Anda di halaman 1dari 22

They cling to everything, everywhere, everytime, nothing left.

Jangan Lock down Pak Jokowi.

Alhamdulillah saya berhasil sembuh dari covid19 tanpa campur tangan rumah sakit sama sekali.

Covid19 ternyata punya kelemahan yang bisa dipatahkan.

saya hanya menjalani terapi sederhana.

Dunia telah keliru dalam menangani covid19.

Hurry up Pak Jokowi, jangan buang waktu dan anggaran.

Berikut saran dan pengalaman saya :

(Link video terapi saya sertakan di akhir tulisan)

Lockdown akan memperburuk keadaan, menyulitkan rakyat dan membuat kita terpuruk.

Sekelompok orang egois akan menumpuk barang-barang yang dibutuhkan banyak orang. Toh pasti juga
akan terpapar dan kemungkinan besar tetap terinfeksi.

Orang-orang julig pun akan mengambil keuntungan dari wabah covid19 ini jika kita lock down.

saya yakin Pak Jokowi sangat mengerti budaya sosial orang Indonesia.

Budaya koneksitas orang Indonesia itu sangat tinggi, sehingga sulit untuk disiplin. Pak Jokowi pasti masih
ingat bukunya Umar Kayam 'mangan ora mangan asal kumpul', bagaimana mungkin social distancing
bisa efektif. Pak Jokowi bisa membuktikan di pasar-pasar tradisional dan lingkungan-lingkungan padat
penduduk atau di desa-desa. Mereka itu hobinya geblek-geblekan, kalau ketemu kok tidak nggeblek/
nggaplok (bukan ngaplok) akan dianggap sombong dan tidak semanak.

Pak Jokowi, kita musti lebih komprehensif dalam memahami covid19. Karakternya, kelemahannya dan
kekuatannya (saya lebih suka menggunakan istilah keganasan atau kebrutalannya karena sebetulnya
covi19 ini tidak sekuat yang kita bayangkan walaupun tidak bisa diremehkan).
Meski saya tidak berani memastikan, saya menduga covid19 ini bikinan manusia.

saya menyebutnya sebagai virus badjang. Virus yang belum selesai projectnya tapi buru-buru
diluncurkan. Naif kalo kita menunggu vaksinnya karena si pembuat virus juga pusing bikin vaksin virus
brutal yang sudah menyebar tanpa bisa dikendalikan ini. Mereka juga akan terkena dampak berat akibat
virus ini. Tapi saat ini saya belum ingin membahas virus ini bikinan manusia atau bukan.

Ada yang lebih urgen untuk segera kita selesaikan.

saya akan menggunakan istilah terpapar untuk orang yang sudah menyentuh covi19 (virus corona). Virus
itu menempel pada dirinya dan dia akan menjadi pembawa virus (carrier), meski tampak masih sehat
tapi siap menularkan kepada siapa saja, melalui apa saja, di mana saja dan kapan saja.

Sedangkan terinfeksi saya jadikan istilah bagi PDP yang sudah terjangkit virus dan membuatnya sakit.

Untuk memudahkan dan mempercepat penanganan tidak perlu lagi menggunakan istilah suspect, odp
maupun pdp yang penerapannya sangat ribet dan menjebak karena banyak orang tidak bisa
memahaminya.

Meski kita harus melakukan banyak upaya pencegahan agar tidak terpapar, tapi anggap saja semua
sudah terpapar. Orang dengan gejala-gejala flu yang mengarah adalah penderita coviD19, bukan lagi
sekedar pembawa covi19, sehingga harus segera ditangani.

saya juga tidak akan mengkaitkannya dengan highly pathogenic ataupun low pathogenic.

Sepengalaman saya, mau high atau low sangat tergantung kondisi kesehatan pasien meski bisa saja
gejala dan yang dialami semasa sakit berbeda-beda.

Pak Jokowi, yang paling kita butuhkan dalam menghadapi covid19 adalah kondisi kesehatan. Rakyat
harus dalam kondisi sehat tidak boleh kesulitan makan apalagi sampai kelaparan. Lockdown maupun
karantina wilayah atau apapun namanya yang menyulitkan rakyat untuk makan agar sehat adalah
tindakan keliru yang bisa berakibat fatal.

Suplai bahan terutama pangan harus lancar, jangan tutup kran ekspor impor.

Hentikan impor peralatan, obat-obatan atau pun vaksin yang belum jelas manfaatnya.
Jangan buang-buang anggaran, perjuangan (melawan) bertahan dari covid masih panjang.

Penyemprotan disinfectant harus fokus dan efisien agar efektif. Indonesia negara tropis, jalanan yang
panas ngentak-entak tidak disemprot pun, virusnya akan mati sendiri.

Ada kemungkinan kita masih akan menghadapi bencana alam.

Kita tidak pernah tahu kapan bencana alam datang, kita juga tidak tahu kapan wabah covid berakhir.

Apa jadinya jika terjadi bencana alam skala nasional atau banyak bencana alam di daerah-daerah di saat
wabah covid memuncak. Bagaimana lock down, karantina wilayah ataupun social distancing bisa kita
jalankan dalam kondisi seperti itu.

Sarana dan prasarana kesehatan kita belum memadai untuk untuk menghadapi semua itu.

Jumlah rumah sakit dan kapasitasnya pun terbatas. Kita juga masih membutuhkan banyak paramedis
dan dokter yang betul-betul berkompeten.

Pak Jokowi, di saat kita terinfeksi covid19 menuju kondisi kronis, kecemasan yang sangat akan
menyelimuti kita. Virus ini dengan brutalnya bisa memancing agar kita cemas dan gelisah.

Sehingga kita musti relax dalam menghadapinya. Ketakutan dan kepanikan akan membuat kita lengah,
padahal kita harus betul-betul waspada dan hati-hati.

Pak Jokowi, yang paling kita butuhkan adalah kondisi tubuh yang sehat, berjemur di bawah terik
matahari sangat efisien serta efektif untuk mencegah terinfeksi cofid19.

Canangkan dengan tegas gerakan berjemur nasional jam 8 pagi - jam 11 siang.

Tugaskan 1 aparat polri dan 1 tni ad untuk tiap kelurahan.

Kantor-kantor pelayanan, pasar tradisional maupun pabrik-pabrik bisa beroperasi mulai jam 12 siang
dan sebelum jam 8 pagi. Sehingga di saat banyak negara lain lumpuh karena lock down, kita masih bisa
merangkak karena kita masih memungkinkan untuk slow down.

Jangan lupa bahwa fasilitas cuci tangan sangat minim di ruang publik apalagi di pasar-pasar tradisional.
Wajibkan setiap pasar untuk memiliki fasilitas cuci tangan dengan jumlah memadai. Kran dan pralon itu
harganya murah, tidak mungkin tidak mampu.

Gerakan berjemur nasional sebagai salah satu terapi pencegahan bisa menekan jumlah pasien covid,
sehingga dengan segala keterbatasan fasilitas para dokter bisa lebih optimal menangani pasien covid.

Polri dan sebagian tni ad bisa menjaga ketertiban dan keamanan dalam negeri. Sedangkan tni au, al dan
tni ad strategis tetap menjaga keamanan nasional dari serangan luar. saya memprediksi tidak lama lagi
akan ada wabah virus yang tidak kalah ganasnya di belahan bumi lain.

Pak Jokowi, dunia telah keliru dalam menangani covid19. Maaf jika saya mengatakan kedokteran
modern (saya lebih suka menyebutnya kedokteran chemical) mati kutu dalam menghadapi covid19. Kita
tidak boleh larut di dalamnya yang hanya bergantung pada pabrik-pabrik farmasi apalagi pabrik vaksin.

Kita sebetulnya kaya akan obat-obat herbal yang murah, mudah didapat, mudah dibudi daya dan
cespleng lebih mujarab.

Wabah covid19 justru peluang besar bagi Indonesia menjadi rumah sakit dunia untuk menyembuhkan
penderita covid19.

Buka pintu untuk pasien-pasien covid di seluruh dunia agar berobat ke Indonesia. saya tidak perlu lagi
bicara kaitannya dengan perolehan devisa.

Pak Jokowi, saya terinfeksi covid19 sejak senin 16 maret 2020. Setelah melalui perjuangan keras, kondisi
saya saat ini sudah jauh lebih baik daripada sebelum terinfeksi. Tapi saya tidak berani mengatakan sudah
sembuh karena itu masih menjadi kompetensi dokter dan dinkes.

saya memanfaatkan alam Indonesia dan menjalani terapi mandiri tanpa campur tangan rumah sakit
sama sekali.

Dan maaf, obat-obat dari dokter justru sempat memperburuk kondisi saya.
Pak Jokowi, saya membayar iuran bpjs tidak murah dan tidak pernah terlambat. saya ingin dokter yang
kompeten, memiliki sense of crisis dan tidak gegabah dalam mendiagnosa. saya sangat keberatan
dengan sistem dokter keluarga yang diterapkan bpjs, saya jadi tidak bisa memperoleh second opinion.

Meski saya tinggal di kota kecil, saya ingin rumah sakit saya sepadan dengan yang di kota-kota besar.
Iuran saya sebagai warga kota kecil sama dengan yang dibayar oleh warga kota besar. saya tidak
menuntut keadilan, saya hanya ingin pelayanan kesehatan yang layak.

Tapi sudahlah, itu kita bahas nanti saja.

Kembali tentang covid19, karena saya masih mencintai keluarga, tetangga, para sahabat dan teman-
teman serta negara saya Indonesia, saya ingin berbagi pengalaman bagaimana saya terpapar covid19
kemudian terinfeksi serta terapi pengobatan yang saya lakukan untuk sembuh. saya sama sekali tidak
bermaksud mencari sensasi.

Terapi yang saya jalankan untuk sembuh dari covid19 ini sangat mudah, murah dan sederhana. saya
hanya berharap penerapan terapi saya bisa membantu pasien-pasien covid yang tidak tertangani rumah
sakit.

Baik karena jumlah rumah sakit dan kapasitasnya yang terbatas maupun karena prosedur yang rumit
serta gagal pahamnya sop berdasarkan klasifikasi suspect, odp dan pdp.

Pak Jokowi jangan sakit ya. saya akan japri tips khusus buat Pak Jokowi agar tetap sehat dalam
mengadapi semua ini.

Relax tetapi tetap fokus dan tegas, jangan panik.

Tulisan ini akan saya posting on progress dan mungkin akan ada editing agar pengalaman saya
terangkum utuh dengan bahasa sesederhana mungkin supaya mudah dipahami oleh siapa pun.

Mohon maaf sebelumnya jika saya kurang bisa menyusun kalimat karena saya bukan penulis.

Keseharian saya semenjak tangan kanan istri saya retak karena terjatuh sebulan lalu (yang tidak dicover
bpjs), antara lain isah-isah dan belanja ke pasar. Sejak merebaknya covid19, tidak peduli itu dari pasar
tradisional atau super market, begitu sampai rumah ada keribetan ekstra yang musti saya lakukan.
saya membuka pagar sendiri dan menutupnya lagi sendiri, menurunkan sendiri barang-barang
belanjaan, kemudian saya menjemur semua belanjaan setidaknya 2-3 jam.

Selesai menjemur belanjaan saya melepas helm, tas pinggang, jacket, baju, celana, dan hijab untuk saya
jemur sekitar 3 jam juga.

Dengan hanya bercelana dalam saya mencuci gagang pagar, tangan dan kaki serta muka, baru kemudian
membuka pintu garasi. Motor tetap saya biarkan terjemur di halaman dengan bagasi terbuka. Jika saya
belanja naik mobil, pembersihan interiornya akan jauh lebih ribet.

Saya masuk rumah lewat pintu belakang dan langsung mandi keramas meski saat pergi tadi saya
mengenakan hijab.

Selesai mandi celana dalam dan gagang pintu belakang saya cuci.

Setelah berpakaian khusus untuk di rumah, masker saya celupkan spirtus untuk kemudian saya jemur
beserta celana dalam dan handuk.

Itu saya lakukan setiap hari dan setelah pergi dari manapun.

Selanjutnya saya berjemur di bawah terik matahari langsung sambil nyortir dan menjemur kopi. Sekitar
3 jam kemudian saya memasukkan semua belanjaan tadi untuk ditaruh di dalam rumah pada space
tertentu, setelah 12 jam baru saya bongkar belanjaan tersebut.

Semua itu sengaja saya lakukan sendiri tanpa melibatkan anak atau istri meski mereka sedang di rumah
agar mereka tidak terpapar covid dan baru boleh menyentuhnya setelah kami anggap barang-barang
belanjaan tadi bersih dari virus corona.

Usia saya 51 tahun, tinggi badan 172 cm dan berat badan 63 kg. Sebelum terinfeksi covid19 saya masih
mampu bersepeda 50 km tanpa istirahat. Biasanya 2 atau 3 kali dalam seminggu saya bersepeda ringan
di tanjakan yang jarak tempuhnya sekitar 3 kali tanjakan Gombel Semarang tanpa istirahat.

Jadi bersepeda dari Ungaran ke Magelang yang berjarak 50 km buat saya bukan hal berat meski mancal
pergi pulang.

Sebelumnya saya juga masih mampu menyelam di kolam renang sepanjang 20 meter tanpa bernapas.
Mengangkat karung greenbean (kopi) seberat 45-55 kg hal biasa buat saya. Berburu kopi nyetir jip
sendiri keluar kota berjarak 300 an km pergi pagi pulang larut malam tanpa kecapekan hal biasa buat
saya.

Meski saya merokok 2 bungkus per hari, bisa dikira-kira kadar gula darah, kolesterol maupun uric acid
(kondisi kesehatan) saya.

Faktanya saya terinfeksi covid19, jadi jangan anggap remeh virus corona.

Padahal seminggu sebelum terinfeksi covid19 saya sudah menerapkan social distancing dan hal-hal ribet
yang saya ceritakan di atas seperti berkali-kali setiap hari mencuci gagang pagar. Hanya saja beberapa
kali kecolongan cipika-cipiki dengan teman-teman lama yang pingin minum kopi di rumah saya, karena
kebetulan saya membuat kopi dari kebun organik.

Berikut kronologi saya terpapar covid19 hingga terinfeksi dan terapi yang saya lakukan untuk sembuh.

Sebelumnya memang beberapa teman berkunjung ke rumah, tetapi semenjak senin 9 maret 2020 saya
menerapkan social distancing, saat itu pun saya sudah mengenakan masker jika keluar rumah, meski
saya paham dalam kondisi ini masker bukan untuk orang sehat tetapi bagi yang sakit agar tidak
menulari.

Kebetulan mendiang ayah saya seorang dokter patologi anatomi (PA) RSDK/ FK Undip Semarang yang
sangat sering mengenakan masker dan sarung tangan terutama saat autopsi, sehingga masker dan
sarung tangan sudah sangat familiar buat saya apalagi saya sering touring naik sepeda motor.

Kronologi saya mulai dari dari minggu 8/3/20. Seorang teman datang dari jakarta dengan 2 anaknya.
Kami (termasuk 1 anak saya dan istri saya) ngobrol dan diskusi dari jam 9 pagi sampai hampir maghrib.

Jika saya mundurkan seminggu ke belakang, saya sering bertemu orang dan banyak menerima tamu.

Ini saya utarakan karena kita tidak tahu siapa menulari siapa. Justru saya takut kalau kami yang menulari
teman-teman saya.

Senin 9/3/20 anak saya yang kecil berangkat ke salatiga dalam rangka kegiatan sekolahnya.
Selasa 10/3/20 anak saya pulang dari salatiga dalam kondisi flu karena kecapekan dan langsung kami
bawa ke dokter.

Rabo sore 11/3/20 seorang teman dari Semarang berkunjung ke rumah saya beserta 3 stafnya.

Kami ngobrol cukup lama sekitar 3 jam.

Sekali lagi ini saya sampaikan agar teman saya tersebut waspada karena bisa saja tertular (terpapar) dari
kami atau dari tempat lain kita tidak pernah tahu.

Rabo malamnya masih di hari yang sama istri saya flu.

Jumat 13/3/20 anak saya sudah sembuh dari flunya. Cukup cepat mungkin karena dia masih 14 tahun
dan hobi bersepeda serta renang.

Sampai dengan hari ini alhamdulillah sehat tidak ada keluhan flu apapun dan setiap hari tetap menjalani
terapi pencegahan yang saya terapkan di keluarga kami.

Sabtu 14/3/20 istri saya sembuh dari flu tanpa obat dan hingga hari ini juga tidak ada keluhan flu sama
sekali. Mungkin karena dia rajin berjemur, senam tera dan nyepeda. Sampai hari ini pun juga tetap
menjalani terapi pencegahan seperti anak saya.

Minggu siang 15/3/20 saya dan 2 anak saya berkunjung ke rumah teman di Semarang. Kami tidak lama
ngobrol di sana sekitar 1 jam dan langsung pulang ke rumah tidak mampir manapun.

Sampai rumah banyak yang musti saya kerjakan hingga larut malam. Memang ada rasa capek saat itu
dan praktis pada malam itu saya kurang tidur (mungkin hanya sekitar 1 jam saya tidur) karena jam 5
paginya anak saya yang besar pulang ke pekerjaannya di Wonosobo dan saya berusaha selalu
membukakan garasi serta pagar.

Senin 16/3/20 saya sebut sebagai hari pertama saya terinfeksi covid19.

Pada senin itu saya merasakan gejala flu dengan tanda ada dahak di pangkal tenggorokan atau istilah
orang jawa 'pancingen'.
Tidak ada keanehan hanya sekedar flu ringan biasa yang dalam perkiraan saya pasti nanti siang dahak
bisa saya keluarkan sehingga saya istirahat tidur.

Sorenya masih seperti flu biasa hanya terasa volume (bentangan) dahak melebar

Selasa 17/3/20 Ternyata dahak makin melebar dan mulai mengganggu serta rongga mulut terasa kering
tapi tidak haus. Setelah saya minum beberapa kali pun rongga mulut tetap berasa kering. Muncul
perasaan gelisah dan badan terasa kedinginan.

Sebetulnya ini adalah awal saya curiga jangan-jangan saya terinfeksi covid19.

Kamis 19/3/20 malam hari baru saya menyadari ketidakwajaran dalam flu (dahak) yang saya alami. saya
masih belum bisa mengeluarkan dahak, mulai sesak napas dan kecemasan makin menjadi.

Malam itu juga saya lakukan terapi menghirup uap air hingga terasa agak lega dan saya bisa tidur.

Sejak hari kamis ini lah terapi pencegahan dan pengobatan secara intensif saya terapkan di keluarga
saya.

jumat 20/3/20 sejak jam 8 pagi saya melakukan terapi pengobatan ketat terhadap diri saya sendiri.

Mulai jam 8 pagi jumat itu saya berjemur dibawah terik matahari sampai jam 11 siang dan saya
lanjutkan sampai jam 2 siang.

saya mengawali berjemur dengan tidur telentang di lantai teras yang terkena matahari langsung selama
1 jam.

Kemudian saya lanjutan berjemur dengan kegiatan yang saya ada-adakan seperti nyortir biji kopi sampai
jam 11 siang dan tetap saya lanjutkan sampai matahari redup sekitar jam 2 siang.

Dalam proses berjemur tersebut saya selalu bergerak aktif, minum air putih panas bersuhu 60-70°C
setiap 15 menit.

Rongga mulut berangsur-angsur mulai tidak berasa kering lagi.

saya pikir saya berhasil mengatasi ini.


Ternyata saya keliru, jumat malam saya mengalami sesak napas hebat. saya ragu apakah kuat untuk
sampai rumah sakit dan menunggu penanganan. Ke dokter tidak terpikir karena sudah terlalu malam,
jam prakteknya pun sudah tutup.

Sepanjang jumat malam hingga subuh saya pun tidak tidur. saya melakukan terapi mandiri menghirup
uap air hingga lebih dari sepuluh kali yang setiap kalinya berkisar 15-20 menit.

Subuh saya baru bisa bernapas agak lega dan bisa tidur sekitar 2 jam.

Sabtu 21/3/20 sekitar jam 7 pagi saya terbangun dan langsung melanjutkan terapi menghirup uap air.

Jam 8 pagi saya lanjutkan dengan berjemur hingga jam 11 siang sambil berkegiatan.

Sekitar jam 2 siang saya istirahat dan tidur, napas saya sudah agak lega.

Sabtu maghrib itu saya ke dokter, alhamdulillah maghrib klinik sepi sehingga saya tidak menunggu lama
untuk masuk ke ruang praktek dokter.

Selama di klinik saya tidak duduk, tidak menyentuh apapun bahkan membuka pintu ruang praktek
dokter pun dengan kaki.

Di ruang praktek saya juga tidak duduk, tetap berdiri dan tidak melepas Masker.

saya ditangani oleh dokter M, saya bilang bahwa saya PDP covid (berdasar cek online di holodoc dan
sebagainya).

Dokter M memberi saya obat pengencer dahak, obat batuk, vitamin dan antibiotik, serta akan
memberikan link cek covid di RS Tugu semarang.

Meski saya tahu antibiotik justru akan memperburuk kondisi saya karena membuat bakteri akan makin
tahan banting untuk turut menyerang saya, tetapi tetap saya terima demi menghargai profesi dokter.

Berdasar pengalaman yang akan saya ceritakan sampai akhir nanti, jika anda terinfeksi covid19
sebaiknya jangan menelan antibiotik.
Anda mungkin bisa mencobanya untuk 1 paket minum 4 hari, jika ternyata tidak mereda langsung
dihentikan.

Tetapi saya tetap tidak menyarankan minum antibiotik, terlalu beresiko jika si bakteri yang jadi lebih
kebal turut menyerang.

Sabtu malam itu saya minum semua obat dokter tadi termasuk antibiotiknya.

Entah karena kecapekan atau efek obat batuk (foto terlampir) sabtu malam itu saya bisa tidur.

saya tidak tahu kenapa diberi obat itu meski sudah saya sampaikan bahwa saya punya riwayat hepatitis,
perforasi usus dan rujukan hemodialis terakhir 2016.

Minggu 22/3/20 saat bangun pagi saya mual dan kembali sesak napas berat, rongga mulut juga terasa
kering lagi serta susah menelan.

Rupanya sang virus sudah turun ke kerongkongan saya. saya jadi mulai mengenal virus yang hinggap di
tubuh saya.

Sudah kepalang tanggung, sesak napas berat yang selalu berulang dan kecemasan hebat yang
disebabkan oleh virus tersebut membuat saya pasrah dan berniat menyelesaikannya dengan ekstrim
juga.

Minggu pagi itu tetap saya minum semua obat dari dokter meski siangnya saya hentikan.

Sejak pagi saya berjemur hingga hampir jam 3 sore, minum air putih panas setiap 15 atau 20 menit,
setiap habis minum air putih panas saya menghirup uap air 10-15 menit yang ramuan rebusannya saya
tambahkan 2 bahan lagi sekaligus, serta 3 atau 4 kali mengunyah ...... dan saya telan untuk membantu
pengenceran dahak serta membantu fungsi peristaltik saya karena bab susah akibat pencernaan yang
juga terganggu.

saya tetap aktif berkegiatan fisik dengan enjoy sambil memutar musik-musik kesukaan saya seperti
Metallica, Nirvana, Lee Ritenour, Grover Washington maupun Didi Kempot.

Sore hari selepas berjemur saya tetap melanjutkan terapi hingga malamnya saya bisa tertidur nyenyak.

Mohon maaf bahwa saya menelan ....... terpaksa belum bisa saya sebutkan. Andai nanti pihak otoritas
bisa memahami pengalaman saya ini dan menjaga ketersediaan ..... tadi, saya akan sebutkan.
Senin 23/3/20 bangun di pagi itu saya merasa segar. Napas sudah jauh lebih lega, kecemasan bisa
dibilang hampir tidak ada meski dahak masih terasa menempel.

Terapi tetap saya jalankan seperti biasa dan masih fokus pada pengeluaran dahak.

saya pun tetap aktif berkegiatan.

Sepanjang senin itu saya lalui dengan jauh lebih nyaman, seolah saya sudah sehat kembali.

Selasa 24/3/20 hidup saya seperti cerah kembali, saya merasa telah menang melawan virus corona.

Terapi tetap saya lakukan lebih santai dengan intensitas agak mengendor.

Merasa sudah sehat jauh lebih nyaman bernapas dan mengingat kerasnya perjuangan yang saya
lakukan, malam harinya saya dibantu anak dan istri membuat video tutorial tentang terapi menghirup
uap air untuk mengatasi covid19 agar orang lain yang terjangkit juga bisa tertolong.

Rabo 25/3/20 pagi itu saya merasa benar-benar sudah sembuh.

Hampir tidak ada hambatan dalam bernapas, dahak yang masih tersisa pun sudah tidak begitu
mengganggu.

Sudah sekitar 7 hari saya mengurangi dan berhenti merokok.

Tiba-tiba terlintas dalam benak saya, bagaimana penyembuhan bagi yang tetap ndableg merokok.

saya jadi teringat anak mbarep saya yang juga merokok.

Maka pagi itu saya memutuskan untuk merokok seperti sebelum saya terjangkit covid dengan tetap
melakukan terapi yang sudah saya kendorkan.

Diluar dugaan siangnya saya kembali mengalami sesak napas agak berat, dahak terasa lebih
membentang dan anehnya muncul lagi kecemasan yang cukup tinggi.

saya juga heran dengan diri saya sendiri kok justru merasa tertantang, seolah saya merasa dikencingin
oleh virus tersebut.

Intensitas terapi langsung saya tingkatkan drastis, saya pun juga semakin ngeyel untuk merokok.

Ternyata tidak semudah yang saya bayangkan, saya harus berjuang lebih keras untuk melawannya.
Malam harinya dengan kecemasan yg mulai memuncak saya terpaksa menggunakan prana untuk
melawannya.

Semalaman saya hampir tidak tidur untuk mengatasinya secara fisik, meski akhirnya saya bisa
meredakan dan tidur sekitar 2 jam.

Sungguh jangan coba-coba untuk merokok saat Anda terinfeksi virus ini, dan sangat saya sarankan agar
Anda langsung berhenti merokok di saat masih dalam tahap pencegahan.

Jika Anda tidak merokok atau minimal berhenti merokok pada masa pencegahan ini, seandainya nanti
Anda terjangkit, terapinya akan jauh lebih cepat dan jauh lebih mudah untuk sembuh.

Jadi mulai sekarang plis STOP SMOKING

Kamis 26/3/20 maghrib saya ke klinik untuk minta pengantar ke rsud, tetapi ternyata dokter yang
bertugas dr L bukan dr M.

Percakapan dg dr L cukup singkat karena saya bilang bahwa saya PDB covid sedangkan menurut dr L
saya hanya flu biasa. saya menolak diperiksa karena berusaha tidak menyentuh apaun di ruang praktek
itu. saya tetap berdiri seperti saat ketemu dr M dan tetap mengenakan masker. Kemudian dengan
alasan obat saya sudah habis, saya diberi obat lagi dengan antibiotik lebih tinggi (foto terlampir).

saya pulang dan tetap melanjutkan terapi. Demi menghargai dr L dan juga karena penasaran obat saya
minum malam itu juga.

Jumat 27/3/20 pagi saya sudah menduga yang akan saya alami akibat minum obat tadi malam termasuk
antibiotiknya.

saya tetap melanjutkan terapi, berbagai efek akibat obat tadi sudah tidak saya gubris.

Jumat malamnya saya kembali ke klinik berharap dr M yang praktek untuk minta pengantar ke rsud.

Ternyata yang bertugas masih tetap dr L.

Agar bisa dapat pengantar ke rsud saya menyampaikan keluhan sesak napas ringan lagi, dada kanan
nyeri, badan terasa dingin, pinggang sakit, berak encer dan kencing anyang-anyangen.

saya terpaksa tidak menolak ketika dr L minta saya tidur di ranjang untuk diperiksa.
Kata dr L sesak napas saya krn asam lambung dan dahak karena terjadi peradangan kemudian saya
dikasih ranitidin serta diminta melanjutkan obat yang kemaren. "Tidak usah banyak pikiran," kata dr L.

Sabtu 28/3/20 saya habiskan sabtu itu untuk melanjutkan terapi. Fokus terapi mulai saya bagi untuk
pengeluaran dahak, pneumonia dan pencernaan serta hepa karena berak saya mulai menghitam meski
sudah agak berbentuk.

Minggu 29/3/20 pagi saya masih melanjutkan terapi lebih intensif.

Minggu jam 2 siang saya ke ugd rsud, saya bilang bahwa saya SUSPECT covid. Dokter jaga tidak percaya,
tahu dari mana kalo saya suspect covid.

saya ditanya banyak dan terpaksa saya bilang kalo prosedur penanganan seperti ini kasus covid pasti
akan meledak.

Akhirnya saya di suruh menunggu di ruang isolasi. Sekitar 20 menit kemudian saya diperiksa 3 orang
dengan baju astronot serta diambil darah untuk cek lab dan dirontgen. Selanjutnya saya harus
menunggu di ruang isolasi.

Sekitar jam 5 sore hasil lab jadi. Lab darah saya bagus tapi rontgen menunjukkan telah terjadi
pneumonia pada kedua paru saya. Seumur hidup saya belum pernah mengidap pneumonia karena sejak
kecil saya suka nyepeda dan renang.

Dokter langsung menyatakan bahwa saya PDP covid, tidak boleh pulang dan harus di karantina.

saya bilang pada dokter, "Mas, sejak sabtu 21/3/20 waktu pertama saya ke dokter, saya sudah bilang
bahwa saya PDP covid, dokter tidak percaya. Tadi waktu saya datang ke sini saya tidak bilang PDP
ataupun ODP tapi saya bilang SUSPECT covid Anda pun juga tidak percaya. Sekarang tiba-tiba berdasar
hasil rontgen Anda langsung bilang saya PDP covid.

Anda kok tidak bertanya kenapa saya bisa datang ke sini sendiri, nyetir sendiri juga padahal ini adalah
hari ke 11 atau 12 saya terinfeksi cofid.

Anda kok juga tidak bertanya kenapa saya masih bisa bernapas seperti orang normal. Dan oksigen yang
Anda selipkan ke hidung saya tidak berfungsi apapun bagi saya, hanya terasa dingin dan itu sangat
mengganggu saya ditambah ruangan ini yang juga dingin.

Saat datang tadi kondisi saya jauh lebih bagus daripada setelah Anda tahan di ruang isolasi ini."
Selanjutnya saya ceritakan kepada dokter tersebut bahwa saya telah menjalani terapi, tapi dokter tetap
menahan saya.

saya tanya kapan saya bisa memperoleh kepastian bahwa saya positif covid.

Katanya harus konsul dulu dengan internis hari seninnya dan selanjutnya menunggu 14 hari.

Kembali saya jelaskan bahwa saya harus menghirup uap air setiap 1 jam dan minum air putih panas
bersuhu 60-70°C setiap 15 atau 20 menit.

Katanya rumah sakit tidak bisa menyediakan.

saya tanya lagi apakah Anda akan bertanggung jawab jika kondisi saya memburuk setelah Anda
karantina?

Bagaimana dengan istri saya yang sudah 3 minggu saya larang keluar rumah kecuali minta daun di
tetangga dan anak saya yang juga saya isolasi 2 minggu ini.

Siapa yang akan membelikan makanan mereka?

Dan kapan mereka akan ditest covid karena serumah dengan saya?

Dokter muda sekitar 28 tahun itu akhirnya mau mendengarkan penjelasan saya dan saya diperbolehkan
pulang untuk selanjutnya disuruh koordinasi dengan puskesmas.

saya dimintain nomor telepon, saya kasih dan saya juga minta agar nanti saya dikirimi nomor wa dokter
tersebut.

Sampai dengan hari ini saya belum menerima nomor wa dokter tersebut, pihak rumah sakit atau pun
dinkes juga belum menghubungi saya.

Maghrib sesampai rumah dan sepanjang malam pada minggu itu saya habiskan untuk terapi dan mulai
menulis.

Banyak yang harus saya ingat tentang kejadian hari demi hari selama saya menjalani terapi mandiri.

Tanpa saya sadari sampai subuh bahkan jam 7 pagi seninnya saya belum tidur sama sekali.

Berarti dari minggu pagi sampai senin pagi saya sama sekali tidak tidur.
Pada minggu malam sekitar jam 11 tanpa sengaja saya berhasil mengeluarkan sedikit dahak lewat mulut
dan langsung saya masukkan plastik. Setelah saya bersihkan, saya simpan dalam kulkas.

Sebelumnya saya hanya bisa menelan dahak sedikit demi sedikit.

Senin 30/3/20 Meski saya belum tidur sama sekali dalam 24 jam terakhir, senin pagi saya langsung
bersiap-siap terapi.

Jam 7 pagi saya mengeluarkan biji-biji kopi untuk saya jemur (jumlahnya sekitar 50 kg terbagi dalam 7
tampah), kemudian saya menyapu dan membersihkan teras untuk berjemur bersama istri dan anak saya
yang kecil.

Seperti biasa jam 8 saya mulai berjemur dengan tiduran terlentang selama 1 jam, selanjutnya saya
nyortir kopi sekitar 3 jam.

Jam 1 siang - jam 3 sore saya tidur, selanjutnya berkegiatan biasa sambil meneruskan terapi.

saya baru tidur lagi setelah jam 3 pagi dan terbangun jam 5 pagi.

saya lanjutkan menulis dan persiapan berjemur seperti biasa.

Selasa 31/3/20 Berak saya pagi itu meski masih berwarna gelap tapi sudah tidak menghitam. Bentuk dan
volume juga sudah bagus mendekati normal.

Seperti biasanya, saya mulai berjemur jam 8 pagi selama 1 jam, saya lanjutkan menyortir biji kopi hanya
1 jam.

Setiap hari selama menyortir biji kopi selalu di bawah terik matahari langsung.

Sekitar jam 10 pagi saya tidur dan terbangun jam 12 siang.

Memang terasa agak capek karena dalam 3 hari terakhir saya kurang tidur. Tetapi secara keseluruhan
saya rasakan kondisi saya sudah jauh lebih baik.

Bisa dibilang hampir tidak ada keluhan tentang dahak lagi, otomatis napas saya juga jauh lebih lega.

Kencing saya juga sudah tidak keruh dan tidak berbuih lagi karena 2 hari terakhir saya menjalani terapi
minum kopi luwak asli tanpa gula dengan seduhan v60 medium to light (sekitar 1:17) dengan tetap
dibarengi minum air putih panas setiap 20 menit.
Sampai dengan selasa sore itu, rsud maupun dinkes setempat masih belum menghubungi saya.

Padahal copy ktp, copy kartu bpjs dan nomor wa sudah saya berikan saat di ugd rsud hari minggu
kemaren.

saya masih bertanya-tanya tentang apa yang harus saya lakukan berkaitan dengan prosedur/ sop
penanganan covid19 dan kapan anak serta istri saya akan diperiksa sudah terpapar maupun terinfeksi
virus corona atau belum. Alhamdulillah saat ini kondisi saya sangat baik.

saya menunggu dinkes untuk menyatakan saya sudah sembuh atau belum.

saya membagi tiga fase terapi yang saya jalani :

1. Terapi pencegahan, yang dalam kasus saya terapi pencegahan tersebut adalah untuk istri dan anak
saya. Meski saya tidak tahu apakah mereka sudah terpapar ketularan saya atau belum terpapar.

Faktanya sampai dengan hari ini rabo 1/3/20 anak dan istri saya alhamdulillah sehat tanpa ada keluhan
apapun meski serumah dengan saya.

2. Terapi pengobatan yang saya lakukan sendiri hingga saya alhamdulillah masih bisa bernapas lega
kembali sampai hari ini. Padahal beberapa kali dalam beberapa hari sebelumnya saya sempat
mengalami sesak napas berat dan hebat. Cara terapinya pun sudah saya ceritakan di atas.

3. Terapi pemulihan yang masih saya lakukan hingga hari ini untuk bisa sembuh dari pneumonia akibat
covid. Juga untuk menormalkan kembali fungsi ginjal, hati dan pencernaan yang sempat terganggu.
Seharusnya saya membutuhkan gizi dan vitamin lebih untuk ini tetapi saya tetap bertahan dengan
seadanya.

Selama menjalani terapi saya mengurangi makan nasi, yang saya rasakan setelah makan nasi dahak
terasa melebar dan mencengkram lebih kuat.

Mungkin karena nasi yang gluten itu memicu naiknya kadar gula darah dan menjadi peluang bagi covid.
Untuk mengurangi kadar gula darah saya minum kopi panas tanpa gula, badan terasa lebih relax dan
kecemasan berkurang.

saya menghindari makanan instan dan makanan berpengawet serta makanan-makanan yang memicu
hormonal seperti telur horn.

saya tetap enjoy dan sering bergurau dengan teman-teman di facebook.

saya juga menghindari ac, kipas angin maupun keluar malam kecuali saat terpaksa ke dokter kemaren
itu, udara dingin memicu cofid dan menyulitkan untuk sembuh.

Saran saya jangan merokok dan jangan minum alkohol, alkohol akan merusak hati dan ginjal Anda
sehingga akan sulit bertahan jika terinfeksi.

Jangan pernah meremehkan virus corona, seumur hidup baru kali ini saya kesulitan mengeluarkan dahak
hingga mengalami sesak napas hebat. Yang sudah-sudah jika saya mengalami flu terberat sekalipun,
tidak pernah lebih dari 1 hari dahak sudah bisa saya keluarkan.

Jaga kondisi tubuh tetap sehat dan lakukan terapi pencegahan seperti yang saya ceritakan di atas.

Kita hanya perlu membuang sedikit zona nyaman kita untuk rutin berjemur, minum air putih panas dan
menghirup uap air selama wabah covid berlangsung.

Pak Jokowi, Virus corona ini menempel di apa saja, di mana saja, kapan saja, tidak ada yang tertinggal.

Dia bisa ada di gagang pintu, mesin atm, tas belanja, uang kembalian, ban mobil, warung makan, apotik,
tempat praktek dokter, studio musik, stasiun tv, kucing, anjing, burung, halte bus, gantungan bis kota
dan lain sebagainya (masih terlalu banyak lagi)

Dia bisa ada di new york, london, jakarta, wadas lintang maupun tegowanu. Hampir tidak ada tempat di
bumi ini yang tidak akan dia tempeli.

Dia juga bisa eksis sekarang, nanti, besok, lusa, minggu depan atau kapan saja.

Sangat sulit untuk tidak terpapar.

Dengan fakta virus sudah menyebar ke mana-mana dari episentrum seperti jakarta.
Social distancing hanya menunda penularan, dan belum tentu yang terinfeksi tidak berbarengan.

Apa jadinya jika diberlakukan karantina wilayah kemudian secara berbarengan banyak yang terjangkit
padahal negara sudah lock down dan kapasitas serta fasilitas seperti respirator maupun ventilator pada
rumah sakit di wilayah karantina sangat terbatas. Bagaimana mereka akan tertolong sedangkan bahan
makanan untuk bertahan hidup sehat juga pasti akan sulit di dapat.

Pak Jokowi mungkin bisa menutup akses lintasan orang antar pulau atau hanya pada episentrum yang
memiliki fasilitas kesehatan memadai, tetapi lalulintas barang kebutuhan tetap harus lancar.

Social distancing dan larangan berkumpul tetap bisa Bapak lakukan meski hanya akan menunda
penularan dengan harapan yang terinfeksi tidak berbarengan.

Segera canangkan terapi pencegahan seperti yang saya ceritakan di atas.

Rakyat harus sehat, jumlah pasien/ penderita harus ditekan.

Pak Jokowi, utamakan angkatan kerja kita.

Mereka tidak boleh sakit.

Prioritaskan yang berusia 40-60 tahun, karena mereka lebih beresiko.

Selamatkan manula di atas 60 tahun, mereka sangat rentan.

Lindungi para remaja dan anak-anak kita. Selama cukup asupan dan menjalani terapi pencegahan, insha
Allah mereka tidak akan sakit terinfeksi.

Mohon diberikan perhatian lebih bagi masyarakat yang tinggal di daerah dingin, terutama yang di atas
700 dpl dan sering hujan.

Mereka akan kekurangan sinar matahari. Otomatis terapi yang mereka jalani lebih ke menghirup uap air
dan minum air putih panas sesering mungkin. Mohon dijaga agar suplai gas terjamin.

Kagem Mas Ganjar Pranowo


Ngapunten Mas Ganjar. Nuwunsewu kulo nyuwun tulung supados saget cek ureum kaliyan creatinin
kangge mangertosi kahanan ginjal kulo.

Maturnuwun sakderengipun.

up date terbaru :

Rabo 1/4/20 secara keseluruhan kondisi saya sudah sangat baik, sudah bisa beraktifitas normal dan
mengangkat beban (karung kopi) sekirar 40 kg. Paru saya rasakan membaik, begitu juga kondisi ginjal.

Memang ada sedikit nyeri di telinga kanan bagian dalam tapi tidak mengganggu. Terapi pun saya
kendorkan.

Ternyata nyeri di telinga semakin menjadi.

Kamis 2/4/20 tadi malam sekitar jam 10 telinga tersebut menjadi sangat sakit (sangat kemeng),
pendengaran dan temporomandibular terganggu. Tiba-tiba kecemasan memuncak. Rupanya terjadi
peradangan serius pada telinga saya tersebut.

Mungkin karena saya kurang istirahat.

Sejak sabtu 28/3/20 sampai kamis malam 2/4/20 rata-rata tidur saya hanya 2 jam setiap harinya dan
saya masih bertahan untuk merokok agar tahu bagaimana pasien yang tetap ndableg merokok meski
sudah terjangkit covid19.

Tadi malam (kamis 2/4/20) jam 11 malam saya melakukan terapi uap air secara ekstrim hampir 1 jam,
dan jam 12 malam saya tidur.

Jumat 3/4/20 terbangun jam 4 pagi barusan, alhamdulillah telinga sudah membaik signifikan.

Masih ada sedikit kemeng tapi pendengaran sudah pulih hampir normal.

saya akan lanjutkan terapi ekstrim lagi sekarang.

Sungguh jangan coba-coba untuk merokok saat Anda terjangkit covid19.

Jumat 3/4/20
Sore ini setelah tadi seharian berjemur sejak jam 8 pagi telinga saya mulai membaik, sudah tidak sakit
lagi.

Kemeng tinggal dikit, pendengaran sudah normal.

Jam 8 pagi berjemur tidur telentang selama 1 jam, kepala di miringkan, selanjutnya berkegiatan di
bawah terik matahari.

Saat ini secara keseluruhan kondisi saya sudah lebih baik daripada kemaren.

Mudah-mudahan besok telinga saya sudah sembuh.

Selama terapi hari ini tadi tanpa obat atau ramuan apapun.

saya akan up date terus kondisi saya dan mohon bantuan teman-teman bagaimana saya bisa
memperoleh fasilitas untuk nge-test kondisi saya dengan harapan jika dengan terapi yang saya jalankan
berhasil 100% bisa menjadi referensi banyak orang yang tidak tertangani rumah sakit.

Sabtu 4/4/20

sepanjang jumat sore sampai sabtu pagi saya melakukan terapi ringan uap air hanya sekali.

saya sengaja tidak tidur hingga jam 5 pagi tadi untuk mengetahui korelasinya dengan daya tahan tubuh.

Sabtu 5/4/20 sudah tidak ada keluhan di telinga, mudah2an besok sudah lebih baik.

Hari minggu ini 5/4/20 saya akan coba menghentikan terapi penyembuhan, hanya akan nyortir kopi saja.

Nanti siang ada kencan ngopi sama teman lama sambil ngobrolin terapi saya.

Alhamdulillah tadi malam bisa tidur 3 jam.

Sekali lagi mohon maaf jika susunan kalimatnya berantakan, semoga masih bisa bermanfaat.

https://m.youtube.com/watch?feature=share&v=SKG_HvmAMwI

bukan dokter

bukan ahli virus


hanya mantan tabib tiban

Anda mungkin juga menyukai