pada kehidupan individu dan
keluarga.
b. Instruksikan perkembangan dan perilaku yang tepat
c. sediakan informasi yang realistic yang berhubungan dengan perilaku pasien
d. tentukan kebiasaan pasien dalam mengatasi masalah
e. Bantu pasien dalam memutuskan bagaimana dalam memutuskan masalah
f. Bantu pasien berpartisipasi dalam mengantisipasi perubahan peraturan

4. Dx 4 : Risiko cidera berhubungan dengan kekerasan fisik (kekerasan orangtua)


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan tidak terjadi cidera
NOC : Pengendalian resiko
Kriteria hasil:
a. Pantau factor resiko perilaku pribadi dan lingkungan
b. Mengembangkan dan mengikuti strategi pengendalian resiko
c. Mengubah gaya hidup untuk mengurangi resiko
d. Menghindari cidera fisik
e. Orang tua akan mengenali resiko dan membantu kekerasan.
NIC : Manajemen lingkungan: keselamatan
Intervensi:
a. Monitor lingkungan untuk perubahan status
b. Identifikasi keselamatan yang dibutuhkan pasien, fungsi kognitif dan level fisik
c. Modifikasi lingkungan untuk meminimalkan bahaya dan resiko
d. Gunakan alat-alat pelindung untuk mobilitas fisik yang sakit
e. Catat agen-agen berwenang untuk melindungi lingkungan

5. Dx 5 : Ketakutan berhubungan dengan kondisi fisik / social


Tujuan : Pasien tidak merasa takut.
NOC : Kontrol ketakutan
Kriteria hasil:
a. Mencari informasi untuk menurunkan ketakutan
b. Menghindari sumber ketakutan bila mungkin
c. Mengendalikan respon ketakutan
d. Mempertahan penampilan peran dan hubungan social
NIC 1 : Pengurangan Ansietas
Intervensi:
a. Sering berikan penguatan positif bila pasien mendemonstrasikan perilaku yang
dapat menurunkan / mengurangi takut
b. Tetap bersama pasien selama dalam situasi baru
c. Gendong / ayun-ayun anak
d. Sering berikan penguatan verbal / non verbal yang dapat membantu menurunkan
ketakutan pasien
NIC 2 : Peningkatan koping
Intervensi:
a. Gunakan pendekatan yang tenang, meyakinkan
b. Bantu pasien dalam membangun penilaian yang objektif terhadap suatu peristiwa
c. Tidak membuat keputusan pada saat pasien berada dalam stress berat
d. Dukung untuk menyatukan perasaan, persepsi dan ketakutan secara verbal
e. Kurangi stimulasi dalam lingkungan yang dapat disalah interprestasikan sebagai
ancaman

6. Dx 6: Resiko keterlambatan perkembangan berhubungan dengan perilaku kekerasan


Tujuan : Tidak terjadi keterlambatan perkembangan
NOC : Abusive behavior self-control
Kriteria hasil:
a. Hindari perilaku kekerasan fisik
b. Hindari perilaku kekerasan emosi
c. Hindari perilaku kekerasan seksual
d. Gunakan alternative mekanisme koping untuk mengurangi stress
e. Identifikasi factor yang dapat menyebabkan perilaku kekerasan
NIC : Family terapi
Intervensi:
a. Tentukan terapi dengan keluarga
b. Rencanakanstrategi terminasi dan evaluasi
c. Tentukan ketidakmampuan spesifik dalam harapan peran
d. Gunakan komunikasi dalam berhubungan dengan keluarga
e. Berikan penghargaan yang positif pada anggota keluarga

D. Evaluasi

Dx 1: Resiko trauma berhubungan dengan karakteristik anak, pemberian asuhan dan lingkungan.

a. Keselamatan tempat tinggal


b. Rencana dalam menghindari kekerasan/ perlakuan yang salah
c. Rencanakan tindakan untuk menghindari perlakuan yang salah
d. Keselamatan diri sendiri
e. Keselamatan anak

Dx 2 : Cemas berhubungan dengan perlakuan salah yang berulang-ulang,

a. ketidakberdayaan dan potensial kehilangan orang tua.


b. Monitor intensitas kecemasan
c. Menyingkirkan tanda kecemasan
d. Menurunkan stimulasi lingkuangan ketika cemas
e. Mencari informasi untuk menurunkan cemas
f. Menggunakan strategi koping efektif

Dx 3 : Resiko terhadap kerusakan kedekatan orang tua/ anak/ bayi berhubungan dengan
perlakuan kekerasan

a. Menyediakan kebutuhan fisik anak


b. Merangsang perkembangan kognitif
c. Merangsang perkembangan emosi
d. Merangsang perkembangan spiritual
e. Menggunakan masyarakat dan sumber lain yang tepat
f. Gunakan interaksi yang tepat untuk perkembangan emosi anak

Dx 4 : Risiko cidera berhubungan dengan kekerasan fisik (kekerasan orang tua)

a. Pantau factor resiko perilaku pribadi dan lingkungan


b. Mengembangkan dan mengikuti strategi pengendalian resiko
c. Mengubah gaya hidup untuk mengurangi resiko
d. Menghindari cidera fisik
e. Orang tua akan mengenali resiko dan membantu kekerasan.

Dx 5 : Ketakutan berhubungan dengan kondisi fisik / social

a. Mencari informasi untuk menurunkan ketakutan


b. Menghindari sumber ketakutan bila mungkin
c. Mengendalikan respon ketakutan
d. Mempertahan penampilan peran dan hubungan social

Dx 6 : Resiko keterlambatan perkembangan berhubungan dengan perilaku kekerasan

a. Hindari perilaku kekerasan fisik


b. Hindari perilaku kekerasan emosi
c. Hindari perilaku kekerasan seksual
d. Gunakan alternative mekanisme koping untuk mengurangi stress
e. Identifikasi factor yang dapat menyebabkan perilaku kekerasan
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Child abuse adalah seorang anak yang mendapat perlakuan badani yang keras, dimana termasuk
malnutrisi dan mentelantarkan anak sebagai stadium awal dari indrom perlakuan salah, dan
penganiayaan fisik berada pada stadium akhir yang paling berat dari spectrum perlakuan salah
oleh orang tuanya/ pengasuh.

Child Abuse adalah tindakan yang mempengaruhi perkembangan anak sehingga tidak optimal
lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Betz, Delsboro. 1993. Keperawatan Pediatric, Jakarta : EGC

Budi Keliat, Anna. 1998. Penganiayaan Dan Kekerasan Pada Anak. Jakarta: FKUI

Gordon et all. 2002. Nanda Nursing Diagnoses. Definition and classification 2001-

2002. Phildelpia : NANDA

Johnson, Fontana, dkk. 1998. IOWA Intervention Project Nursing Outcomes

Classifition (NOC), Second Edition. USA : Mosby

Mccloskey, Gill D.dkk. 1998. IOWA Intervention Project Nursing Intervention

Classifition (NOC), Second Edition. USA : Mosby

Nelson, Synder.2000. 1995. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: EGC

Whaley’s and Wong. 1995. Clinic Manual of Pediatric Nursing,4th Edition. USA

Potter A Patricia.2005.Buku Ajar Fundamental Keperawatan,edisi 4.Jakarta :EGC

NANDA. 2005. Nursing Diagnoses: Definitions & Classification 2005-2006. Philadelphia:


NANDA International.

NICNOC. 2008, Diagnosa Nanda NIC & NOC, Jakarta: Prima Medika.

American Academy of Pediatrics, 2007. Soft Drinks in Schools: Committee on School Health.
Available from:http://aappolicy.aappublications.org/cgi/content/full/pediatrics;

/113/1/152.htm. [Accessed 14 April 2013].

Soegijianto, Soegeng.2002.Ilmu Penyakit Anak.Jakarta: Salemba Medika.

Hidayat, A. 2008, Pengantar Ilmu Keperawatan Anak, (2 Edition), Jakarta:Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai